Disclaimer : Gege Akutami

A Fanfiction by Noisseggra

Pair : Gojo X Sukuna

Genre : Romance, Drama

Warning : YAOI, BL, SHOUNEN AI, RATED M, AU (Alternate Universe), maybe typo (s), probably OOC,

You have been warned !

Fanfic ini ditulis untuk kepuasan pribadi, jadi serah aing mau nulis apa :"V

.

.

#makasih banyak buat yang udah nyempetin review :

- Nazwa26 : uwooh makasih banyaaakkk ^O^ semoga suka ya. Makasih banyak juga buat read reviewnya~

- Guess : samaaaaa x'D atau mungkin bakal pingsan di tempat wkwkwkwk btw makasih banyak udah mampir ya ^o^ makasih juga read reviewnyaa

Buat emilia chika, Micha kun07, bubblevanilla, dibales lewat PM ya ^o^

.

.

Heartbreak Night

.

.

" 38,5 derajat Celsius," dokter membaca angka yang tertera di thermometer. "Demamnya tinggi, dia juga tak sadarkan diri, apa tidak sebaiknya dibawa ke rumah sakit saja?"

Megumi menggeleng. Dokter menatap khawatir, tapi pihak keluarga tak mengizinkan, dia bisa apa? Ia lalu memasang infus di tangan Gojo. "Ini saya pasang untuk jaga-jaga supaya ia tak kekurangan cairan kalau tetap tidak sadarkan diri sampai malam. Tapi jika sudah sadar nanti, sebisa mungkin suruh ia banyak minum, berikan makanan yang mudah dicerna juga," si dokter mengambil beberapa lembaran obat dari tas nya. "Pastikan juga dia meminum ini. Saya sudah tuliskan aturan minumnya. Kalau keadaannya tak membaik sampai besok, tolong pertimbangkan untuk membawanya ke rumah sakit."

"Baik, terima kasih banyak," jawab Megumi lalu mengantar kepergian dokter itu.

"Na Megumi, kenapa tidak dibawa ke rumah sakit saja," ucap Yuuji khawatir.

"Sensei benci rumah sakit," jawab Megumi.

"Dia mau benci atau apa seharusnya tak bisa memilih kan kalau keadaannya begini," Sukuna menimpali.

"Keadaannya hanya akan memburuk kalau pergi ke rumah sakit," Megumi bersikeras.

"Huh, logika macam apa itu?!"

"Tch! Sudahlah," Megumi tak ingin berdebat. Ia memasuki kamar Gojo untuk mengganti kompres, setelahnya ia memberesi pakaian olahraga Gojo. Saat ini baju Gojo sudah diganti jadi pakaian longgar oleh Sukuna. "Yuuji, jaga sensei sebentar ya, aku mau mengganti kantung air panas nya," Megumi mengambil kantung air panas di kaki Gojo.

"Iya, serahkan padaku," ucap Yuuji.

Megumi pun membawa kantung itu ke kamar mandi, membuang isinya yang sudah dingin.

"Megumi," panggil Sukuna, berdiri bersandar di pintu kamar mandi. "Aku ingin bicara."

"…" Megumi tak menjawab. Ia mengisi kantung itu dengan air panas, dicampur sedikit air dingin supaya bisa langsung ditempelkan ke kaki Gojo. "Ya," ucap Megumi sambil melewati badan Sukuna. Setelah memastikan Gojo baik-baik saja, Megumi menuju ruang perapian diikuti Yuuji dan Sukuna, pintu kamar sengaja tetap dibuka supaya bisa melihat keadaan Gojo.

"Ini hanya perasaanku saja, tapi…" Sukuna memulai pembicaraan. "…Gojo bisa melihat sesuatu yang bukan dari dunia ini?"

Mata Yuuji terbelalak. "Eh…?"

"…" Megumi tak menjawab, tapi ia mengangguk membenarkan.

"H-huh, sesuatu bukan dari dunia ini?" Yuuji masih dengan keterkejutannya. "Seperti hantu, arwah…semacam itu…?"

"Sensei tak pernah menceritakannya pada siapapun karena pasti tak ada yang percaya, apalagi di zaman yang sudah seperti ini," ucap Megumi.

"Ja~ jadi sebenarnya dia bukan takut gelap, tapi takut dengan apa yang dilihatnya di kegelapan?" Yuuji masih setengah tidak percaya.

"Mungkin, tapi dia memang punya trauma terhadap tempat gelap," jawab Megumi. "Malam itu saat kita berangkat dan melewati jalur lingkar, kau ingat batang kayu yang menjatuhi atap mobil kan? Mungkin bagi kita adalah batang kayu, tapi aku tidak tahu apa sebenarnya yang sensei lihat."

"Kau yakin dia bukan parno saja?" Tanya Sukuna.

Megumi menggeleng. "Waktu itu kau juga sadar music player nya rusak kan, padahal sebelumnya baik-baik saja. Setelah kejadian batang kayu itu juga music player nya kembali normal," jelas Megumi. "Aku memang tidak bisa melihat seperti sensei, tapi setelah lama bersamanya, aku menyadari kalau terkadang hal-hal seperti itu ada tanda-tandanya. Waktu di goa juga, kemarin malam sensei menanyakan apa headlamp nya mati kan? Aku hanya sempat melihat headlamp nya berkedip beberapa kali, setelah itu menyala normal. Tapi sensei tetap mematung seperti itu, kurasa dia mengalami sesuatu yang tak bisa kita lihat."

"Hng, jadi itu maksud orang tua itu ya," Sukuna menopang wajahnya.

"Orang tua?'

"Waktu di kuil, nenek penjaga kuil mengatakan Satoru memiliki mata yang bagus, dan bilang sesuatu seperti Satoru tidak boleh membenci matanya, juga supaya ia tak takut lagi. Satoru menjawab katanya ia hanya tak bisa terbiasa dengan mata itu. Kurasa setelah mendengar semua ini darimu, percakapan mereka jadi masuk akal."

"Astaga, aku masih tidak percaya," Yuuji duduk bersandar di sandaran sofa sambil megusap wajahnya sampai kepala.

"Jadi, alasanmu tak mau membawanya ke rumah sakit juga ada hubungannya dengan ini?" tambah Sukuna.

Megumi mengangguk. "Sensei bilang di rumah sakit ada banyak sekali hal yang bisa ia lihat. Pastinya karena rumah sakit dekat sekali dengan kematian, kesakitan, energy negative, hal-hal semacam itu. Dia pernah bilang kalau bukan hal yang mengancam nyawa, sebisa mungkin dia tidak mau masuk rumah sakit untuk dirawat," Megumi ganti menatap Sukuna. "Lalu tadi, apa yang terjadi saat kalian jogging?"

"…entahlah, aku terlambat bangun, dan melihat Satoru sedang pemanasan di luar. Aku cepat-cepat ganti baju, cuci muka, lalu mengikutinya yang sudah jauh di depan. Aku memanggilnya beberapa kali tapi ia tak menoleh, jadi aku terus mengikutinya. Ia menaiki tangga menuju kuil. Aku sempat heran untuk apa dia ke sana, tangga nya sudah tampak rusak, bahkan hampir tak terlihat karena tertutup rerumputan. Aku ikut naik, aku mendengar dia seperti sedang mengobrol, tapi begitu sampai atas, aku hanya melihatnya sendirian saja, duduk di depan kuil yang sudah lapuk. Saat aku memanggil dan menanyakan dia sedang apa sendirian di sana, ia mulai ketakutan menatap ke arah samping. Setelah itu aku menyeretnya kembali, dan tiba-tiba saja sudah jam 2 siang saat kami tiba di cottage," jelas Sukuna.

"Itu…jangan-jangan kemarin…" ucap Yuuji.

"Ya, mungkin saja kemarin Satoru juga mengalami hal yang sama, hanya saja dia belum sadar dengan apa yang ditemuinya hari itu."

"Astaga," Yuuji mengusap wajahnya sekali lagi. "Tunggu-tunggu, jangan-jangan malam itu juga, di air terjun. Itu loh, saat dia makan dia sempat melamun lalu tersenyum sendiri."

Megumi mengangguk. "Kemungkinan ia melihat sesuatu. Makanya aku sengaja mendorong siku nya supaya ia kehilangan keseimbangan dan segera mengalihkan pandangan."

"Geez, mattaku," Sukuna menatap datar ke arah Gojo yang masih belum sadarkan diri.

"Yeah, tapi kalau sampai besok dia masih belum sadar kurasa kita bawa ke rumah sakit saja," Megumi memutuskan. Yuuji dan Sukuna mengangguk setuju.

.

Malam sudah larut, Sukuna baru saja selesai mengganti kompres Gojo saat Megumi masuk ke kamar yang memang sengaja tak ditutup pintunya.

"Kalau kau lelah bisa gantian jaga denganku, Sukuna-san," ucap Megumi.

"Santai saja. Kau tidurlah. Nanti kubangunkan kalau ada apa-apa," balas Sukuna.

"…kau, tidur di mana?"

"Gampang, di sofa bisa. Di samping Satoru juga masih luas ini."

"…" tak membalas lagi, Megumi meninggalkan kamar itu.

Sukuna membiarkan lampu utama kamar tetap menyala, tak menggunakan lampu tidur. Takutnya kalau Gojo bangun nanti dia akan panik kalau suasananya gelap. Karena lelah, Sukuna pun memutuskan untuk berbaring di samping Gojo, tangannya sengaja menggenggam tangan Gojo dengan erat. Meski awalnya kesulitan, pada akhirnya Sukuna bisa tertidur juga.

.

"Mnn…" Sukuna terbangun karena merasa gerah. Saat membuka mata, ia mendapati Gojo berbaring di pelukannya. "Satoru kau sudah sadar?" Tanya Sukuna dengan suara sedikit serak.

"Hmm," Gojo hanya menggumam sebagai jawaban, tangannya tertekuk di dada Sukuna seolah minta dipeluk, Sukuna pun memeluk tubuhnya meski ia merasa gerah.

"Kau mau minum? Kau lapar?" Tanya Sukuna.

Gojo menggeleng.

"Ah, tapi dokter bilang harus memberimu minum yang banyak," Sukuna berniat bangun tapi Gojo mencegahnya.

"Jangan pergi," ucap Gojo bahkan tanpa menggerakkan tubuhnya sedikitpun, tetap meringkuk di pelukan Sukuna.

Sukuna akhirnya menurut, ia memeluk Gojo erat, rasa kantuknya kembali muncul karena baru tidur sebentar. Sebelum kesadarannya menghilang ia mendengar Gojo berucap lirih.

"Suguru, aku sudah dengar ceritamu. Jadi pergilah."

Sukuna tak tahu Gojo berbicara dengan siapa, ia juga tak menanyakan itu karena setelahnya ia terlelap.

.

"Fuaaahh pegal nyaaa," Gojo merenggangkan otot-otot tangannya.

Yuuji menatap cengok keesokan paginya. Gojo sudah bisa bangun, ia bahkan terlihat segar seolah tak pernah sakit sama sekali. "Se-sensei, kau baik-baik saja?" Tanya Yuuji.

"Yuuji, ohayou," ia menyapa dengan senyum lebar.

"U-umm, ohayou," balas Yuuji kaku.

"Sensei kau sudah bangun," Megumi menghampiri. "Karada wa?" ia menempelkan punggung tangan ke dahi Gojo, suhunya normal.

"Aku baik-baik saja. Hanya sedikit pegal," Gojo menggerak-gerakkan lehernya.

"Hng…ng…?" Sukuna tampak baru menggeliat bangun.

"Geez Nii-san, kenapa malah kau yang baru bangun," kesal Yuuji. "Harusnya kau yang jaga Sensei."

"Huh," Sukuna menatap ngantuk ke arah Gojo. Berkedip beberapa kali. "Kau masih hidup," Tanya Sukuna.

"Ah, kau ngaco deh," Yuuji menghampiri, menarik Sukuna bangun dari ranjang supaya kesadarannya terkumpul.

"Ayo siap-siap, kita lanjut liburan," ucap Gojo bersemangat.

"Hng…oh ya Satoru," panggil Sukuna sebelum Gojo keluar kamar. "Suguru siapa?"

"…mungkin kau masih terbawa mimpi," jawab Gojo.

"Ooh, ya, kurasa," Sukuna hanya mengucek matanya lalu menguap.

.

~OoooOoooO~

.

"Memangnya kita mau liburan kemana lagi?" Tanya Sukuna sambil memasang sabuk pengaman, kali ini dia yang menyetir, takutnya Gojo belum terlalu vit.

"Kesini bagaimana? Kalian mau?" Gojo menunjukkan layar tab pada Yuuji dan Megumi di kursi belakang.

"Wooah aquarium, mau mau," ucap Yuuji bersemangat.

"Huh? Memangnya referensi buku mu sudah selesai? Ini kayak liburan biasa," ucap Megumi.

"Heheh tenang saja. aku sudah mendapatkan garis besar yang ingin kutulis."

"Aquarium mana sih?" Sukuna menelengkan kepala karena tadi tab Gojo menghadap ke Yuuji dan Megumi, bukan ke arahnya.

"Nih," Gojo memberikan tab, membiarkan Sukuna melihat sementara ia mengatur GPS di dashboard.

"H-huh, nggak ada yang lain kah? ke tempat lain saja," tiba-tiba wajah Sukuna memerah.

"Eh ada apa nih, ada apa," Yuuji jadi kepo.

"Aquarium terbesar di kota ini, dan arsitek nya adalah Ryoumen Sukuna-sama," jawab Gojo dengan nada jahil.

"Woaaahhhh," Yuuji dan Megumi ikutan bersemangat. "Mau, mau ke sana," tambah Yuuji. Sukuna pun tak bisa menolak lagi meski wajahnya masih memerah.

.

Sekitar 30 menit berkendara mereka tiba di aquarium raksasa itu. Tempatnya benar-benar megah, tulisan Ocean Park raksasa terpajang di bagian depan gedung.

"Woaaah," Yuuji menatap dengan tatapan bling bling.

"Kan sama saja dengan aquarium lain. Kau terlalu bersemangat," ucap Sukuna.

"Tapi mengetahui tempat sebesar ini dirancang oleh Nii-san ku sendiri entah kenapa rasanya beda," cengir Yuuji. "Foto dong, foto yuk," Yuuji menoleh ke arah Gojo.

"Ya, tentu saja," Gojo pun mengeluarkan tripod dari tas panjang di punggungnya, lalu memasang kamera di tripod itu supaya mereka berempat bisa berfoto bersama. "Kita beri judul foto ini aquarium dan arsiteknya," ucap Gojo sembari berjalan ke sebelah Megumi setelah mengatur timer camera.

"Haha judulnya biasa banget," komentar Yuuji. "Cheeezzze," mereka pun ber pose setelah mendengar bunyi bip pelan. Setelah mengambil beberapa jepretan, mereka pun mengantri untuk membeli tiket masuk.

"Nii-san kan kau arsiteknya, nggak bisa lakukan sesuatu dengan antrian ini?" ucap Yuuji.

"Aku Cuma arsitek, setelah pembangunan selesai mana ada hubungannya lagi dengan tempat ini," kesal Sukuna. Sementara Gojo dan Megumi di belakang mereka anteng sambil melihat-lihat hasil foto barusan.

"Ini bagus, mungkin nanti cetak salah satu untuk dipajang," ucap Gojo.

"…" tanpa sadar Megumi tersenyum tipis. "Seperti foto keluarga."

"…" mau tak mau Gojo balas tersenyum menatap ekspresi Megumi. Ia mengacak rambut Megumi lalu memeluknya sesaat.

Setelah berhasil mendapatkan tiket di antrian panjang itu, mereka bergegas memasuki aquarium karena di luar sangat panas. Mereka sama-sama menghela nafas panjang saat akhirnya merasakan sejuknya pendingin ruangan. Mereka mulai menyusuri ruang-ruang di aquarium itu, melihat ikan-ikan yang berenang santai di dalam tangki.

"Sensei sensei, mau foto berdua sama sensei dong," Yuuji menarik ujung baju Gojo.

"Yuuuuji~" Gojo berbunga-bunga mendengar permintaan itu.

"Bisa gendong aku di pundak nggak, sensei kan tinggi. Itu tuh, sebentar lagi ikan besar itu lewat tapi sepertinya bakalan agak tinggi, ingin pose seperti menyentuhnya."

"Kau masih anak TK kah?" sweatdrop Megumi.

"Urusai," manyun Yuuji.

"Boleh saja," ucap Gojo.

"Hahahah memangnya kau kuat," cibir Sukuna sambil menunjuk-nunjuk Gojo.

Gojo balas menyeringai. "Menggendongmu aku juga kuat loh, mau coba naik ke pundakku?"

Skakmat, wajah Sukuna langsung memerah mengingat hal yang tidak-tidak, seperti posisi mereka saat sex, atau saat Gojo menggendongnya dengan mudah tanpa melepas—…aaah cukup! Sukuna menggeleng keras untuk membuyarkan bayangan itu dari kepalanya.

Gojo berjongkok supaya Yuuji bisa naik ke pundaknya, ia juga bisa berdiri dengan mudah meskipun menggendong Yuuji di pundak. Sukuna memegang kamera.

"Nii-san foto yang bagus loh. Ah itu itu, ikannya datang, siap-siap," rewel Yuuji. Ia dengan tak sabar menunggu ikan besar yang berenang pelan itu mendekat, lalu menaikkan kedua tangannya sambil berpose. "Cheesee," ucapnya.

Sukuna sengaja menekan tombol shutter berkali-kali, biar Yuuji puas memilih mana yang bagus nanti. Setelah merasa cukup, Yuuji turun dari pundak Gojo, bergegas menghampiri Sukuna untuk melihat hasil foto nya.

"Wahaha yang ini seperti aku sedang memegang siripnya," tawa Yuuji puas. "Megumi kau nggak foto berdua sama Sensei? Biar seperti ayah dan anak."

"H-Huh…!"

"Uwaahh mau dong mauuu," giliran Gojo yang bersemangat.

"I-itu…" Megumi masih ragu tapi Yuuji sudah mendorongnya ke arah Gojo. "Tapi aku nggak mau naik ke pundak!" omel Megumi dengan wajah memerah.

"Chee," manyun Gojo. Akhirnya ia memilih pose dengan memeluk Megumi dari belakang, ia bisa meletakkan dagu nya di kepala Megumi karena tinggi badannya itu.

"Hehe foto yang bagus," komentar Yuuji melihat hasil jepretan Sukuna.

Saat Megumi berjalan menghampiri Yuuji dan Sukuna, beberapa cewek menghampiri Gojo. "Apa kami boleh foto bersama juga?"

"He," Gojo sweatdrop, Megumi juga. Sukuna Cuma cengok, sementara Yuuji menatap iri. Mungkin karena tadi Gojo berfoto bergantian bersama Yuuji lalu Megumi, dikiranya dia model atau apa yang memang sedang berfoto bersama fans nya.

"Aku juga mau, aku mau," hanya dalam beberapa detik saja sudah terbentuk kerumunan yang meminta foto bersama Gojo. Mau tak mau Gojo melayani mereka karena tak bisa kabur, sementara Sukuna dan yang lain duduk menonton Gojo seperti sedang menonton opera sabun.

"Aku hampir bosan melihat dia sesalu dikerubuti begini," ucap Sukuna lalu menguap.

"Ya, mungkin ia harus mulai mempertimbangkan memakai masker kemanapun dia pergi," jawab Megumi.

"Iri banget, aku juga mau jadi popular," ucap Yuuji yang lalu mendapat cubitan di pipi oleh Megumi.

Untuk beberapa saat mereka duduk diam menatap kerumunan itu, mata Sukuna melihat setiap pergerakan tangan para wanita itu menyentuh Gojo, berusaha memeluknya. Ia bahkan sempat melihat ada yang berusaha menyentuh area private Gojo dengan memanfaatkan kerumunan yang ada, meski dengan sigap Gojo menampik tangannya berpura-pura kalau ia juga tak sengaja.

"Fuyukai da," tanpa sadar kata itu terucap lirih dari bibir Sukuna. Padahal seharusnya hanya dia yang menyentuh Gojo, memeluknya, menyusuri setiap bagian private nya.

Gasp…!

Sukuna segera tersadar saat pemikiran itu memasuki kepalanya. Matanya memicing. Memangnya dia siapa? Hubungannya dengan Gojo juga bukan sesuatu yang istimewa. Gojo bukan kekasihnya, bahkan rasa suka pun tak mendasari hubungan mereka, hanya saling memuaskan satu sama lain. Apa haknya untuk cemburu pada wanita-wanita itu?

"Fuaah akhirnya bebas juga," ucap Gojo menghampiri mereka. "Kenapa kalian tidak menarikku pergi saja sih."

"Kami capek jadi sambil istirahat saja sekalian menunggumu," jawab Megumi.

"Gaah, kau pikir aku tidak capek!"

"Sensei, kasih tips dong biar popular," Yuuji masih berkutat dengan itu.

"Yuuji, kau sudah popular kok, pasti banyak sekali yang menyukaimu."

"Sou~"

"Ya sudah, ayo jalan lagi," Megumi bangkit.

"Chotto, aku juga lelah," protes Gojo, tapi tak ada yang memedulikannya dan mereka pun melanjutkan keliling aquarium.

"Eh, nonton ini yuk," ucap Yuuji saat mereka melewati bagian cinema. Biasanya tempat seperti itu menayangkan hal-hal mengenai ekosistem laut dan hewan-hewan di dalamnya. "Sekalian biar sensei istirahat juga."

"Tapi sensei nggak bisa nonton bioskop, ruangannya terlalu gelap," ucap Megumi.

"Eeehh?" Yuuji kaget sendiri.

"Tapi kalo di sini tempatnya tidak gelap total," Sukuna menjelaskan. "Memakai penerangan berwarna biru redup. Memang tetap gelap sih, tapi bukannya kau bisa menolelir lampu redup kamar? Kurang lebih seperti itu, hanya saja lebih redup karena warna biru."

"Sasuga arsitek-san," cengir Gojo.

"Uruse!" kesal Sukuna karena digoda terus. Akhirnya mereka pun jadi nonton. Gojo meneguk ludah berat dan memutuskan untuk duduk di kursi paling belakang.

"Eh, padahal masih ada beberapa kursi di tengah dan depan," ucap Yuuji.

"Aku mau tempat yang paling dekat dengan pintu keluar," sweatdrop Gojo. "Barangkali nanti aku mau kabur."

"Kalau kau mau di depan silahkan saja," ucap Sukuna. "Biar aku yang menemani Satoru."

"Baiklah," Yuuji mengajak Megumi duduk di kursi bagian tengah yang masih kosong, Gojo dan Sukuna duduk di deretan paling belakang yang kosong melompong. Mana ada yang mau nonton terlalu jauh dari layar, seperti menonton di layar laptop dengan proyektor.

Tak berapa lama lampu utama dimatkan karena tayangannya akan mulai. Ruangan itu cukup gelap, tapi masih bisa terlihat dengan cahaya biru redup.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Sukuna.

"Yeah, tidak seburuk yang kubayangkan, kurasa aku bisa," balas Gojo.

Sukuna menopang dagu menatap ke arah Gojo. "Kau…betulan sudah sembuh? Demam mu. Aneh sekali langsung lenyap padahal sebelumnya kau demam tinggi sampai tak sadarkan diri."

"Ya, kadang memang begitu kok," ucap Gojo santai.

"Aku sudah dengar dari Megumi soal kau yang bisa melihat sesuatu. Apa demammu kemarin ada hubungannya dengan apa yang kau lihat di kuil itu?"

"Ya, kurang lebih."

"Memangnya apa yang kau lihat? Sampai ketakutan begitu?"

"…" Gojo memilih tak menjawab, hanya tersenyum.

Sukuna menghela nafas lelah, ia melepas jaketnya. "Gabut," ucapnya lalu menurunkan kepalanya ke selangkangan Gojo, menggunakan jaket tadi untuk menutupi apa yang akan ia lakukan di sana.

"Huh! Mentang-mentang kau gabut kau boleh melakuan sesukamu?" omel Gojo saat Sukuna mulai membuka sabuk celananya. "Kau ini kelewat random," Gojo berusaha menyingkirkan tangan Sukuna tapi Sukuna menampiknya kasar.

"Berisik. Kau juga pasti nanti akan keenakan," Sukuna menarik turun boxer Gojo.

"Ya normal dong! Mana ada cowok yang—…ungh…" Gojo menghentikan ucapan saat Sukuna mulai menjilati penis nya yang masih tertidur.

"Konsentrasi, kalau kau belum keluar sampai film nya selesai kau juga yang repot."

"Khh…kau ini—…"

"Mnh…" Sukuna menjilati batang kejantanan Gojo, jarinya menekan-nekan pelan ujung kejantanannya. Sekilas kembali terbayang saat wanita itu mencoba menyentuh bagian private Gojo, rasanya Sukuna marah entah mengapa. Ia beralih posisi, kini berlutut di hadapan Gojo supaya ia bisa memainkan miliknya sendiri. Ia mengeluarkan kejantanannya itu yang sudah tegak hanya karena menjilat penis Gojo, mengocoknya dengan satu tangan. Satu tangan ia gunakan untuk memainkan penis Gojo yang sudah tegak sempurna.

Ia merasakan panas benda itu, wajahnya memerah menatap penis Gojo, begitu besar, begitu keras. Ia menjilat penis itu, menikmati rasanya. Ia menjilat lubang kecil di kepala penis Gojo untuk beberapa saat sebelum memasukkan penis itu ke mulutnya. Tangan Sukuna mengocok batang kejantanan Gojo yang tak bisa muat masuk ke mulut.

"Hngk…omnh…" Sukuna menikmati rongga mulutnya dipenuhi benda keras itu.

"Hoi hoi, jangan memasang wajah seperti penis ku sangat enak dong," seringai Gojo, ia mengusap rambut Sukuna yang jatuh ke dahi.

"Ukhuhai (urusai)," ucap Sukuna dengan penis Gojo di mulut.

"Jangan bicara dengan benda itu di mulutmu," protes Gojo merasakan getaran aneh saat Sukuna melakukannya.

Sukuna menyeringai. "Khefrtinya khau menyhukkhai ikhu (sepertinya kau menyukai itu," goda Sukuna.

"Nhh…ahh," Gojo meremas kepala Sukuna, dengan kasar ia mendorong hingga kejantanannya masuk semua. Ia mendengar Sukuna tersedak tapi ia tak peduli, dengan tak sabar ia menggerakkan kepala Sukuna maju mundur. "Hng…a—…ahh…ahh," ia mencengkeram erat saat akhirnya ia tak tahan, menumpahkan cairan sperma di mulut Sukuna. Ia tak melepaskan kepala Sukuna karena masih menuntaskan ejakulasi, tentu saja membuat Sukuna terpaksa menelan semua cairannya.

"Umph…ohok…" setelah cengkeraman Gojo mengendor barulah Sukuna melepaskan diri, ia terbatuk dengan sisa sperma masih mengalir dari bibirnya. Gojo terengah kecil menatap Sukuna, ia menyeringai saat melihat penis Sukuna yang sudah belepotan cairan sperma nya sendiri, sebagian sperma membasahi lantai, tapi ia melihat tangan Sukuna tak basah oleh sperma, ia ingat tadi Sukuna mencengkeram lututnya erat saat Gojo menariknya untuk fellatio.

"Hee, kau bisa klimaks tanpa disentuh Sukuna-chan," Gojo menarik dagu Sukuna yang masih terengah. "Apa kejantananku senikmat itu?"

"Urusai," Sukuna menampik tangan Gojo lalu mengusap sisa sperma di bibirnya dengan punggung tangan. Sukuna membenahi celananya yang berantakan lalu kembali memakai jaket dan duduk di samping Gojo, ia menyandarkan kepalanya ke pundak Gojo dengan nafas yang masih sedikit terengah. "Aku ingin melakukan sex," lirihnya.

Gojo hanya tersenyum menanggapinya.

.

.

.

~TBC~

Support me on Trakteer : Noisseggra