"Ready? One, Two, Three, ACTION!"

DUAGH!

Usai sebuah pukulan dilayangkan, gadis itu limbung dan ia jatuh terduduk di tanah. Seluruh tubuhnya masih bergetar ketakutan.

Manik hijau toskanya melirik takut-takut, dan mendapati punggung seorang laki-laki dengan rambut hitam, tengah menghajar pria asing itu.

"Hei, jangan kabur kau Pak Tua!"

Sasuke mendengus saat pria itu berhasil kabur, ia memilih tidak mengejarnya. Lantas ia segera menghampiri gadis yang masih tampak syok. Pelan ia menepuk pundaknya dan menatapnya cemas.

"Kamu baik-baik saja?" sang gadis tetap bergeming, "Bisa berdiri? Lebih baik kita pergi dari sini."

Masih tidak mendapatkan jawaban, Sasuke termenung sesaat. "Maaf," bisiknya kemudian, lalu dengan tiba-tiba menggendong gadis itu. Membuat Ino terbelalak, spontan mengalungkan kedua tangannya pada leher remaja asing itu.

Manik biru laut itu memerhatikan lekat-lekat, sebelum ia akhirnya mengangkat tangan, berseru lantang.

"CUT!"

Setelah mendengar aba-aba dari pria berbaju hitam, Sasuke lekas menurunkan Ino dari gendongannya. Keduanya membungkuk dalam, mengucapkan terima kasih untuk kerja keras keduanya.

"Kalian melakukannya dalam sekali take, tidak ada *NG. Kerja bagus, Sasuke-san, Ino-san." puji Naruto tulus, ketika mereka berdua menghampirinya.

"Terima kasih Naruto-san," Ino tersenyum cerah, sebelum maniknya mencari sosok yang seharusnya ada di dekat pria bermata biru. "Di mana Kakashi-san?"

"Dia pergi mengecek pembuatan filem di tempat lain," jawab Naruto sambil memberikan arahan pada beberapa kru untuk adegan berikutnya.

"Setelah ini adegan di taman, butuh persiapan sekitar tiga puluh menit. Sampai saat itu, kalian bisa beristirahat."

Sasuke dan Ino mengangguk paham, mereka berdua lalu berbalik pergi, hendak beristirahat. Namun pria bermata hitam yang menjadi pemeran utama pria, menarik lengan sang gadis, dengan suara rendah ia bertanya.

"Apa masker hitam menjadi ciri khas dari tim produksi Hatake-san? Sutradara dan Asistennya sama-sama menutupi wajah mereka."

Ino menoleh ke belakang, melihat Uzumaki Naruto sang Asisten Sutradara sedang berbicara dengan salah satu kru. Dengan celana pendek selutut berwarna biru dongker, kaos over size lengan pendek berwarna hitam seperti masker dan topinya. Meski cuaca saat ini sangat panas, ia tidak melepaskan masker hitamnya barang sedetikpun.

"Entahlah, tetapi di tim produksi ini, memang hanya Naruto-san dan Kakashi-san yang selalu memakai masker." ujar Ino sambil mengedik bahu, ia kemudian kembali melangkah, ingin cepat-cepat masuk ke dalam mobil untuk berteduh.

Para kru sibuk mempersiapkan lokasi untuk syuting adegan berikutnya. Mereka merapikan taman, mengatur alat-alat berat, sampai pencahayaan, agar mendapatkan hasil maksimal. Adegan berikutnya yang mengambil latar senja, membuat mereka dikejar waktu. Jika terlambat, belum lagi harus melakukan re-take, maka besar kemungkinan mereka harus mengulang esok hari.

"Terima kasih untuk kerja kerasnya, Naruto-san."

Suara jernih dengan nada tegas itu terdengar dari balik punggungnya. Ia menoleh, bersitatap dengan sepasang rembulan teduh di depan. Naruto membungkuk singkat, menyapa kedatangan Manager Yamanaka Ino.

"Begitu juga dengan Anda, Hinata-san."

Hinata tersenyum lebar, ia lalu menyodorkan segelas es kopi yang dibelinya untuk anggota tim produksi. "Sepertinya pekerjaan kali ini, akan lebih banyak ditangani olehmu."

"Sepertinya, karena Kakashi-san juga memiliki projek filem lain." sahut Naruto sambil memegang es kopi pemberian Hinata. "Dia akan lebih sibuk mengurus pembuatan filem layar lebar yang akan dirilis tahun depan."

"Seperti yang diharapkan dari Sutradara terkenal," Hinata mangut-mangut, lalu melirik gelas kopi Naruto yang isinya masih utuh. "Apa Anda tidak suka es kopi?"

Mata biru laut itu mengerjap, menatap Hinata lalu ke gelas kopi, sebelum ia tersadar dan buru-buru membalikkan badan untuk menegak kopi sampai tandas. Setelah habis, Naruto menaruh gelas plastik kosong dan membungkuk singkat.

"Terima kasih untuk minumannya."

Ketika Naruto mengangkat kepala, ia mendapati raut dungu Hinata yang menatapnya tanpa berkedip. Ada raut kecewa yang terlihat sejenak, sebelum berubah menjadi tawa renyah.

"Padahal aku sudah sangat berharap bisa melihat wajahmu, tetapi kau malah balik badan!" Hinata terkekeh pelan, tidak menyangka rencana dadakan untuk melihat wajah si Asisten Sutradara gagal.

"Ah..., ha ha ha, tidak ada yang menarik dari wajahku, Hinata-san." ucap Naruto kikuk.

Wanita itu menyeringai tipis, memasang senyum jahil. "Kau membuatku semakin penasaran, Naruto-san. Aku suka pria misterius!"

"..." Hening menyelimuti, sebelum Naruto tertawa garing, menambah suasana menjadi lebih canggung.

"Oi, Naruto! persiapan sudah selesai. Kita bisa mulai syuting!" seorang pria berambut coklat berseru di kejauhan.

Hinata lebih dulu merespon, "Aku akan memanggil Ino di mobil Van, sampai nanti."

"Ah! i-iya, sampai nanti!"

Mata biru dibalik topi hitam itu memerhatikan punggung Hinata yang melangkah pergi. Tak lama, Inuzuka Kiba, salah satu staff menghampiri Naruto. Matanya sempat melihat sang gadis sebelum menepuk pundak sang pria, menyadarkan rekan kerjanya dari lamunan.

"Hei! kau dengar tidak?"

Kepala itu menoleh perlahan, sudut matanya memicing tajam, membuat Kiba berubah kikuk. Tidak mengerti mengapa tiba-tiba ia diberikan tatapan mematikan. Naruto menghela napas pendek, menepuk tangan Kiba di bahunya.

"Terima kasih, kau datang tepat waktu." kata Naruto pelan, "Hampir saja aku membunuh diriku sendiri."

Kiba mengerutkan alis, makin gagal paham dengan sikap Naruto. "Apa maksudmu?"

Naruto tidak menjawab, ia memilih pergi meninggalkan Kiba. Kaki jenjangnya melangkah menuju lokasi syuting, namun pikirannya melayang jauh ke arah lain. Sang pria mengumpat dalam hati, menyesali kebodohannya.

...

"Sampai jumpa besok, hati-hati di jalan!" para anggota staff memberi sapaan ketika Ino dan rombongannya akan pulang meninggalkan lokasi.

Mendapati Hinata akan segera pergi, pria bermata biru itu menaruh asal naskah di tangannya. Ia bergegas melangkah, hendak menghampiri wanita bermata bulan itu. Ia tidak ingin kecanggungan yang terjadi membuat mereka berdua menjauh, ketika jarak bahkan sesentipun belum jua mendekat.

"Hi-Hinata-san!"

Seruan Naruto tidak hanya membuat Hinata menoleh. Para aktris bersama manajer mereka ikut berbalik. Menatap pria jangkung berkulit madu yang berdiri canggung, dan terdiam lama. Kening sang gadis mengerut, ia lalu melangkah menghampiri.

"Ada apa Naruto-san?"

Kedua pasang mata berbeda warna itu saling tatap, dengan dua asa berbeda. Mata rembulan yang menatap lurus, tegas, tak goyah, sementara lawannya mulai bergerak gelisah. Pada akhirnya, Naruto menunduk, menarik ujung topi hitam hingga menutupi mata.

"Maaf, tidak jadi."

Punggung itu berbalik, bersama kaki jenjang bertalu cepat, meninggalkan Hinata. Sang gadis ikut terdiam, mata peraknya mengerjap beberapa kali, sebelum mengikuti punggung berkaos hitam.

Hinata memiringkan kepala, "Apa? i-ini maksudnya gimana, ya?" ia menoleh ke belakang, menatap Ino yang malah mengangkat bahu. Sang gadis menggelengkan kepala, sebelum ia kembali melangkah menuju mobil van.

Sementara itu, Naruto yang sudah menjauh memegang ujung topi hingga buku jarinya memutih. Ia menghela napas pelan, jantungnya berdebar kencang.

"Rasanya seperti mau mati," dengusnya sambil mengelus dada.

.

.

.

Continue...
AN/ siapa yang pernah salting di depan doi