Setelah kejadian di tepi danau itu, suasana berangsur-angsur menjadi tenang. Baekhyun bersikap seolah tidak ada apapun yang terjadi, hubungan pertemanannya dengan Lisa pun mulai terjalin, dan bahkan tim Phoenix tidak jadi diganti keanggotaannya akibat permintaan Baekhyun serta Yixing yang bersujud di kaki Chanyeol selama berjam-jam. Setegas itu Rudan Park.

"Sir, aku telah menemukan tempat persembunyian Yves. Aku menelusuri alamat IP dan berhasil membongkar pengamanan berlipatnya, dia ada di Ferguson sejak 37 jam yang lalu. Titiknya diam di satu tempat. Ada kemungkinan dia memutuskan untuk menatap disana beberapa hari."

"Tentu. Dia tengah bersembunyi dari kejaran polisi." Chanyeol tersenyum pongah, safir birunya yang dingin menatap Jisung dengan puas lantas berdiri dari kursinya dan menatap semua orang yang ada didalam ruangan dengan sorot serius, "let's do it."

Hari ini Chanyeol akan 'mengunjungi' pemimpin The Ulrich Walden yang pandai bersembunyi demi terhindar dari kejaran polisi. Chanyeol mendengar Richen terlibat dalam penggelapan dana kontruksi kota senilai 5 juta USD sehingga polisi saat ini tengah mencari-cari Jeremy Yves yang licin seperti ular dalam bersembunyi. Hanya perkara waktu sampai kasus itu terhindarkan oleh Yves karena selain licin pria itu juga licik.

"Ready to fly, sir?" Taeyong bertanya pada Chanyeol tanpa menoleh ke belakang dari kursi kemudi helikopternya bersama Jeno sebagai co-pilotnya. Hari ini Chanyeol membawa serta tim Phoenix dan Lion dalam 'kunjungan'nya. Dalam segi keakraban, sebenarnya kedua tim elit itu sering bertengkar dan berselisih karena merasa lebih unggul satu sama lain. Namun ketika mereka turun ke medan perang untuk bekerja, tak ada keraguan dalam diri mereka seolah mereka adalah rekan tim yang solid.

"Bagaimana tim sniper?" Chanyeol bertanya setelah memakai headphone nya begitu mesin helikopter dinyalakan dan capung besi itu mulai melayang di udara akibat gaya angkat dari bilah baling-balingnya.

"Aman. Mereka lebih dulu berangkat dipimpin oleh Rudolf dan siap menempati tempat-tempat di sekitar persembunyian Jeremy Yves dalam radius 500 meter. Sementara sharpshooter pergi dalam operasi langsung." Taeyong yang menjawab.

Operasi kali ini tak hanya melibatkan kedua tim elit andalan Griffin, tetapi juga beberapa anak buah yang berada dibawah pelatihan tim elit. Mereka memang tidak bisa dibandingkan dengan tim elit yang memiliki kemampuan luar biasa, namun mereka juga bukan hanya sekedar anggota Griffin biasa.

Jeremy Yves bersembunyi di Ferguson, sebuah kota yang terletak di pinggiran St. Louis County. Tim sniper dan tim observasi sudah berangkat 2 jam lebih awal dengan menggunakan mobil. Mereka disana untuk mempelajari medan operasi kali ini dalam waktu yang singkat sekaligus memahami situasi yang ada sehingga tim utama yang berangkat tidak mengalami banyak kesulitan.

Chanyeol memutuskan untuk mendatangi Jeremy Yves sebenarnya bukan berniat untuk memicu bentrokan antara 2 kubu. Hanya saja pria Swiss itu sudah mengusik miliknya yang berharga; Marquin Park.

Saat kejadian dimana Baekhyun nyaris celaka ketika berkelahi dengan 3 orang anak jalanan sebenarnya ada kejadian yang berpotensi lebih membahayakan. Alasan struktur tim Phoenix nyaris diubah faktanya bukan hanya karena mereka tidak berhasil menghindarkan Baekhyun dari perkelahian itu yang mana membuat leher Baekhyun terluka, namun juga karena mereka lalai sehingga beberapa anggota Richen nyaris berbuat sesuatu pada Baekhyun. Andai saat itu Baekhyun tidak terlibat perkelahian, dan andai saja Kai terlambat datang, mungkin kejadiannya sudah berbeda. Anggota Richen yang menyebar disana jelas-jelas memata-matai setiap pergerakan Baekhyun seolah menunggu kesempatan untuk mencelakainya.

Mengingat hal itu saja sudah membuat Chanyeol nyaris murka. Dia benar-benar tidak akan mengampuni siapapun yang berniat mencelakai Park Baekhyun.

Helikopter mendarat didekat sebuah tempat dengan sisa-sisa kontruksi bangunan bak kota mati. Ada sebuah mobil jemputan untuk Chanyeol disana yang sudah menunggu dan akan membawanya ke tempat persembunyian Jeremy yang kira-kira masih 1 km dari tempat pendaratan helikopter.

"Good luck, sir." Jeno tersenyum simpul dengan gagah dari dalam helikopter ketika Chanyeol hendak memasuki mobil. Dia akan menunggu di tempat ini bersama Taeyong karena itulah tugasnya.

Chanyeol membalas ucapan Jeno dengan hanya seringaian kecil yang sangat pongah. Pengemudi mobil adalah Jongdae, jadi ketika sang tuan sudah berada didalam mobil, Jongdae langsung menancap gasnya dengan kecepatan tinggi.

"Big boss on half the way, make a formation!" Jongdae berbicara melalui komunikator di telinganya.

"Sector A, clear." Suara Minseok terdengar melalui komunikator.

Sektor A yang dimaksud adalah sudut jalan sebelum belokan menuju bangunan tempat Jeremy berada. Terdengar beberapa suara tembakan dan ledakan dari tempat Minseok menandakan bahwa mereka kini tengah maju untuk membersihkan sektor B.

"Spotter clear." Lalu disusul suara Kai dari pos yang berbeda dimana dia bertugas mengawasi tempat disekitar bangunan dan memastikan bahwa pihak Richen tidak menaruh pengintai seperti sniper disana.

"Ini mencurigakan untuk sekelas bos sepertinya tidak menempatkan pengintai dimanapun." Jaehyun berkomentar. Dia masih melakukan pengintaian dibalik teleskop senapannya diatas gedung kosong bersama Kai yang berada di sudut atap yang berbeda dengannya.

"Mungkin mereka sengaja tidak menaruh banyak orang supaya tidak mengundang kecurigaan FBI. Lebih sedikit orang yang terlibat akan lebih memudahkan untuk bertindak." Kai yang juga menengkurapkan tubuhnya diatas atap gedung dengan teleskop kecil di tangannya itu menanggapi. Jeremy mungkin akan terkejut mendapat 'kunjungan' dari Griffin saat ini. Itupun jika para hacker tidak salah dalam analisis posisi Yves. Tapi cukup masuk akal jika pemimpin Richen itu bersembunyi di kota yang nyaris mati seperti ini untuk menghindari kejaran FBI.

"Buka mata dan tetap waspada." Suara Kris terdengar kemudian. Seorang underboss yang tak kalah sibuk dari bos itu kali ini datang untuk menjadi bantuan kekuatan bagi Chanyeol. Dia hanya merasa tak tenang ketika mendengar tuannya pergi mendatangi Jeremy Yves yang dikenal licik.

Chanyeol merapat pada dinding di sebelahnya, punggungnya menempel dengan sempurna pada dinding itu ketika dia hendak berbelok dan melihat seseorang yang tengah berjaga dengan senapannya. Dia lantas mengalihkan pandangannya pada Tao yang berdiri tepat di belakangnya. Kepalanya mengangguk kecil saat mata mereka bertatapan. Tao yang mengerti akan maksud dari Chanyeol meski itu hanya sebuah anggukan pun kemudian melangkah mendahului sang tuan, dia muncul dari balik dinding tempat mereka bersembunyi lalu berteriak pada sosok penjaga di ujung lorong sebelah kanan yang tadi Chanyeol lihat.

"Hei, pantat kuda!" Begitu penjaga bersenjata itu berbalik dan mengarahkan moncong senjata apinya pada Tao, pria China itu cepat menghindar kembali ke arah tempat dia bersembunyi sebelumnya.

Saat penjaga itu mengejarnya hingga berbelok ke tempat Tao berada, Chanyeol dengan cepat menyergap penjaga itu dan membuatnya tak sadarkan diri hingga jatuh ke tanah berpasir di bawahnya. Baku hantam tanpa senjata api adalah pilihan terbaik saat ini karena Chanyeol tidak ingin targetnya kabur sebelum dia sampai disana.

"Sir, anda disini." Minseok menghampiri Chanyeol dengan beberapa orang yang bersamanya. Kini mereka melangkah maju ke sektor B yang merupakan pintu masuk gedung 3 lantai yang ditempati Jeremy.

"JJ telah memeriksa akses jalan masuk dan ada hanya satu. Jadi sulit untuk melakukan penyergapan diam-diam." Yixing menjelaskan kemudian. Keningnya berkerut menandakan kekhawatiran sementara subjek yang dibicarakannya tak ada disini. Jisung adalah satu-satunya anggota elit yang tidak pandai menggunakan senjata api. Ketika hacker lain seperti Kyungsoo setidaknya dapat menggunakan senjata api dan menembak sasarannya dengan benar meski tak tepat di titik vital, Jisung justru sangat parah dengan kemampuannya. Satu-satunya alasan remaja Park itu bisa masuk kedalam tim elit Phoenix adalah karena kemampuannya yang luar biasa sebagai seorang hacker. Jadi saat operasi dilakukan, Jisung biasanya akan berada di tempat tersembunyi di sekitar target operasi dengan peralatan canggihnya. Serangan andalannya adalan drone. Setidaknya Jisung mahir mengendalikan drone yang dilengkapi peluru sehingga dia tidak didepak begitu saja dari tim Phoenix.

"Berapa jumlah mereka J?" Kali ini Chanyeol bertanya kepada yang bersangkutan melalui komunikator di telinganya.

"Thermal vision kita tidak bisa mendeteksi apa yang ada dibalik dinding. Tapi yang terlihat berlalu lalang melalui jendela sekitar 5-7 orang. Jika anda berkenan, aku akan mengirim insect drone kedalam sana untuk pengintaian."

"Lakukan," tukas Chanyeol tegas, "pasang alat peredam pada semua pistol kalian. Sebisa mungkin hindari penggunaan senjata yang membuat kebisingan termasuk granat kejut." Chanyeol mengintruksikannya dengan jelas, lantas dia memasang peredam pada pistolnya. Kemudian memberikan aba-aba untuk maju mendekati pintu masuk hingga baku hantam tak terelakan lagi. Beberapa peluru pun dilepaskan dalam keadaan senyap bersamaan dengan drone pengintai yang Jisung terbangkan.

Drone itu berbentuk dan berukuran seperti capung berwarna hitam yang dilengkapi kamera pengingai yang akan mengirimkan rekaman video dan suara pada pemegang kendalinya.

"Berhati-hati pada persimpangan lorong didepan. Ada 4 penjaga dengan senjata api." Suara Jisung kembali terdengar di telinga mereka yang turun langsung di lapangan sementara dia tetap menerbangkan drone capung itu dan berusaha agar musuh tidak mengetahui keberadaan drone tersebut.

"Haul, take left. I'll handle right side." Kris menatap Joonmyeon di sebelahnya dengan penuh keyakinan. Kakinya bergerak cepat membawanya merapat ke dinding di sebelah kanan, mata tajamnya yang awas menatap lorong kanan lalu sesuai perjanjiannya dengan Joonmyeon, dia mengatasi para penjaga yang berada disana tanpa menghambur-hamburkan peluru. Sementara itu Joonmyeon nyaris tertembak oleh salah satu penjaga itu karena satu pelurunya meleset. Beruntung saat itu Chanyeol bergerak cepat dan menembak penjaga itu.

"Thank you, sir."

"Don't be careless." Mata biru safir Chanyeol berkilat tajam hingga Joonmyeon sesaat merasa tatapan itu seolah menusuknya.

Chanyeol menarik nafasnya pelan dengan tatapan mata yang mengawasi sekitar seperti seekor predator yang tengah mencari mangsa. Dia mengganti magasin pelurunya yang habis sebelum kembali melangkah dengan posisi siaga untuk menelusuri lorong.

"Pintu paling ujung di lorong kiri. Dari sana sinyalnya berasal, sir." Jisung jelas melihat itu dari drone serangga yang diterbangkannya. Maka Chanyeol menyeringai kecil dan lagi-lagi mengangguk pada orang-orang yang mengikutinya. Itu adalah pertanda untuk menjalankan rencana yang telah mereka buat.

Chanyeol lantas berjalan dengan langkah cepat yang nyaris tanpa suara menuju pintu yang disebutkan Jisung. Dia mendobrak pintu itu hingga engsel pintu yang sudah tua terlepas akibat gaya kuat yang diberikan olehnya. Pria dibalik pintu jelas terkejut. Pria itu, Jeremy Yves, bahkan tersedak anggur yang tengah diteguknya saat melihat sosok Chanyeol yang muncul dengan berapi-api bersama moncong pistol yang pria itu arahkan padanya.

"What the hell!" Jeremy meletakkan gelas anggurnya diatas meja dengan keras, mengelap bibirnya yang basah kemudian menatap Chanyeol dengan seksama, "Rudan Park from Griffin?"

Mata safir Chanyeol menatap Jeremy dengan bengis. Segurat emosi terlihat di wajahnya yang rupawan namun itu tak cukup untuk membuat Jeremy gemetar ketakutan hanya karena moncong pistol yang terarah kepadanya. Dia tidak akan memiliki kartel sebesar The Ulrich Walden jika dia hanya seorang pengecut.

"Mengejutkan kau menemuiku seperti ini di tempat persembunyianku yang bahkan sulit dilacak FBI, terlebih setelah kau membatalkan pertemuan diplomatis kita secara sepihak tempo lalu." Aksen Rusia pria itu sangat kental hingga orang yang tak mengenalnya pun akan tahu bahwa pria yang cukup gemuk itu berasal dari Rusia.

"Kau jelas-jelas berusaha menancapkan bendera perang diatas Griffin."

Kris sudah memperingatkan Chanyeol bahwa dengan mengunjungi Jeremy Yves seperti ini setelah hampir terjadi sesuatu pada Baekhyun sama saja dengan mengakui bahwa celah diantara dinding baja yang dia bangun adalah Marquin Park. Namun Chanyeol tak hanya akan tinggal diam saat ada pihak yang berusaha menyentuh Baekhyun. Dia tak akan mengorbankan Baekhyun hanya untuk melindungi kesempurnaan dinding bajanya.

"Aku tidak mengerti, Park." Jeremy jelas-jelas bermain-main dengan kesabaran Chanyeol saat ini, terbukti dari nada bicaranya yang santai seolah mereka sedang tidak berada dalam situasi yang menegangkan, "Richen selalu berusaha menjaga hubungan baik dengan cara tidak bersinggungan dengan Griffin."

"Kau jelas-jelas meremehkanku." Ujar Chanyeol dengan kesabaran yang hampir habis. Dia bisa menarik pelatuk pistolnya kapan saja. "Ternyata bukan hanya sekedar kabar burung bahwa Richen sangat culas sampai-sampai memanfaatkan anak kecil untuk mengancam musuhnya."

"Ah.." lagi-lagi Jeremy tidak menanggapi dengan serius. Wajahnya yang sudah sedikit berkeriput lantas berekspresi seolah dia terhibur dengan apa yang dikatakan Chanyeol, "pada akhirnya kau mengakuinya, Rudan Park. Tapi mana mungkin aku macam-macam dengan anak emas Griffin. Aku hanya sedikit penasaran tentangnya." Jari-jari gemuk pria Rusia itu membuat gestur seperti hendak mencubit bersama dengan ekspresi mengernyitnya ketika mengatakan kata 'sedikit'.

"Jangan bicara omong kosong denganku."

"Sebaiknya kau turunkan pistolmu. Sedikit tidak nyaman berbicara seperti ini, bukan? Lagipula kau tahu sendiri jika kau membunuhku maka seluruh Richen akan balas dendam padamu."

Lantas Chanyeol berdecih remeh, "aku hanya perlu membasmi jamur mengganggu sampai ke akarnya."

Bukannya merasa tersinggung, Jeremy justru tergelak dengan tawa yang terdengar menyebalkan di telinga Chanyeol, "kau sangat arogan. Bahkan sekarang pun begitu. Kau datang dengan jumlah orang yang bisa kuhitung sendiri dengan jari tangan dan jari kaki tapi berlagak sangat kuat, dengan angkuh masuk ke sarang musuh yang belum pernah kau hadapi sebelumnya." Aura Jeremy berubah. Tidak ada lagi raut konyol diwajahnya saat ini, hanya ada mimik wajah yang congkak seolah dia dengan percaya diri tahu bahwa Rudan Park tak bisa melukainya.

"Ku akui hackermu itu sangat cerdas hingga bisa menemukan tempat ini. Tapi ternyata dia tak cukup cerdas untuk tahu bahwa sejak awal kedatangan kalian pun aku telah melihat semuanya." Jeremy menyeringai culas. Bersamaan dengan itu sebuah moncong pistol yang telah dikokang menempel di belakang kepala Chanyeol hingga tawa Jeremy pecah saat itu.

Namun air muka Chanyeol masih tetap tenang, tangannya yang menggenggam pistol pun masih tak bergerak dari tempatnya. "Kau hanya tidak tahu bahwa Griffin memiliki divisi teknologi yang hebat." Ucap Chanyeol dengan suara berat yang mengalun pelan bak melodi kematian.

Tak lama kemudian, orang yang menodongkan pistolnya pada Chanyeol memegang tengkuknya dengan cepat setelah merasakan sengatan mengejutkan disana. Hal itu membuatnya refleks menarik pelatuk pistolnya, beruntung Chanyeol yang memiliki pendengaran tajam dengan cepat menghindar hingga peluru itu melayang diatas rambut Jeremy yang berdiri 3 meter dari si penembak. Jika saja Jeremy lebih tinggi, mungkin saat ini peluru naas itu akan bersarang di kepalanya.

Pria penembak itu mengerang ketika merasakan efek sengatan di tengkuknya menjalar hingga tubuhnya perlahan kaku. Bahkan secara tak sadar tangan kanannya yang masih memegang pistol menarik pelatuk beberapa kali hingga peluru ditembakkan kesana kemari. Salah satunya mengenai Jeremy tepat di dada kanannya hingga pria itu terjatuh ke lantai dengan memegangi dadanya yang mulai mengeluarkan banyak darah.

Sementara itu Chanyeol melumpuhkan si penembak dengan pukulan di belakang kepalanya, dia menyimpan kembali pistol yang tak ia pakai untuk menembak Jeremy. Alih-alih mengakhiri hidup Jeremy dengan tangannya sendiri, Chanyeol lebih memilih meninggalkan tempat itu dengan Jeremy yang sekarat.

Itu adalah bayaran karena telah mengusik Park.

"Bersihkan semua jejak yang ada dan segera kembali ke markas."

Missouri •

"Ini dessert anda, tuan muda." Kepala koki berusia sekitar kepala 3 berwajah khas orang Prancis itu meletakkan cake diatas meja makan dengan hati-hati. Itu adalah souffle, sebuah kue dari Prancis yang terbuat dari putih telur dan lemon dengan perpaduan eskrim yang manis. Kepala koki dengan sengaja meletakkan banyak potongan stroberi di sekitar kuenya karena tahu bahwa Baekhyun menyukai buah berwarna merah itu.

"Dimana Kyungsoo?" Baekhyun hanya bertanya karena biasanya Kyungsoo yang menyiapkan dessert untuknya. Namun siang ini lelaki itu tak terlihat dimanapun, bahkan sejak pagi. Bukannya dia rindu, dia hanya sekedar ingin tahu kemana perginya Kyungsoo.

"Dia pergi bersama master dan yang lainnya." Jawab kepala koki itu dengan sopan. Lalu setelah Baekhyun mengucapkan terimakasih dan menyuruhnya pergi, dia segera pamit undur diri untuk kembali ke dapur.

"Sepertinya enak. Bolehkah aku mencicipinya?"

Baru saja satu sendok kue yang masuk ke mulut Baekhyun, namun seseorang yang lain datang dan menghampirinya dengan sebuah senyum hangat seolah mereka akrab sebelumnya.

"No! Kau minta saja sendiri pada sir Edgar!" Hal yang paling Baekhyun tidak suka adalah ketika seseorang berusaha 'mencuri' makanannya. Jadi dia segera menarik piring dessert itu lebih dekat ke arahnya dengan tatapan tak bersahabat pada orang yang baru saja menghampirinya; Luhan.

Luhan kemudian terkekeh geli melihat reaksi Baekhyun atas candaannya, dia menarik kursi lain didekat Baekhyun lalu duduk diatasnya dengan tenang, "lagipula sepertinya sir Edgar hanya membuatnya khusus untukmu." Ujarnya dengan kekehan kecil. Edgar adalah nama kepala koki di rumah itu yang baru bekerja di kediaman Park sejak 6 bulan yang lalu. Dibandingkan dengan kepala koki sebelumnya, Edgar sangat pandai membuat dessert yang lezat, setidaknya begitu menurut Baekhyun.

Baekhyun melanjutkan suapan-suapan dessert nya, kala itu matanya tertuju pada majalah katalog di tangan Luhan yang bersampul jas pria. "Kau membeli jas?"

Kepala Luhan yang sejak tadi menunduk untuk melihat-lihat katalog dalam majalah pun mendongak pada Baekhyun dengan sebuah anggukan kecil, "sebenarnya hadiah untuk seseorang." Dia hanya bergumam, namun Baekhyun masih dapat mendengarnya dengan jelas hingga anak 9 tahun itu penasaran.

Baekhyun hanya penasaran kenapa Luhan mau memberikan laki-laki lain jas mahal dari majalah katalog yang dibuat secara premium hanya untuk pelanggan kelas atasnya saja; Merrion.

"Kenapa?" Mata Baekhyun menatap lekat Luhan tanpa berkedip hingga Luhan merasa terbebani oleh tatapan penuh keingintahuan itu.

"Sebentar lagi ulang tahun Griffin Company. Aku ingin dia memakai ini untuk pesta itu. Anggap saja ini hadiah atas kerja kerasnya." Jelas-jelas Luhan tersenyum tulus tanpa sadar saat mengatakannya hingga Baekhyun kini menatap pria China itu penuh kecurigaan.

Selama ini yang dia tahu Luhan adalah sekretaris Chanyeol. Jadi pikirannya berkata bahwa Luhan akan memberikan itu untuk Chanyeol. Lalu dilihat dari ekspresi Luhan saat mengatakannya, Baekhyun jadi memikirkan hal lain, "aku baru tahu kau menyukai Rudan."

Perkataan yang meluncur tanpa aba-aba itu membuat Luhan tersedak ludahnya sendiri, dia menatap Baekhyun dengan mata melotot kaget, "bukan! Bukan ituㅡ"

"Semakin keras orang membantah, semakin terlihat jelas kebenarannya." Baekhyun mengangguk-angguk dengan wajah mengejek, dengan santainya kembali memakan dessert tanpa rasa bersalah apapun.

Luhan sendiri hanya menatap Baekhyun dengan tatapan tidak percaya. Namun dia lebih memilih diam daripada meluruskan kesalahpahaman yang dipikirkan Baekhyun. Mungkin akan lebih baik daripada Baekhyun mengetahui siapa sebenarnya yang dia sukai karena perasaannya masih rahasia dan tidak baik jika Baekhyun mengetahuinya, anak itu bermulut besar dan 'sedikit' menjengkelkan.

"Lebih baik kau melihatnya secara langsung." Yang Baekhyun maksud adalah jasnya.

"Aku memang berencana kesana setelah memilih salah satu pada katalog."

Lalu Baekhyun berdecak sebal, "tck, bukan itu. Maksudku kau memilihnya disana secara langsung. Ayo pergi kesana!"

"Kemana?" Luhan mengerutkan keningnya dalam saat Baekhyun turun dari meja makan, meninggalkan dessert nya diatas meja dan menarik tangan Luhan menuju keluar rumah.

"Tentu saja ke butik!" Baekhyun menjawab tanpa melepaskan tarikannya pada tangan Luhan.

"Tu-tunggu! Kenapa kau memaksaku kesana?"

"Berisik!" Mereka sampai di beranda depan. Lalu Baekhyun memanggil salah satu penjaga yang berada disana, menyuruhnya untuk memanggilkan supir karena dia akan pergi keluar siang ini. Tak lama kemudian supir yang dipanggil datang dengan mobil sedan hitam yang mengkilap.

"Ah, kenapa jadi seperti ini." Luhan bergumam kecil, meski begitu dia tetap pergi bersama Baekhyun. Entah kenapa bocah itu terlihat sangat bersemangat hingga Luhan tak sampai hati untuk menolaknya. Mungkin dia hanya ingin pergi berjalan-jalan keluar rumah.

Selama perjalanan menuju butik resmi Merrion yang terletak di Saint Louis Galleria, Baekhyun hanya diam tanpa kata. Namun dari keterdiaman itu pun Luhan tahu bahwa Baekhyun bersemangat untuk pergi keluar. Hal itu mungkin disebabkan karena Chanyeol tidak pernah mengajak Baekhyun untuk pergi berbelanja sebab semua yang Baekhyun butuhkan lebih dulu disediakan olehnya, Chanyeol meminimalisir Baekhyun untuk pergi ke tengah keramaian. Dan Baekhyun pun tak pernah meminta kemana dia ingin pergi karena hubungannya yang tak dekat dengan Chanyeol. Luhan menilai hubungan mereka yang tak akur selama 2 tahun ini bisa saja bertahan sampai tahun-tahun berikutnya jika mereka sama-sama tak memiliki usaha untuk mengakrabkan diri satu sama lain.

"Quin, jika ada tempat yang ingin kau kunjungi. Bicara saja pada Rudan. Dia akan membawamu kemanapun yang kau mau." Luhan mengatakan itu setelah mereka melewati stadion Busch dimana mereka bisa melihat monumen ikonik dari Missouri; Gateway Arch.

"Tidak ada!" Wajah Baekhyun berpaling dari Luhan saat mengatakannya dengan intonasi tinggi hingga membuat Luhan menghela nafasnya.

Saat mereka sampai di Saint Louis Galleria, Baekhyun turun dari mobil dan berjalan lebih dulu hingga membuat Luhan sedikit terkejut karena berpikir Baekhyun akan kabur darinya. Faktanya Baekhyun hanya terlalu bersemangat untuk masuk kedalam sana.

"Selamat siang, tuan. Ada yang bisa kami bantu?" Seorang pelayan wanita dengan setelan rapi serta rambut terikat datang menghampiri Luhan ketika mereka sampai di butik Merrion.

"Tolong tunjukkan model terbaru dari katalog bulan ini."

Setelahnya pelayan itu mengantar mereka pada sebuah ruangan terpisah. Baekhyun bisa menebak bahwa itu adalah tempat yang hanya bisa dikunjungi oleh pemilik kartu keanggotaan elit Merrion karena pelayanannya pun jelas berbeda setelah Luhan memperlihatkan sebuah kartu bercorak emas dari dompetnya.

"Kau sering kesini?" Kepala Baekhyun mendongak kesana kemari demi melihat ke sekeliling ruangan bernuansa putih gading itu. Ada sebuah tempat duduk berbusa empuk di bagian yang lebih dalam. Bahkan tersuguh teh bersama tea set mewahnya yang terlihat berasal dari kerajaan Inggris. Sementara itu ditengah ruangan tak terdapat apapun selain ruang kosong. Tak ada satupun jas untuk dilihat disana.

Saat mereka duduk di kursi empuk itu barulah para pelayan membawa beberapa jas yang dipasang pada manekin, membuat patung-patung yang berjumlah kurang dari 15 itu berjejer di sepanjang ruangan.

"Sepertinya itu akan cocok untuk Chanyeol."

Ekor mata Luhan melirik Baekhyun sejenak, sudah merasa tak terkejut lagi kala Baekhyun memanggil masternya dengan nama Asia yang selama ini tak Rudan ijinkan dipanggil oleh siapapun.

"Menurutmu begitu?"

"Tapi orang itu tidak suka memakai tuksedo resmi. Apa kau tidak sayang uangmu membelikan barang yang akan sangat jarang orang itu pakai?" Baekhyun mengatakannya setelah meneguk sedikit teh yang disuguhkan bersama beberapa macaron diatas meja.

Ingatnya Chanyeol sangat jarang memakai setelan jas resmi meskipun pria itu adalah seorang direktur. Dia lebih sering melihat Chanyeol memakai kemeja dan celana bahan dengan luaran tuksedo informal yang terlihat santai.

"Yah.. aku lebih senang dia memakainya disaat-saat spesial." Karena objek yang kuberi tentu bukan sir Park.

"Seperti acara pernikahan kalian?"

Luhan yang tengah meneguk tehnya langsung tersedak begitu mendengar pertanyaan Baekhyun yang sangat mengerikan baginya. Kesalahpahaman ini membuatnya gila.

"Sudah kubilang bukan Rudan, Marquin Park!" Kekesalan Luhan saat ini terlukis jelas di wajahnya, namun Baekhyun sama sekali tak merasa anggapannya salah dan hanya mengabaikan Luhan.

"Mengelak lah sesukamu." Tukasnya disertai senyum iblis yang membuat Luhan ingin menghilang saat ini juga.

Pada akhirnya, Luhan memutuskan untuk membeli setelah jas berwarna biru gelap yang ditunjuk Baekhyun. Bukan karena Baekhyun berkata itu terlihat cocok untuk Chanyeol, namun karena dia rasa setelan itu akan cocok dengan warna kulit pria yang akan dia beri hadiah.

"Kau memang iblis kecil, Marquin Park."

"Terimakasih pujiannya." Jawab Baekhyun santai sambil berlalu.

Missouri •

Chanyeol menginjakkan kaki di kediamannya saat petang setelah selesai dengan urusannya. Para pelayan yang berjejer didepan pintu masuk adalah satu-satunya yang menyambutnya kala itu. Kepala mereka menunduk menghadap lantai tanpa ada satupun yang berani mengangkat kepala untuk melihat tuannya. Meski begitu dia hanya melewati mereka dengan aura dingin tanpa sepatah katapun.

"Dimana dia?" Tanyanya pada kepala pelayan yang setia mengikuti di belakangnya sampai mereka berada di ruangan tempat Baekhyun biasanya menonton tv. Namun kali ini ruangan itu kosong.

"Tuan muda pergi bersama Xiao Lu siang tadi dan belum kembali."

Kening Chanyeol berkerut dalam, dia lalu duduk di sofa dan melepas 2 kancing kemeja teratasnya. Musim panas benar-benar telah berlangsung dan meskipun pendingin ruangan di pasang, dia tetap merasakan hawa panas yang datang dari luar. "Telepon Luhan." Ujarnya kemudian hingga kepala pelayan langsung menghampiri telepon rumah terdekat dan menghubungi nomor Luhan.

"Maaf, tuan. Nomornya tidak dapat dihubungi."

Chanyeol menggeram rendah. Dia tidak ada di rumah hanya setengah hari dan anak itu sudah berkeliaran keluar tanpa seizinnya bersama sekretaris yang dia tugaskan sebelumnya untuk menjaga Baekhyun di rumah.

"Terus coba," suara Chanyeol jelas menunjukkan bahwa dia tidak suka dengan keadaan ini, jadi kepala pelayan tak mempunyai pilihan selain terus menelepon nomor Luhan meski jawaban operator selalu terdengar sama. "Apa mereka pergi dengan pengawalan?"

"Ya, tuan. Seperti biasa, tuan muda diikuti oleh para pengawal."

Lagi-lagi yang dilakukan Chanyeol adalah mengernyit. Mimik wajahnya yang tidak menyenangkan membuat kepala pelayan berburuk sangka didalam pikirannya. Mempunyai tuan rumah seorang tiran sama saja dengan menggadaikan nyawa meski bayarannya besar. Baginya, kesalahan sekecil apapun dapat membuat nyawanya melayang kapan saja.

Tak lama kemudian suara tawa anak laki-laki diikuti lelaki dewasa yang juga cekikikan mendekat ke arah ruangan dimana Chanyeol berada hingga kepala pelayan bisa menarik nafas lega karena itu adalah tuan mudanya bersama Luhan. Aku selamat, pikirnya.

Suara tawa Baekhyun dan Luhan berhenti sesaat kemudian ketika menyadari eksistensi Chanyeol beserta atmosfer suram yang memenuhi seisi ruangan bernuansa putih dan krem itu. Baekhyun memegang permen kapas seukuran kepalanya sementara Luhan membawa lollipop warna-warni yang sebesar piring alas cangkir teh. Atmosfer menyenangkan yang tercipta diantara mereka berdua lenyap begitu saja saat bertatapan dengan mata biru sedingin es milik Chanyeol.

"Selamat datang, master. Syukurlah anda kembali dengan selamat." Luhan langsung menunduk hormat dengan cara yang kaku setelah menyadari suasana yang sangat mencekam disana.

Chanyeol sendiri tak mengubah caranya menatap mereka berdua, masih dingin dan penuh tekanan. Saat-saat seperti ini justru kata-kata Sehun yang terlintas di benaknya.

"Dia hanya kesepian. Dia hanya butuh teman, sir. Cobalah agar lebih dekat dengan dia."

"Aku akan memotong gajimu 50% selama 1 bulan, Luhan." Ucapan Chanyeol bak ultimatum kematian. Baik Luhan sendiri maupun Baekhyun sama-sama melotot terkejut karenanya. Lain lagi dengan kepala pelayan yang diam-diam mengasihani nasib malang Luhan didalam hatinya. Tuannya memang terlalu kejam hanya karena Luhan membawa pergi keponakannya selama setengah hari.

"Kenapa begitu? Aku yang mengambil inisiatif untuk pergi keluar! Ini bukan salahnya!" Suara teriakan yang lantang itu jelas milik Baekhyun. Dia menatap Chanyeol tak kalah tajamnya melalui mata galaksi yang dia punya. Rasanya tidak adil jika Chanyeol memberikan hukuman seperti itu pada Luhan. Lagipula jika seperti itu, untuk kedepannya pasti tidak ada siapapun yang berani mendekat padanya karena takut oleh ancaman-ancaman lain Chanyeol yang akan muncul di kemudian hari. Padahal baru beberapa jam dia mulai sedikit akrab dengan Luhan hingga bisa berbagi tawa karena hal-hal lucu.

"Kenapa kau menaikkan nada bicaramu, Park Baekhyun?" Suara Chanyeol merendah, terdengar menyeramkan dan penuh dominasi. Dia memijat pangkal hidungnya sejenak seolah pusing dengan kelakuan Baekhyun yang tidak ada habisnya membuat dia sakit kepala.

"Jangan menyalahkan Luhan! Aku yang mengajaknya pergi." Permen kapas di tangannya tak lagi menarik, jadi Baekhyun mengulurkan tangan yang dia pakai memegang corong permen kapas ke arah pelayan sampai pelayan terdekat mengambilnya. Setelahnya Baekhyun bersedekap dada dengan kedua alis menukik.

"Kau, pulanglah." Jari telunjuk Chanyeol mengarah pada Luhan diikuti sorot tajam dari mata safirnya. Karena tak punya pilihan lain selain menuruti tuannya, Luhan kemudian membungkuk dan undur diri. "Lalu kalian kembali bekerja." Kini maksud ucapan Chanyeol adalah untuk para pekerja yang masih setia berdiri disana, termasuk kepala pelayan yang sejak tadi hanya diam tanpa berkomentar apa-apa. Jam kerja rumah utama akan berakhir 3 jam lagi, tepat pada jam 9 malam yang artinya para pekerja harus kembali ke paviliun dan meninggalkan rumah utama yang bagaikan rumah hantu di malam hari.

"Kenapa kau melihatku?" Mata Baekhyun melotot ketika dia mendapati tatapan Chanyeol yang terarah padanya dengan lekat, bahkan pria itu tak berkedip sedikitpun.

"Duduklah." Titahnya dengan suara pelan, berusaha selembut mungkin agar Baekhyun tak kembali membuat ulah. "Tidak mau!" Namun Baekhyun yang keras kepala masih tetap berdiri kokoh disana dengan kedua tangan terlipat didepan dada.

"Aku hanya akan mengatakannya sekali, Park Baekhyun." Chanyeol berbicara tanpa nada ancaman atau bentakan, namun suara rendahnya selalu dapat membuat bulu kuduk berdiri seolah itu adalah bakat alami kepemimpinannya; menekan orang lain.

"Tck," Baekhyun berdecak kesal, meski begitu pada akhirnya dia menurut dan duduk di sofa yang berjauhan dengan Chanyeol, masih memasang wajah masam dan delikan mata yang tajam.

"Liburan musim panas kali ini, katakan saja kau ingin pergi kemana." Ujarnya langsung ke inti.

"Tidak ada."

"Pikirkan lagi."

Baekhyun berdengung samar dengan enggan. Dia tidak memiliki pikiran untuk berlibur ke suatu tempat, terlebih jika itu bersama Chanyeol. Dia lebih baik diam di kamarnya dan membuat blueprint lebih banyak.

"Sejak kapan kau sedekat itu dengan Luhan?" Pertanyaan lain meluncur setelah mereka melewati kesunyian beberapa saat. Chanyeol merasa sedikit kesal jika mengingat Baekhyun tertawa lepas seperti tadi bersama Luhan. Bahkan dia sampai saat ini tidak bisa membuat Baekhyun nyaman berada di dekatnya. Jangankan tertawa karenanya, berada dalam satu tempat yang sama pun sepertinya dapat membuat Baekhyun risih.

"Bukan urusanmu." Kepala Baekhyun berpaling disertai dengusan kasar. Setelahnya anak itu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan pergi ke kamarnya dengan langkah menghentak lantai, meninggalkan Chanyeol sendiri dengan semua pikirannya. Betapa sulit baginya membuat Baekhyun terbuka padanya. Segala hal yang dia lakukan selalu terkesan salah di mata Baekhyun hingga sosoknya kian semakin buruk bagi anak itu dari hari ke hari.

"Marquin lagi, sir?" Lalu Kris datang dengan 2 kaleng soda di tangannya. Tampilannya yang lebih santai dari saat mereka beroperasi di Ferguson menunjukkan bahwa pria China itu telah membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum membawa kaleng soda itu ke hadapan Chanyeol.

Sementara itu Chanyeol yang masih berpenampilan kotor menerima kaleng soda yang dibawa Kris dalam diam. Tanpa dia jawab pun pertanyaan Kris, pria itu pasti mengerti bahwa satu-satunya hal yang membuat kepalanya sering sakit adalah sesuatu yang berurusan dengan Marquin Park.

"Belakangan ini sepertinya dia jadi lebih tenang." Kris duduk di sofa yang sama dengan Chanyeol hingga kini mereka hanya terpaut jarak 1 tempat duduk berhubung sofa yang mereka duduki bisa ditempati 3 orang. "Mengenai yang anda minta selidiki, aku sudah mencari tahunya."

Chanyeol tak langsung menjawab. Dia terlebih dahulu membuka penutup kaleng sodanya hingga suara desisan khas terdengar disertai buih yang naik nyaris keluar dari kaleng.

"Jadi, apa?"

"Andrew Choi mempunyai satu orang anak laki-laki berusia 7 tahun. Dia bercerai dengan istrinya 1 bulan setelah anak itu lahir. Publik tidak mengetahui siapa sosok mantan istri Andrew Choi karena sejak awal hubungan mereka di rahasiakan, dari mulai pernikahan sampai perceraian. Tapi kita berhasil mengetahui bahwa mantan istrinya itu adalah Marene Feng, jika dikalkulasikan, umur pernikahan mereka hanya bertahan selama 3 bulan. Lalu hasil penyelidikan mendalam menemukan fakta bahwa Andrew Choi pernah terikat pernikahan hukum dengan seorang gadis asal Florida. Sebenarnya alih-alih pernikahan, itu hanya seperti sebuah perjanjian karena gadis itu adalah seorang ibu pengganti yang menyewakan rahimnya. Lalu dari semua penyelidikan, sepertinya Andrew Choi tidak tahu bahwa dia memiliki anak lain dari wanita lain. Dia tidak tahu tentang eksistensi Baekhyun. Menurut analisaku, Kwon Yuri adalah mantan kekasih Andrew Choi sebelum dia dijodohkan dengan Marene Feng."

Air muka Chanyeol masih tetap terlihat tenang. Dia bahkan meneguk soda sampai tak tersisa di kalengnya. Bukan hal yang mengejutkan jika mantan istri Andrew Choi adalah seorang aktris China dan pernikahan mereka hanya seumur jagung, pun tidak mengherankan saat pria itu tidak tahu tentang keberadaan Baekhyun. Karena jika pria itu tahu, sudah pasti dia akan berusaha mencarinya selama ini.

"Biarkan saja. Anak itu sudah bicara terus terang ingin tinggal disini. Jadi untuk sekarang kita hanya perlu berusaha supaya Andrew Choi tidak tahu dia punya anak lain."

Kris mengangguk patuh. Dia akan mengikuti semua perintah tuannya. Bahkan jika sang tuan meminta dia melompat kedalam jurang pun akan dia lakukan karena sedalam itulah rasa kesetiaannya sebagai bagian dari Griffin.

"Selain itu kita harus bersiap untuk serangan balasan Richen. Setelah tahu Jeremy Yves tewas, mereka pasti akan menuntut balas."

Missouri •

Pagi ini cuaca cukup bersahabat meski mulai memasuki musim panas. Lisa berdiri didepan gerbang kediaman Park di Holly Hills dengan penjagaan ketat didepannya. Orang berpakaian hitam baik itu setelan black suit ala pengawal presiden maupun outfit bak preman kelas kakap berlalu lalang di sekitar gerbang masuk dengan waspada.

Rambut pirang Lisa yang dikuncir kuda bergoyang kekiri dan kekanan ketika empunya berlari kecil menghampiri 2 penjaga didepan gerbang kecil yang dikhususkan untuk pejalan kaki. Kedua tangan mungilnya memegang erat tali tas gendong yang berada di punggungnya. Senyum yang selalu terpampang di wajah cantiknya itu nyatanya tak mampu membuat dua orang dewasa penjaga gerbang menurunkan sedikitpun kewaspadaan mereka.

"This is'nt public area, young lady." Salah satunya yang memiliki suara berat parau berbicara dengan lugas dan tegas.

"Aku temannya Quin." Kepala Lisa mendongak disertai tatapan lugu khas anak-anak. Namun kedua penjaga itu hanya bertukar pandang sejenak sebelum kembali menatap Lisa tajam.

"Sebaiknya kau cepat pergi."

"Tapi aku sungguh temannya Marquin!" Wajah Lisa terlihat masam saat ini. Bagaimana mungkin memasuki rumah temannya sesulit masuk ke white house.

"Pergilah selagi kami bicara baik-baik, young lady."

Lantas Lisa berdecih. Matanya mendelik seraya memikirkan cara agar dia bisa masuk kesana. Lagipula Marquin sendiri yang memperbolehkannya datang. Jadi tak ada alasan kenapa dia harus pergi saat sang tuan rumah telah mempersilahkannya.

Tak lama kemudian, sebuah drone melayang di udara, menghampiri Lisa dan kedua penjaga kaku itu, kemudian sebuah layar seukuran LCD kamera terbuka seperti sebuah lembar buku dari bagian bawah drone yang pipih. Layar itu menunjukkan wajah Baekhyun serta laki-laki asing yang memaksa masuk kedalam frame layar hingga membuat Baekhyun terlihat berdecak kesal karenanya.

"Biarkan dia masuk." Hanya itu yang dia katakan sebelum layar LCD kembali naik menyatu dengan bagian drone dan drone itu kembali terbang kedalam lingkungan rumah.

Tak lama setelah perintah itu, kedua penjaga yang sebelumnya menyuruh Lisa pergi kini membukakan pintu gerbang dan tanpa ragu Lisa melenggang masuk dengan langkah-langkah sombong sambil menatap sinis kedua penjaga itu.

Setelah masuk kedalam bagian yang seharusnya disebut 'halaman' rumah, Lisa benar-benar tercengang karena jika dilihat dari dalam area itu sangat luas. Bahkan untuk mencapai beranda depan rumah utama yang berdiri megah bagaikan istana itu dia harus berjalan cukup lama karena letaknya yang jauh dari gerbang utama.

"Kakiku bisa patah sebelum bertemu Marquin." Gumam Lisa dengan raut wajah sengsara. Dia menghela nafas panjang, lalu mulai mengambil langkah pertama setelah memantapkan hatinya. Bagaimanapun dia sudah disini, sayang sekali jika dia kembali pulang hanya karena alasan dia tidak kuat berjalan dari gerbang sampai ke rumah utama. Sangat konyol.

"Mari saya antar, nona." Keberuntungan memang ada di sisinya hari ini. Ada seorang laki-laki dengan seragam pelayan yang datang menghampirinya dengan mengendarai sebuah mobil yang mirip seperti mobil golf.

"Tentu saja! Terimakasih." Lalu dengan semangat Lisa ikut naik. Pelayan itu tidak mengantarnya ke beranda depan rumah. Dia justru mengantar Lisa ke taman di bagian samping rumah yang terlihat sangat indah. Disanalah Baekhyun berada, begitulah yang pelayan itu katakan.

'Bukan main taman konglomerat.' Pikirnya dengan polos.

Dia berjalan diatas batu granit yang dipasang di jalur taman untuk berjalan. Pemandangan hijau yang menyegarkan terlihat di setiap sudut. Bahkan disana terdapat rumah kaca yang cantik dengan kolam berenang dan gazebo kecil yang terlihat nyaman tak jauh dari rumah kaca. Terdapat juga labirin mini yang hanya setinggi pinggang orang dewasa. Pun tanaman-tanaman yang ada disana dipangkas rapi hingga pemandangan taman itu sangat memanjakan mata.

Baekhyun duduk di gazebo dekat kolam berenang. Ada seorang laki-laki di sampingnya, dia adalah laki-laki yang Lisa lihat melalui layar drone tadi. Mereka berdua terlihat sedang membicarakan sesuatu, lalu tak lama kemudian mereka melakukan gunting batu kertas hingga Lisa diam-diam mengikik melihatnya.

"Halo, Marquin!" Mereka bahkan tak sadar dengan kehadiran Lisa karena terlalu fokus satu sama lain, Baekhyun yang jengkel dan laki-laki itu yang berusaha mengakrabkan diri dengan Baekhyun.

Lisa tau-tau sudah ada di hadapan mereka setelah sebelumnya berjalan mengendap-endap untuk mengagetkan. Dilihat dari dekat, laki-laki berwajah Asia dengan matanya yang sipit itu tampan juga. Begitulah yang Lisa pikirkan saat melihat sosok yang bersama Baekhyun dari jarak dekat.

"Apa yang sedang kalian lakukan?"

"Tidak ada."

"Kami sedang bermain."

Mereka menjawab itu bersamaan saat Lisa bertanya. Baekhyun mendelikkan matanya kemudian dengan sinis. Tetapi tak sedikitpun hal itu membuat laki-laki di sampingnya goyah.

"Kau temannya Marquin? Senang bertemu denganmu." Laki-laki Asia itu justru mengabaikan delikan Baekhyun dan berbicara pada Lisa dengan santai. Lisa yang berkepribadian terbuka tentu saja menyambutnya hangat.

"Aku Lisa Dwayne. Senang juga bertemu denganmu. Dan kau adalah?"

"Ah, ya.. Aku Park Jisung. Kau bisa memanggilku Jisung atau J juga tidak masalah."

Lisa lantas memiringkan kepalanya. Dia berpikir tidak ada kemiripan sedikitpun antara Jisung dengan Baekhyun. Hanya saja sampai saat ini yang Lisa tahu adalah bahwa Baekhyun memiliki hubungan darah dengan Park. Dia tidak tahu bahwa Baekhyun adalah 'anak' angkat.

"Yang kau pikirkan sama sekali tidak benar, nona muda. Aku tidak memiliki hubungan darah dengan Marquin ataupun tuan Park." Jisung mengibaskan tangannya dengan cepat ketika sadar bahwa Lisa berpikir jika dia merupakan keluarga Baekhyun. Jadi setelah tahu Lisa hanya mengangguk-angguk dengan bergumam "aah".

"Pergilah! Kau tidak tahu malu ya mengganggu anak kecil bermain?" Ucapan itu Baekhyun tujukan untuk Jisung tentu saja. Laki-laki itu sudah mendekat padanya sejak pagi buta. Dia tidak menyerah dengan kepribadian Baekhyun yang menyebalkan. Terakhir kali Jisung memang mengatakan akan ada waktu dimana mereka bisa mengadu kemampuan dalam teknologi, maka dari itu dia sampai menempeli Baekhyun yang bermain-main dengan drone nya di taman. Itu membuat Baekhyun jengkel, pasti. Baekhyun yang tak mudah menerima orang baru merasa Jisung seperti parasit yang tidak diinginkan namun susah untuk disingkirkan. Ketertarikan Jisung padanya membuat dia merasa terbebani sekaligus kesal.

"Aku bisa ikut bermain. Apa yang akan kalian mainkan? Membuat program AI? Robotik? Merakit drone?" Jisung terlalu bersemangat sampai-sampai membuat Lisa menatapnya dengan tatapan aneh.

"Kurasa.. permainan anak kecil yang normal." Karena dimata Lisa sekarang Jisung terlihat seperti maniak tidak normal. Lagipula yang Lisa tahu Baekhyun hanyalah anak biasa sepertinya, selain latar belakangnya yang merupakan keluarga konglomerat Park, Baekhyun hanya anak 9 tahun. Itu yang dia tahu karena Baekhyun tidak pernah menunjukkan kejeniusannya di sekolah.

"Bermainlah dengan rekanmu! Jangan mengganggu waktu santaiku, dasar aneh." Baekhyun menyerahkan remote drone nya pada Jisung dengan segenap kekesalan. Setelahnya menarik Lisa untuk pergi ke green house dan meninggalkan Jisung yang hanya bisa berkedip cepat untuk memahami situasi yang ada.

Begitu memasuki rumah kaca, Lisa tak henti-hentinya menggumamkan kata "wow" dengan mulut menganga, "pantas saja kau tidak butuh teman. Kau punya istana yang tak akan pernah bosan kau lihat. Tck.. tck.." Lisa berjalan kesana kemari mengelilingi seisi rumah kaca yang sangat terawat itu. Banyak sekali bunga-bunga yang cantik dan tumbuhan merambat yang sebagian merambat di plafon berbentuk kubah. Wangi khas bunga dan dedaunan sangat menyegarkan didalam sini bersama dengan oksigen segar yang masuk ke paru-paru,

"Kata siapa aku tidak butuh." Baekhyun bergumam samar dengan raut muka kesal. Tangannya bersedekap di depan dada. Tahu-tahu dia sudah duduk di kursi yang ada ditengah ruangan dengan meja dan 1 kursi lain yang melengkapinya.

"Kau bilang apa?" Lisa yang masih tak henti-hentinya mengagumi isi green house berbalik dan menatap Baekhyun dengan tatapan penuh semangat. Gadis kecil itu memang selalu penuh dengan semangat, begitulah yang Baekhyun pikir selama ini.

"Aku tak bicara apapun." Namun Baekhyun yang memiliki harga diri tinggi tentu saja tidak akan mengakui bahwa selama ini dia kesepian dan menutup diri karena tak ada yang mau berteman dengannya. Sulit baginya untuk menerima ketulusan orang lain di dunia yang baginya penuh tipu daya.

Beberapa saat berlalu dengan Lisa yang masih sibuk melihat kesana kemari dengan semangat, lalu beberapa pelayan datang dengan membawakan camilan serta teh susu dingin yang menyegarkan, meletakkan itu diatas meja di hadapan Baekhyun dengan sopan meski Baekhyun mengerutkan keningnya heran.

"Aku tak meminta apapun." Tukasnya.

"Sir Gerald menyuruh kami membawakan camilan untuk tuan dan nona muda. Silahkan menikmati, tuan muda." Pelayan-pelayan itu membungkuk sopan dan pergi setelah menata semua yang mereka bawa diatas meja bundar kecil itu. Mungkin Baekhyun harus berterimakasih pada Gerald nanti; kepala pelayan di rumah ini.

"Wow! Kau benar-benar generasi penerus konglomerat, Quin." Lagi-lagi Lisa tak berhenti terkagum saat dia menghampiri Baekhyun dan mendapati sudah banyak camilan manis serta teh susu yang seketika membuatnya haus. Bahkan tanpa dipersilahkan pun dia langsung meminum teh susu itu serta mencicip camilan yang ada.

"Tch, dasar serakah." Tentu Baekhyun mengatakan itu sebagai gurauan saja meski wajahnya terlihat sinis. Dia masih melipat tangannya didepan dada tanpa menyentuh sedikitpun makanan dan minumannya.

"Senangnya jadi dirimu. Rumah yang seperti istana, kebun yang cantik, juga makanan enak yang selalu tersedia." Cara bicara Lisa seolah menunjukkan bahwa anak itu adalah kebalikan dari Baekhyun. Padahal Baekhyun berpikir Lisa juga berasal dari keluarga kelas atas meski mungkin kekayaannya tak bisa dibandingkan dengan seluruh kekayaan Rudan, termasuk kekayaan yang didapat dari usaha kotornya tentu saja.

"Memangnya kau tidak?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Baekhyun yang kini terlihat canggung dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Mata cantiknya menatap kesana kemari untuk menghindari tatapan Lisa seolah dia menyesal telah bertanya hal tidak sopan seperti itu.

"Apa aku belum pernah bercerita?" Namun diluar dugaan, reaksi Lisa justru sangat santai dan tidak terlihat tersinggung sedikitpun. "Ayahku seorang kolonel angkatan udara. Ibuku hanya wanita karir biasa yang berprofesi sebagai pembawa acara di salah satu saluran televisi Thailand. Mereka bercerai saat usiaku 4 tahun, aku tinggal bersama ibuku selama ini. Kemudian tahun lalu ayah menjemputku dan mengatakan bahwa mulai saat itu aku akan tinggal dengannya di Manhattan. Belum lama ini ayah dipindah tugaskan ke St. Louis jadi aku harus ikut pindah kesini. Ya.. begitulah. Tak ada bedanya bagiku tinggal di Bangkok maupun disini. Mereka sama-sama orang sibuk yang hanya bertemu denganku beberapa kali dalam seminggu."

Cerita yang Lisa bicarakan dengan santai itu faktanya telah membebani Baekhyun. Dia jadi merasa bersalah karena mengungkit sesuatu yang pastinya tidak menyenangkan untuk diingat oleh gadis kecil berusia 9 tahun. Selain itu, jika ayah Lisa yang seorang kolonel tahu bahwa putrinya berteman dengan seseorang dari Park yang dikenal sebagai penguasa bawah tanah Missouri, mungkin anak itu tak akan pernah di izinkan berteman dengannya lagi.

"Tentu saja rumahku tidak semewah ini," Lisa tersenyum lebar dengan girang, "yah.. disana ada kolam berenang sih, tapi suasananya berbeda. Lagipula hanya ada 1 pengasuh dan 1 asisten rumah tangga di rumahku. Mereka tidak sekeren pekerja di rumahmu." Satu lagi macaron Lisa ambil diatas piring. Dia dengan santainya melahap itu seraya menceritakan keluarganya. Baekhyun sendiri merasa aneh kenapa Lisa menceritakan keluarganya pada dia yang notabene nya baru dikenal. Mungkin itu bukan masalah serius baginya.

"Kurasa aku akan mengambil drone ku kembali." Dengan terburu-buru dan canggung Baekhyun berdiri kemudian dengan cepat berjalan keluar dari rumah kaca untuk mengambil kembali drone yang dia titipkan pada Jisung. Namun Jisung ternyata sudah tak berada di gazebo. Jadi Baekhyun yang saat ini berada di pinggir kolam berenang memutuskan untuk kembali ke rumah kaca. Dia berbalik dengan cepat dan melangkahkan kakinya dengan terburu-buru hingga saat dia menginjak ubin disekitar kolam yang basah dia kehilangan keseimbangannya dan terjatuh kedalam kolam.

Jarak kolam berenang dari rumah kaca cukup jauh. Pun tak ada penjaga atau pelayan di sekitar situ hingga saat Baekhyun berusaha berteriak meminta pertolongan pun tak ada seorang pun yang datang. Kolam sedalam 2 meter itu seolah menariknya untuk terjatuh semakin dalam. Air kolam pun tak terelakkan masuk kedalam paru-paru Baekhyun.

Sekuat tenaga ia mengingat gerakan berenang yang diajarkan secara teoritis di kelas olahraga. Kakinya berusaha menendang-nendang didalam air, namun karena dia mulai kehabisan nafas dan lelah untuk menggapai udara kosong di permukaan gerakannya jadi tak beraturan dan dia hanya bisa pasrah ketika tubuhnya kehilangan gaya apung dan secara perlahan mulai turun ke dasar kolam.

Mata sayunya menatap permukaan air diatas dengan penuh harapan. Siapapun tolong aku! Benaknya berteriak. Saat tubuhnya tak lagi berusaha menggapai permukaan, beberapa kilasan memori melintas di kepalanya. Yamg paling dia ingat adalah saat ketika dimana ia menemukan ibunya di bathtub penuh air dalam keadaan sudah tidak bernyawa.

Kenangan buruk itu adalah satu-satunya yang Baekhyun tau telah menyebabkan dia sangat takut berada didalam air yang banyak, dia takut tenggelam dan berakhir seperti ibunya.

Namun saat ini pun dia berada didalam air itu. Dia tenggelam dan tak bisa berbuat apapun selain menerima takdirnya. Ketakutan terbesarnya ternyata menjadi penyebab akhir hidupnya.

Missouri •

Porsche hitam milik Chanyeol terparkir didepan beranda 'istana'nya. Pria itu keluar dari dalam mobil dengan jas tak terkancing, dasi yang tak lagi berada di lehernya serta kemeja yang 3 kancing teratasnya tanggal hingga bagian dadanya terlihat dengan penuh godaan.

"Yang benar saja. Kau pulang dari kantor atau habis berjudi, Rudan Park?" Minseok berkomentar skeptis saat Chanyeol berjalan menaiki anak-anak tangga kecil di beranda. Dia memiliki bisnis dengan Chanyeol, jadi dia sengaja berkunjung ke kediaman Park karena akan lebih baik membicarakannya disini daripada di perusahaan Griffin.

Chanyeol tak menggubris komentar Minseok, dia hanya melepas jas yang membuatnya gerah dan memberikan itu pada pelayan. Cuaca diluar hari ini memang tidak terlalu panas, dan harus memakai 2 lapis kain saat musim panas benar-benar membuat tersiksa.

"Dimana Marquin?" Seperti biasa, hal pertama yang dia tanyakan saat pulang adalah Baekhyun, tak peduli jika disana ada Minseok yang sejak tadi menunggunya untuk berbicara serius.

"Tuan muda kedatangan temannya. Terakhir mereka ada di green house."

Chanyeol mengernyitkan dahinya ketika mendengar jawaban pelayan. Bukan Baekhyun yang ada di green house yang membuatnya heran, melainkan Baekhyun yang mengundang temannya. Sejak 2 tahun anak itu hidup bersamanya, tak satu orangpun sepertinya teman yang dimilikinya. Dia bukannya tidak tahu Baekhyun tidak punya teman sebaya di sekolahnya, namun dia tak ingin terlalu mencampuri urusan itu.

Setelah mendengar dimana keberadaan Baekhyun, Chanyeol segera pergi ke bagian samping rumah dimana taman dan green house berada. Green house itu sebenarnya sengaja dia bangun untuk menghibur Baekhyun meski selama ini Baekhyun jarang mengunjungi tempat itu. Jika Baekhyun benar membawa temannya, maka mungkin seharusnya dia menemui temannya itu untuk tahu orang seperti apa yang akhirnya bisa membuat Baekhyun mau berteman. Selain itu, hatinya merasa gelisah saat ini hingga dia mau memastikan bahwa anak itu baik-baik saja atau tidak.

Chanyeol sampai di green house, namun dia tak melihat Baekhyun di sudut manapun. Yang dia lihat hanya seorang anak perempuan seumuran Baekhyun yang tengah bermain dengan bunga-bunga.

"Eh? Halo. Namaku Lisa Dwayne. Aku temannya Quin." Lisa langsung membungkuk sopan dan tersenyum lebar begitu melihat pria Asia itu memasuki rumah kaca. Dia tidak tahu siapa itu, tapi wajahnya sangat berkarakter dengan aura berat dan penuh wibawa. Dia bahkan merasa sedikit tertekan karena auranya.

"Rudan Park," Chanyeol membalas perkenalan itu dengan singkat sebagai formalitas.

Nama itu membuat Lisa langsung terkejut dan menatap Chanyeol lekat dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dia tak mengira tuan Park yang merupakan paman dari Baekhyun terlihat semuda itu dengan kekayaannya yang melimpah. Selama ini dalam benaknya, tuan Park adalah pria tambun, pendek, berperut besar, dan bermata sipit. Nyatanya ekspektasi nya salah besar.

"Dimana Marquin?"

"Dia bilang akan mengambil drone nya."

Lalu setelah itu Chanyeol berbalik dan pergi dengan Lisa yang mengikutinya untuk mencari Baekhyun. Mereka mencari di sekitar taman terlebih dahulu sampai kemudian mereka sampai di area kolam berenang.

"Tuan Park! Lihat dibawah sana!" Lisa menjerit panik. Dia bahkan tanpa sadar menarik lengan baju Chanyeol dan menunjuk ke dasar kolam dengan terburu-buru. Begitu mata biru safir Chanyeol menatap ke arah yang Lisa tuju, dia begitu terkejut melihat Baekhyun yang berada di dasar kolam.

"BAEKHYUN!"

.

To Be Continue

.

Sebulan yang lalu terakhir gua update kan? Wkwk

Aloo alooo.. masih adakah yang nunggu story ini up?

Tadinya niat mau up di hari pertama puasa, tapi karena ada satu dan lain hal jadinya batal deh. Btw, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan yaaa~~

Kalo review nya banyak entar baru update awokawokawok