Dislcaimer :

Naruto Masashi Kishimoto

Highschool DxD Ichiei Ishibumi

Dan unsur-unsur lain dari anime, novel, game, buku, dll adalah milik creator mereka masing-masing, not me.

Warning : Bahasa, Tanda baca, Typo, Many Element from Anime, Novel, books, etc.


Arc II : Chaos in the Supranatural World I

.

.

.

.

.

Olympus

Zeus sedang duduk di tahtanya dengan wajah serius. Ia sedang menatap secarik kertas yang ada di tangannya. Rambut putihnya sedikit bergoyang terkena hembusan angin dari luar.

"Artemis, katakan padaku, apa kau sudah mengambil barangnya?"

Seorang gadis dengan rambut sama yang tengah berlutut dihadapannya mengangguk dengan pelan.

"Sudah, ayahku, presiden sudah menyerahkan bagian yang diberikan pada Hephaestus." Balas Artemis singkat. "Untuk saat ini hanya bagian milik Hephaestus saja yang diserahkan."

Zeus mengangguk. Bagian yang lainnya akan diserahkan begitu bagian yang pertama rampung dan perjanjian mereka mencapai pertukaran pertamanya.

"Sampai bisa menembus dunia paralel dan berhasil menemukan, dan membawa serpihan bagian kami yang lain kemari, lalu membuat perjanjian dengan para dewa seperti ini..." Zeus menatap kembali dokumennya.

"Tetapi, presiden Amerika itu sudah mengajukan tawarannya, sebagai ganti bagian dan sumber daya yang akan kita gunakan, mereka menuntut pertukaran teknologi." Ujar Zeus.

"Tapi, Ayah, itu akan sangat berbahaya bukan?"

"Tenang saja, meski aku sudah berjanji atas nama sungai styx, teknologi yang kumaksudkan tidak begitu jelas, aku tidak berniat membeberkan teknologi kita seluruhnya pada mereka."

Artemis mengangguk.

"Para parasit Aztec sialan itu sudah mulai bangkit, beberapa bulan lalu si mata surga mengalahkan Tezcatlipoca walau ia tidak sepenuhnya bangkit."

"Karenannya, untuk menghadapi mereka sekali lagi, kita harus kembali ke masa kejayaan kita, setidaknya aku." Ujar Zeus dengan suara berat.

"Kita pasti... semuanya demi membalaskan kematian Hera!! Demi Planet ini juga!!."

.

.

.

.

Naruto sedang berjalan membawa pulang sekantung plastik makanan dari supermarket terdekat.

"Huh?"

Ia lalu berhenti saat melihat sosok yang cukup ia ketahui. Seorang pria berambut pirang panjang yang tengah duduk di stan makanan KF—P.

"Presiden, sedang apa kau disini?" Ujar Naruto mendekat.

"Hooh, tentu saja menunggumu." Ujar pria itu. "Lagipula, aku bukan lagi presiden sejak sekian lama, aku hanya orang dibalik bayangan saja." Lanjutnya.

Naruto menggeser kursi di depan pria itu. Ia lalu memesan satu set hamburger dan kembali mengalihkan pandangannya pada pria itu.

"Funny Valentine, apa yang membawamu kemari?" Tanya Naruto.

"Terlalu to the point sekali, aku hanya kemari untuk urusan diplomasi dengan dewa Shinto saja." Balas Valentin meminum sodanya.

"Begitu, jadi Amerika telah menjalin aliansi dengan Olympus?" Tanya Naruto.

"Benar, siapa sangka Mount Olympus yang terkenal itu telah berpindah keatas Washington D.C, jadi sebagai orang dibalik Amerika, aku harus mengambil tindakan." Ujar Valentine.

"Tidak seperti kau saja yang paranoid." Balas Naruto.

"Tidak, akan kulakukan apapun untuk keamanan Amerika, setelah mengetahui keberadaan para dewa jatuh berbahaya itu, aku menyadari ancaman di benuaku benar-benar luas, Setelah memperoleh keabadian, dan membuat Amerika menjadi negara terkuat... ternyata ancaman yang datang malah dari dunia supranatural."

"Andai aku tidak memperoleh keabadian ini, Amerika akan jatuh, namun aku juga tidak bisa membiarkan negaraku terhenti berkembang dalam proses demokrasi mereka, jadi aku memilih menjadi pemimpin dibalik bayangan selama puluhan generasi." Ujar Valentine.

Ia lalu menatap Naruto. "Aku berhutang banyak padamu, mata surga, Naruto, kau membantuku dengan membereskan dewa-dewa jatuh itu." Ujar Valentine.

"Tidak, aku tidak akan melakukannya karenamu, aku hanya melalukannya karena mereka unneeded evil." Balas Naruto menerima bungkusan burgernya.

"Baiklah, kurasa aku harus pergi, sebaiknya kau berhati-hati saat berurusan dengan Dewa." Ujar Naruto berdiri dan melenggang pergi.

"Jangan khawatir, aku sudah mengurus dewa Olympus dengan sangat baik."

.

.

.

.

.

.

"Batu ini sangat dalam berada di bumi saat aku menemukannya secara tidak sengaja, seperti yang kau lihat, pada corak ungunya memeiliki lubang-lubang kecil dalam jumlah yang sangat banyak hingga hampir tidak terlihat."

Naruto mengangguk-angguk. "Lalu lubang-lubang itu membuat tetesan air terjebak dan sangat lambat dalam menguap maupun mengalir keluar, kesannya seperti menangis, karena itu disebut sebagai Crying Obsidian." Ujarnya.

Morax tersenyum kecil. "Aku tahu kau secara alami memiliki mata yang bagus."

"Selain itu, karena coraknya yang seperti api membara dan aspek 'menangisnya', batu ini di Underworld digunakan sebagai lambang jiwa yang tersiksa, batu yang dianggap sebagai perwujudan iblis yang mengkhianati bangsa atau tuan mereka."

"Hm... begitu, bahkan jika ini ditemukan oleh umat manusia, interpretasinya mungkin juga akan sama." Ujar Naruto.

"Mungkin saja, namun kau bisa rasakan kalau batu itu adalah katalis sihir dengan kualitas tinggi, tertinggi untuk Earth Magic, bahkan manusia dengan sihir rendahpun bisa menggunakannya." Ujar Morax

Naruto mengangguk. "Jadi, jika saja batu ini bisa diambil dengan mudah di masa lalu, kurasa peradaban sihir dengan basis Earth Magic akan terbentuk dan akan menyebar luas bahkan pada zaman modern seperti ini."

"Geez!! Aku tidak percaya ini! Mereka berdua sudah duduk disana sambil menatap batu dan membicarakannya seolah-olah batu itu mengandung rahasia alam semesta selama berjam-jam lamanya!!"

Ravel bergumam dari sudut lain ruangan. Ia sedang duduk di sofa dengan tumpukkan buku-bukunya. Naruto tiba-tiba menyuruhnya untuk membaca seluruh buku super tebal ini. Beruntung ia bukan gadis yang bodoh.

Ia baru kemarin lusa tinggal disini, awalnya ia cukup terkejut dengan kehadiran Morax, dan ditambah bahwa Naruto menjalani misi dari salah satu pemimpin tertinggi musuh rasnya.

Flashback

"Ini rumahku, maaf saja kalau tidak sebesar mansionmu." Ujar Naruto.

"Hum! Tidak apa-apa! M-meski aku tidak terbiasa tinggal di tempat seperti ini, i-ini tidak seperti aku tidak menyukainya!" Balas Ravel membawa dua buah koper besarnya.

"Tsundere huh? Aneh, waktu sadar dia langsung mengambil kedua kopernya yang sudah tertata rapi." Batin Naruto.

"K-kenapa menatapku?! Koper i-ini sudah disiapkan oleh Maidku! I-ini tidak seperti aku sudah merencanakannya!"

Naruto hanya tersenyum kecil. Ia lalu terhenti saat akan membuka kunci rumahnya karena menyadari sesuatu.

Ravel adalah Tsundere, biasanya dengan nada seperti itu, apa yang ia katakan adalah kebalikannya.

Lalu, mengubungkan dengan betapa mulusnya rencana mereka, otaknya sampai pada suatu kesimpulan.

"Sialan... Jangan-jangan, dari awal yang mengusulkan Lord Phenex untuk menemuiku adalah Ravel... Lalu ia mengatur agar pertarungan itu terjadi... Lalu menganalisa dari hobiku yang mengumpulkan barang langka bahkan dari pasar dunia bawah..."

"Gadis ini... Riser menari di tanganku, dan aku menari di tangannya, dia menipuku... mengatur supaya semua ini terjadi..." Batin Naruto facepalm dengan perempatan di pelipisnya.

"Kau memiliki pikiran yang tajam... hehehehe! Aku akan memberimu pelajaran... banyak sekali pelajaran!" Batin Naruto tersenyum keji.

"A-apa?? Hiii?!!!!"

Flashback End

Namun, hari ini ia sudah lebih terbiasa, terlebih ketika melihat keseharian yang terbilang normal untuk ukuran mereka ini.

Ting Tong!

Ravel hendak beranjak untuk membuka pintu, namun tiba-tiba pintu itu terdobrak dengan keras.

"Iblis!!"

Seorang gadis berambut biru dengan jubah serba putih berlari kearah Ravel dengan dan mengayunkan pedangnya.

"A-ap?!"

Bam!!

Sebuah pilar batu muncul diantara mereka berdua, merusak lantai dan hampir menghantam langit-langit.

Pedang gadis itu membentur pilar batu dan membuatnya sedikit terpukul mundur.

"Apa?!" Gadis itu terkejut saat menemukan aura iblis lainnya. Ia hendak kembali bergerak, namun ia segera mengurungkannya.

Di sekelilingnya, tombak-tombak batu keluar dari lantai dan hampir mencapai perutnya, hanya menunggu perintah dan mereka akan menusuknya.

"Ib—"

"Untuk berani menerobos masuk ke kediaman atasanmu, nyalimu boleh juga exorcist muda."

Gadis itu kembali bergetar saat suara tajam memasuki telinganya. Bilah tajam dan dingin menempel di punggunya.

Naruto berada disana. Ia menempelkan ujung dari Joyeuse pada punggung gadis itu.

Serius, seorang exorcist berani cari mati dengan mendobrak kediaman yang dihuni oleh 'atasannya' dan seorang ultimate class devil, veteran Great War itu sendiri.

"X-xenovia, apa yang kau lakukan?!"

Naruto menoleh kearah gadis berambut twintail yang terkejut di depan rumah mereka. Tanpa melepaskan pedangnya, ia bertanya.

"Temanmu?"

Gadis itu mengangguk dengan wajah kaget.

Naruto menghela nafas. Ia menurunkan pedangnya dan memandang kearah Morax.

Pria itu mengangguk dan menurunkan tangan kanannya yang sedari tadi terjulur. Pilar dan tombak-tombak batu tadi langsung hancur.

"A-apa yang sebenarnya terjadi?! Kenapa bisa ada dua iblis disini?!" Teriak gadis berambut biru itu berbalik kearah Naruto.

"Diam."

Naruto hanya menjawab singkat. Ia lalu berjalan dan berdiri dihadapan kedua Exorcist itu.

"Aku sudah membaca surat dari Michael-dono, karenanya, akulah yang akan mengambil alih kepemimpinan dan tanggung jawab atas keberadaan kalian selama di kota ini." Ujar Naruto memunculkan ketiga pasang sayapnya.

"Oo Tenshi-sama...!!!" Irina mengatupkan tangannya dengan mata berbinar menatap Naruto.

"L-lalu, k-kenapa bisa ada dua ekor iblis disini?!" Gadis biru itu, Xenovia kembali berteriak heran.

"Ini bukan urusan kalian, mereka berada dibawah perlindungan dan tanggung jawabku, aku adalah Black Joker dari Michael-dono, dan aku hanya akan menggunakan kekuatan itu untuk memenuhi tugas dari dia."

"Kalian dikirim kemari untuk menyelidiki perihal pecahan Excalibur, dan jika memungkinkan mengembalikannya, hanya itu yang harus kalian pahami." Balas Naruto.

"T-tapi, Iblis ini!"

"Kalian juga harus meminta izin pada Gremory dan Sitri yang menduduki tempat ini." Ujar Naruto mengabaikan protesnya.

"A-apa maksudmu? Meminta izin pada iblis? yang benar saja! Tanah ini diciptakan untuk manusia, bukan untuk iblis, atas dasar apa mereka mengkalim tempat ini?!" Ujar Xenovia.

"Xenovia, tunjukkan sedikit hormatmu dong!" Ujar Irina sedikit menenangkan temannya itu.

"Point yang bagus gadis biru, sekarang coba ucapkan itu pada Izanagi dan Izanami-sama, itu kalau kau ingin peperangan antara fraksi Shinto dan fraksi malaikat berlangsung." Balas Naruto santai.

Itu cukup untuk membuat Xenovia terdiam.

"Aku sudah mengurus izin kalian pada Izanagi dan Izanami-sama, untuk pada iblis di kota ini, lakukanlah sendiri." Ujar Naruto.

"Exorcist muda, apa yang kau katakan adalah benar, namun demi menghindari peperangan bodoh seperti pada 100 tahun lalu, aku sarankan kau mengikuti birokrasi yang ada dimasa ini." Ujar Morax.

"Diam kau Iblis!" Desis Xenovia.

"Baiklah, kami akan pergi ke tempat penguasa disini, Xenovia, jangan membuat masalah terus dong!!!"

Irina tersenyum lalu menarik tangan Xenovia keluar dari sana.

"Fuuuh... Setidaknya mereka seperti air dan api." Ujar Naruto melenyapkan sayap-sayapnya.

"Kau tidak apa-apa?" Ujarnya menoleh pada Ravel yang sedang duduk siaga jauh di sofa belakang. Gadis itu mengangguk dengan keringat dingin yang menetes dari pelipisnya.

"Bagaimana menurutmu?" Ujar Morax.

"Great War, seandainya mereka terus-terusan keras kepala dan gegabah seperti ini, hasilnya sudah pasti perang."

"Dengan keberadaan Vali dan Azazel, lalu Exorcist, dan iblis di kota ini, hasilnya hanyalah itu jika ketiga pihak tetap pada pemikiran batu mereka." Ujar Naruto.

Ia lalu berbalik kearah mereka berdua. "Morax, Ravel, aku ingin kalian ikut denganku." Ujar Naruto.

"Huh?" Ravel hanya memiringkan kepalanya bertanya-tanya.

"Ini adalah negosiasiku dengan mitologi Shinto kemarin, mereka mengizinkan exorcist muda itu masuk, namun mereka ingin aku memeriksa segel makhluk primodial di daerah gunung fuji." Ujar Naruto.

"M-makhluk primodial?" Gumam Ravel.

"Makhluk yang dirumorkan sudah tertidur di gunung yang sekarang menjadi gunung Fuji jauh bahkan sebelum mitologi Shinto berada disini, aku mendengar legendanya bahkan dari beberapa masyarakat sekitar Fuji, namun aku tidak menyangka legenda itu benar adanya." Jelas Morax.

"Benar." Ujar Naruto. Mereka kemudian berdiri berdekatan. "Biar aku saja, gunung Fuji bukan?" Ujar Morax menciptakan lingkaran sihir. Lalu mereka menghilang bersama lingkaran sihir itu.

.

.

.

Mereka bertiga muncul di puncak gunung Fuji. Dihadapan mereka terbentang kawah gunung dengan asap tebal dan bau belerang yang sangat menyengat.

"A-apa kau yakin ini aman?!" Ujar Ravel.

"Untuk manusia biasa, bunuh diri namanya jika terjun kesana tanpa peralatan memadai." Balas Naruto mengeluarkan sebuah kertas jimat.

"Hooh, agak disebelah sini huh?" Ujar Naruto menatap udara kosong dengan mata emasnya. Ia menggeser dirinya sedikit ke kanan.

Ia lalu melemparkan kertas itu kearah kawah. Kanji yang ada di kertas itu bersinar setelah menghantam sisi khusus sebuah penghalang, lalu akhirnya membakar dirinya sendiri.

Belasan Tori Gate besar muncul dari balik kabut belerang dan membuat jalan ke pusat kawah. Di bawah Tori gate itu, muncul jalan setapak batu dengan rerumputan.

"Izin langsung dari dewa shinto huh?" Gumam Morax.

"Dilihat dari jalannya, asap belerang itu tidak akan masuk." Ujar Naruto berjalan didalam gerbang itu. Morax mengikuti dibelakangnya dan disusul oleh Ravel yang dipenuhi keraguan.

Mereka sampai pada sebuah formasi bebatuan kemerahan yang tidak lazim berada di dalam kawah gunung.

"Formasi batuan yang sangat kuno, bisa kulihat bahwa batuan ini ada bahkan sebelum gunung fuji ini sebesar sekarang." Gumam Morax.

"Dilihat dari dekat, ini adalah Megalith, lalu ada gambar seperti phoenix disana." Ujar Naruto menunjukkan gambar seperti burung berapi diatas gambar mirip gundukan tanah.

"Phoenix? Kau benar, ini mirip." Ujar Ravel turut mengamatinya.

"Ini semakin menguatkan bukti kalau yang ada disini adalah makhluk primodial, begitu tua, melebihi para bijuu yang tersegel di sembilan kuil sekalipun." Ujar Naruto.

Dibawah Megalith itu ada sesuatu mirip tangga yang mengarah ke bawah.

"Dilihat dari permukaannya, tidak ada perubahan selama lebih dari tigaratus tahun... ini masih stabil dan aman." Ujar Morax.

"Segelnya bahkan tidak terlihat berpengaruh karena apapun ini, ia tertidur dengan kemauannya sendiri." Morax lalu menoleh kearah Naruto.

"Kau tahu makhluk primodial apa ini, bukan?"

Naruto menghela nafas. "Hanya kudengar dari Izanagi-sama, bisa disebut phoenix primodial, aku merasakan energi alam paling murni, yang bahkan tidak Yasaka, dan Sun Wukong miliki, Shinto menyebut namanya sebagai 'Rodan'." Jelas Naruto.

"Ayahku, Romulus, pernah mengatakan, ia merasakan hal serupa saat membangun Roma dahulu, di bukit Quirinal Hill, yang sebenarnya adalah makhluk sejenis, dengan megalith yang sama."

"Ayahku menyebutnya sebagai 'Methuselah'."

"Lalu, apa sebenarnya makhluk-makhluk ini?" Tanya Ravel.

"Ini adalah pengetahuan yang sangat tua, sebut saja, keeper of balance, penjaga keseimbangan." Ujar Naruto yang bahkan membuat Morax memutar matanya agak penasaran.

"Lalu jika segelnya terasa tidak berpengaruh, kenapa makhluk itu belum lepas?" Tanya Morax.

"Mudah saja, dia menganggap manusia semut, dia sadar, namun memilih untuk kembali tidur, dan aku sarankan untuk tidak mencari gara-gara dengan membangunkannya." Balas Naruto.

"Baiklah, karena segelnya aman, kurasa aku bisa melapor nanti."

"Apa kau tahu cara membangunkannya?" Tanya Morax.

"Khe khe khe, itulah inti eksperimen sihirku, untuk menautkan hubungan dengan spirit tertua... The Earth itu sendiri, lalu melenyapkan seluruh unneeded evil." Balas Naruto tersenyum mengerikan.

Morax hanya terdiam mendengarnya, ia tidak terlalu mengerti, toh itu juga bukan urusannya.

"!!!!"

Morax melebarkan matanya, ia segera berlari dan mendorong Ravel hingga gadis itu terjatuh.

"Morax-sama!" Ravel terkejut saat melihat sebuah laser cahaya melesat dan menggilas Morax didepan matanya.

Naruto segera berlari dan membelakangi Ravel sambil melihat kearah asal serangan dengan mata emasnya.

"Fallen God!!!" Desisnya menarik Joyeus dari dalam lingkaran sihirnya.

"Normalnya aku akan langsung tumbang."

Dari balik asap, Morax muncul dengan hampir dari setengah tubuh bagian atasnya lenyap. Meski begitu, ia tidak merasakan apapun selain keterkejutan.

"Regenerasi... Dan bisa berdiri meski menerima serangan fatal." Ujar Ravel kagum sekaligus ngeri melihat debu-debu yang mulai berkumpul untuk memulihkan setengah bagian yang lenyap.

"Apa kau tahu identitasnya?" Tanya Morax.

"Aku tidak tahu bagaimana ia sampai disini, tapi dia adalah Mithras, dewa jatuh dari mitologi Zoroaster." Ujar Naruto.

Sekelip cahaya muncul dari balik kabut belerang.

"Joyeus tidak akan sempat!"

Naruto memindahkan pedang itu ke tangan kirinya.

"Switch On... Airgetlam!!"

Laser cahaya melesat kearahnya. Naruto mengulurkan tangannya dan membelah laser itu dengan cahaya dari Airgetlam.

"Berhati-hatilah, cahaya itu setingkat dengan Divine Light dari tangan kananku, jatuh atau tidak, ia tetap dewa." Ujar Naruto.

"Aku mengerti." Morax mengangguk lalu mengeluarkan seluruh sayapnya dan terbang keatas.

"A-apa yang sebaiknya aku lakukan?" Tanya Ravel kembali berdiri.

"Cukup diam dan berpikirlah dari situ, pikirkan strategi untuk menghadapi Mithras atau serang saat kau menemukan celah." Ujar Naruto kembali berfokus.

"Aku harus meminimalisir kerusakan." Ujar Morax mengumpulkan mana di tangan kanannya.

Sekelip cahaya terlihat di bawah sana. Sepertinya fallen god itu mengincar yang terasa paling kuat lebih dulu.

"Tidak untuk kedua kalinya, Lapidis Lancea!!" Ia menembakkan lingkaran sihir emas di tangannya.

Lingkaran sihir itu berubah menjadi tombak batu seukuran truk kontainer yang dipenuhi oleh Earth Magic.

Cahaya itu menabrak tombak batu, menggerusnya dan menjatuhkannya ke bawah.

"Kuat juga." Gumam Morax.

"Ketemu kau!"

Naruto menebaskan pedangnya pada sosok hitam yang berada di sisi kawah. Sosok itu melompat menghindari tebasan pedang Naruto.

"Khahaha! Hraaaaa!!!!" Ia seperti tertawa dan menembakkan sihir cahaya kearah Naruto.

Trank!

Naruto menebas sihir itu dengan Airgetlam dan terus melesat untuk mencegat setiap pergerakannya.

Ia dengan cepat melempar Joyeuse kearah pohon kering yang dipijaki oleh Mithras. Pohon itu tumbang dan sang dewa jatuh kehilangan kesimbangan.

"Nine Lives!!"

Slash!

Mithras melebarkan mulutnya saat tubuhnya dikirim terbang dengan seluruh tangan dan kaki yang putus, bahkan luka tebasan lebar berada dari bahu sampai perutnya.

Namun karena tubuhnya seperti bayangan hitam, tidak ada darah sedikitpun.

"Hraaa!!!!"

"Morax!!! Divine Judgment juga domainnya, hentikan dia sebelum menggunakannya!" Teriak Naruto dari bawah sambil mengambil kembali Joyeusenya.

"Aku mengerti!!"

Lingkaran sihir keemasan dengan luas hampir setengah kawah gunung itu tercipta di langit. Lingkaran sihir itu dengan cepat berubah menjadi portal ungu pekat.

"Order Guide!!"

Sebuah batu meteor raksasa yang dipenuhi oleh Earth Magic muncul dari sana dan jatuh dengan cepat kearah Mithras yang masih di udara.

"Hraaa!!" Mithras berusaha kabur, namun dari arah lain, seekor burung api dengan ukuran sedang melesat dengan cepat dan menggigitnya. Burung itu meledak saat menggigit Mithras, tubuhnya terhempas keatas hanya untuk bertemu meteor itu tepat dimuka.

"Hraaa?!!!!!"

Booooomm!!!

Ledakan hebat tercipta saat meteor itu membentur permukaan kawah, menciptakan debu dan belerang yang berhamburan kemana-mana. Ledakan yang cukup untuk menciptakan gempa bumi kecil di sekitar kaki gunung.

Naruto dan Ravel berlindung dialam Tori Gate dari dampak ledakan.

"Aku sudah menahannya, tapi tidak lama." Ujar Morax turun dari langit dengan tubuh yang seperti sedia kala.

Bongkahan batu bekas meteor itu lenyap menjadi serpihan kuning, meninggalkan tubuh Mithras yang tersegel oleh batu yang dilapisi Earth Magic, seperti membatu.

"Kerja bagus kalian." Ujar Naruto. Morax hanya mengangguk. "T-tentu saja!" Ujar Ravel terengah-engah.

Naruto berjalan mendekati tubuh yang membatu itu. "Mithras, bagaimana bisa kau sampai kemari?" Gumam Naruto memanifestasikan pedang birunya.

"Evil... Saatnya kau musnah!" Ujar Naruto menebaskan pedangnya kearah Mithras.

Tubuh Mithras tiba-tiba menghilang dalam sekejap dan pedang Naruto hanya menyentuh tanah.

"Fufufufu, tidak secepat itu Naruto."

Suara asing memasuki gendang telinganya. Ia segera menoleh dan mendapati seorang pria yang diselimuti oleh jubah serba hitam dengan sebuah tongkat yang melengkung di ujungnya.

"Siapa kau?!" Ujar Naruto menebaskan pedangnya. Dia merasakannya, aura terkejam dan tidak dapat dimengerti.

Sosok itu dengan mudah menahan pedang Naruto dengan tongkatnya.

"Mithras memang sedikit berguna, namun pada akhirnya dia sudah rusak." Ujar sosok itu santai.

Naruto memutar matanya terkejut saat melihat tubuh Mithras yang membatu berada di samping sosok itu.

Sebuah portal hitam muncul dibawah Mithras dan menariknya masuk.

"Sampai jumpa Naruto! Dunia ini terlalu damai, saking damainya keinginan saudaraku akan tertunda terlalu lama." Ujar sosok itu.

"Rencana?!"

"Benar, Matamu... Kelahiranmu, semuanya sudah ditentukan sejak awal."

"Apa maksudmu?!"

"Anggap saja kau adalah sosok yang dirancang dan dibuat sedemekian rupa, mah, meski aku tahu saudaraku melakukannya tanpa sadar." Ujar balas sosok itu.

"Apa yang kau niatkan?" Gumam Naruto tidak menurunkan pedangnya.

"Aku tidak memiliki ketertarikan apapun di dunia ini, aku hanya menuntaskan keinginan saudaraku, itu saja."

"Di dunia ini sudah ada seseorang yang menyampaikan pengetahuan tentang kami, sayangnya dia telah mati, tapi aku yakin kau punya jalan." Ujar Sosok itu sedikit menoleh kearah Morax.

"Kau bisa menyebutku dengan julukanku di dunia ini... entah itu Black Pharaoh, atau The Crawling Chaos."

"Sampai jumpa, semakin kau lamban, semakin kau akan menyaksikan kekacauan di dunia ini... hahahahahaha!!!!"

Dengan itu sosok itu tiba-tiba lenyap seperti tidak pernah ada disana sejak awal.

"The Crawling Chaos... Black Pharaoh..."

Otaknya berusaha merangkai nama-nama yang ia tangkap dari sosok itu.

"K-kau tidak apa-apa?" Ravel berujar dengan khawatir. Ia mendekat bersama Morax dengan kewaspadaan tertinggi mereka.

"T-tidak... T-tidak... M-mustahil!!! M-mustahil..." Naruto melebarkan matanya dengan keringat dingin.

"Ada apa Naruto?" Morax bertanya dengan heran.

"S-seharusnya itu hanya karangan!!! I-itu tidak mungkin nyata!!"

"A-ada apa?!!" Kali ini Ravel yang semakin khawatir dengan raut wajah Naruto.

"Tidak mungkin semua dongeng itu benar..."

"Black Pharaoh... The Crawling Chaos... Jangan katakan... tadi itu... Outer God... Nyarlathothep."

To Be Continued...


Sorry baru Up karena kesibukan di rl. Fict ini memang saya buat agar sedikit "ramai". Dan, well, anggap aja ini mulai 'Arc 2'. Oke, itu untuk chap ini. Feel free to leave anything!