Naruto belong to masashi kishimoto, and I belong to you.
.
Mulai dari sini aku akan bercerita dengan waktu berurut tentang momen yang terjadi antara aku dan Sasuke sehingga kalian bisa mengerti kenapa aku pernah sangat menyukai Sasuke.
Hari-hari di tempat les berjalan seperti bajingan.
Sasuke terkadang datang lebih cepat karena tahu aku akan menunggu di tempat les daripada langsung pulang ke rumah. Sasuke hanya duduk di sampingku tanpa berkata apa pun. Lalu saat mendekati jam les, dia akan pergi entah ke mana dan akan datang kembali saat les hampir berakhir. Kadang aku kasihan dengan orang tuanya, seakan-akan bayaran les itu terbuang sia-sia. Entah Sasuke yang sengaja melakukan hal tersebut, entah Sasuke memang pintar jadi tidak perlu les lagi. Namun, dua pendapatku tidak dapat dibuktikan kebenarannya, jadi kesimpulannya adalah aku tidak perlu peduli padanya.
Suatu hari, tiba-tiba Sasuke entah datang dari mana langsung berjalan beriringan di sampingku yang menuju ke tempat les sepulang sekolah. Aku diam saja, aku tidak ingin menghabiskan suaraku untuk marah-marah kepadanya. Terus, saat sampai di tempat les, Sasuke tidak masuk ke tempat les itu, dia berbalik dan pergi entah ke mana lalu dia tiba-tiba saja muncul di sampingku saat aku hendak pulang. Dia menemaniku sampai aku masuk di lorongku dan berdiri di sana sampai aku masuk rumah. Aku sangat risi dengan sikap Sasuke yang mengikutiku seperti ini, tetapi aku tidak ingin menambah keributan dengannya. Aku sudah muak mendengar kata-kata kasar yang akan keluar dari mulutnya.
Lalu, beberapa hari kemudian entah seminggu atau dua minggu kemudian Sasuke tidak masuk ke tempat les sebanyak tiga kali pertemuan atau seminggu. Dalam seminggu itu pula aku tidak melihat sosoknya yang biasanya berkeliaran di sekitarku. Aku merasa amat damai dan tenteram selama tiga pertemuan itu. Dan pada saat pertemuan ke tiga, aku mengalami trauma yang cukup dalam. Untung saja Sasuke ada di sana. Untung saja.
Saat itu aku pulang dari tempat les seperti biasa. Langit yang sudah gelap dan lampu jalan yang mulai menyala, riuh klakson sepanjang jalan dan orang-orang yang berlalu lalang adalah pemandangan yang sering kulihat sepanjang jalan saat aku berada di dalam bus. Saat aku turun dan berjalan menuju kompleksku, sebuah mobil tiba-tiba berhenti di belakangku. Laki-laki bertubuh besar dengan badan yang gendut dan wajah yang tertutupi masker itu berjalan mendekatiku. Aku merasakan kehadirannya dan aku berbalik sejenak, memastikan bahwa orang itu benar sedang berjalan ke arahku. Ternyata orang itu benar-benar berjalan ke arahku karena mata kami saling bertemu, aku ketakutan, aku merasa bahaya akan datang jadi aku lari menuju lorongku. Aku mengumpat kesal karena kenapa kompleks rumahku hari ini sangat sepi? Arght, aku menoleh ke arah orang itu dan orang itu juga berlari ke arahku. Aku semakin berlari, hatiku dipenuhi ketakutan yang amat besar.
Saat mendekati lorongku, ada seorang pria bertubuh gemuk yang tiba-tiba muncul di sana. Ia seakan-akan penjaga gawang yang hendak menangkapku. Aku terhenti sejenak. Aku diapit oleh dua orang bertubuh besar nan gemuk dengan wajah yang tertutupi masker. Aku tak bisa berdiam terus, aku melangkah maju, aku berlari mencari celah dari pria besar di depanku, tetapi sayang sekali. ia berhasil menangkapku. Aku berteriak sekuat tenaga sampai leherku terasa sakit. Namun, mulutku disumpal kain dan ditutup oleh tangannya.
Orang itu membawaku menuju mobilnya. Aku dilempar begitu saja ke dalam mobil lalu tanganku diikat dengan kencang menggunakan tali. Aku menangis tersedu-sedu, pikiranku tiba-tiba kosong dan aku hanya bisa menangis saja. Dua orang itu lalu menutup pintu dan berjalan ke arah kursi depan, mereka masuk dan duduk di kursi depan lalu mobil ini pun berjalan jauh.
Aku tidak tahu mobil ini ke arah mana. Yang aku lihat hanya cahaya lampu dan langit malam dari jendela mobil.
Mobil itu berkendara sangat lama, sangat lama dan semakin lama, mobil itu seperti masuk ke tempat yang gelap. Jalanan tiba-tiba menjadi tidak rata, seperti masuk ke jalan tanpa aspal.
Dua orang itu keluar dari kursi depan, salah seorang dari mereka membuka pintu belakang dan menarik badanku lalu menggendongnya masuk ke gubuk tua yang berdiri sendirian di antara semak belukar. Tempat ini sangat sepi sampai-sampai kerlap-kerlip bintang tampak sangat jelas di sini. Bahkan suara serangga juga sangat jelas.
Pria yang menggendongku itu meletakkan diriku di atas kasur. Ia melepaskan sumpalan di mulutku dan aku langsung memohon untuk dilepaskan, tetapi mereka tidak menggubris diriku. dua orang itu lalu melepaskan baju mereka dan mendekati diriku. aku kebingungan dan ketakutan. Salah seorang dari mereka menahan pundakku agar aku dapat terlentang di atas kasur, dan pria lain duduk di atas kakiku. Pria yang duduk di atas kakiku itu menyelinapkan tangannya ke dalam bajuku, aku berontak, tetapi mereka tampak tak peduli.
Tiba-tiba ada suara pintu yang seperti di lempari batu besar. Dua pria itu tiba-tiba gelagapan dan langsung memakai baju mereka. Mereka lalu menutup badanku dengan selimut. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi aku hanya mendengar suara pukulan dan teriakan saja lalu tiba-tiba selimutku terbuka dan tampak wajah Sasuke yang kelelahan. Sasuke segera melepaskan ikatan tanganku dan memapahku turun dari kasur. Aku melihat dua orang itu, dua pria itu berlumuran darah. Pikiranku semakin kosong, yang kutahu hanyalah berlari, aku membiarkan Sasuke menarik tanganku. Aku tak peduli lagi aku berlari ke arah mana karena aku tahu aku sudah aman bersama Sasuke.
Kami berlari cukup jauh sampai di satu titik di mana ada sepeda yang terparkir di samping jalan. Sasuke menaikkan sandaran sepeda lalu berkata, "cepat, naik sini!" aku mengangguk yakin. Aku duduk di boncengan belakang sepedanya. Aku cengkeram tempat duduk Sasuke sedangkan Sasuke mengayuh sepeda dengan sangat cepat sampai-sampai Sasuke berdiri sambil mengayuh sepeda. Jalanan tanpa aspal membuat Sasuke kesusahan mengayuh dan mengontrol arah sepeda. Aku berusaha tetap tenang karena badanku masih bergetar hebat.
Butuh waktu beberapa menit untuk keluar dari jalanan tak beraspal itu. Kami akhirnya tiba di pinggir jalan di samping sungai kotor. Kami berada di perkampungan kumuh yang penuh dengan anak jalanan. Beberapa anak jalanan memperhatikan aku dan berusaha mendekatiku, tetapi Sasuke tiba-tiba mempercepat laju sepedanya sampai kami berada di jalan protokol.
Sasuke memelankan laju sepedanya dan kami berhenti di depan minimarket. Sasuke turun dari sepeda dan aku juga turun dari sepeda. Sasuke lalu menarikku ke tempat duduk di luar mini market itu. Sasuke menyuruhku duduk dan aku duduk di situ lalu Sasuke berkata, "tunggu di sini," aku menggeleng, aku masih ketakutan. Sasuke tiba-tiba menarik tanganku dan kami masuk ke dalam mini market, "Mau minum?" aku menggeleng, aku tidak bawa uang.
Namun, Sasuke tetap membeli minuman untukku dan beberapa makanan ringan lalu membayar makanan tersebut dan kami berjalan keluar dari mini market. Kami pun duduk di kursi di depan mini market itu.
Sasuke membuka penutup botol air minum itu dan mengarahkannya padaku, "Ini, minum," aku terdiam, "Ini, cepat minum!" bentak Sasuke dan aku langsung menarik air minum itu dari tangannya dengan penuh ketakutan. Aku masih trauma. Sasuke tiba-tiba berdecak kesal dan menyentakkan dirinya di sandaran kursi. Pikirannya menerawang dan menatap langit malam, "Ternyata mereka benar membuntutimu," bisik Sasuke. Aku terkejut, "Maksudnya?" Sasuke menoleh ke arahku, "mobil itu mengikutimu beberapa kali beberapa hari yang lalu. Lalu, aku melihat mobil itu berkendara ke arah pemukiman kumuh jadi aku mengikutinya,"
Tanganku tiba-tiba bergetar, pikiranku kalut. Jadi selama ini aku diikuti?
"Apa kau tahu aku ada di dalam?" tanyaku pada Sasuke.
"tidak," jawabnya.
"lalu kenapa kau mau mengikuti mobil itu?" tanyaku dan Sasuke berbalik ke arahku dan menatapku lekat-lekat, "Aku punya firasat buruk saja. Entah kamu, entah anak lain, aku rasa hal buruk akan terjadi pada siapa pun yang berada di dalam mobil itu,"
Aku tertegun. Ternyata Sasuke bukan anak yang jahat.
"Mau menelepon orang tuamu?" aku mengangguk. Kami pun bergerak ke arah telepon umum. Aku menelepon ponsel ayahku dengan jantung yang berdegup kencang. Nada tunggu membuatku semakin tak karuan dan tiba-tiba terdengar suara ayahku di ujung sana, "halo?" kata ayah.
Aku lalu histeris dan menangis sambil menjawab telepon, "Ayah... huaaaa... ayah.. ayah.."
Ayah tiba-tiba bersuara panik, "Ino, Ino, ya Tuhan, anakku, apa yang terjadi? Ino di mana?"
"Aku tidak tahu... ayah, ayah aku takut," teriakku pada ayah dan ayah berkata, "Ino di mana sayang? Ayah juga takut Ino kenapa-napa. Ino di mana? Coba perhatikan di sekeliling Ino. Ingat apa yang pernah ayah ajari? Coba pelan-pelan lihat baliho atau spanduk toko. Di sana biasanya ada alamat," kata ayah dengan suara yang mencoba untuk tetap tenang.
Aku melihat sekelilingku dan mendapati baliho dengan alamat di bagian bawahnya aku membaca alamat itu kepada ayah dan ayah berkata, "Coba ulangi lagi dengan pelan dan jelas, ya, Ino," ucap ayahku dan aku membaca alamat itu dengan pelan dan jelas.
"Okay, Ino tunggu di sana ya. Apa di sana ramai?" tanya ayahku.
"Tidak, ayah cepat ke sini. Cepat," rengekku dengan ketakutan.
"Iya sayang, iya. Ino tetap tenang ya sayang. Ayah akan segera datang," kata ayah.
"Cepat ayah, cepat. Aku takut, hiks, aku takut ayah," jawabku dan ayah menjawab, "Iya anak, iya. Ayah akan segera datang- Sayang jalankan mobil, kita ke alamat ini. cepat. Ino ada di sana!"
Seru ayahku di ujung telepon kepada ibuku. Ibuku seperti menangis tak karuan, terdapat suara gaduh di sana sampai aku mendengar suara mesin mobil yang menyala.
"-Apa Ino baik-baik saja?" tanya ibuku samar, sepertinya ibu dan ayah tidak sadar bahwa telepon masih tersambung. Ayah lalu menjawab, "Ayah tidak tahu. Kita harus cepat," seru ayahku dan ibu terus berdoa sepanjang jalan. Aku lalu menutup telepon dan berjalan menghampiri Sasuke.
"Terima kasih," ucapku tulus dengan air mata yang tak berhenti menangis. Badanku bergetar hebat dan tiba-tiba Sasuke berkata, "Ino..." aku mendongak dan menatapnya, "Apa?"
"tenanglah. Kita aman. Aku mau menelepon orang tuaku juga. Kamu tunggu di sini ya," aku mengangguk. Tak berselang lama, Sasuke kembali dengan wajah kesal. Aku bertanya, "Ada apa?" Sasuke menggeleng, "Bukan apa-apa,"
Belasan menit kemudian mobilku terlihat di seberang jalan, ibu melihatku dari kaca mobil. Aku melambaikan tanganku dan mobil itu melaju semakin cepat ke arahku. Mobil itu memutar lalu melaju ke arahku yang menunggunya di pinggir jalan.
Ibu keluar dari pintu mobil dengan wajah panik, ketakutan, lega dan cemas. Air mata mengucur dari matanya, "Ino!" seru ibu dan berlari ke arahku sambil memelukku. Ayah melihat kami dengan wajah lega, tetapi tiba-tiba raut wajahnya berubah saat melihat Sasuke di sekitarku. Ayah berjalan ke arah Sasuke dan tiba-tiba langkah ayah terhenti saat ayah mendengar suara mobil polisi. Mobil polisi dengan satu mobil hitam pekat berhenti di belakang ayah. Seorang pria dengan tampang mirip Sasuke keluar dari kursi penumpang di mobil hitam pekat itu. Pria itu berjalan mendekati Sasuke dengan senyuman, "Sasuke, apa yang terjadi di sini,"
Ayahku berbalik ke arah pria itu, "Maaf, Anda siapa?" tanya ayahku dengan sopan sedangkan ibuku langsung menggendongku dan membawaku ke dalam mobil. Aku tak mendengar apa pun lagi. Aku hanya melihat pria itu bersalaman dengan ayah dan mereka tampak tertawa kecil, lalu pria itu berdiri menjauhi ayah dan Sasuke. Sasuke tampak berbicara serius kepada ayah dan raut wajah ayah tiba-tiba berubah, rahang ayah tampak mengeras, seperti ingin membunuh orang. Ayah lalu menatapku yang melihatnya dari balik jendela mobil, ayah lalu berbalik membelakangiku dan tubuhnya tiba-tiba bergetar. Sasuke meninggalkan ayah dan pria yang mirip Sasuke itu mendekati ayah sambil menepuk punggungnya. Entah apa yang dibicarakan oleh pria itu sampai-sampai ayah memeluknya dan ayah melepaskan pelukan tersebut lalu berlari ke arah pintu pengemudi mobil kami.
Ayah mengusap wajahnya yang kusut. Ibu tampak khawatir melihat kondisi ayah. Namun, ibu hanya terdiam saja. Selama perjalanan, mobil kami hanya diisi dengan keheningan.
Esok dan seterusnya ayah dan ibu selalu mengantarku dan menjemputku pulang. Dan aku akan menunggu di tempat les sembari ditemani oleh Sasuke.
Saat perbincangan antara ayah dan Sasuke, aku baru saja tahu bahwa Sasuke menceritakan semuanya kepada ayah. Bahwa Sasuke ternyata mengintip kejadian itu sehingga ia tahu apa yang terjadi padaku saat itu.
Aku sempat terpikirkan apa yang terjadi pada dua orang pria yang melakukan tindakan kurang ajar itu padaku. Apakah mereka mati? Aku tidak tahu karena ibu dan ayah tampak tak ingin membahasnya.
Baru beberapa waktu lalu aku ketahui bahwa pria yang mirip dengan Sasuke adalah ayah Sasuke. Dan ayah Sasuke merupakan orang penting di kepolisian. Mungkin saja kasus yang terjadi padaku ditutupi oleh ayahnya karena ayah Sasuke pasti tahu bahwa Sasuke lah yang melukai dua pria jahat itu.
bersambung
