Author's note: PENULIS KEMBALIIIIIIII! Yah, sebenarnya jari Penulis belum membaik sempurna, tapi sudah lumayan. Setidaknya Penulis bisa mengetik kembali. Hei, sudah berapa lama Penulis menghilang? Mendadak amnesia karena lama tidak menyentuh laptop.

Dan untuk pembaca setia, Penulis mengucapkan banyak terima kasih karena mau memaklumi keadaan sekaligus menunggu. Seperti biasa Penulis akan berusaha sebaik mungkin. Namun perlu diingat karena Penulis bukan pengarang pro. Karena kisah ini perlu dibangun perlahan, Penulis belum bisa membuat tipe langsung layaknya kisah BENANG TAK TERLIHAT. Yah, memang perlu juga ditambah bumbu-bumbu penyedap, bukan? Hmmmm... Penulis akan cari ide soal itu. Tapi untuk saat ini, kisah ini dibangun lewati chapter-chapter perkenalan atau pembuka. Semoga kalian menikmatinya. Terima kasih.

.

.

Disclaimer : Isayama Hajime

GADIS IKON SEKOLAH

Halaman Enam: Penindas Sejati

By Josephine Rose99

Notes: Peringatan dari Penulis. Beberapa tokoh di fanfic ini memiliki sifat atau karakter yang berbeda dari manga atau anime aslinya. Singkatnya, OOC (Out of Character). Penulis memaksudkan ini sebagai pemanis atau sebagai humor belaka. Karena itu jangan protes. Kalau protes, Penulis akan lempar ke laut.

.

.

.

.

.

GADIS IKON SEKOLAH

HALAMAN ENAM

PENINDAS SEJATI

By Josephine Rose99

.

.

.

Ymir mengambil sebuah papan tulis dari dalam lemari di ruangan itu, kemudian menautkannya pada paku-paku di dinding. Kelihatannya gadis jerawat itu tak sabar ingin berbagi pengetahuannya dalam ilmu pelayanan kepada pelayan amatir seperti Armin. Maka, sementara Armin duduk dengan perasaan was-was, Ymir mengambil spidol, membuka tutupnya, lalu menulis kalimat-kalimat di papan tulis.

"Perhatikan aku baik-baik. Namamu Armin Arlert, bukan? Yang menjadi nomor satu dalam ujian masuk dulu. Berarti kau pasti bisa memahami pengajaranku dengan lancar," Armin cukup terkejut bahwa seorang Ymir pun bisa mengenali namanya. Kekuatan papan pengumuman Elshin memang sungguh luar biasa.

"Kau tahu aku?"

"Semua orang tahu dirimu. Langka, bukan? Mendapat nilai sempurna di ujian yang pertanyaannya sulit setengah mampus," Ymir berbalik begitu selesai menulis, "Oke, kita mulai saja," ujarnya mengetuk-ketuk papan tulis dengan spidol yang dia pegang.

.

Kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang pelayan

1. Mampu melayani pelanggan dengan baik

.

"Seperti yang kau tahu. Pelayan tidak pantas disebut pelayan jika tidak memiliki kemampuan melayani yang baik," kata-katamu keren sekali, Ymir. Armin sekalipun mengangguk setuju pada perkataanmu. Tak heran dia menjadi orang yang paling bisa manajer restoran andalkan, "Karena itu, kita akan masuk ke uji praktik. Aku akan berpura-pura sebagai pelanggan sementara kau adalah pelayannya. Tunjukkan padaku bagaimana caramu melayani pelanggan,"

"Dimengerti."

Ymir pun keluar dari ruangan diikuti oleh Armin yang berdiri dari duduknya dan berdiri di depan pintu. Sedetik kemudian, Ymir masuk kembali ke dalam ruangan seolah mempraktikkan bahwa sekarang dirinya adalah seorang pelanggan restoran.

Armin tahu bahwa ujian praktiknya telah dimulai. Kesempatan emas demi mendapatkan hati Ymir tak dia sia-siakan.

"Selamat datang!"

Namun apa yang terjadi selanjutnya ada diluar dugaan, para pembaca. Setelah berkata begitu, Armin malah membuka kemeja pelayannya di depan Ymir dengan santai! Ymir spontan melotot horor! Apalagi bocah pirang mesum itu melenggang menuju lemari pakaian, mengambil kemeja ganti, memakainya dan kembali ke posisi dimana Ymir masih melongo tak percaya.

"Meja untuk satu orang?" ucap Armin menebar senyum tanpa rasa dosa.

GREEPP!

Tanpa babibu, tangan berotot Ymir langsung mencengkeram wajah Armin sampai urat-urat emosi muncul di kulit coklatnya.

"Kenapa kau malah ganti baju di depanku, bangsat? Kau ingin melecehkanku?" Ymir melotot seram seakan bola matanya hampir keluar.

"Ha-habisnya pakaianku basah, 'kan? Kurasa tidak sopan menerima tamu jika pakaianku begini..." Armin memberikan alasan paling logis dibalik aksi tak senonoh menantang mautnya barusan.

Hmm... Pemuda itu tidak salah, sih. Sudah berapa kali air dituang di kepalanya oleh gadis jerawat sialan itu? Pakaiannya sampai basah pula. Benar-benar senior tak bertanggung jawab.

Ymir menghela napas. Dia lalu melepas cengkeramannya dari wajah Armin, "Ya sudah. Kita ulang lagi,"

"Ba-baik," Armin akhirnya bisa bernapas lega sejenak. Setelah itu dia kembali berdiri tegak menghadap Ymir, melanjutkan ujian praktik yang sempat mengalami masalah teknis(?), "Meja untuk satu orang, nona?"

"Matamu katarak atau apa? Sudah jelas aku hanya sendiri," kata Ymir dengan muka menghina sekali.

Sabar, Armin. Sabar. Tenang. Tarik napas, buang. Tarik napas, buang.

Astaga. Armin sampai melakukan ritual Ibu-Ibu melahirkan demi membuang hasrat kegeramannya pada perempuan kampreto tersebut.

Menghiraukan hinaan tadi, Armin pun berjalan mendekati kursi di ruangan itu. Tentunya diikuti Ymir dari belakang.

"Silahkan duduk disini," ujar Armin (berusaha) lembut.

"Hm," Ymir duduk sembari menjawab singkat.

Selanjutnya Armin meletakkan segelas air di mejanya, "Ini air untuk anda,"

"Hm."

"Jadi, anda ingin pesan apa, bu—ojou-san?"

GREPP!

"Kau barusan ingin memanggilku 'busu', 'kan?" lagi-lagi tangan berotot penuh urat-urat emosi mencengkeram wajah Armin sampai bibirnya mengerucut bak ikan koi.

Armin merutuki dirinya sendiri. Frustasi akan kedodolannya yang kelepasan bicara. Niatnya untuk mendapatkan hati Ymir gagal total. Jangankan mendapatkan info Annie, untuk selamat damai sentosa saja butuh perjuangan berat.

"Sa-saya rasa pendengaran anda bermasalah, Ymir-sama. Saya tak mungkin memanggil anda seperti itu..." kata Armin bicara sambil berkeringat dingin, ck ck ck.

Disisi lain, dalam hidupnya, ini pertama kali Ymir mendapatkan pelayan paling payah di restoran ini. Sangat tidak bisa diharapkan! Ekspetasinya pada seorang Armin Arlert yang notabene paling jenius di Elshin ternyata hanya bagus di atas kertas! Praktik dalam dunia pelayanan nol besar! Lama-lama Ymir yang gila kalau terus membiarkan Armin seperti itu.

"Aargh! Dasar payah! Aku belum pernah melihat pelayan sepayah dirimu! Kau bahkan tidak memiliki dasar utama dalam dunia pelayanan!" Ymir memperkuat cengkeramannya kemudian mendorong kasar wajah Armin. Hampir saja pemuda itu terjungkal ke belakang.

Mengelus-elus kedua pipinya yang meninggalkan bekas cakaran binatang buas(?), Armin bertanya dengan tampang cemberut, "Dasar utama?" dasar utama apa pula lagi? Armin tak mengerti.

Itu sampai setidaknya sebelum Ymir bangkit berdiri dan berjalan menuju papan tulis kemudian menulis kemampuan dasar pelayan nomor dua.

.

Kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang pelayan

1. Mampu melayani pelanggan dengan baik

2. Tersenyum manis dan ramah

.

BRAKK!

Ymir memukul papan tulis tersebut dengan telapak tangan kanannya, seolah ingin membuat Armin fokus pada apa yang dia tulis.

"Kau lihat nomor dua ini? Inilah dasar utama yang kumaksud!" muncul juga sikap profesional seorang Ymir, "Banyak sekali orang-orang yang bekerja di dunia pelayanan yang tidak memiliki dua poin utama ini. Karena mereka hanya memikirkan soal gaji alias uang. Mereka tak peduli dengan tanggapan pelanggan atau pengunjung selama uang datang pada mereka. Tapi aku tak ingin semua pekerja di restoran ini seperti itu! Aku ingin semua pelanggan yang datang kemari dapat merasakan pelayanan kelas atas!"

Sasuga, Ymir-sama. Armin tak memungkiri bahwa dirinya sekarang sedang kagum. Ymir benar-benar pelayan sejati!

"Ooooh..."

"Asal kau tahu. Senyummu itu menjijikkan,"

"Kau mengajak berkelahi?" semprot Armin tak terima. Pasalnya, sudah wajahnya dicengkeram ganas beberapa kali, disiram air bak tanaman butuh fotosintesis(?), sekarang harga dirinya terbentur keras berkat penghinaan penuh diskriminasi.

"Biar kucontohkan senyum manis dan ramah yang sesungguhnya," Ymir berdeham, ambil napas panjang lalu menyunggingkan senyum lebar nan ceria, "Selamat datang!" seketika muncul pelangi serta bunga-bunga sebagai background ala manga-manga bishoujo. Namun bagi Armin, itu tak lebih dari bunga-bunga raflesia di tengah kesuraman dunia. Tentunya pemuda ini tak berani mengatakan komentar. Kalau iya, pasti wajahnya remuk sekarang.

Setelah tersenyum, Ymir kembali memasang ekspresi normal, "Nah, seperti itu!"

Akhirnya Armin mengerti maksud Ymir mengatakan senyum sebagai poin utama. Dia mengangguk mengerti sembari mengusap-usap dagu, "Begitu?"

"Giliranmu. Tunjukkan senyum manis dan ramahmu karena itu juga termasuk poin penting,"

"Oke," dengan semangat kemerdekaan, Armin tak mau kalah menunjukkan senyum manis. Maka, dia pun tersenyum lebar seiring matanya juga ikut tersenyum. Layaknya mentari bersinar di pagi musim semi, si jenius Einstein berkata, "Selamat datang!"

Jika saja Penulis berada di ruangan itu, pasti Penulis klepek-klepek sekaligus jatuh cinta pada pandangan pertama. Senyum manis terkesan hangat itu seharusnya mampu melelehkan sejuta umat kaum Hawa.

Yup, seharusnya.

"Hhhh..." apa ini? Kenapa Ymir malah menghela napas berat bak Kakek-Kakek dimakan usia menunggu maut? Tak terpesona sedikit pun?

Armin terdiam sejenak melihat reaksi Ymir, menatapnya dengan lirikan heran dan tajam. Perasaannya mengatakan bahwa apapun komentar yang keluar dari mulut jahanam itu adalah hal yang membuat Armin sakit hati level kakap.

"A-ada apa?"

Meski dengan berat hati, Ymir akhirnya berkicau mengutarakan komentarnya, "Bodohnya aku. Seharusnya dari awal aku mengatakan ini padamu..."

"Apa maksudmu?" Armin bersumpah demi gunung yang gonjang-ganjing, dia akan mencap nama Ymir sebagai musuh besarnya jika komentar laknat keluar dari mulutnya.

"Dari tadi aku terus membicarakan soal poin-poin yang harus dimiliki pelayan, bukan?" ujar Ymir kalem, "Kau tahu, Armin? Sebelum kita masuk ke topik itu, tampaknya kau harus mengetahui betapa menjijikkannya wajahmu itu."

Sesuai perkiraan. Komentarnya sangat laknat, sukses membuat hati Armin berkedut-kedut.

Empat persimpangan merah hilang timbul di dahi Armin. Sudut bibirnya tertarik ke atas, menunjukkan sebuah senyum kecut terpaksa, "A-apa katamu?" seandainya Armin adalah Eren yang tipikal barbar, perang dunia ketiga pasti pecah dari tadi.

Dan reaksi Ymir juga menjengkelkan. Dengan santainya gadis ini mengambil sebuah cermin oval dari dalam lemari kemudian memberikannya pada Armin, "Ini, lihat cermin ini. Wajahmu menjijikkan, bukan?" ujarnya begitu Armin sibuk menatap pantulan wajahnya dari sudut ke sudut demi memastikan apakah dia memang semenjijikkan itu.

Alasannya simpel. Pemuda pirang ini yakin gadis yang sekarang menatapnya seolah dia lebih rendah darinya itu jauh lebih menjijikkan. Persis seperti kesemek kelindas traktor alias wajah-wajah abstrak tak terdefinisi.

Benar. Tak ada yang salah di wajahnya.

Dia mungkin tidak berwajah tegas seperti Eren, tapi wajahnya manis, bukan? Sangat manis. Armin tak bosan melihat wajahnya ini setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah. Ah, bukan berarti dia punya sifat narsis.

"Oh, ya? Kurasa tidak juga," Armin langsung mematahkan pendapat seenak jidat Ymir.

Ymir menghela napas berat, "Ternyata kau benar-benar katarak, huh? Sangat sulit kukatakan ini, tapi wajahmu itu jauh lebih buruk dari air comberan."

"Kalau memang sulit untuk dikatakan, kenapa kau bisa mengatakannya terang-terangan begitu?"

Namun mendadak Armin menyadari maksud Ymir terus-menerus melempar penghinaan wajah terhadapnya. Dasar si rasis satu itu! Armin tak tahan untuk tak menaikkan sedikit nadanya setelah meletakkan cermin sial itu di atas meja, "Apa-apaan ini? Kau terus bicara soal penampilan! Penampilan itu tak penting, tahu!"

"Heh, bodoh. Penampilan juga penting dalam pelayanan. Kalau wajah bak sampah organik sepertimu melayani disini, selera pelanggan akan menghilang sebelum makan."

"Haaaah!? Kau sendiri bagaimana?! Justru aku yang seharusnya berkata begitu! BUSU!"

TWITCH TWITCH!

Ah.

Armin bodoh. Perkataannya barusan berhasil memunculkan ratusan persimpangan merah di seluruh wajah Ymir. Suasana langsung terasa tegang. Disusul kemudian aura-aura gelap bertebaran di sekeliling gadis itu hingga memenuhi ruangan. Seketika fanfic ini banting stir dari genre romance comedy menjadi crime tragedy.

Kau benar-benar membuat kesalahan besar, Arlert.

.

.

.

Tidak sampai setengah jam si manajer restoran meninggalkan sang monyet dengan pawang monyetnya(?), namun kekhawatirannya membuatnya berani melangkahkan diri masuk kembali ke ruangan dimana sedang terjadi pelajaran pelayanan kelas satu. Hanya demi memastikan apakah semuanya baik-baik saja. Meski hati kecilnya ragu akan hal itu.

Si manajer pun membuka pintu. Dia bertanya dengan suara ramah, "Armin, bagaimana pelatihan dari Ymir-san? Apakah semuanya baik-baik saaa..." berhenti. Kata-katanya berhenti mengalir. Digantikan ekspresi shock plus tubuh mematung di depan pintu.

Kalian tanya kenapa?

Itu karena si manajer menyaksikan Armin mengangkat dua gentong air di kedua tangannya layaknya timbangan dadakan sampai kedua kakinya bergetar hebat karena tak kuat, sementara Ymir santai duduk sambil membaca majalah di dekatnya.

Sungguh pemandangan yang menyakitkan mata, ck ck ck ck.

"UUUUURRRGHHHHH!" gigi Armin bergemeretak kuat sebagai bentuk ekspresi bahwa hanya tinggal menunggu waktu tangannya akan patah. Lututnya hampir bertekuk, sudah seperti sebuah per saja. Pola napasnya bahkan tak teratur lagi. Demi apapun tolong bantu dia terlepas dari siksaan ini!

Ymir sialan! Berani-beraninya dia santai membaca majalah sialan itu sampai harus bersenandung segala!

"Kalau kau menjatuhkan dua gentong air itu, kau harus push up 100 kali," benar-benar tanpa ragu dan tanpa simpati sama sekali. Yup, buka halaman selanjutnya, Ymir. Halaman dimana kostum-kostum tema gothic menantikan isi dompetmu, "Nah, Armin. Sebutkan semua menu makanan yang disediakan di tempat ini," ujarnya ternyata tak lupa pada budak barunya yang masih tersiksa lahir batin.

Armin adalah pemuda yang punya prinsip bahwa pantang memukul perempuan. Tapi tampaknya dia harus menjadi pria pengkhianat prinsip kalau begini, "DISAAT SEPERTI INI KAU INGIN AKU MENJAWAB ITU!? TAK MUNGKIN!"

Apakah dengan penolakan langsung itu membuat Ymir berpikir dua kali mengendurkan serangan?

Naif sekali. Justru gadis bengis itu mengambil ember di bawah kursinya lalu menuangkannya ke dalam gentong. Walhasil, jadilah Armin megap-megap persis ikan kekurangan air.

"Ooooh, dengan senang hati aku akan menambahkan volume airnyaaaa~!" begini katanya dengan nada manis gula-gula.

"AAAARRGH! JANGAN! JANGAN!"

Gawat! Dia takkan selamat kalau terus seperti ini! Tidak ada jalan selain meminta tolong pada manajer yang masih membeku di tempat, "MANAJER, TOLONG SAYAAAA!" teriak Armin penuh harap. Jujur, tangannya sudah tak sanggup lagi!

Lalu si manajer?

"A-anooo, Ymir-san... Ini namanya penindasan, 'kan? Bukankah sebaiknya dihentikan saja?"

"Astagaaa~! Apa yang anda katakan, Manajer? Semua yang anda lihat ini adalah pelatihan dari saya. Melalui gentong air itu, stamina dan otot Armin Arlert akan meningkat lebih cepat,"

"STAMINAKU AKAN MENINGKAT LEBIH CEPAT, KATAMU!? JUSTRU AKU AKAN MATI LEBIH CEPAT!" wah, wah. Armin yang biasanya kalem tampak gahar hari ini, saudara-saudara, "MANAJER, YMIR-SAMA TERLALU BERLEBIHAN! TOLONG HENTIKAN DIA!"

Si manajer mendadak cengo mendengar panggilan absurd untuk Ymir yang keluar dari mulut Armin, "Ymir-sama?"

Sayang sekali, Armin. Ymir bukanlah tipikal pemancing yang melepaskan umpannya ketika mendapat hasil tangkapan besar. Masih dengan santai layaknya di pantai, gadis jerawat dari jurusan Budaya ini menaikkan satu level mode bujuk setan, "Manajer, serahkan saja dia padaku. Anda jangan khawatir. Bukankah saya salah satu pekerja andalan anda? Tak mungkin saya berniat buruk pada pekerja baru, 'kan? Jadi ini semua hanya salah paham,"

Salah paham, katanya? Dia menyebut Armin yang nyaris tewas itu hanya salah paham?

"SALAH PAHAM APANYA!? KAU MEMANG BERNIAT BURUK DARI AWAL PADAKU!"

"Ooooh, masih kuat berceloteh rupanya. Oke, airnya kutambahkan lagiiii~!" benar-benar prajurit pantang mundur. Ymir makin menambah volume air gentong-gentong sial itu. Alhasil, Armin semakin menjerit tersiksa.

"AAAAAAARGHHH!"

Manajer, apa kau buta? Selamatkan Einstein muda itu!

Jangan hanya berdiri diam seperti keledai disana!

"Ba-baiklah, Ymir-san. Kalau memang ini latihan, tolong jangan berlebihan, ya," jiah. Bukannya menolong, pak tua ini justru percaya pada bualan Ymir yang notabene orang paling dia andalkan di restoran itu. Dia kemudian bersiap-siap meninggalkan ruangan, meninggalkan si pembunuh beserta calon korbannya.

Harapan Armin pupus. Terutama saat Ymir melambaikan sapu tangannya pada si manajer sembari memasang ekspresi super manis.

"Siap, manajer~!" katanya.

Hei, manajer macam apa Pak tua itu? Ini tak bisa dibiarkan! Kedua mata Armin melotot horor menyaksikan harapan terakhirnya tak dapat diandalkan. Masa' dia harus berakhir tragis di hari pertama misi penyusupan ini?!

Abort mission! Masa bodoh dengan Survey Corps, harus segera abort mission!

"TIDAK! TUNGGU, MANAJER! MANAJEEEEER!"

...

~Gadis Ikon Sekolah Page Six~

...

.

.

Armin tahu jika pada akhirnya dia akan mengelap tumpahan air berliter-liter dari gentong-gentong yang ikut serta dalam aksi penindasan Ymir. Tak ada sedikit pun simpati yang dia terima karena gadis jerawat itu pergi meninggalkannya dengan pesan bahwa Armin harus membersihkan ruangan tersebut sebelum dia kembali. Dan mengingat Armin tidak ingin kedua tangannya terbunuh dua kali, maka terpaksa dia merelakan tenaga terakhirnya untuk mengelap lantai sembari bersungut-sungut.

"Menyebalkan! Menyebalkan! Menyebalkan! Apa-apaan perempuan itu?" rutuk Armin emosi, "Kenapa orang seperti dia bisa menjadi orang paling diandalkan di restoran ini?"

Selagi kalimat-kalimat makian meluncur deras dari mulut si jenius, tiba-tiba pintu ruangan dibuka oleh seseorang. Spontan Arlert muda ini menoleh ke arah pintu, was-was jika dedemit betina itu sudah kembali. Tapi belum ada sepuluh menit sejak Ymir pergi, bukan? Bukankah ini terlalu cepat?

Kelihatannya dewi keberuntungan memihak Armin, saudara-saudara. Karena ternyata itu bukanlah Ymir, melainkan seorang gadis pirang panjang bertubuh pendek yang berseragam koki restoran itu.

"Eh?" gadis itu menyadari keberadaan pemuda tersebut. Pemuda yang identitasnya tak asing baginya, "...Armin?" dia bergumam pelan sambil menunjuk Armin.

Gantian Armin shock berat begitu menyadari siapa gadis cantik itu.

"...Historia?"

Seseorang, tolong bantu Armin mencari tahu alasan kenapa bisa gadis yang berasal dari organisasi yang sama dengannya bisa berada disana.

"Ka-kau juga bekerja disini?"

"I-iya. Aku sudah bekerja disini sejak SMP kelas 3. Sudah setahun."

Armin langsung tepuk jidat.

Sudah setahun, katanya!? Kesialan macam apa ini!? Jadi ini alasan kenapa Historia tidak terlihat di rapat mereka tadi siang!? Sialan! Kalau tahu Historia bekerja disini, kenapa para senior brengsek itu mengirim Armin ke restoran itu jika hanya untuk dibully oleh manusia dugong pasifik betina? Ini tidak adil! Seharusnya Historia yang mengemban misi penyusupan ini, bukan Armin!

Asyik-asyiknya Armin mengacak-acak rambutnya sebagai bentuk ekspresi stresnya, Historia berkata lagi, "Aku baru tahu kau bekerja disini. Sejak kapan, Armin?"

"Ba-baru hari ini," jawab Armin berusaha bersikap normal. Well, dia memutuskan begini karena melihat dari sikap Historia, kelihatannya gadis ini tidak tahu tujuan Armin bekerja di tempat itu.

"Oh, begitu, ya? Tapi, syukurlah kamu ada disini! Aku senang!" ujar Historia memberikan senyum manis.

"Kenapa?" tanya Armin bingung.

"Ada temanku dari organisasi yang sama!"

Ohoooo. Alasan klasik, huh?

BRAKK!

Speak of the devil, kali ini Ymir benar-benar muncul dengan adegan penuh barbar alias menendang pintu seenak jidat. Sungguh pemandangan menyakitkan mata Armin yang sebelumnya lega melihat wajah kawai Historia.

"Woi, kurcaci! Apa kau sudah selesai membersihkan lantainya?!" tanyanya berlagak preman, namun sejenak dia mengubah sikapnya ketika menyadari kehadiran Historia di ruangan itu. Otomatis mode premannya hilang sementara digantikan sikap (sok) manis.

Ingin sekali rasanya Armin melempar sepatunya pada makhluk yang sekarang tiba-tiba berubah lemah lembut. Apalagi mendengar nada manis yang terdengar menjijikkan di telinganya itu, "Hi-Historia? Apa yang kau lakukan disini?"

Disisi lain Armin sedang pasang tampang muka bete, Historia seperti biasa menjawab pertanyaan tersebut dengan baik, "Oh, Ymir! Aku baru saja selesai menyiapkan bahan-bahan masakan, jadi aku kemari,"

"Kamu sedang membantu bersih-bersih, ya? Kau baik sekaliiii~! Setelah ini, menikahlah denganku!"

"Ahahaha, terima kasih."

Aaaaah! Senyum manis bak mentari terbit di musim semi! Sungguh tak bosan Ymir melihatnya, sampai hatinya meleleh karenanya. Dia harus melindungi senyum malaikat itu meski dari Armin sekalipun. Makanya gadis ini segera menoleh padanya, memberikan tatapan tajam setajam silet, "Heh, kau, muka comberan! Kalau kau sampai merepotkan Historia, akan kuhajar kau!"

Tadi kurcaci, sekarang muka comberan. Sebenarnya apa mau Ymir menebarkan aura-aura permusuhan? Lagipula Armin juga tak tertarik mengencani Historia.

"Siapa yang kau panggil muka comberan, Ymir-sama?" balas Armin mati-matian menahan hasrat mendamprat pipi perempuan sialan itu.

Tanpa disadari Armin dan Ymir, Historia mengerjapkan mata di dekat mereka. Heran mendengar panggilan absurd untuk sang sobat yang notabene sebagai sesama pekerja restoran. Segera dia memberikan tatapan bingung pada Armin.

"Ymir-sama?"

Armin pun menunjuk wajah Ymir sembari memasang muka malas, "Tadi perempuan ini menyuruhku harus memanggilnya seper—uph!" belum sempat dia mengutarakan fakta, Ymir ternyata lebih cepat untuk menutup mulut cerewet laki-laki pirang ini.

"Ah, dia memaksaku memanggilku begitu. Padahal sudah kutolak," aktingmu sungguh maha dahsyat sekali, Ymir. Memainkan peran sebagai gadis baik bersikap lembut memang tak mudah, "Armiiiin~, kau boleh memanggilku Ymir, kok! Sungguh! Aku justru lebih senang kalau kau memanggilku seperti itu!" begini katanya masih bersandiwara.

Ck, lagi-lagi wajah memuakkan ini. Armin tahu bahwa tak ada artinya dia melawan. Terpaksa dia mengikuti arus, "Ba-baiklah..."

Namun mendadak arus berubah. Ymir kemudian mendekatkan wajahnya padanya sembari berbisik penuh penekanan, "Tapi saat kita hanya berdua, panggil aku Ymir-sama. Kau paham, anak Kesehatan bangsat?"

Jiah. Masih belum berubah rupanya.

"I-iya, iya..."

Sabar, Armin. Sabar. Setelah misi penyusupan ini sukses, kau bisa melampiaskan dendammu padanya. Bertahanlah sampai akhir!

"Historia! Bisakah kau membantuku mengupas kentang? Luis sedang sakit, jadi aku hanya sendiri!" tiba-tiba terdengar suara karyawan restoran lain dari balik ruangan. Suara berat karyawan pria itu berhasil mengambil perhatian Historia sehingga gadis itu menoleh ke arah pintu. Tampaknya gadis manis ini belum bisa menikmati waktu santai seperti dua orang lainnya.

Historia lalu menjawab, "Ha'i! Saya akan segera datang!" tanpa membuang waktu, gadis ini berlari-lari kecil menuju pintu. Meraih kenop dan membukanya. Tak lupa memberi salam pada Armin juga Ymir yang masih terdiam di tempat sebelum benar-benar pergi, "Kalau begitu, aku permisi dulu," ucap Historia yang kemudian menutup pintu.

Ada jeda sejenak sesaat setelah sang malaikat pergi.

"Sifatnya 180 derajat berbeda darimu," komentar Armin paling tulus dari dalam hati ini benar-benar tipikal cari mati, saudara-saudara.

Tahu jika komentar itu dimaksudkan untuk menghinanya secara halus, Ymir langsung masuk mode setan, "Apa maksud dari perkataanmu itu, huh?"

"Tanpa kukatakan pun, kau tahu pasti, 'kan?" mode setan apanya? Armin sudah terbiasa dalam waktu singkat merasakan aura-aura bak rentenir bangkotan itu. Dan bicara soal rentenir bangkotan, ada yang aneh dari perilaku Ymir ini. Perilaku aneh yang berseberangan dengan prinsipnya, "Tapi tunggu dulu. Bukankah kau pernah bilang bahwa kau menganggap semua orang yang berbeda jurusan denganmu sebagai musuh? Historia bagaimana?"

"Kau mengenal Historia?"

"Y-yaaa... di-dia 'kan satu sekolah dengan kita."

"Aku saja bahkan tak pernah bertemu dengan dia di sekolah sampai sekarang karena jadwal berbeda. Kenapa denganmu bisa bertemu?" tanya Ymir penuh selidik.

Uh-oh. Gawat.

Dia curiga, ya? Salah memberi jawaban, dipastikan nyawa Armin diujung tanduk. Sepertinya ilmu memanipulasi harus dijalankan disini. Saatnya mengarang alasan.

"Kami tak sengaja bertemu di halaman gedung OSIS ketika menemani teman-temanku. Disanalah kami berkenalan," hanya ini jawaban paling logis yang melintas di pikiran si jenius.

Tentunya Ymir tak langsung percaya, "Teman-temanmu?"

"Hm. Mereka ingin menjadi anggota OSIS," sejujurnya sang Arlert muda tak nyaman pada tatapan menusuk tersebut. Maka dia segera mengalihkan topik sebelum Ymir bertanya lebih jauh, "Lalu? Bisakah kau menjelaskan padaku kenapa sifatmu padanya sangat berbeda?"

"Huh, kau pikir aku tidak tahu dia dari jurusan apa? Dia jurusan Busana dan Kecantikan, 'kan?"

"Lalu kenapa kau—"

"Dasar bodoh! Itu sudah jelas! Kau pikir aku sejahat itu menindas orang se-kawaii dia?" tuh 'kan? Lagi-lagi sikapnya berubah. Sekarang gadis itu mengatupkan tangan di dekat pipinya sambil bersemu merah. Pemandangan yang sangat menjijikkan, "Selain itu, sifatnya sangat manis juga lembut! Wajahnya juga rupawan! Hhhh.. pokoknya setiap kali aku melihatnya, itu seperti pelipur lara setelah melihat wajah muntahan."

"Kau sedang membicarakan dirimu sendi—" belum sempat kalimat makian halus meluncur dari bibirnya, Ymir sudah mendekatkan wajah padanya sembari memasang ekspresi senyum namun aura-aura membunuh ala Mak lampir terasa jelas.

"Hmmmm?"

"Tentu saja saya sangat paham jika wajah muntahan yang anda maksud adalah saya, Ymir-sama," nyali Armin langsung ciut. Menarik kembali makian halus tadi.

Sial. Padahal banyak sekali kalimat makian yang sudah dirangkai ingin dia utarakan. Sayang sekali jika tidak dikatakan, bukan?

"Ah, omong-omong, Armin... Mari kita lanjutkan yang tadi," mendadak angin dingin berubah haluan tatkala Ymir berbalik berjalan mendekati gentong-gentong air laknat yang Armin letakkan di pojok ruangan. Spontan Armin shock. Mulutnya menganga persis ikan koi kekurangan air, seolah kokoro terdalamnya terkena ribuan panah ala drama. Seolah masa depannya terenggut sadis seperti terkena tendangan maut tepat di selangkangan.

Jadi, penderitaannya belum usai!?

Masih ada bentuk-bentuk penindasan yang belum dipraktikkan padanya?!

"Haaaaah!?"

"Ambil gentong air yang lain dan angkat dalam posisi seperti tadi,"

"Apa ada yang salah dengan otakmu? Aku tak mau!"

"Kau tahu? Manajer restoran ini memelihara seekor anjing di belakang restoran. Dan kurasa kau cocok untuk menjadi teman sekamarnya,"

"Dengan senang hati saya akan mengangkat gentong-gentong itu, Ymir-sama!"

...

~Gadis Ikon Sekolah Page Six~

...

.

.

Waktu istirahat adalah waktunya mengisi perut untuk pertempuran kelas selanjutnya. Berdesak-desakan dengan puluhan siswa di kantin demi mendapatkan menu juga mencari posisi duduk adalah hal biasa yang dilakukan anggota Survey Corps baru. Namun hari ini ada yang lain daripada yang lain. Teman-temannya sedang asyik memasukkan bubur ayam suap demi suap ke dalam mulut mereka, Armin justru teler dengan merebahkan kepalanya pada meja kantin. Tidak terlihat sama sekali selera makan dari dirinya. Seperti orang yang kehilangan semangat hidup. Yah, ini kesimpulan yang mereka ambil setelah melihat lingkaran hitam mengelilingi mata Armin dan pandangan sayu miliknya persis bola lampu 5 watt.

"Ada apa, Armin? Kau terlihat lelah," tanya Connie bingung. Apa jangan-jangan asupan gizi bocah itu kurang sampai seperti itu?

"Apa kerja part time seberat itu, ya?" selidik Marco tepat sasaran.

Jelas, 'kan? Sudah dua minggu dia bekerja di restoran neraka bersama pelayan neraka. Dan selama itu pula, apakah dia mendapat info soal Annie? No! Nihil besar! Jangankan info Annie, info apakah dia akan selamat sampai misi berakhir saja dia tak tahu. Ayolah, siapa juga yang tidak tumbang jika terus dibully hampir setiap hari? Ymir sialan! Tubuh Armin kurus kering layaknya pekerja rodi akibat gentong-gentong air itu.

Tapi Armin memilih memberikan jawaban dimana tidak membuat teman-temannya khawatir, "Aaaah, tidak. Kerja part time-ku tidak sesulit itu..." tidak tersirat gairah hidup ala tokoh rambut mangkok dari fandom sebelah dari kata-katanya ini.

"Lalu?" Marco tidak percaya semudah itu. Dia tahu Armin sedang menyembunyikan sesuatu dari mereka.

Armin pun berpikir dalam diam.

Haruskah dia memberitahu mereka bahwa ada seekor platipus betina ganas menyiksanya selama bekerja part time? Haruskah dia memberitahu bahwa tangannya hampir patah dan bukannya tambah berotot karena air berliter-liter? Haruskah dia memberitahu bahwa para senior jahanam itu salah memilih orang dalam misi ini? Dan bicara soal salah memilih orang, 'orang' yang tepat justru sedang tidak makan bersama mereka. Historia, Reiner, Bertolt dan Sasha tak menunjukkan batang hidung. Namun siapa peduli?

Sang Holmes muda tahu jika dia memberitahu yang sebenarnya, maka waktunya akan dihabiskan dengan rentetan pertanyaan interogasi. Karena itu Armin bangkit lunglai dari kursinya diiringi tatapan aneh teman-temannya, "Ah, maaf, teman-teman. Aku harus masuk ke kelas Kimia. Sampai jumpa," begini ucapnya pelan sembari berlalu dari sana.

Eren menyipitkan pandangan begitu melihat langkah gontai sang sahabat. Namun dia tetap membalas perkataan temannya, "O-oke. Sampai jumpa, Armin."

Aneh. Ini kasus aneh! Padahal bel masuk belum berbunyi, tapi Armin pergi secepat itu ke kelas. Eren langsung tahu Armin sedang menjaga jarak dari mereka untuk menutupi sebuah informasi rahasia.

"Ada yang aneh dengan Armin. Benar, 'kan?" sepemikiran dengan Eren, perkataan Jean juga mewakili perasaan gelisah mereka terhadap Armin.

"Sepertinya terjadi sesuatu selama dia kerja part time," Connie ikut menduga-duga.

"Dia 'kan hanya kerja di restoran seafood kelas menengah biasa. Aku tak yakin pekerjaannya sesulit itu sampai membuatnya seperti orang sekarat," betapa naifnya dirimu, nak Mikasa. Kau sama sekali tidak menyadari hal laknat apa yang dilakukan sahabat Annie pada sahabatmu.

.

.

.

Masih melangkah gontai, Armin melewati koridor-koridor kelas umum lantai satu. Dia menghiraukan tatapan aneh siswa-siswa sekitar dan terus berjalan menuju kelas kimianya di lantai tiga. Matanya sayu sekali seolah siap redup kapan saja. Punggungnya pun sampai membungkuk persis Kakek-Kakek dimakan rematik. Astaga, Ymir. Kekejaman apa yang telah kau lakukan pada pemuda semanis dirinya?

Ketika Armin melewati sebuah gang kecil di antara gedung kelas umum, tiba-tiba lengannya ditarik oleh seseorang, membuat dirinya nyaris terjungkal. Dia ditarik ke dalam gang tersebut seakan untuk memastikan tidak ada yang melihat mereka. Tapi pertanyaannya sekarang adalah siapa orang itu?

Jantung Armin hampir berhenti berdetak begitu tahu yang menariknya adalah gadis pirang berkulit pucat bermata sinis yang menjadi musuh besar organisasinya.

Uh-huh. Sudah tahu siapa, 'kan?

"A-Annie?"

Tidak langsung menjawab, Annie justru melongok sedikit dari balik gang. Melirik ke kanan-kiri sebentar kemudian bernapas lega. Tidak ada orang di sekitar mereka. Karena kalian tahu sendiri apa yang akan terjadi jika bos besar jurusan Budaya bercengkerama dengan orang dari jurusan berbeda.

"Kau tidak apa-apa?" Armin bisa mendengar nada khawatir dari pertanyaan Annie. Dan dia tak bisa menutupi keterkejutannya.

Tumben gadis ini khawatir padanya. Apa gerangan? Atau jangan-jangan otaknya sedang sakit?

"Huh? Maksudmu?" Armin hiraukan berbagai spekulasi aneh di kepalanya. Dia bertanya balik.

"Ada apa, Armin? Apa yang terjadi? Bagian bawah matamu menghitam seperti panda."

Nadanya dingin seperti biasa. Tak ada yang berubah. Tapi ini seperti bukan Annie yang menarik Armin ke gang sekolah untuk berdua hanya untuk menanyakan 'apa kabar?'. Mungkin sudah waktunya Armin menulis keanehan nomor satu pada diri Annie pada buku catatan kecilnya.

Meski begitu, Armin tak bisa membohongi diri bahwa dirinya sedikit senang ketika gadis itu peduli padanya. Maka dia pun menjawab lembut, "Aku tidak apa-apa. Sungguh. Aku hanya kelelahan bekerja sebagai anak part time,"

"Part time? Dimana?"

"Restoran seafood Bon appetit."

Kedua alis Annie bertaut.

Tunggu. Annie bersumpah bahwa nama restoran itu tidak asing di telinganya. Dia ingat betul nama restoran itu. Restoran yang cukup sering dia kunjungi jika dia malas membuat makan malam.

Bukankah itu restoran tempat sahabat laknatnya, Ymir bekerja sambilan? Ya, benar. Annie tentu tahu karena sahabatnya sudah bekerja disana sejak tahun lalu. Apalagi dialah yang menemani Ymir melamar kerja di tempat itu.

Akhirnya Annie mengerti sekarang. Hanya dalam beberapa detik, dia langsung paham penyebab kenapa orang yang membantunya dalam pelajaran bisa seperti orang tak dapat jatah makan sebulan.

Ini pasti ulah Ymir. Annie yakin demi gunung yang gonjang-ganjing kalau gadis sialan itu pasti menyiksa Armin hanya karena perkara jurusan. Ya, karena apalagi kalau bukan karena alasan itu? Masih belum berubah, huh? Dalam hati, Annie mengutuk Ymir yang tak profesional dalam bekerja sampai membawa urusan sekolah.

Sedang asyik-asyiknya mengirim sumpah serapah pada sang sahabat yang sedang tertawa laknat karena berhasil mendapat 'budak' baru di suatu tempat, Armin kemudian berkata lagi, "Kalau begitu, aku pergi dulu, Annie. Sebentar lagi bel akan berbunyi. Sampai jumpa sepulang sekolah."

"...Ba-baiklah..." jawabnya. Selain itu, tak ada alasan baginya untuk menahan pemuda itu lama-lama.

Maka, Armin pun melempar senyum kecilnya sebelum berlalu meninggalkan Annie. Berjalan gontai melewati koridor sekolah diiringi pandangan rasa bersalah dari gadis tersebut.

.

.

TO BE CONTINUED

.

.


Author's note: Duka cita mendalam untukmu, nak Armin. Tampaknya hubunganmu dengan Ymir tidak sebaik di fanfic Benang Tak Terlihat. Lalu apakah dia akan selamat damai sentosa selama misi penyusupan? Terus pantau siksaan-siksaan yang dia alami di halaman-halaman selanjutnya.

THANKS A LOT, MINNA-SAN ^_^!