Chapter 6: どうして? (Why?)
~o~o~o~
Disclaimer: Naruto hanya milik Masashi Kishimoto, saya cuma pinjem karakternya saja
"Sakura."
"Hmm?"
"Ayo pergi keluar."
"Hah? Tidak bisa, aku sedang bekerja."
"Sudahlah, berhenti bekerja dan pergi denganku."
"Tapi, Sasuke ... akhir-akhir ini setiap akhir pekan kau selalu mengajakku pergi."
"Kenapa? Kau bosan?"
"Bu-bukan begitu ... tapi arggh! Baiklah! Ayo kau mau pergi ke mana?"
Sakura hanya bisa mengalah kalau Sasuke sudah mulai merajuk. Kemudian, dengan seringai tipis, tanpa ragu Sasuke menarik tangan Sakura menuntun ke dalam mobilnya. Bahkan Sakura saja belum bersiap-siap, ia memakai baju dan penampilan seadanya.
"Sasuke! Aku belum mengganti pakaian dan menyisir rambutku!" protes Sakura ketika Sasuke memasangkan seatbelt-nya.
"Sudahlah, mau bagaimana pun kau tetap cantik," ujar Sasuke tanpa menatap wajah Sakura. Sontak saja muncul semburat warna merah merambat ke wajah Sakura. Rupanya itu juga berlaku pada telinga Sasuke yang perlahan mulai memerah.
Sepanjang perjalanan mereka terdiam, tak ada satu pun yang berinisiatif membuka percakapan. Namun, Sakura yang merasa jalan yang mereka lalui ini cukup asing, ia akhirnya mengutarakan pertanyaannya.
"Err ... Sasuke? Kita mau ke mana?"
"Hn, kau lihat saja nanti," jawab Sasuke tenang.
Sementara Sakura tidak bisa menahan rasa penasaran, ia semakin ingin tahu tujuan Sasuke sebenarnya. Sakura mulai bertanya-tanya mengenai clue dan deskripsi tempat yang mereka tuju, tapi Sasuke tetap berusaha untuk tidak terjebak pada pertanyaan Sakura.
~o~
"Sakura ..."
"Engh?" Sakura menggeliat kecil di kursinya. Ia tak menyangka bisa tertidur saat perjalanan tadi, mungkin karena ia kelelahan karena habis bekerja langsung dibawa Sasuke ke tempat ini.
Sakura mengerjap pelan sebelum pandangannya mulai jelas, ia melirik ke jendela samping menatap cahaya gemerlap lampu-lampu yang berasal dari toko. Ia mulai memposisikan dirinya untuk duduk tegap, melihat sekeliling dan berdecak kagum.
"Wah! Ini ... pusat perbelanjaan? Akhirnya kau mau membawaku ke sini juga!" teriak Sakura girang sambil menempelkan kedua tangannya ke jendela mobil.
Sasuke hanya tersenyum pahit, jujur saja agak riskan membawa Sakura ke tempat ini. Ia masih ingat dengan jelas kejadian beberapa minggu lalu di mana ia bertemu sekelompok orang yang mencari keberadaan Sakura. Mereka pasti masih mencari-cari Sakura di tempat yang ramai seperti pusat perbelanjaan ini.
Namun, apa boleh buat, memang Sakura sangat ingin mendatangi tempat ini karena tertarik dengan iklan di televisi seperti biasanya. Dan Sasuke selalu berusaha untuk menuruti kemauan Sakura kemana pun ia ingin pergi.
Saat Sakura membuka pintu mobil, Sasuke buru-buru mencegahnya sehingga membuat Sakura terkejut.
"Kau jangan keluar dengan penampilan begitu." Sasuke mencari-cari ke sekitar sesuatu yang bisa dipakai untuk menutupi rambut Sakura. Kemudian ia langsung menatap ke arah hoodie yang sedang dipakainya. Tanpa pikir panjang, ia melepaskan hoodie tersebut dan memakaikannya secara paksa ke kepala Sakura. .
"Sa-sasuke! Aku bisa melakukannya sendiri!" protes Sakura. Akhirnya Sasuke menyerah dan membiarkan Sakura memakai hoodie-nya sendiri.
Ternyata hoodie milik Sasuke kebesaran, panjangnya mencapai paha Sakura, bahkan hampir mendekati lutut. Namun, kelihatannya Sakura menyukainya. Ia menutupi wajahnya dengan lengan hoodie yang kepanjangan, muncul semburat merah di wajahnya yang hanya terlihat setengah.
"Oke, lebih baik," ucap Sasuke sambil memakaikan kepala hoodie ke atas rambut Sakura.
"Kau bagaimana? Bukankah udara saat ini dingin?"
"Aku baik-baik saja," ujar Sasuke sambil membuka pintu mobil.
Sakura hanya bisa menghela napas pasrah, ia pun mengikuti Sasuke keluar dari mobil dengan pintu yang tadi hampir ia buka. Begitu mengunci pintu mobilnya, Sasuke bergerak memutar ke arah Sakura.
Sakura sudah tahu apa yang akan Sasuke lakukan, tanpa diminta ia mengulurkan tangan ke arah Sasuke dan laki-laki itu tanpa ragu meraihnya dan menggenggamnya erat.
Semenjak kejadian festival musim panas, Sasuke tidak pernah mengizinkan Sakura pergi sendirian. Ketika mereka pergi pun Sasuke selalu memegang tangan Sakura dan tak pernah melepaskannya. Sasuke akan melepaskan tangannya ketika mereka menaiki mobil atau saat ada di rumah.
Ini bukan kali pertama bagi Sakura mendapati tangannya digenggam erat oleh Sasuke. Namun, perasaan gugup dan canggung masih tetap ada. Jantungnya selalu berdetak kencang tiap mereka melakukan kontak fisik.
Tanpa disadari, semakin lama perasaan Sakura semakin mendalam. Ia tidak hanya mengagumi Sasuke sebagai malaikat penyelamatnya, tapi perasaan ini berubah menjadi perasaan yang lebih serius. Ia mencintai Uchiha Sasuke, pria yang telah mengenalkannya pada dunia luar, sekaligus orang yang membuatnya merasakan perasaan aneh bernama cinta.
Entah perasaan Sasuke padanya seperti apa, yang ia tahu Sasuke semakin over protektif dan melarangnya melakukan pekerjaan rumah lagi. Namun, Sakura memaksa ingin tetap bekerja karena ia takut Sasuke akan mengusirnya dari rumah. Padahal, Sakura tahu sendiri Sasuke tidak akan pernah melakukan hal kejam itu. Tapi, tetap saja ia merasa tidak enak kalau hanya tinggal di rumah Sasuke tanpa melakukan apa-apa.
Akhirnya sebagai gantinya, Sakura harus menuruti kemauan Sasuke seperti pergi keluar rumah setiap akhir pekan. Sasuke mengatakan, ia melakukan ini karena Sakura yang selalu tergoda pada iklan di televisi. Tapi, bukannya ia bisa saja menolaknya tanpa harus menuruti keinginan Sakura yang tidak ada hubungan spesial dengannya?
Memikirkan hal itu membuat Sakura mendadak sedih. Hubungan mereka bukan apa-apa, hanya sekadar teman satu rumah, bahkan lebih parahnya mereka bagaikan pelayan dan tuan di dalam rumah tersebut. Tapi, apakah normal bila tuan rumah selalu menuruti permintaan konyol seorang pelayan?
"Sakura?"
"Hah?"
"Aku memanggilmu dari tadi, apa kau lapar? Ingin makan sesuatu?"
"Oh! Ya bo-boleh."
Sasuke mengernyitkan dahinya heran, karena tidak biasanya Sakura diam merenung sepanjang perjalanan mereka. Biasanya Sakura paling aktif bertanya tentang hal yang ia lihat di sepanjang trotoar, bukannya ini tempat yang paling ingin ia datangi? Apa ada sesuatu yang mengganggunya?
Sasuke mulai berpikir, gadis itu merasa tidak nyaman dengan keadaan jalanan yang ramai. Maka dari itu Sasuke menyarankan Sakura istirahat sejenak untuk menikmati makanan, hal itu cukup bisa membuat mereka terhindar dari hiruk-pikuk keramaian di malam ini. Tapi, Sakura cukup terlambat untuk meresponnya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Sasuke ketika mereka sudah berada di dalam sebuah restoran.
Sakura mengangguk dengan menyunggingkan senyum lemah. Setelah itu kepalanya menunduk menatap kedua tangannya yang ada di atas meja. Karena kepala hoodie yang kebesaran itu membuat wajah Sakura tertutup saat ia menunduk, Sasuke jadi tidak bisa melihat ekspresi Sakura.
"Kau mau pulang?" tanya Sasuke lagi.
"Ti-tidak! Kubilang aku baik-baik saja, kau tidak usah khawatir," bantah Sakura. Kali ini ia mengangkat wajahnya sehingga bertatapan langsung dengan wajah Sasuke.
Tangan Sasuke perlahan bergerak menyentuh dagu Sakura, membuat mata Sakura terbelalak lebar. "Karena kau menunduk, aku tak bisa melihat wajahmu. Apalagi dengan hoodie kebesaran itu ...,"
"Apa sebaiknya aku lepas-"
"Jangan! Su-sudah biar saja begitu. Yang penting aku bisa melihat wajahmu," cegah Sasuke menahan tangan Sakura yang berniat melepas kepala hoodie.
Sakura harusnya tersipu malu dengan jantung yang berdetak 2 kali lebih cepat dari biasanya. Tapi, kali ini ia malah bingung. Tentu saja bingung, ia bahkan tidak tahu maksud Sasuke yang sebenarnya dengan berusaha menutupi identitas Sakura. Sasuke seperti menyembunyikan Sakura dari sesuatu.
Pikiran Sakura tiba-tiba tertuju pada kedua orang tuanya. Mungkinkah ...
"Apa ... orang tuaku mencariku?" bisik Sakura.
Sasuke sempat sedikit terperanjat, kemudian ia mengatur emosi tersebut dengan cepat sehingga tubuhnya rileks kembali. Mau tidak mau ia harus menjawab pertanyaan Sakura. Sakura harus tau keadaan sebenarnya. "Tidak," balas Sasuke.
"Hah? Lalu ini untuk apa?"
Benar, Sasuke akhirnya tidak mengatakan yang sesungguhnya. Ia juga bingung mengapa hal itu yang keluar dari mulutnya. "Hn, untuk melindungimu kalau-kalau mereka benar-benar mencarimu."
Sakura sempat berpikir sejenak, ia tidak tahu harus menjawab apa. Sudut bibirnya perlahan sedikit tertarik ke atas, matanya menatap lurus ke wajah Sasuke dengan percaya diri. Namun, ada sedikit rasa kecewa tergambar samar di wajahnya.
Sasuke tidak menyukainya.
"Aku sudah menghilang dari rumah hampir 3 bulan. Dan mereka tidak pernah mencariku? Memang selama ini aku hanya boneka di rumah itu," jawab Sakura dengan menggelengkan kepalanya tak percaya.
Sasuke menggigit bibir bawahnya. Apa jadinya kalau ia berkata bahwa orang tua Sakura sudah mencari anak gadis mereka sejak lama? Apa Sakura masih mau bersama dengannya atau memilih pulang dan kembali pada orang tuanya?
"Sasuke?" tanya Sakura khawatir.
"Huh? Ada apa?" Sasuke gelagapan, ia terpergok sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Kau tiba-tiba diam, aku jadi cemas," kata Sakura membuat Sasuke tersenyum lemah.
"Aku baik-baik saja. Oh iya, aku boleh tanya sesuatu?"
Sakura mengangkat sebelah alisnya, memberikan kode seolah-olah menanyakan apa yang Sasuke maksud.
"Bisa kau jelaskan apa yang terjadi? Maksudku, adakah alasan kenapa kau tidak diizinkan ke luar rumah?" Sasuke kembali menanyakan hal ini, lebih tepatnya baru kali ini ia sangat penasaran pada masa lalu Sakura. "Maaf, aku menanyakan ini karena aku-"
"Kau mau membuangku, 'kan?" sambar Sakura tiba-tiba yang membuat Sasuke terlonjak kaget.
"Hah? Bu-bukan! Jangan salah paham Sakura!" bantah Sasuke.
"Baiklah kalau itu yang kau mau."
Sakura masih tidak percaya dengan bantahan Sasuke, tapi ia tetap melanjutkan cerita masa lalunya.
"Dulu aku punya kakak laki-laki, kami selisih 10 tahun. Iya, umur kami sangat jauh, karena bisa dibilang aku bukan anak yang direncanakan. Tapi, abaikan saja tentangku, tidak terlalu penting," ucapnya sambil mengibaskan tangannya di depan wajah, Sasuke juga tidak menyela ucapannya atau menghentikan ia bercerita.
"Ia sangat pintar dan menjadi kebanggaan orang tua kami. Orang tuaku selalu mengutamakan kebutuhannya daripada aku yang saat itu masih kecil. Apapun yang dia inginkan selalu dikabulkan, sementara aku hanya dapat sisa atau bekas dipakai kakakku. Namun, aku tidak pernah merasa iri atau merasa tidak adil, karena kakakku juga sayang padaku." Sakura mengucapkan itu dengan mata menerawang yang berkaca-kaca.
Tangan Sasuke perlahan bergerak ingin menyentuh genggaman tangan Sakura di atas meja. Namun, ia cepat-cepat menariknya begitu mata Sakura kembali menatap wajah Sasuke.
"Sekitar umurku 5 tahun. Kakakku berusia 15 tahun yang artinya dia sudah masuk SMA. Saat itu ia benar-benar dibebaskan, kadang pulang larut malam atau bahkan tidak pulang sama sekali. Bukan belajar di bimbel, tapi memang ia bermain bersama teman-temannya. Orang tuaku tidak pernah menegurnya asalkan ia tetap mendapat juara di sekolah."
"Namun, malam itu suatu kejadian buruk menimpa kakak laki-lakiku. Ia ditabrak oleh seseorang yang tidak dikenal, mungkin orang itu sedang mabuk. Setelah menabrak kakakku, dia pergi begitu saja. Pagi harinya barulah kami mendapat kabar tersebut, begitu terpuruknya kedua orang tuaku mendengar hal itu."
"Sejak saat itu mereka memperlakukanku seperti barang berharga, mereka melarangku keluar, bergaul dengan orang lain, ya pokoknya menjauhkanku dari dunia luar. Katanya agar aku tidak berakhir seperti kakakku. Tapi, namanya barang ya aku hanya dianggap seperti objek tak hidup. Mereka memperlakukanku seakan mereka tahu apa yang terbaik untukku, padahal aku kesepian, aku bosan."
Sakura mengakhiri ceritanya dengan senyum yang sedikit janggal, Sasuke tidak bisa menebak apa yang sebenarnya gadis itu pikirkan. Satu sisi ia sangat mengerti dengan keadaan Sakura, tapi jelas situasinya berbeda dengan yang ia sendiri alami.
"Kau tahu tidak? Aku memang merencanakan untuk kabur pada saat orang tuaku pergi ke luar kota. Tapi, kau malah datang untuk menjemputku," ujar Sakura menahan tawa. Kali ini Sasuke bisa membaca kalau Sakura benar-benar tulus pada ekspresinya.
"Aku tidak menjemputmu," ujar Sasuke blak-blakan.
"Iya, tapi kau mencuri jepit rambutku."
"Kalau aku tidak mencuri jepit rambutmu, kau tidak akan mau ikut denganku, 'kan?"
"Hmm ... tidak juga, aku tetap akan ikut denganmu," jawab Sakura polos. Bukannya marah, Sasuke hanya menggeleng pelan dan tersenyum miring. "Tapi, sekarang sepertinya kau mau membuangku, ya?" lanjut Sakura tiba-tiba membuat tubuh Sasuke menegang kembali.
"Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?" tanya Sasuke mencoba bersikap tenang, padahal ia sudah sangat panik.
Mata Sakura melirik ke sana kemari dengan tidak nyaman, tangannya yang di atas meja juga bergerak tidak karuan. Sakura juga tidak tahu apa yang membuatnya berpikir bahwa Sasuke akan membuangnya. Sasuke hanya bertanya tentang masa lalunya, bukankah itu wajar untuk memperkuat alasan Sakura agar bisa tinggal lebih lama dengan Sasuke?
"Sakura, aku hanya penasaran tentang masa lalumu. Bukan berarti aku mau membuangmu," ucap Sasuke akhirnya, karena Sakura tidak menjawab satu patah kata pun.
"Hn, maaf. Habisnya kau mulai melarangku bekerja, lalu kau sering membawaku ke luar rumah, karena aku selalu menginginkan hal yang aku lihat di televisi. Padahal kau tidak perlu melakukan itu semua."
"Kalau aku yang mau, bagaimana?" ujar Sasuke dengan serius.
Sakura membelalakan matanya lebar, ia tidak menyangka Sasuke memberikan jawaban tidak terduga. Apakah ini artinya, Sasuke memiliki perasaan padanya? Sakura pernah membaca di salah satu buku yang ada di rumah Sasuke. Kalau seseorang sering melakukan hal yang tidak biasanya ia lakukan, selalu mengutamakan keinginan lawan bicara atau pasangannya berarti itu artinya cinta, 'kan?
Itu juga yang dilakukan orang tua Sakura pada kakaknya dulu, yang membebaskan kakaknya melakukan apa pun yang ia mau. Namun, Sasuke beberapa kali masih sering menegur Sakura atau menceramahi Sakura. Bahkan tidak selalu permintaan Sakura ia kabulkan dengan cuma-cuma. Jadi, sebenarnya perasaan Sasuke itu bagaimana?
Sakura sangat ragu untuk menanyakan hal ini, tapi ia sangat ingin tahu perasaan Sasuke padanya. Jujur saja kalau Sasuke menolaknya juga, hatinya belum siap. Sakura benar-benar dilema.
"Kelihatannya, kau ingin mengatakan sesuatu," celetuk Sasuke, membuat Sakura mendadak gugup, karena memang ia ingin menanyakan sesuatu.
"Err ... itu ... Sa-sasuke, apakah kau me-menyukaiku?" ucap Sakura terbata-bata sambil mengejapkan matanya erat. Ia tidak siap mendengar jawaban atau ekspresi Sasuke.
Setelah beberapa lama, Sakura tak kunjung mendapat jawaban berarti dari Sasuke. Baru saja ia akan membuka mata untuk melihat wajah Sasuke, ia mendapati laki-laki itu menutup mulutnya karena manahan tawa. Sakura yang menyaksikan hal itu membuka matanya paksa dan menatap Sasuke geram. Memangnya ia sedang bercanda?
"Kenapa kau tertawa? Hah?!"
"Ha-habisnya, kau menanyakan hal itu sambil malu-malu, seperti bukan dirimu saja. Kau 'kan sering mengatakan hal itu padaku. Aku sudah kebal sekarang," ujar Sasuke dengan senyum jahilnya.
Sakura mengingat kembali ucapan Sasuke tentang dirinya yang sering mengatakan hal itu. Kalau dipikir-pikir benar juga, ia sering mengatakan itu pada Sasuke dulu. Tapi tidak ada perasaan berarti dibaliknya, ia hanya spontan mengatakan hal itu tanpa bermaksud macam-macam.
Sekarang ia bersungguh-sungguh mengatakan hal itu, dan reaksi Sasuke malah mencemoohnya. Bagaimana ia bisa meyakinkan Sasuke?
"Sasuke! Aku serius! Aku menanyakan hal itu karena aku bersungguh-sungguh. Oke, aku yang akan jujur terlebih dahulu. Aku menyukaimu! Bukan sebagai penyelamatku, tapi perasaan seorang perempuan pada laki-laki yang disukainya," ucap Sakura dengan satu tarikan napas.
Sasuke yang mendengar kejujuran itu mendadak terdiam, ia tidak menyangka Sakura si gadis ingusan ini menyatakan perasaannya pada Sasuke. Apa yang harus Sasuke katakan?
Tangan Sasuke akhirnya berani untuk meraih jari Sakura yang bertautan di atas meja. Sakura tentu saja mendadak salah tingkah mendapat perlakuan seperti itu. Belum lagi senyum tipis Sasuke yang perlahan merekah begitu kedua mata mereka berserobok. Apakah ini artinya Sasuke ...
"Aku tidak menyukaimu, Sakura," ujarnya dengan senyuman yang perlahan membuat hati Sakura hancur berkeping-keping. "Kau ini masih kecil, kau belum mengerti arti cinta sesungguhnya," lanjut Sasuke mengacak-acak rambut Sakura.
Tanpa banyak bicara, Sakura berlari ke luar restoran yang membuat Sasuke panik. Ia mengejar Sakura keluar restoran, khawatir akan kehilangan jejak gadis itu. Namun, ternyata Sakura berlari menuju arah mobilnya sehingga membuat Sasuke menghela napas lega. Setidaknya Sakura tidak pergi kemana-mana.
Seperti yang ia duga, Sakura berdiri tepat di depan pintu mobil penumpang. Sasuke menghampirinya dengan santai, kemudian membuka kunci mobilnya. Begitu terdengar bunyi kunci terbuka, Sakura langsung masuk ke mobil dan menutupnya dengan keras.
Sasuke pun mengikuti Sakura masuk ke kursi pengemudi. Begitu duduk, ia menoleh ke arah Sakura yang sudah memalingkan wajahnya ke sisi jendela. Sasuke hanya tersenyum pasrah dan mulai menstarter mesin mobil. Ia rasa tidak ada gunanya mengajak Sakura berbicara saat ini, mungkin nanti saat keadaannya sudah membaik dan Sakura mau berbicara padanya lagi.
TBC.
Author Notes: Makasih yang udah baca sampai chap 6 XD juga buat yg udah kasih review, fav, dan follow cerita ini
