.

.

Bab 6

.

.

Tiga bulan berlalu dengan cepat. Highlight dari sekitar seratus hari terakhir di hidup Sephiroth adalah:

Little Lusy berpindah hak asuh dari Sephiroth ke Angeal kawan dekatnya. Ia sedikit kehilangan. Tapi, setelah itu, kehidupan berjalan normal, dan dia jadi bisa lebih bergaul dengan manusia-manusia lainnya. Tidak buruk juga.

Dan! Hal mengejutkan lainnya! Semakin lama dia bersama-sama orang-orang itu, semakin jelas bahwa sebenarnya dia tak terlalu berbeda dengan mereka. Setiap jawaban 'ya' yang dia berikan untuk ajakan memancing, barbecue, belanja, dan bowling, membawa dia semakin yakin, uang tidak mengubah 'siapa'-nya. Ia manusia, bukan setengah dewa seperti yang diasumsikan bawahan-bawahannya. Dia bisa senang, sedih, terkejut, marah, dan kecewa. Dia juga bisa gagal.

Ah ya, cowok yang dilihat Tifa di televisi, sudah tidak pernah disebutkan lagi. Jadi Sephiroth bisa tenang untuk sementara waktu.

Suatu hari, karena kurang peka, Sephiroth bertengkar dengan Biggs. Di sana hampir saja terbongkar identitasnya. Namun untunglah Biggs mengalah.

Dari pertengkaran itu, ia paham satu hal. Biggs, yang ternyata benar-benar struggle dengan profesinya, tidak lebih rendah darinya, karena dia pun melakukan yang terbaik dalam apa yang dia bisa.

Setelah insiden itu, ia juga belajar hal-hal lainnya. Vincent, yang tidak sekaya yang dia kira, juga masih meluangkan waktu dan uang untuk rutin mengunjungi makam ibu dan adiknya yang terletak sepertinya di ujung dunia. Ternyata, peserta Terrace Hosue season 3 punya hati yang terpuji. Bukan berarti Sephiroth, yang dapat berdarma jauh lebih banyak, lebih baik dari mereka. Karena selama ini, ternyata ia melakukan banyak hal demi mendapat pengakuan belaka.

Dia juga menikmati pembicaraan yang menyenangkan. Walaupun tetap ada perbedaan minat, tapi, hei, semua orang berhak punya interest-nya sendiri-sendiri. Meskipun mereka langsung kehilangan kata-kata jika Seph mulai membicarakan tentang saham, toh, untuk urusan Opera, ternyata Tifa menunjukkan minat yang sama. Untuk urusan golf, ternyata Vincent juga mengerti. Untuk karya literatur klasik, Marlene ahlinya. Pacuan kuda? Biggs bisa membuatnya sedikit bersemangat. Dan untuk masalah musik, Yuffie memiliki bakat khusus, bahkan bisa membuatnya suka musik hard metal rock. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Biggs dan Marlene pergi piknik beberapa kali dalam tiga bulan terakhir. Kemudian tiba-tiba Marlene mengaku dia menyukai laki-laki lain. Sampai sekarang, tidak ada yang tahu, apakah lelaki yang dimaksud adalah salah satu member Terrace House, tapi Seph menebak itu hanya akal-akalan mahasiswi tadi lantaran tak mau jadian dengan Biggs. Yah, akhirnya kedua manusia itu hanya fokus mengembangkan pertemanan, yang mana, tidak perlu disayangkan. Toh, kedua insan masih berkomunikasi baik-baik, dan kami berempat juga mulai bisa melupakan kecanggungan yang pernah ada di antara mereka.

Vincent? Oh, dia sudah sangat berhasil dalam hubungannya dengan Yuffie. Mereka sudah jadian! Ada momen-momen berdua yang kadang membuat iri Marlene maupun Biggs. Seph rasa, sebenarnya Marlene suka dengan Vincent. Setidaknya sekarang Marlene merasakan seperti apa rasanya hidup dalam drama cinta segitiga. Apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Vincent dan Yuffie sepertinya juga sudah serius. Mereka benar-benar sudah 'jauh'! Beberapa malam lalu, Vincent sempat membahas pernikahan juga. Sephiroth ikut bertanya-tanya, apakah suatu saat nanti ia bisa membicarakan hal yang sama tentang Tifa.

Entah kenapa, menyaksikan cinta bersemi di antara teman-temannya ikut membuatnya senang. Eh, tunggu. Eh. Teman? Dia baru saja menyebut lima orang yang secara kebetulan bernasib mujur bisa tinggal bersamanya dengan julukan 'teman'?

Wah, wah, wah.

.

.

.

"Teman-teman, pancake-nya sebentar lagi siap!"

Dengan bangga, Sephiroth menaikkan volume suara. Pagi itu, dia memasak pancake tanpa bantuan siapapun. Ia sangat-sangat-sangat puas. Tidak ada tantangan yang tak dapat dikalahkan Sephiroth Crescent!

Beberapa orang yang masih belum siap sarapan menjawab dari tempat masing-masing tanpa beranjak.

Sementara itu, pemandangan Seph menata meja mengundang kekaguman yang tak dapat ditutup-tutupi dari Tifa di meja makan. Oh iya, setelah tiga bulan berlalu, Tifa tampak jauh lebih segar. Dia mengatur jadwal kerjanya supaya tidak terlalu panjang, karena, yah, apa lagi? Dugaan Sephiroth, sih, gadis itu ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya.

"Seph, pancake-mu bawahnya gosong," tuding gadis itu.

Dibaliknya benda lembut berpori-pori itu dengan spatula.

"Benar juga," sahut Seph setengah kecewa.

.

Mau tahu yang terjadi selanjutnya? Di sinilah drama pertama mereka dimulai!

.

"Sini biar aku bantu," kata Tifa. Didekatinya lelaki jangkung tersebut dengan niat membantu. Naas, tiba-tiba seekor serangga gelap besar terbang masuk dari jendela, membuatnya menjerit kaget.

Bukan hanya dia yang ngeri. Sephiroth pun mengambil ancang-ancang untuk kabur. Dirinya lompat menjauh secepat mungkin, tanpa sengaja menyenggol panci bekas memasak pancake yang masih panas.

"Awas!" seru Tifa.

Terlambat. Panci panas itu tersenggol sedemikian rupa, sehingga malah melayang ke udara. Beberapa detik berikutnya, Tifa dan Seph rebah ke tanah berdua, diikuti bunyi berisik panci yang menghantam lantai.

Sephiroth, memandangi sekitar, baru sadar, dalam irisan waktu yang singkat itu, jika tak ditangkis oleh Tifa, panci itu mungkin sudah membakar matanya.

Telapak tangan kanan Tifa memerah dan gadis itu pun meringis menahan perih.

.

.

Katanya, dua insan lebih mudah jatuh cinta, jika mereka berada dalam situasi menegangkan berdua. Benarkah?

.

.

Mata sang pemuda nanar memandangi tangan Tifa di bawah air mengalir.

Tidak lama setelah insiden itu, orang-orang langsung panik berkumpul di ruang makan. Tapi, rasanya, dalam momen selanjutnya, hanya ada mereka berdua di sana. Tifa yang berkorban demi menyelamatkan ketampanan Sephiroth, dan pemuda itu sendiri, yang menganggap itu salahnya.

Ia sedikit khawatir kalau perempuan muda itu marah padanya.

"Aku benar-benar menyesal. Maafkan aku, Tifa," ungkapnya berkali-kali.

Tiap kata itu terucap: "maaf", perlahan egonya pudar. Aneh, dia justru merasa bebannya sedikit terangkat.

Tifa yang mengabulkan permintaan maafnya sambil menahan sakit, bukannya membuat Seph tenang, malah semakin tegang. Tifa… begitu cantik… dan rapuh.

Dan dalam sebuah momen singkat itu, dadanya mulai berdebar.

"Tidak usah khawatir. Ini bukan apa-apa, dan juga bukan salahmu," lantun gadis itu kalem. "Malah, aku lega kamu tidak terluka."

Di antara empat saksi lain, langsung berseliweran komentar-komentar panas. Mereka menahan napas untuk adegan live selanjutnya. Yuffie bahkan sudah menyiapkan kamera ponsel demi mengabadikannya.

Di wajah Seph yang sempurna, masih terpampang rasa bersalah mendalam. Makhluk laknat itu sudah tak nampak lagi di manapun. Sephiroth berjanji dalam hatinya, sampai serangga berkaki genap itu mati, ia takkan berhenti membasmi kaumnya hingga ujung lautan sekalipun.

"Aku sungguh-sungguh menyesal. Aku akan melakukan apapun, asal kamu memaafkanku."

Yang terus-terusan dimintai ampun akhirnya tak dapat menahan senyum geli. Sephiroth mirip anak kecil yang takut dihukum.

"Kalau kamu memaksa," desahnya, "kamu saja yang memutuskan mau melakukan apa."

Pria itu tampak berpikir sejenak.

"Bagaimana kalau… aku mengajakmu kencan?"

Olala~

.

.

.

Yah, sudah tahu, kan, kira-kira apa pendapat warganet di kolom komentar video KimiTube Yuffie tentang ajakan kencan seorang pemuda titisan dewa, kepada perawan titipan dewi?

Netijen jelas ingin tahu kelanjutannya. Bahkan, video singkat yang diunggah Yuffie itu menjadi video bersejarah untuknya; ditonton lebih daripada semua view di videonya yang lain dijumlahkan. Tentu saja, itu juga berkat kepintarannya membuat judul video.

Ajakan Kencan Pria Terseksi Gaia kepada Wanita Terbohay Benua.

Memalukan.

Selama beberapa hari setelah ajakan kencan itu, situasi Terrace House berubah drastis. Member lain selalu berusaha menggoda Tifa maupun Sephiroth. Keduanya, mungkin karena tidak gampang grogi, tidak memberikan respon yang diharapkan. Tapi, mereka sama-sama tahu bahwa kedua insan saling deg-degan menanti hari H.

Dan di hari Sabtu berikutnya…

"Hei, Seph. Sudah siap berkencan?" Biggs, yang lagi-lagi menongolkan kepalanya dari balik pintu kamar, terdengar super bersemangat.

Anak muda itu memelototinya dari atas ke bawah. Sephiroth mengenakan setelan jas mahal!

"Emangnya kalian mau ngapain?" celetuk Vincent masih berusaha memecahkan soal sambil tiduran. Sekarang ia tidak malu lagi menunjukkan ekspresi teler habis bangun tidur itu.

"Cuma jalan-jalan di theme park, lalu malamnya nonton opera."

"Astagah. Classy sekali! Sayang banget hari ini aku harus latihan lagi."

"Nggak ada yang mengajakmu ikut, Biggs," timpal Vincent. Padahal, tadinya dia juga usul, apa mereka berempat—maksudnya ditambah dirinya dan Yuffie, bukan dirinya dan Biggs—harus mengadakan double date.

Tawaran itu ditolak halus oleh Sephiroth dengan alasan, dia ingin memberikan sebuah impresi terbaik, dan untuknya, semua harus terkendali. Vincent pun maklum. Memang harus dia akui, kencan pertama sangatlah penting jika ingin mengambil hati gadis itu secara serius.

"Kamu akan pakai jas di taman bermain?" tambahnya penasaran.

"Tidak. Aku hanya mencobanya," jawab orang itu, memiringkan badannya di depan cermin. Jas yang selalu muat itu mulai sesak di sana sini… Dirinya mulai harus mengurangi asupan pancake manis kesukaannya itu.

"Kamu…. Ganteng Bung!"

Melepas lagi setelan mewah itu, dirinya mengucapkan terima kasih pada Biggs, yang, meski sudah sering ia dengar, tetap menaikkan kepercayaan diri 200%.

.

.

Tifa buru-buru masuk lagi, mengepak long dress formalnya, ketika ia melihat Sephiroth menyampirkan satu setel jas yang ditutup kain pembungkus di bahunya.

Pagi itu, sang gadis sedikit berdandan. Seph tersanjung. Dan, obrolannya dengan gengnya (yaitu grup band SOLDIERS) tiga bulan yang lalu pun terkenang kembali. Bagaimana kalau memang di sinilah dia menemukan potongan terakhir hidupnya? Seorang pendamping?

Membenarkan posisi sunglass-nya, Seph berusaha mengatur napas. Getaran itu muncul lagi. Getaran di hati. Oh, sungguh mistis.

"Shall we?"

Lagi-lagi ia membukakan pintu. Ia mencium samar aroma buah-buahan dari rambut gelap yang bergerak mengikuti badan sang juita.

Memastikan rambut pajang itu tidak bakal terjepit, Seph menutup pintu penumpang perlahan.

Dan perjalanan yang memakan waktu dua jam itu pun dimulai.

Seph menyalakan radio mobil, mengubah salurannya ke frekuensi yang selalu menyiarkan lagu-lagu 1900-an. Senyum tipis terbentuk di bibir Tifa, mendengar sebuah lagu jadul berjudul 'First Love' dilantunkan. Lirih dinyanyikannya lirik lagu itu. Suara Tifa manis, membuat hati Seph berdegup tak karuan. Inikah namanya cinta….?

Kemudian Tifa menanyakan tujuan.

"Ini kejutan. Tapi yang jelas, tempatnya tidak dekat."

Dua jam terasa singkat ketika dihabiskan untuk membongkar potongan-potongan puzzle yang belum mereka pasang tentang satu sama lain.

"Kamu selalu yang paling tinggi di kelas? Sama. Aku juga."

Tentu saja Seph tak langsung percaya. Jika itu benar, maka semua teman lelaki di kelas Tifa adalah kurcaci.

"Sampai kelas dua SMP. Oh, ayolah, Seph. Pura-puralah terkejut."

Melihat Tifa merajuk adalah pengalaman yang menyenangkan. Ini… Nyaris seperti fetish. Seph pun menyadari secarik sadisme dalam dirinya. Ini sebenarnya sudah bukan rahasia di kalangan orang-orang terdekat pemuda itu.

Akhirnya keduanya sampai di Gold Saucer Theme Park, sebuah taman hiburan di tengah gurun.

"Wow…"

Tifa mulai menjepret sana-sini sementara Seph membeli tiket khusus yang akan memperbolehkan mereka berdua melewati antrean. Tifa tak perlu tahu harganya. Jika iya, dia akan mulai mencurigai pendapatan Sephiroth.

Mereka berjalan bersisihan, dan akhirnya Tifa sadar. Banyak orang melirik ke arah pria tinggi berambut super panjang itu. Entah kenapa cowok itu sepertinya sudah biasa, namun malah Tifa yang jadi tidak nyaman.

Gadis itu menariknya menjauh dari keramaian.

"Seph, biar kukepang rambutmu."

"Baiklah," ujarnya setelah sebuah jeda. Ia pun berbalik memunggungi Tifa.

Tangan Tifa halus. Jari-jarinya yang lentik cekatan memilin helai-helai rambut peraknya.

"Rapunzel," gumam Seph, yang dengan ajaib disambut sebuah kikian sang gadis.

"Apanya yang lucu?"

Tifa membuang napas. "Oh, Seph. Kalau tidak lucu, memangnya tidak boleh tertawa? Sah-sah saja, kan, tertawa bahagia tanpa alasan yang jelas?"

… Bahagia? Gadis ini bahagia bersamanya?

"Ini baru dimulai," bisik Seph penuh misteri. Jika ia mencoba lebih keras, pikirnya, Tifa benar-benar akan jadi wanita paling bahagia di taman bermain ini. Mungkin juga di dunia. Di dunianya.

.

Mereka berjalan berdampingan.

Yang pertama kali menarik perhatian sang gadis adalah sebuah kastil di tengah taman.

"Kata temanku, atraksi dalam kastil itu bagus sekali."

Tak heran antreannya panjang luar biasa.

"Oke," putus Seph, menarik kencannya mendekat ke sana.

Tifa pun mulai mengantre. Seph? Seph berpura-pura mengantre.

Dengan penuh perhitungan, Sephy berpura-pura pergi ke toilet. Pada kenyataannya, dia mengeluarkan special pass yang cukup mahal tadi.

"Tifa," panggilnya. Ia melambaikan tiket berwarna emas itu. "Aku beruntung. Seseorang memberiku ini."

Tifa masih dilanda rasa takjub ketika pintu gerbang kastil tersebut menyambutnya.

Di depan mereka, ada antrean orang-orang yang juga memiliki special pass. Tetapi, bedanya dengan antrean umum sungguh bagai langit dan bumi. Sembari menunggu giliran, Tifa jadi bisa menikmati interior kastil itu sepuasnya, mengikuti pace-nya sendiri.

Lalu giliran mereka tiba. Dan, keduanya menaiki kursi-kursi yang menjulur dari langit-langit seperti ayunan. Di sana, mereka adalah para black-mage di atas sapu terbang, yang menjelajahi gunung es demi melawan behemoth dan naga.

Kaki mereka menggantung bebas, dan sorak kegirangan dapat terdengar dari seluruh penjuru kastil.

.

.

Hari itu sungguh sempurna. Dan setelah mentari tenggelam, akan ada pertunjukan kembang api.

Lagi-lagi, untuk ini pun Seph melakukan sebuah hal ekstra.

Untuk mendapatkan tempat duduk ekslusif yang letaknya strategis, orang-orang memang harus menunggu di tempat berjam-jam sebelum acara itu dimulai. Tapi, beberapa saat sebelumnya, ia menemui beberapa pengungjung secara acak, dan meminta mereka menunggukan untuk dirinya. Ia memberi tahu posisi yang diinginkan, serta bayaran yang menanti mereka jika berhasil. Kalau sudah mendelegasikan beberapa orang, tentu tidak akan jadi masalah. Semua orang setuju tanpa bertanya lebih lanjut begitu menerima uang muka.

Dan di situlah duduk salah satu agen rahasia Sephiroth, menantikan aba-aba. Ia dan Tifa baru datang sekitar lima menit sebelum pertunjukan dimulai.

"Wah, ramai sekali, ya! Pasti kembang api ini sangat spektakuler!"

Sephiroth membaca ekspektasi Tifa memuncak.

"Aku rasa kau benar," ujarnya, tersenyum.

"Aku akan mencari tempat untuk kita. Kamu tunggu saja di sini."

Dengan cekatan Seph mendatangi pria tadi, menyerahkan bayaran yang disepakati, lalu memanggil Tifa yang juga berusaha mencari tempat duduk.

"Lagi-lagi kita beruntung hari ini," katanya.

Tipu muslihat macam ini tidak salah, kan? Bahkan, malah bisa dibilang manis, betul tidak?

Bagi Tifa, yang selama hidupnya hanya bisa menonton kembang api murahan dari tempat kumuh lembap, malam itu adalah malam yang spesial. Ia tidak akan melupakan kelap-kelip bunga api di angkasa yang menyelimuti hatinya bagai jilatan ombak di musim panas. Begitu hangat.

Dalam hati Sephiroth membatin. Mulai hari itu, berapa kali lagi dia bisa melihat kembang api bersama Tifa? Apa yang bisa ia lakukan untuk mengenang tawa tersayang itu, yang bergema begitu indah di telinganya? Seketika ia merasa, hidup itu sebentar. Ia merasa tergesa-gesa.

.

.

.

.

.

Jadi, direbutnya kesempatan itu.

.

.

.

.

.

Tangan mereka bertaut di bawah kuncup merah pertama. Bunga-bunga cahaya berjatuhan ke bawah. Mereka masih bergandengan. Punggung tangan gadis itu dingin.

.

.

.

.

.

Ia menunggu. Menunggu ledakan berisik itu surut. Menunggu pesta pora meriah itu berhenti. Sesaat saja. Hanya sesaat. Dalam sesaat itu, ia akan menyelesaikannya.

.

.

.

.

.

Tifa tidak berpaling dari langit. Warna rupanya berubah-ubah. Merah. Kuning. Merah muda. Hijau. Mengikuti warna ledakan kembang api. Namun, apakah demikian pula hati sang dara, meledak-ledak tak menentu, Sephiroth tidak tahu.

.

.

.

.

.

Satu demi satu tembakan campuran mesiu dan bubuk peri, begitu dulu ibunya menjelaskan, berhamburan dan terbakar di udara. Satu demi satu rentetan cahaya berkelap-kelip lalu menghilang.

Indah. Namun lamanya menyiksa.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Tifa, do you not love me? Or will you not?" bisiknya terlalu cepat.

Tifa tak mungkin mendengarnya.

.

.

.

To be continued


a/n: Terima kasih untuk riviwer chapter (masa) lalu: Tokyo tower, Fang Gonawan, en Yue aoi. Terima kasih banyak untuk feedback dan favenya! Semangat yang tlah pudar berhasil disulut kembali.

Kayaknya fiction ini ga bakal terlalu panjang sih jadi semoga bisa cepet tamat haha.

Gimana chapter ini? Review yah!

Do you not love me or will you not = kata2nya Faramir ke Eowyn di novel LOTR. WAKTU BACA KAYAK NYESSSS GITU SAUDARA2!