Disclaimer :
Detektif Conan milik Gosho Aoyama
Kasus milik Criminal Minds
Catatan Penulis :
Terima kasih kepada prisilia06, SherryHaibara4869, Dy, XxThe-Crest-Of-AnubisxX dan Miss Taurus atas komentarnya dan mohon maaf lahir dan batin kepada para pembaca sekalian. Tentang Rei, kalau menurutku dia nggak tahu kalau Sherry itu anaknya Elena. Pas ketemu Elena dulu cuma ada Akemi, belum ada Shiho kalau nggak salah, cmiiw. Selain itu, dia orangnya dingin, jadi hanya peduli pada misinya aja, sama seperti Shuichi, bahkan Shinichi. Mereka cerdas tapi hampir tidak punya empati. Yang paling parah sejauh ini menurutku c Shuichi. Katanya dia cinta sama Akemi tapi kayak nggak ada usahanya buat Akemi demi misinya di FBI. Makanya agak heran melihat Shuichi rela ninggalin FBI (walaupun cuma sementara) demi jagain Ai di sebelah, soalnya jagain Ai jelas nggak ada hubungannya sama misinya di FBI.
Sebenarnya bahaya sih kalau Shiho jadian sama salah satu anggota tim terus putus. Bisa buyar nanti timnya. LOL. Terus gimana dong? XD
Selamat membaca dan berkomentar!
Kasus yang Sulit
By Enji86
Chapter 6 - Pencekik Shinsekai
"Apa ini cara yang baik untuk menghabiskan masa pensiun?" tanya Henzo.
Pria yang diajak bicara oleh Henzo itu pun tertawa kecil. Pria itu adalah senior Henzo di kepolisian dan juga teman lamanya, yang bernama Musashi Haruno. Henzo datang jauh-jauh ke Tokyo untuk menghadiri acara bedah buku berjudul Misteri Pencekik Shinsekai yang ditulis oleh teman lamanya itu.
"Yah, aku tidak punya hal lain yang bisa kulakukan, jadi...," ucap Musashi sambil mengangkat bahu. Lalu dia kembali membereskan buku-bukunya.
Henzo mengambil salah satu buku hasil karya temannya itu dari meja dan membuka-bukanya.
"Kau seharusnya melupakannya. Dia mungkin sudah mati," ucap Henzo.
"Mungkin," ucap Musashi.
"Jadi kau pikir dia belum mati?" tanya Henzo.
"Aku tidak tahu, Hattori," jawab Musashi.
"Kau terlalu terobsesi dengan kasus ini," ucap Henzo.
"Apa boleh buat? Ini satu-satunya kasus yang tidak bisa kupecahkan selama karirku. Pembunuhan berantai ini tiba-tiba berhenti begitu saja 15 tahun yang lalu dan pelakunya belum tertangkap sampai saat ini," ucap Musashi.
"Ya, tapi kau sudah pensiun. Kau seharusnya menghabiskan waktu bersama cucu-cucumu," ucap Henzo.
"Mereka membenciku, kau tahu? Anak-anakku. Aku tidak pernah ada untuk mereka karena aku sibuk dengan pekerjaanku. Jadi, aku tidak akan mengganggu mereka sekarang. Dan lebih baik kau tidak mengikuti langkahku itu. Jangan buat Heiji-kun membencimu," ucap Musashi.
"Aku pikir dia sudah membenciku. Dia selalu berulah saat bertugas di Kepolisian Osaka. Syukurlah, dia sudah pindah tugas dan menurut ibunya dia lebih baik sekarang," ucap Henzo.
"Benarkah? Dimana dia sekarang?" tanya Musashi.
Belum sempat Henzo menjawab, seorang satpam memotong pembicaraan mereka.
"Ada seseorang yang menitipkan ini untuk diberikan pada anda, Tuan," ucap satpam itu.
"Terima kasih," ucap Musashi.
Satpam itu menunduk pada Musashi, lalu pergi.
"Surat penggemar?" tanya Henzo.
Musashi tidak menjawab dan membuka amplop tersebut. Dia mengeluarkan isinya dan matanya langsung terbelalak.
"Ini... ini...," seru Musashi sambil memegang kertas yang berisi pesan pelaku beserta teka-teki pencarian kata dan 2 buah KTP dengan gemetar. Lalu dia menatap Henzo. "Dia di sini, Hattori," ucapnya.
"Siapa?" tanya Henzo.
"Pelaku. Pencekik itu. Ini adalah tanda yang selalu ditinggalkannya. Ini adalah KTP korban terakhirnya dan yang satunya lagi KTP korban selanjutnya," sahut Musashi dengan panik.
Mata Henzo pun membesar dan dia mulai memandang berkeliling. Semua peserta bedah buku sudah pergi meninggalkan ruangan itu. Dia kemudian pergi keluar untuk mencari satpam yang tadi memberikan amplop itu pada Musashi.
Menurut pengakuan satpam itu, amplop itu diberikan oleh seorang anak kecil padanya. Henzo dan Musashi pun berpandangan.
"Kita harus menangkapnya, Hattori," ucap Musashi.
"Yah, kita tidak bisa. Tapi aku tahu siapa yang bisa," ucap Henzo sehingga Musashi mengerutkan keningnya padanya.
XXX
"Pekerjaan ini semakin membuat frustasi. Kita tetap dapat panggilan di hari sabtu. Aku baru saja akan bersantai setelah membersihkan apartemenku seharian," gerutu Shiho sambil melangkah keluar dari lift untuk menuju kantor mereka. Shinichi dan Heiji menguap secara bersamaan. Mereka mendapat panggilan saat sedang tidur.
"Ini kan bukan pertama kalinya? Kenapa kau begitu kesal?" tanya Shinichi.
"Ya, ini memang bukan pertama kalinya, makanya aku kesal," sahut Shiho masih dengan nada menggerutu.
Shinichi dan Heiji pun menaikkan alisnya pada Shiho, tapi mereka tidak mengatakan apapun. Shiho sepertinya sedang bad mood.
Heiji langsung terbelalak saat melihat ayahnya di ruang rapat.
"Ayah? Apa yang sedang Ayah lakukan di sini?" seru Heiji dengan terkejut.
Henzo hanya menatap Heiji dan tidak mengatakan apapun.
"Baguslah kalian sudah datang. Duduklah," ucap Rei.
Mereka bertiga pun mengambil tempat duduk masing-masing.
"Komisaris Hattori datang ke sini untuk meminta kita menangani sebuah kasus. Apa kalian pernah mendengar tentang Pencekik Shinsekai?" ucap Rei.
"Aku pernah mendengarnya. Bukankah pelakunya tidak pernah terungkap sampai saat ini?" sahut Heiji.
"Iya. Kasus ini dulu ditangani oleh senior Komisaris Hattori, yaitu Inspektur Musashi Haruno yang sudah pensiun," ucap Rei sambil memberi isyarat pada orang yang duduk di sebelah Henzo. "Haruno-san menulis buku tentang kasus ini dan saat acara bedah bukunya tadi pagi, pelaku yang tiba-tiba menghilang 15 tahun lalu, mengiriminya pesan dan teka-teki pencarian kata, KTP korban terakhir dan KTP korban selanjutnya, yang merupakan tanda kejahatannya," ucap Rei sambil menunjuk barang bukti yang ada di meja.
Shinichi meraih barang bukti yang sudah terbungkus rapi itu dan mengamati teka-teki pencarian kata yang diberikan pelaku. Heiji pun ikut melihat bersamanya.
"Sepertinya pelaku sedang membicarakan tentang urusan yang belum selesai. Dan ada nama korban dalam teka-teki ini," ucap Shinichi.
"Apa ini artinya pelaku akan beraksi kembali?" tanya Heiji.
"Itu yang harus kita cari tahu. Jadi bersiaplah. Kita akan pergi ke Osaka," sahut Rei.
XXX
Sesampainya di Osaka, mereka langsung pergi ke TKP karena korban selanjutnya sudah ditemukan dalam keadaan terbunuh.
"Tidak ada tali simpul yang menjadi ciri khasnya dan korban dibekap menggunakan kantong plastik, bukan dicekik. Apa Paman yakin pelaku orang yang sama?" tanya Heiji setelah memeriksa mayat korban.
"Tentu saja," sahut Musashi.
"Tapi metode pembunuhannya benar-benar berbeda. Mungkin saja pelaku hanya peniru," ucap Heiji.
"Tidak. Sudah kubilang pelaku orang yang sama," ucap Musashi dengan gusar sehingga Heiji terdiam.
Henzo yang ada di sana hanya menatap Musashi dengan penuh pemikiran tanpa mengatakan apapun.
Lalu Rei masuk ke kamar tempat mayat korban berada sambil membawa barang bukti baru.
"Aku menemukan ini di atas," ucap Rei sambil menunjukkan kertas berisi teka-teki pencarian kata dengan kutipan tertulis di atasnya, yang sudah terbungkus rapi dalam plastik barang bukti.
Henzo mengambilnya dan membacanya bersama Musashi.
"Kutipan ini...," ucap Musashi.
"Ada dalam bukumu. Aku membacanya tadi dalam perjalanan naik helikopter," ucap Rei.
Henzo dan Musashi pun saling berpandangan.
"Dia berharap bisa memberi hadiah dua hari lagi," lanjut Rei.
"Hadiah? Untuk siapa?" tanya Heiji.
"Untukku," sahut Musashi dengan agak geram.
Sementara itu, Shiho sedang sibuk menghadapi reporter yang berkumpul di depan rumah korban.
"Apa benar pelaku adalah Pencekik Shinsekai?" tanya seorang reporter.
"Sampai saat ini kami belum bisa memastikan. Kami akan mengadakan konferensi pers nanti tentang hal itu," jawab Shiho.
"Tapi kami mendapatkan lebih banyak informasi dari pelaku daripada polisi. Sebenarnya ada apa ini?" tanya reporter yang lain.
"Kepolisian Osaka saat ini masih melakukan olah TKP jadi...," ucapan Shiho dipotong oleh reporter yang lain lagi.
"Kami berhak mengetahui kebenarannya," ucap reporter itu.
"Polisi baru bisa membuat pernyataan setelah olah TKP selesai, jadi aku harap kalian mau bersabar. Hanya itu yang bisa kukatakan. Terima kasih," ucap Shiho sebelum berbalik dan melangkah kembali ke dalam rumah korban, meninggalkan para reporter yang masih berusaha mendapatkan keterangan darinya.
Shinichi yang melihat Shiho dari jendela ruang tamu pun menunggu Shiho.
"Apa kau baik-baik saja? Kelihatannya kau tidak sesabar biasanya saat menghadapi para wartawan di luar," ucap Shinichi saat Shiho muncul di ruang tamu.
"Aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit lelah. Aku sudah bilang kan tadi kalau aku habis bersih-bersih seharian," sahut Shiho.
"Yah, kalau begitu mari selesaikan kasus ini, lalu pulang dan istirahat," ucap Shinichi.
"Ya," ucap Shiho.
XXX
"Jadi sekarang target pelaku sudah beralih dari wanita muda ke wanita paruh baya. Tapi kita tetap harus mendengar deskripsi awal pelaku agar kita bisa lebih mengenal pelaku. Haruno-san, apa kau bisa menjelaskan teorimu tentang pelaku?" ucap Rei saat mereka kembali berkumpul di kantor polisi.
"Tidak," sahut Musashi. Lalu dia keluar dari ruangan sehingga para anggota tim langsung tercengang.
Rei pun segera sadar kembali dan mulai menjelaskan teori Musashi yang dulu, sementara Henzo keluar dari ruangan untuk bicara pada Musashi.
"Kupikir kau yang akan menjelaskan tentang deskripsi awal pelaku," ucap Musashi saat Henzo menghampirinya.
"Mereka pasti bisa mengurusnya," ucap Henzo.
"Mereka?" ucap Musashi dengan sinis. "Kita biasa bekerja sendiri, bukan?" lanjutnya.
"Ya. Dan itu tidak efisien," ucap Henzo.
"Bagaimana bisa begitu banyak kepala bekerja efisien?" tanya Musashi dengan sinis.
"Tapi itulah yang terjadi. Mereka bekerja sangat efisien dan sukses menyelesaikan kasus-kasus sulit di seantero negara dalam waktu singkat. Kepala Polisi sangat mengandalkan mereka," jawab Henzo.
Musashi pun terdiam.
"Dia mengambil kutipan dari bukuku," ucap Musashi setelah hening selama beberapa saat.
"Jadi? Mungkin itu hanya kebetulan," sahut Henzo.
"Kita sudah terlalu lama dalam urusan ini untuk mempercayai hal itu, bukan?" ucap Musashi. Lalu dia melangkah pergi meninggalkan Henzo.
XXX
"Mari kita berkonsentrasi pada perbedaan dalam kasus yang baru dan yang lama. Jadi apa yang berbeda dari korban yang baru ini?" tanya Rei untuk melanjutkan diskusi mereka setelah Henzo kembali bergabung.
"Pukulan di kepala. Itu benar-benar baru," jawab Heiji.
"Dan dia ganti menggunakan kabel tis untuk mengikat korban dan plastik untuk membekap korban, padahal sebelumnya dia membuat tali simpul yang unik untuk mengikat korban dan mencekik korban dengan tangan kosong," ucap Shinichi.
"Tali simpul itu merupakan tanda yang ditinggalkannya, jadi sangat aneh kalau dia menggantinya dengan kabel tis. Pasti ada sesuatu yang memaksanya mengganti tali simpul dengan kabel tis," ucap Henzo.
"Dengar, kenapa kita tidak membuang semua ini dan melihat kemungkinan lain, yaitu pelaku bukanlah pelaku yang dulu, tapi pelaku baru," ucap Heiji.
"Tapi pelaku bukan pelaku yang baru," sahut Henzo dengan sinis sehingga Heiji terdiam.
"Aku menemukan nama," ucap Shiho tiba-tiba. Dari tadi dia sibuk dengan teka-teki pencarian kata yang ditinggalkan pelaku. "Ustana," ucapnya sambil mengalihkan pandangannya dari teka-teki ke rekan-rekannya.
"Nama macam apa itu?" tanya Shinichi.
"Itu ditulis terbalik. A. Natsu. Kalau tidak salah ada nama Akabane Natsu dalam daftar tersangka. Aku membacanya tadi dalam arsip kasus yang lama," jawab Shiho.
"Dia bukan pelakunya," ucap Musashi di ambang pintu ruang rapat sehingga semua orang menoleh kepadanya. Dia lalu masuk ke dalam. "Dia hanya sekedar orang cabul. Aku sudah menginterogasinya dua kali dan aku yakin dia tidak punya kemampuan untuk melakukan semua itu. Lagipula dia sedang dipenjara karena membunuh pemilik rumah saat terpergok mencuri di rumah tersebut," terangnya panjang lebar.
"Berapa masa hukumannya?" tanya Rei.
"20 tahun," jawab Henzo.
"Jadi dia pasti sekarang sedang dalam masa asimilasi, bukan?" ucap Rei.
"Kalau begitu aku akan mencari tahu tentang si Akabane Natsu ini," ucap Heiji dengan bergegas.
"Sudah kubilang dia bukan pelakunya," bentak Musashi. Kemudian dia pergi keluar ruangan dengan kesal.
Heiji juga bangkit dari kursinya dan keluar dari ruang rapat dengan kesal. Dia merasa diserang oleh ayahnya dan Musashi dari tadi dan diperlakukan seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Lalu tiba-tiba dia dikagetkan oleh remasan di bahunya sehingga dia menoleh.
"Aku akan pergi denganmu. Aku butuh beberapa data untuk laporanku," ucap Shiho sambil tersenyum penuh arti.
"B-baiklah," sahut Heiji. Wajahnya memanas tanpa alasan yang jelas. Mungkin karena dia tahu Shiho berusaha menghiburnya. Tidak ada seorang pun yang pernah berusaha menghiburnya sebelumnya karena dia selalu menyimpan semuanya sendiri. Akhirnya kekesalan yang tadi dirasakannya pun menguap dan dia merasa lebih baik.
Shiho melepaskan tangannya dari bahu Heiji, lalu mereka berjalan bersama.
Sementara itu di ruang rapat, Rei bicara pada Henzo.
"Sebenarnya apa yang diinginkan Haruno-san, Komisaris Hattori? Dia ingin menangkap pelaku atau membuktikan bahwa dia benar?" tanya Rei.
Henzo tidak bisa menjawab.
XXX
Setelah mendapat konfirmasi dari temannya yang merupakan sipir penjara melalui telepon, Heiji menatap Shiho sambil nyengir.
"Kita mendapatkannya. Si Akabane Natsu ini memang sudah keluar dari penjara dan sedang menjalani masa asimilasi. Dan kau tahu apa, dia bolos dari wajib lapornya yang terakhir," ucap Heiji.
"Kerja bagus, Hattori-kun. Mari kita beritahu yang lain," ucap Shiho.
"Ya," sahut Heiji.
"Kerja bagus katanya? Bukankah dia yang menemukan nama itu?" sungut Heiji dalam hati. Tapi meskipun begitu dia tidak bisa menyangkal kalau ucapan Shiho membuatnya senang.
Para anggota tim dan polisi Osaka langsung mengadakan penggerebekan terhadap rumah Akabane Natsu begitu mendapatkan informasi dari Heiji.
Shinichi dan Heiji mendapat tugas untuk olah TKP sementara Rei, Henzo dan Musashi menginterogasi Akabane di ruang keluarga. Shiho ikut duduk di ruang keluarga untuk melihat jalannya interogasi.
Saat membuka lemari Akabane di kamar, Heiji menemukan TV, pemutar DVD dan tumpukan DVD tanpa label.
"Kira-kira DVD-DVD ini isinya apa ya?" tanya Heiji pada Shinichi yang sedang memeriksa meja di samping tempat tidur.
Shinichi pun mendongak dan melihat ke lemari.
"Entahlah. Kita bisa melihatnya nanti di kantor polisi," jawab Shinichi.
"Kalau ini masih berfungsi, kita bisa melihatnya sekarang," ucap Heiji sambil mengutak-atik TV dan pemutar DVD yang ada di lemari itu.
Shinichi tiba-tiba merasa dia mendengar sesuatu dari bawah sehingga dia berlutut untuk memeriksa. Dia mengetuk-ngetuk dipan yang tidak mempunyai kolong itu sehingga dia tahu ada rongga didalamnya dan suara yang didengarnya tadi terdengar lebih jelas.
Shinichi berusaha menarik bagian bawah tempat tidur itu, tapi ternyata dia tidak cukup kuat.
"Hattori, aku butuh bantuanmu. Ayo kita tarik ini," ucap Shinichi.
Heiji menoleh dan melihat Shinichi memang sedang kesulitan menarik bagian bawah tempat tidur sehingga dia langsung turun tangan.
"1 2 3 tarik!" seru Heiji. Mereka dengan sekuat tenaga menarik bagian bawah tempat tidur yang sepertinya berbentuk peti tanpa tutup itu dan akhirnya peti itu bisa terlepas dari tempat tidur sementara mereka berdua terjengkang.
Mata Heiji dan Shinichi pun membesar melihat seorang wanita yang tubuhnya dibebat dengan plastik di dalam peti itu. Wanita itu tanpa busana, mulutnya dilakban dan dia meronta-ronta. Wanita itu semakin histeris saat melihat Shinichi dan Heiji. Shinichi pun segera pulih dari kekagetannya dan berseru memanggil Shiho.
"Panggil ambulans. Aku akan mengurusnya," ucap Shiho pada Shinichi dan Heiji. Mereka berdua mengangguk dan keluar dari kamar.
"Tidak apa. Kau selamat sekarang. Kau akan baik-baik saja," ucap Shiho sambil membuka lakban di mulut wanita itu. Setelah wanita itu sudah lebih tenang, Shiho pun mulai berusaha melepaskan wanita itu dari plastik yang membelenggunya.
Sementara itu, di ruang keluarga, anggota tim, Henzo dan Musashi menyaksikan Akabane dibawa petugas ke kantor polisi untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya.
"Yah, sepertinya kalian sudah mendapatkan orangnya. Mungkin aku memang salah," ucap Musashi.
"Tidak, Paman Musashi. Kau benar. Si Akabane ini memang bukan Pencekik Shinsekai," ucap Heiji sehingga Musashi menatapnya dengan terpana.
Musashi menatap Rei dan Shinichi dan ekspresi mereka sama seperti Heiji. Lalu dia menatap Henzo dan Henzo mengangguk padanya. Dia pun balas mengangguk pada Henzo. Dia menyesal sudah meragukan tim dan menganggap mereka hanya anak-anak muda yang sok padahal mereka memang sepertinya tahu apa yang mereka kerjakan dan sangat serius dengan pekerjaan mereka.
Di luar mereka kembali menemukan teka-teki pencarian kata dan pesan pelaku di kaca depan mobil milik Akabane. Mereka pun memandang berkeliling. Banyak warga sipil berkerumun di sekitar rumah Akabane untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Pelakunya bisa siapa saja dari mereka.
XXX
"Jadi kita mulai lagi dari awal, huh?" ucap Heiji saat mereka sudah berkumpul kembali di ruang rapat.
"Ya. Kita harus memeriksa ulang semua fakta-fakta kasus ini," ucap Rei.
"Laki-laki ini bisa masuk ke rumah para korban tanpa membobol pintu. Itu tanda bahwa para korban tidak merasa terancam dengan keberadaannya di sekitar mereka. Tapi kenapa sekarang dia memukul kepala korban?" ucap Shinichi.
"Mungkin untuk mengontrol korban," ucap Rei.
"Tapi dulu dia tidak melakukannya," ucap Shinichi.
"Bagaimana kalau dia terpaksa?" tanya Musashi.
"Maksudmu dia mungkin mengalami kecelakaan sehingga dia menjadi cacat?" sahut Heiji.
"Atau terkena stroke," ucap Henzo.
"Kalau begitu kita harus memeriksa daftar pasien di setiap rumah sakit yang ada di Osaka," ucap Rei.
"Dan kita mulai dari 15 tahun yang lalu," ucap Shinichi.
"Itu banyak sekali," ucap Shiho.
"Ya. Tapi kita tidak punya pilihan lain," ucap Rei.
XXX
Saat para anggota tim dan Musashi beristirahat dari menelusuri daftar pasien, mereka menonton konferensi pers Shiho di TV yang ada di situ.
"Pelaku berjenis kelamin laki-laki, berkulit putih dan berusia sekitar 40 tahunan...," ucap Shiho.
"Itu setengah populasi pria di Osaka. Bagaimana itu bisa membantu?" potong seorang wartawan wanita yang duduk di depan.
"Kalau anda mengijinkan saya untuk melanjutkan...," ucapan Shiho kembali dipotong oleh seorang wartawan pria yang berdiri di belakang.
"Pelaku berkata bahwa dia akan kembali menyerang dalam dua hari dalam pesan terakhirnya, lalu apa yang akan kalian lakukan? Apa kalian sudah dekat untuk menangkap pelaku?" tanya wartawan itu.
"Saya tidak punya wewenang untuk menjelaskan hal itu," sahut Shiho.
"Saya Masao Koji, adik dari Yumi Koji. Kakak saya baru saja menjadi korban dari pembunuh yang seharusnya sudah kalian tangkap 15 tahun yang lalu. Apa anda punya wewenang untuk menjelaskan bagaimana cara saya mengatakan apa yang sudah terjadi pada ibu kami?" tanya seorang pria yang berdiri di sisi lain dengan nada menyindir dan wajah sembap.
Shiho pun terdiam sejenak, lalu menatap pria itu dengan penuh simpati.
"Saya turut berduka untuk kakak anda, Koji-san. Tim terbaik sedang menangani kasus ini, jadi saya harap anda bisa bersabar," ucap Shiho.
"Saya dengar Inspektur Musashi Haruno yang dulu menangani kasus ini ikut serta dalam investigasi. Bukankah dia gagal mengungkap kasus ini dulu? Apa yang membuat kalian yakin dia akan berhasil kali ini?" tanya seorang wartawan yang lain.
"Inspektur Haruno hanya salah satu dari anggota tim yang menangani kasus ini, jadi kita tidak bisa melempar kesalahan pada satu orang dalam hal ini," sahut Shiho.
Konferensi pers itu terus berlanjut, sementara Musashi mengalihkan tatapannya dari TV.
"Aku dari dulu sangat benci kalau harus berdiri di sana untuk menghadapi para wartawan. Mereka seperti tukang jagal," komentar Musashi.
"Miyano sudah biasa mengurus hal itu," sahut Rei sambil menatap Musashi.
"Bagus untukmu karena kau punya tim elit, makanya kau bisa punya orang seperti dia. Inspektur biasa seperti aku tidak akan bisa mempunyai anggota tim seperti itu," ucap Musashi dengan nada berkelakar.
Rei pun tersenyum.
"Para wartawan itu selalu mencari orang untuk disalahkan. Dan dalam kasus ini, mereka menyalahkanku," ucap Musashi.
"Apa hal itu mengganggumu, Paman Musashi?" tanya Heiji.
"Tidak," sahut Musashi cepat. Tapi kemudian dia menghela nafas. "Sedikit, sebenarnya. Aku memang gagal mengungkap kasus ini dulu. Itu fakta sehingga aku memang menjadi sasaran empuk bagi mereka. Jadi, kalau aku..., maksudku kita bisa menyelesaikan kasus ini, aku akan sangat lega," lanjutnya.
"Kalau begitu lebih baik kita lanjutkan pekerjaan kita," ucap Rei sambil mematikan TV.
XXX
Setelah menelusuri daftar demi daftar sambil berdiskusi, mereka akhirnya bisa mempersempit variabel pencarian.
"Miyano, apakah kau bisa menghubungi Detektif Nohara untuk membantu kita?" tanya Rei.
"Tentu," sahut Shiho sambil bangkit dari kursinya dan pergi keluar ruangan.
Tak lama kemudian, Shiho kembali masuk dengan ponsel di tangannya sehingga semua yang ada di situ menatapnya.
"Ada 36 kecelakaan mobil di tahun itu dan 5 diantaranya sangat fatal sehingga pengemudinya harus dilarikan ke rumah sakit," ucap Shiho.
"Siapa saja mereka?" tanya Rei.
Shiho pun melihat ponselnya dan membacakan daftar yang dikirimkan Detektif Nohara padanya.
"Tunggu sebentar. Jalan Plum? Bukankah itu dekat dengan Jalan Sakura?" ucap Heiji sambil menatap Henzo dan Musashi.
"Rumah Yumi Koji di Jalan Sakura," ucap Shinichi.
"Siapa tadi namanya?" tanya Musashi.
"Sanji Todoroki," jawab Shiho.
"Kalau begitu kumpulkan informasi tentang Sanji Todoroki segera, Miyano," ucap Rei.
"Baik, Inspektur," ucap Shiho.
Setelah membaca berkas berisi data Sanji Todoroki dari Shiho dan rekam medisnya, tim semakin yakin bahwa Sanji Todoroki adalah orang yang mereka cari. Terutama karena Sanji Todoroki bekerja di perusahaan yang sama dengan Akabane Natsu dan perusahaan tempat mereka bekerja bergerak di bidang sistem keamanan rumah.
Musashi pun tersenyum haru saat mereka akan berangkat ke rumah pelaku untuk melakukan penangkapan, sementara Henzo menepuk bahunya.
Sesampainya di rumah pelaku, mereka tidak menemukan pelaku. Hanya istri pelaku saja yang ada di rumah. Pada awalnya istri pelaku menolak untuk percaya, tapi saat Rei bertanya tentang ruang pribadi suaminya yang tidak boleh dimasuki siapapun, dia mulai ragu dan menunjukkan ruangan itu.
Di ruangan itu, mereka menemukan berbagai klipingan berita tentang Pencekik Shinsekai, baik yang terbaru maupun yang lama. Selain itu, ada juga buku yang ditulis oleh Musashi lengkap dengan tanda tangannya sehingga Musashi mengumpat dengan kesal.
Shinichi membuka-buka buku yang terlihat seperti buku kliping. Buku itu berisi gambar-gambar para korban yang difoto sendiri oleh pelaku.
"Hei, lihat ini," ucap Shinichi.
Heiji yang berdiri di dekat Shinichi langsung mendekati Shinichi.
"Apakah ini buku kliping?" tanya Heiji.
"Mungkin," sahut Shinichi sambil menelusuri isi buku tersebut. Lalu dia sampai pada halaman terakhir. Ada foto seorang wanita yang belum ditempel.
"Urusan yang belum selesai," ucap Heiji sehingga yang lain menoleh.
"Apa?" tanya Rei.
"Ternyata pelaku tidak berganti tipe korban seperti yang kita duga, Inspektur. Para korban sudah ditarget oleh pelaku sejak awal," ucap Shinichi sambil menunjukkan halaman terakhir buku kliping itu kepada Rei.
"Kalau begitu kita harus mencari tahu siapa wanita ini," ucap Rei.
XXX
Setelah mendapat informasi dari istri pelaku tentang korban terakhir, tim Rei dan polisi Osaka segera bergerak ke rumah korban. Saat mereka sudah berada di dalam, mereka mendengar teriakan dari lantai atas sehingga mereka bergegas ke atas.
Di dalam salah satu kamar di atas, mereka menemukan pelaku sedang berusaha membekap korban dengan kantong plastik. Tangan korban terikat dengan kabel tis.
Heiji dengan sigap melumpuhkan pelaku dan menahannya.
"Miyano, aku butuh borgolku," ucap Heiji.
Shiho yang akan membantu korban langsung menghampiri Heiji dan mengambil borgol yang tergantung di pinggang Heiji. Shiho menatap Heiji dan Heiji balik menatapnya. Shiho pun mengangguk.
Shiho mendekati Musashi yang sedang membantu korban dan menyodorkan borgol di tangannya.
"Aku akan mengurusnya, Haruno-san," ucap Shiho.
Musashi tertegun sejenak, kemudian dengan ragu dia mengambil borgol dari tangan Shiho. Dia menoleh pada pelaku yang tersenyum kepadanya. Dia ingat dia memang menandatangani buku pelaku.
"Aku tahu kau menikmati semua ini seperti aku, Musashi," ucap Sanji saat Musashi memborgolnya.
"Aku memang menikmati saat ini," ucap Musashi sambil mengunci borgolnya. "Bawa dia pergi dari sini," ucapnya sambil mendorong Sanji pada petugas polisi yang ada di situ.
XXX
Malam harinya, mereka semua makan malam di rumah Henzo dalam suasana hangat. Musashi sudah tidak bersikap galak lagi dan asyik bercanda dengan tim Rei. Dia pun menceritakan hal-hal konyol tentang Henzo saat masih menjadi juniornya dan semua orang tertawa.
Setelah makan malam, mereka minum kopi sambil mengobrol di halaman belakang. Lalu Shinichi menyadari kalau Shiho tidak bergabung dengan mereka dan malah duduk termenung di sudut halaman dengan kopi di tangannya. Dia pun menghampiri Shiho dan duduk di sebelahnya.
"Ada apa? Terlalu ramai untukmu?" tanya Shinichi.
"Apa aku akan menjadi sepertinya? Sendirian saat aku sudah tua?" tanya Shiho sambil menatap Musashi yang sedang tertawa tanpa menjawab pertanyaan Shinichi.
"Kau ini bicara apa? Kalau kau sendirian sampai tua, lalu bagaimana denganku?" sahut Shinichi. Sesuatu pasti sudah terjadi pada Shiho. Kalau tidak, Shiho tidak mungkin membicarakan hal-hal ganjil seperti ini. Begitulah pikirnya.
"Kau punya Mouri-san yang akan selalu setia padamu apapun yang terjadi. Aku tidak punya siapapun," ucap Shiho sehingga Shinichi memutar bola matanya.
"Benar. Sekarang katakan padaku ada apa," ucap Shinichi.
"Kalau aku terus-menerus menolak lamaran yang datang padaku, aku akan berakhir sepertinya, bukan?" ucap Shiho.
"Apa dia masih memikirkan Detektif Gunma itu?" Shinichi bertanya-tanya dalam hati.
"Dasar bodoh! Selama aku masih hidup, kau tidak akan pernah sendirian. Aku akan selalu mengganggumu dan kau tidak akan bisa lari dariku, kau mengerti?" ucap Shinichi dengan angkuh.
Shiho pun tertegun sejenak, sebelum tersenyum sangat cerah sehingga Shinichi memalingkan wajahnya sambil mengumpat dalam hati karena wajahnya memanas.
"Yah, kalau begitu terima kasih karena kau selalu menggangguku, Shinichi," ucap Shiho dengan geli. Shinichi benar-benar tahu bagaimana cara menghiburnya, bukan?
Shinichi pun tersenyum. Jarang sekali Shiho mau memanggilnya dengan nama depannya sehingga dia selalu tersenyum saat Shiho melakukannya.
XXX
Saat bersiap untuk tidur, Shiho mendapat WA dari Heiji yang mengajaknya lari pagi besok. Shiho pun memutar bola matanya sambil tersenyum geli. Memang bicara itu lebih mudah daripada melakukan. Dia pun membalas pesan Heiji.
Heiji mengerutkan keningnya saat membaca balasan Shiho dan dia bangkit dari tempat tidur untuk pergi ke dapur. Dia akan menelepon Shiho di sana karena dia tidak mau mengganggu Shinichi yang tidur di kamarnya.
"Hei, bukankah kau dulu pernah menasehatiku? Jadi kenapa kau tidak lari pagi saja dengan pacarmu? Tidak setiap hari kau pergi ke Osaka," ucap Shiho dengan nada menyindir di telepon.
"Ini hal yang berbeda. Kalau Kazuha yang datang ke Tokyo, baru aku tidak akan lari pagi denganmu," ucap Heiji.
"Sama saja bagiku," ucap Shiho.
"Tidak sama," sahut Heiji dengan kesal. Lalu dia ingat dia ingin menunjukkan sesuatu kepada Shiho saat lari pagi besok jadi dia harus membujuk Shiho. Dia pun menghela nafas. "Jadi, apa kau mau lari pagi bersamaku besok?" tanyanya.
"Entahlah. Aku lelah. Aku mungkin akan bangun kesiangan," sahut Shiho sehingga Heiji ingin membenturkan kepalanya ke dinding karena frustasi.
"Kalau begitu aku akan membangunkanmu," ucap Heiji. Dia tidak akan menyerah.
"Bagaimana?" tanya Shiho.
"Aku akan meneleponmu," jawab Heiji.
"Kalau aku tidak bangun?" tanya Shiho lagi.
"Aku akan terus meneleponmu," sahut Heiji cepat.
"Dan kalau aku mematikan ponselku sebelum tidur?" tanya Shiho lagi sehingga Heiji jadi hilang kesabaran.
"Persetan, Miyano. Besok pagi aku akan pergi ke kamarmu dan menyeretmu keluar meskipun kau tidak mau. Apa kau mengerti?" seru Heiji.
Shiho pun tertawa kecil.
"Ada apa denganmu? Kenapa serius sekali?" tanya Shiho dengan geli.
"Tentu saja aku serius karena aku ingin menunjukkannya padamu. Ini penting bagiku," gerutu Heiji dalam hati.
"Baiklah, aku akan lari pagi denganmu besok. Tidak setiap hari aku bisa lari pagi di Osaka," lanjut Shiho karena Heiji diam saja sehingga senyum menghiasi wajah Heiji.
Heiji keluar dari dapur dan kembali ke kamarnya setelah selesai menelepon Shiho sehingga Henzo yang dari tadi tersembunyi di kegelapan melangkah masuk ke dapur. Dia menuang air putih ke dalam gelas dan meminumnya sampai habis. Kemudian dia termenung. Dia tahu Heiji sedang bermain api tapi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
XXX
Setelah menunjukkan semua kontrakan yang dimilikinya, Heiji mengajak Shiho ke tujuan akhir mereka, yaitu rumah impiannya. Rumah itu sudah hampir rampung dan dia berencana untuk tinggal di sana saat dia berkeluarga nanti.
"Rumah ini punya suasana yang hangat," komentar Shiho saat mereka sudah berada di dalam.
"Kau pikir begitu?" sahut Heiji sambil tersenyum senang.
"Dan kalau kau tidak punya pacar, aku pasti mengira kau sedang mengajukan proposal untuk melamarku dengan menunjukkan semua propertimu," ucap Shiho untuk menggoda Heiji.
"Uh... itu...," ucap Heiji dengan gugup dan salah tingkah sehingga Shiho tertawa.
"Aku hanya bercanda," ucap Shiho.
"Hebat," ucap Heiji dalam hati dengan sinis.
"Jadi kapan kau akan melamarnya? Aku yakin dia akan menerimamu. Apa kau akan melamarnya di sini?" tanya Shiho.
"Bagaimana denganmu? Apa kau akan menerimanya?" Heiji balik bertanya dengan spontan. Dan dia memaki dirinya sendiri dalam hati ketika melihat Shiho tertegun untuk sejenak. Dia tidak mengerti kenapa dia bertanya begitu pada Shiho. Dia kan tidak punya niat untuk melamar Shiho. "Maksudku kalau pacarmu yang melakukannya," Heiji buru-buru menambahkan.
Shiho pun tertawa kecil.
"Yah, kalau pacarku mau membalik-namakan properti-propertinya atas namaku, aku mungkin akan mempertimbangkannya," sahut Shiho.
Shiho lalu berkeliling untuk melihat-lihat sementara Heiji mengikutinya. Heiji tidak pernah memberitahu siapapun tentang properti-properti yang dimilikinya, termasuk orang tuanya dan pacarnya. Shiho adalah satu-satunya orang yang dia beritahu, meskipun dia tidak mengerti kenapa dia ingin menunjukkannya pada Shiho. Tapi ketika dia melihat senyum Shiho saat melihat-lihat rumah impiannya, dia merasa puas dan bangga pada dirinya sendiri. Dan tanpa sadar pada implikasinya, dia merasa Shiho benar-benar sempurna untuk rumah impiannya itu.
XXX
Ketika Heiji pamit pada orang tuanya untuk kembali ke Tokyo, ayahnya mengajaknya bicara secara pribadi sehingga dia menjadi heran.
"Wanita itu, apa dia belum punya pasangan?" tanya Henzo.
"Wanita yang mana?" Heiji balik bertanya dengan bingung.
"Satu-satunya wanita dalam timmu itu," sahut Henzo.
"Oh, Miyano? Dia sudah punya pacar. Inspektur Morofushi dari Kepolisian Nagano. Mungkin Ayah pernah mendengar tentangnya. Kenapa Ayah bertanya?" ucap Heiji.
"Hanya ingin tahu saja," ucap Henzo.
"Baiklah," ucap Heiji meskipun dalam hati dia penasaran kenapa ayahnya ingin tahu tentang Shiho.
Setelah Heiji pergi, Henzo menghela nafas. Wanita itu sudah mendapatkan seorang Inspektur, jadi dia tidak akan melirik Detektif Polisi. Dan Heiji terlalu bodoh untuk menyadari perasaannya sendiri. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan, bukan?
Bersambung...
