Disclaimer : Gege Akutami
A Fanfiction by Noisseggra
Pair : Gojo X Geto
Genre : Romance, Drama
Warning : YAOI, BL, RATED M, AU (Alternate Universe), OmegaVerse, maybe typo (s), probably OOC, bahasa campur aduk
PS. Fanfic ini ditulis untuk kepuasan pribadi, jadi serah aing mau nulis apa :"V
You have been warned !
.
.
Makasih banyak buat yang udah nyempetin review : ai selai strawberry dan loeybby dibales lewat PM ya~
.
.
Kyou Kara Mate
.
.
Geto menatap hamparan hijau di luar jendela besar kamar dari atas ranjang. "Aah, aku ingin merokok," gumamnya. Sayangnya rokok yang ia bawa sudah habis. Ia beralih menatap Gojo yang terlelap di sampingnya. Dengan lembut ia membelai pipi Gojo, lalu rambutya. Ia mengusap ujung mata Gojo di mana air mata telah mengering. "Baka ga, memangnya apa yang kau tangisi," Geto membungkukkan badan, mengecup pelan pelipis Gojo.
Geto ingin mandi untuk membersihkan badannya yang lengket, tapi tubuhnya sakit sekali. Pada akhirnya ia kembali merebahkan diri di samping Gojo dan memeluknya.
"Hn…" Gojo terbangun gara-gara itu.
"Ah, gomen, aku membangunkanmu?"
"Ng…" tak menjawab, Gojo justru langsung mencium Geto dengan rakus. Geto diam saja, ia sambut ciuman Gojo meski bibirnya terasa sakit. Ujung bibirnya ada yang koyak, dan lidahnya juga terluka. Tapi ia tak melayangkan satupun kalimat protes. Ia tak ingin Gojo menahan diri, karena ia tahu sendiri bagaimana rasanya saat heat. Begitu panas, begitu menyakitkan, dan bagaimana beratnya kalau harus menahan diri saat heat. Rasanya sangat tidak enak. Jadi sekarang meski ia merasa kesakitan, ia tetap membiarkan Gojo memuaskan dirinya.
"Nhh…aku ingin masuk," lirih Gojo.
"Lakukan saja," Geto meraih penis Gojo, menuntunnya menuju lubang kenikmatan.
"Sshh…ahh," Gojo mulai bergerak teratur.
Suara decak basah terdengar dari tubuh bawah mereka, mengisi seluruh ruangan bersama desahan nikmat dari mulut keduanya. Gojo melakukan beberapa ronde sebelum mulai tenang. Ia langsung minum tiga butir suppressant begitu ia berhasil sedikit menenangkan diri.
"Ngh, kau ini kenapa selalu menggodaku dan bukannya menolak," omel Gojo setelah menelan suppressant nya.
"Huh, kenapa malah menolak? Aku jauh-jauh ke sini kan memang untuk menemanimu saat heat," balas Geto.
"Tapi tubuhmu sudah—…" Gojo menatap tubuh Geto dengan alis bertaut.
"Geez, aku tidak selemah itu," Geto mencium Gojo beberapa saat. "Aku bukan wanita, tubuh dan staminaku juga bagus. Jadi kau tidak perlu menahan diri."
"…" mata Gojo masih sendu. Tetap saja ia khawatir melihat tubuh Geto penuh luka begitu.
"Hey hey, aku ini mate mu kan," Geto menyatukan dahi mereka. Ia meraih tangan Gojo dan menuntunnya ke leher Geto untuk menyentuh bitemark tanda mate mereka. "Kau bisa mengandalkanku kapan saja."
Gojo mengecup dahi Geto lalu memeluknya erat. Ia benar-benar merasa beruntung Geto adalah mate nya.
.
~OoooOoooO~
.
Krek krek krek…
Geto memainkan rubik di tangannya. Ia berbaring di samping Gojo, dengan kepala dekat dengan dada Gojo lebih tepatnya. Sementara Gojo berbaring miring ke arahnya menyangga kepala dengan satu tangan. Mereka sama-sama polos, hanya menutupi tubuh bagian bawah dengan selimut yang berantakan.
"Hei, ini tidak jadi loh, padahal aku sudah melakukanya sesuai petunjukmu," protes Geto.
"Bukan kesitu, coba ke kiri dua kali, lalu…" ia menuntun tangan Geto hingga rubik itu memiliki empat sisi dengan warna yang sama.
"Haha, aku mulai pro dengan benda ini," pamer Geto meskipun ia masih harus diajari. Gojo hanya tersenyum lalu mengecup dahi mate nya.
Ini hari ke 7 heat Gojo, jadi ia sudah sedikit tenang. Ia masih horny sesekali, tapi tidak separah saat awal-awal heat.
"Hng…" Geto meregangkan otot, sengaja menjulurkan tangan ke arah muka Gojo supaya meninju nya.
"Ishh…" Gojo membiarkan saja Geto menjahilinya.
"Hehe," Geto menggulingkan tubuhnya untuk menindih Gojo. "Melihatmu heat begini aku jadi heran apa bedanya Alpha dengan Beta dan Omega. Semuanya sama saja punya masa heat kan. Tapi menyebalkan sekali hanya Omega yang direndahkan terus."
"Kalau Beta heat nya jarang dan tidak memiliki masa heat yang teratur kan, hanya sesekali saja. Kata Nanami dia bisa hanya satu kali heat dalam enam bulan," Gojo menoel hidung Geto.
"Lalu Alpha?" Geto menekuk tangannya di dada Gojo untuh menyangga dagu di sana. "Kau heat juga setiap bulan kan."
"Yeah, tapi setidaknya kalau sedang beraktifitas biasa dan sedang tidak heat, Alpha tidak akan horny hanya karena mencium aroma pheromone seseorang. Kau pasti sering horny ya waktu belum jadi mate ku," Gojo menjewer kedua pipi Geto.
"Geh, tapi sebal saja kenapa mereka malah terpesona pada Alpha," Geto menampik tangan Gojo. "Walau Alpha yang sedang heat pun mereka pasti malah akan tergila-gila dan ingin dipeluk oleh Alpha itu."
"Hee, jadi kau tergila-gila dan ingin dipeluk olehku ya? Kyaaa, pantas saja kau menurut saja dijemput oleh Nanami ke si—…aaaa ittatatai ittai ittai…" ia mengeluh saat Geto menjambak rambutnya.
"Bodo ah, males ngomong sama kau," Geto bangkit dan berniat pergi tapi Gojo langsung memeluknya dari belakang.
"Gomen gomen, habis kau manis, aku jadi ingin menggodamu," Gojo mengecup pelipis Geto. "Aku pernah bilang kan, orang yang masih merendahkan Omega hanyalah orang-orang dengan mindset kuno. Karena seperti katamu, mau Alpha, Beta ataupun Omega sama saja. Heat adalah salah satu reaksi tubuh alami, bukan kesalahan siapapun dan seharusnya bukan hal yang memalukan," Gojo menarik tubuh Geto supaya lebih mendekat. "Kau, bagaimana kau bisa dapat kerja di toko es krim itu?"
"Huuh? Kenapa tiba-tiba?" Geto mendorong tubuhnya ke belakang supaya Gojo tiduran dan ia rebahan di atas tubuh Gojo. Sebenarnya ia masih terlalu lelah untuk bangun. "Tenchou nya punya putri seorang Omega, jadi beliau mengerti keadaanku, dan menerimaku menjadi pegawai."
"Lalu apa kau akrab dengan para pegawai lain?"
"Ya, akrab. Kami kan kerja di tempat yang sama, harus kerja sama terutama saat shift bareng."
"Nah, mereka termasuk orang-orang yang menerimamu kan. Sekarang sudah makin banyak orang yang meninggalkan mindset kuno kalau Omega itu inferior," Gojo membelai rambut Geto. "Kudengar kau juga popular oleh pelanggan toko itu. Bukannya harusnya sudah cukup bukti untuk itu. Hanya saja kau belum beruntung saja soal kehidupan percintaanmu dan hanya bertemu pasangan dengan mindset kuno. Yah, namanya juga mindset yang sudah lama ada, pasti masih lebih banyak yang memegang mindset itu daripada yang sudah berpikiran terbuka."
"Hee, apa itu caramu mengatakan betapa beruntungnya aku untuk bertemu denganmu?"
"Thehe ketahuan ya."
"Dasar menyebalkan," Geto duduk untuk mencubit nipple Gojo dengan keras.
"Kyaah Suguru-kun no echi," teriak Gojo dengan suara dibuat-buat.
"…" Geto terdiam, wajahnya menatap Gojo tapi tatapan matanya tertunduk. "Ano ne…" lirihnya kemudian. "Sebelum kemari…sebenarnya aku sempat memikirkan untuk menyuruhmu melepas bonding kita."
"Tch! Lagi-lagi itu, sudah kubilang aku tidak mau," kesal Gojo. "Kau sudah setuju untuk tidak memutus bonding kan, kenapa tiba-tiba berubah pikiran lagi?!" ia bangkit supaya sama-sama duduk.
"Kenapa marah-marah sih, padahal aku bicara baik-baik!" kesal Geto.
"Ya habisnya kau menyebalkan! Kenapa masih memikirkan soal memutus bonding!"
"Bagaimana tidak! Waktu itu aku baru tahu kau dari clan Gojo, putra tunggal ketua clan pula!"
"Huh, bukannya dari awal aku sudah bilang namaku Gojo Satoru. Lalu apa hubungannya dengan aku putra tunggal ketua clan?!"
"Geehh, kau ini benar-benar—…tch! Aku Cuma pekerja di sebuah toko es krim loh. Aku bahkan hanya lulusan SMU, aku laki-laki, lebih parah lagi aku seorang Omega. Sampai sini mengerti kan? Menurutmu bagaimana pandangan orang-orang kalau sampai orang sepertimu menjadi mate dengan orang sepertiku?!"
"…" Gojo bungkam, menatap tak percaya.
"Argh! Mou!" Geto mengacak rambutnya sendiri. "Tch! Kenapa tiba-tiba kita jadi bertengkar sih!"
"…wakaran," lirih Gojo.
"Huh, bagian mananya yang kau tidak mengerti."
"Zenbu da yo. Orang sepertimu dan orang sepertiku…apa maksudnya?"
"Huh, kau—…" Geto menatap tak mengerti pada Gojo yang menatapnya tak percaya.
"Ya, pertama-tama, aku sama sekali tak peduli apa omongan orang. Lagipula mereka tidak menjalani hidupku, tidak merasakan rasa cinta yang kurasakan kepadamu. Aku mana mau peduli urusan mereka."
"…" Geto menghela nafas lelah. Sepertinya enak sekali jadi Alpha, bisa melakukan apapun yang mereka mau tanpa peduli ucapan orang, karena semua orang sudah pasti menyukainya, dan menerima apapun keputusannya. Berbeda dengan Omega.
"Lalu satu lagi," ucap Gojo. "Aku masih tidak mengerti soal kalimatmu, tapi setidaknya aku pernah baca di novel atau pernah nonton sinetron yang kurang lebih isinya sama."
"H-huh?" Geto sweatdrop, makin lama ia makin tak paham ocehan Gojo.
"Itu, cerita classic kan. Di mana perempuan biasa disukai oleh bangsawan atau semacamnya. Atau rakyat miskin disukai pangeran kerajaan, cerita semacam itu?"
"U-umm, wa-walau tidak se ekstrim itu, tapi ya—…kurasa perumpamaannya begitu," sweatdrop makin banyak di kepala Geto.
"Ya, maksudku, kalau aku jadi produser atau penulis naskahnya, maka aku akan membuat character perempuannya menyombongkan diri. Dia akan berkata selamat tinggal kehidupan miskin ku, dan memandang rendah pada orang lain yang mencibirnya sambil berkata, 'Dasar kalian makhluk rendahan. Lihatlah aku berhasil membuat pangeran jatuh cinta dan berlutut di hadapanku', kata-kata semacam itu. Lalu dia bisa hidup bahagia, manfaatkan saja semua harta pangerannya untu mencoba semua hal yang tidak bisa ia lakukan saat ia miskin."
"Pfft…BWAHAHAHAHAHA," Geto tertawa keras. "K-kau…hahahaha kau seriusan…bwahahaha."
Gojo menatap serius, sebuah bintang seolah melayang di dekat matanya. Kling! "Ya, dia akan pergi berkuda dan berburu bersama pangeran. Atau ganti baju setiap jam, makan semua cake yang ada di istana, semacam itu," Gojo melanjutkan ocehannya sementara Geto masih terpingkal-pingkal.
"C-chotto…hahaha…time out time out," Geto sampai membungkuk memegangi perutnya.
"Ya, habisnya kalau aku yang jadi princess nya, aku pasti akan melakukan itu," ucap Gojo.
"Hahahaha," Geto menyeka ujung matanya yang berair. "Astaga, kita ini sedang membicarakan apa sih."
Gojo tersenyum akhirnya melihat Geto tertawa. Ia melingkarkan tangannya ke leher mate nya itu. "Jadi, semacam itu masalah yang kau khawatirkan? Kalau kataku sih, kau tinggal menyeringai saja pada orang yang mencibir padamu. Katakan saja dengan lantang kalau kau orang yang berhasil membuat seorang Gojo Satoru bertekuk lutut mencintaimu."
"Pffft, jadi aku juga boleh memanfaatkan semua hartamu?" Geto menyatukan dahi mereka.
"Haha tentu saja boleh. Kau mau apa?"
"Belikan aku mobil."
"Mm hm, apalagi?"
"Apartment mewah."
"Bukan rumah saja?"
"Bukan, sebuah bangunan apartment loh maksudku. Biar kusewakan, dan semua uangnya untukku. Jadi aku tinggal tidur dan dapat uang sewa tanpa perlu bekerja."
"Hahaha rupanya kau berpikir jauh juga."
"Oh ya, pulau. Belikan aku pulau pribadi. Kalau di film ada kan yang beli pulau pribadi."
"Baiklah, akan kubelikan semua kalau kau memang mau."
"Haha dasar bodoh."
"Ya, aku memang bodoh," Gojo menyatukan bibir mereka dalam sebuah pagutan lembut. "Jadi bagaimana, masih mau memutus bonding denganku?"
Geto tersenyum. "Setidaknya sampai aku mendapatkan pulau pribadi," ia menggulingkan tubuh ke ranjang, membuat Gojo merangkak di atasnya.
"Kalau begitu tidak jadi kubelikan, biar kau tidak jadi memutus bondingnya."
"Haha."
Gojo menciumi leher Geto dengan sensual, membuat decak basak mengisi ruangan itu.
"Ngh…ne, Satoru…" panggil Geto.
"Hng?" Gojo menghentikan sesaat lidahnya dari memanja nipple Geto.
"…a—…" tapi Geto tak jadi bicara. "Bukan apa-apa."
"Gh, jangan membuatku penasaran begitu!" Gojo bangun demi menatap Geto. "Aku tidak mau sampai ada masalah lagi hanya karena kau overthinking loh."
Geto tertawa kecil. "Ya, kurasa semua yang terjadi kebanyakan karena aku yang overthinking."
"…" Gojo membelai lembut pipi Geto. Ia menyadari kenapa Geto begitu. Dia sering insecure, overthinking, tidak percaya pada dirinya sendiri, mungkin semua itu terjadi padanya karena kehidupan yang ia jalani selama ini. Rasanya ingin sedikit saja ia bisa menghapuskan itu. Ia berharap ia bisa membuat Geto merasa secure setidaknya atas hubungan mereka. Ia harus bisa membuat Geto merasakan bahwa ia diinginkan, karena ia memang menginginkannya. Ia harus bisa membuat Geto mempercayai itu. Maka akan ia tunjukkan. Bukan hanya lewat kata, tapi lewat setiap gerak tubuhnya. Supaya Geto bisa tanpa ragu mengklaim dirinya.
.
~OoooOoooO~
.
Geto mengikat tali sepatunya lalu menghampiri Gojo yang tengah mengobrol dengan Haibara. Heat Gojo telah selesai, jadi mereka berencana pergi hari itu dari villa. Gojo mengulurkan tangan saat Geto mendekat, menggandeng tangannya mengikuti langkah Haibara menuju halaman belakang villa. Helicopter sudah menyala dengan Nanami duduk di kursi pilot.
Gojo dan Geto menaiki helicopter di kursi belakang, Nanami dan Haibara di kursi depan. "Kau baik-baik saja kan?" Gojo menanyakan kondisi Geto.
"Hei, aku kemari juga naik helicopter ini. Kau pikir aku mabuk udara atau semacamnya?"
Gojo hanya tersenyum. Mereka pun lepas landas. Tapi entah Geto yang lupa atau memang bukan lewat jalur kemarin, helicopter itu terbang ke arah yang berbeda dari jalur saat Geto datang.
"Kita mau ke mana?" Tanya Geto.
Gojo memeluk kepala Geto, mengecup pelipisnya. "Rumah Sakit."
"Huh, untuk a—…"
"Ssshh," hanya itu respon Gojo. Mereka terbang melewati atas perkotaan, lalu mendarat di atap sebuah rumah sakit yang memiliki landasan helicopter. Gojo menggandeng Geto ke sebuah ruangan di mana seorang dokter perempuan bersurai coklat ada di sana. Dokter cantik itu berkantung mata tebal, seperti kurang tidur.
"Heeh, kantung mata mu itu menghawatirkan, Shoko," sapa Gojo.
"Ottoke," jawab si dokter santai. "He, jadi ini mate mu," ia mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Geto. "Ieiri Shoko."
"Geto Suguru."
Shoko menyentuh lengan Geto yang berotot. "Hee, sepertinya kau kuat. Badanmu juga bagus. Kalau hanya dilihat sekilas kau seperti seorang Alpha. Pantas saja kau kuat melayani Satoru bahkan sampai heat nya selesai. Buka pakaianmu."
"Eh?" Geto sweatdrop.
"Semuanya. Dari atas sampai bawah," Shoko menyibak tirai dan menunjukkan ranjang supaya Geto berbaring di sana. Geto menurut, ia membuka seluruh pakaiannya lalu berbaring di ranjang itu. Tubuhnya penuh luka. Shoko mengamati dari atas sampai bawah. Dilepasnya kapas di leher Geto, bahkan darah masih mengalir dari sana. Ia melirik ke arah Gojo yang kini hanya bisa kelabakan.
"Heeh, dasar Alpha," hanya itu komentar Shoko. Ia beralih ke tubuh bawah Geto, menaikkan lututnya lalu membuka kakinya supaya ia bisa melihat lubang Geto.
"Urk…" wajah Geto memerah. Apalagi saat Shoko menundukkan wajahnya untuk melihat lebih dekat. Ia bahkan menarik belah bokong Geto supaya ia bisa melihat lubangnya lebih jelas.
Shoko kembali menegakkan badannya sambil menghela nafas lelah. "Kau benar-benar telah berjuang keras, Suguru," secara casual langsung memanggil nama belakang.
"Gaah…!" Gojo seolah kena panah tepat di dada, Geto hanya tertawa pelan.
Shoko mengambil peralatan medisnya lalu duduk di kursi tinggi samping ranjang Geto. "Kuobati luka luarmu dulu," ucapnya. Ia mengobati luka di sekujur tubuh Geto, dari atas sampai bawah. Ia membuka paha Geto untuk mengobati bekas gigitan dan cakaran di bagian paha dalam nya, dekat dengan selangkangan.
"U-umm, aku cari minuman dingin dulu. Suguru kau mau minum sesuatu?" pamit Gojo, wajahnya sedikit memerah.
"Tidak perlu," balas Geto.
"Dasar mesum," komentar Shoko.
"Urusai!" omel Gojo dengan wajah yang semakin merah. Ia pun pergi dari ruangan itu.
Shoko selesai dengan paha Geto. "Duduklah, biar kuperban lehermu. Luka di bagian belakangnya cukup parah."
Geto menurut. Ia mencepol semua rambutnya supaya lehernya terbuka.
"Hmm untuk beberapa waktu ke depan kau tidak bisa melihat bitemark mu," ucap Shoko karena ia menutup seluruh leher Geto dengan perban.
"…" Geto terlihat sedikit sedih, tapi mau bagaimana lagi.
"Tch, si bodoh itu. Untung saja dia tidak menggigit sampai arteri mu. Kau bisa mati," komentar Shoko. "Kau ini benar-benar sabar menghadapinya ya."
"Haha mau bagaimana lagi, saat heat memang tidak bisa mengendalikan diri kan," ucap Geto.
"Aku salut padamu bisa melayani heat Satoru sampai selesai," Shoko memakaikan piyama rumah sakit ke tubuh Geto. "Apa kau tahu? Dia pernah hampir membunuh seseorang saat heat."
"Eh?" Geto terbelalak.
"Aku juga dengar dari Nanami. Katanya sejak dulu kalau dia heat selalu menyendiri. Tapi saat dia sudah dewasa, yah, tentu saja, dia ingin melakukan sex dengan seseorang."
"Dia melakukan dengan pacarnya?" tanya Geto.
Shoko menggeleng. "Dia menyewa PSK. Cari gampang sih. PSK asal dibayar pasti mau melakukan apapun kan," Shoko keluar ruangan, menyuruh Geto mengikutinya. "Dan berakhir dengan sangat buruk. Saat direscue, PSK itu sudah tak sadarkan diri. Dia bahkan masuk ICU selama hampir sebulan. Setelahnya ia mengalami trauma, sempat masuk rehabilitas juga sampai beberapa bulan. Ia ketakutan pada apapun yang berhubungan dengan sex, hal sekecil apapun, bahkan termasuk berjalan berdampingan dengan seseorang. Setelah ia keluar dari rehabilitasi, dia tidak mau lagi jadi PSK. Mungkin traumanya sembuh, tapi pasti masih ada ketakutan yang tertinggal kan, semisal mendapatkan client yang buruk atau semacamnya."
Mereka memasuki sebuah ruangan. "Kurasa sejak saat itu Satoru tak pernah lagi mencoba melakukan sex selama heat. Ia lebih memilih mengurung diri. Yang kurasa pasti lebih sulit kan. Orang yang belum pernah melakukan sex saat heat, meski berat tapi ia sudah paham bagaimana rasanya. Tapi bagi orang yang sudah pernah merasakan sex saat heat, lalu harus tak melakukannya lagi…aku yakin Satoru cukup menderita selama ini," Shoko beralih menatap Geto. "Syukurlah ia menemukan mate sepertimu."
"…" Geto tersenyum lembut mendengar penuturan Shoko.
"Yeah, meski jadinya dia menyiksamu sih. Ganbatte Suguru," ucap Shoko. Ia menghampiri sebuah alat seperti capsule, ia menarik pintunya yang berbentuk lingkaran untuk menarik keluar tempat untuk berbaring manusia. "Berbaringlah di sini Suguru. Lepas lagi bajumu."
Geto menurut. Ia berbaring di tempat itu, lalu Shoko mendorongnya masuk ke dalam capsule. Sepertinya tubuhnya discan. Tak berapa lama Shoko mengeluarkannya kembali. Geto kembali memakai piyama rumah sakitnya tadi, Shoko mengantarnya ke ruangan lain yang sepertinya merupakan kamar rawat untuk pasien VVIP.
"Berbaringlah, nanti kuberitahu Satoru kau di sini. Ah, kau perlu sesuatu dari rumahmu? Nanti kusuruh Satoru mengambilkannya."
"Eh? Aku menjalani rawat inap?"
"Jangan sok kuat. Mungkin kau bertingkah biasa saja di depan Satoru karena tak ingin dia khawatir kan? Tapi tidak mungkin luka seperti itu tak membuatmu kesakitan. Terutama bagian itu," Shoko menunjuk bagian bawah tubuh Geto.
"…" Geto hanya terdiam.
"Kalau mau menangis menangis saja, akan kusuruh Satoru membiarkanmu istirahat biar dia tak masuk," Shoko menghampiri pintu.
"Arigatou, Shoko-san," ucap Geto.
"Shoko de ii yo. Mattaku, love bird seperti kalian membuatku iri saja," Shoko pun pergi dari ruangan itu.
Geto merebahkan diri di ranjang dengan pelan-pelan. Ia meringis kesakitan saat bokongnya menyentuh permukaan ranjang, jadi ia pun memilih tengkurap, meski luka di dada dan perutnya terasa perih, itu masih lebih mending daripada bagian belakang tubuhnya. Shoko benar, ia memang menahan diri, ia tak ingin Gojo khawatir. Seperti yang pernah ia bilang, ia tahu bagaimana rasanya saat heat. Begitu panas, begitu menyakitkan terutama jika kau mencoba menahan diri karena sesuatu. Dulu sebelum bertemu Gojo, ia sudah sering harus menahan diri tiap kali ada Alpha yang mendekati, mencoba memperkosa. Insting tubuhnya berteriak untuk menerima Alpha itu dan mate saja, tapi kewarasannya tak menginginkan itu. Melawan insting sangatlah menyakitkan, karena itulah ia tak ingin Gojo melakukannya. Kalau Gojo masih harus menahan diri, apa gunanya ia mate ?
"Sshh…Kuso! Ittee…" lirihnya pada diri sendiri.
.
.
.
~TBC~
Support me on Trakteer : Noisseggra
