.

.

Bab 7

.

.

Setelah pesta kembang api, kencan mereka berlanjut. Pergi sebelum kembang api selesai demi menghindari macet, menonton opera sampai larut malam, mampir ke pom bensin demi membeli secangkir kopi dan energy bar, lalu mengarungi jalan pulang yang sunyi.

Sephiroth puas dengan kencan itu, meskipun Tifa tertidur, dan satu setengah jam terakhir dia menyetir tanpa teman. Ia senang yang ikut dengannya ialah Tifa. Tifa Lockhart, dan bukan yang lain. Apalagi wanita rewel berpenampilan ekstravagan anak teman ayahnya.

Malam itu Sephiroth bertanya-tanya, apakah permainan ini akan memberinya pengalaman baru atau tidak. Apakah romansa pertamanya akan terlahir di sana atau tidak. Kini ia takkan peduli pada rating season Terrace House. Sebodo amat bagaimana orang nanti akan menilainya. Dia jadi tak ingin membuktikan apapun, selain bahwa dirinya sepenuhnya adalah manusia biasa, yang ingin dicintai dan, sebaliknya, mencintai.

Hff. Apakah makhluk sepertinya bisa mencintai? Di dunianya, Sephiroth seharusnya tak punya waktu untuk asmara. Apalagi, ia tak takin, apakah rasa gugup saat bersama gadis itu bisa dikategorikan cinta, atau hanya sebatas excitement akan hal lain—hal berduaan dengan lawan jenis. Siapa tahu hormon pria lajangnya lagi bertingkah, bikin pusing. Dan lagi, pertanyaan yang dilontarkannya kepada Tifa dalam kebisingan ledakan mesiu peri, apakah itu berdasar pada kesadaran penuh, ataukah hanya dipicu luapan emosi sesaat?

.

.

"Hei, Seph."

Balon lamunan pemuda itu pecah.

"Mau lihat logo brand baruku?"

Yuffie menggandengnya ke garasi, di mana kardus-kardus setengah terbuka berserakan di mana-mana.

"Tumben memanggilku. Di mana Vincent?" tanya si Perak, khawatir kalau-kalau mereka hanya berdua. Oh Gaia, jangan biarkan dirinya jadi bola benang kucing hiperaktif yang sedang bosan.

"Vinny lagi mengunjungi makam ibu dan adiknya."

Pemuda itu ber-oh pelan.

"Biggs? Marlene?"

Gadis itu mengendikkan bahu. Ia pun mengutak-atik laptop tua di atas tumpukan kardus yang tersusun sebagai meja dadakan.

"Lihat ini. Gimana? Nama brand-nya Materia Steal!"

Dari mana pula ia dapat ide nama itu, batin Seph.

Nona Kisaragi memperlihatkan variasi logo, memencet-mencet tuts kanan kiri bolak-balik.

"Yang mana yang kau suka?" tanyanya dengan mata membulat bersinar. "Kalau Vinny suka yang ini," tunjuknya.

Kemudian cewek itu cerewet menjelaskan kenapa Vincent menyukai logo yang dimaksud.

Wakil direktur MRIH mengingat-ingat, dosa apa ia sampai harus disandera di tempat itu, dicekoki curhatan Yuffie. Padahal tadi dia sedang memikirkan Tifa.

"Yuffie, bagaimana hubungan dengan Vincent?" tiba-tiba Sephiroth keceplosan.

Yuffie menghentikan pidatonya. Seketika seringai tergaris pada sudut bibir wanita kecil itu.

"Lancar jaya aman sentosa!" jelasnya, seperti mendeklarasikan kemerdekaan.

Kemudian, perempuan itu duduk di meja buatannya. Semangat tegangan tinggi Yuffie berubah wujud, dari cengiran menyilaukan, menjadi sebuah senyuman yang—kalau Seph tidak sedang bermimpi—tampak sedikit lebih dewasa. Lebih lembut, seperti senyuman wanita kasmaran film-film lawas.

"Vinny sering bilang aku adalah pasokan energinya, tapi, Vinny-lah yang mendorongku maju sejauh ini."

Snowboarder itu mulai membereskan kekacauan di garasi, sama sekali tak sadar Sephiroth begitu tercerahkan mendengarnya. Jika pasangan seabnormal Yuffie dan Vincent dapat menikmati kekuatan cinta yang mengubahkan itu, mungkin begitu pula dengan dirinya. Ada kemungkinan, seorang Sephiroth Crescent yang maha agung itu dapat mengalaminya juga.

Sang wakil CEO memberikan masukan untuk logo Yuffie—mengingatkan bahwa ejaan yang benar itu 'steel' bukan 'steal'—kemudian berencana memikirkan perasaannya masak-masak.

Setelah mereka selesai, Sephiroth bermaksud melanjutkan pekerjaannya sendiri. Akan tetapi, pernyataan Yuffie yang berikut menahan gerakannya.

"Ngomong-ngomong, ini ada salah satu komentator videoku yang ngotot pengin tahu Tifa ada di mana. Kayaknya dia kenalan Tifa."

Deg. Entah kenapa jantung Seph berdegup terlalu kencang.

Ah. Ia tahu apa artinya.

"Tunjukkan yang mana," ujar Sephiroth, sigap mengamati layar laptop Yuffie dengan saksama.

Yuffie sedikit bingung mengapa house mate-nya itu mendadak serius, kemudian jadi sedikit menuntut.

Pemuda bermata hijau itu sudah punya dugaan siapa orang itu, namun ia harus seratus persen yakin. Seph pun mencatat username sang komentator dalam memori. Akan ia serahkan pada pakar IT andalannya nanti.

Jadi… bagaimana kalau dugaannya benar? Bagaimana jika faktor X ini mengacaukan semua usahanya? Bagaimana jika investasi waktu, tenaga, dan mungkin, perasaannya, tidak berhasil?

"Err… Seph?"

Sephiroth bergegas meninggalkan Yuffie. Untunglah di saat terakhir ia mampu berbalik, beralasan bahwa ia mengingat urusan penting, lalu menyuruh Yuffie tidak khawatir. Ia memaksakan senyuman yang cukup menyakinkan, kemudian hengkang menghilang ke dalam kamar.

.

.

Beberapa jam kemudian, email balasan ahli IT kepercayaan Sephiroth tiba. Membacanya, seketika juga ia tahu, hubungannya dengan Tifa sedang terancam. Kenapa? Karena Sephiroth yakin komentator video Yuffie tersebut tak lain dan tak bukan adalah pemadam kebakaran yang mereka tonton di TV. Nama lengkap pria itu Cloud Strife.

"Cloud Strife," ulangnya lamat. Samar, secercak warna hitam mewarnai sore itu. Warna yang sudah tidak pernah mencoreng lembaran hidupnya sejak datang ke Terrace House.

Sang jutawan mengetik balasan berisi instruksi mendetail. Namun, ia tak kunjung menekan tombol 'kirim'. Tak biasanya Sephiroth menghabiskan waktu sebanyak itu untuk mencegah 'lawan bisnis meraup keuntungannya'. Hati nurani yang biasa dia berangus kali itu memberontak tak wajar. Suara hati berbentrokan dengan gengsi, dan itu memunculkan kontradiksi.
Dia adalah Sephiroth Crescent. Sebagai seorang pengusaha, insting naturalnya adalah meraup untung sebesar-besarnya. Ia tahu, Tifa bukan gadis yang gampang ditemukan. Dia adalah jackpot dari permainan ini. Dan jika ia ingin menang, ia harus mendapatkan Tifa.

Di sisi lain, superiority complex dalam jiwa seorang Sephiroth tidak akan pernah lekang. Dan itu membuatnya mempertanyakan, apakah untuk gadis seperti Tifa, upaya sejauh menghalangi Cloud Strife perlu ia lakukan? Lagipula, apakah dia betul-betul menyukai Tifa? Jangan-jangan, Tifa mencuri hatinya karena ia begitu kontras dibandingkan dua gadis lain yang jelas bukan tipenya?

Sephiroth menutup mata, berusaha mengingat momen saat bunga-bunga api itu bermekaran. Dibayangkannya lagi sentuhan tangan mereka, sensasi dingin punggung tangan mungil itu. Pantulan warna kembang api pada mata gelapnya.
Sephiroth menunggu apakah dadanya akan meledak lagi. Tapi… tak ada yang terjadi. Detak jantung tidak beraturan itu telah surut. Pompaan adrenalinnya sangat-sangat terkendali.

Pada menit-menit itu, semakin lama Sephiroth semakin tak merasakan hasrat untuk memiliki, mejaga, atau sejenisnya. Aneh. Untuk masalah saham dan aset, dia yakin perasaan-perasaan tadi berlomba-lomba menunjukkan diri.

Entahlah. Bisa jadi dia memang tercipta sebagai makhluk aseksual. Mungkin romansa memang bukan untuk dirinya. Mungkin itu genetik, karena, jika dirunut, begitu pula dengan sang ayah yang hanya memedulikan cara 'meneruskan legenda di muka bumi'. Jadi benar, yang kemarin itu hanyalah luapan emosi sesaat, ulah zat-zat kimia produksi otak yang kebingungan.

"Hah… Kenapa rumit sekali," desahnya, menghapus draft barusan.

Ia pun berbaring dan berusaha memejamkan mata. Tapi entah mengapa, berulang kali senyuman Tifa terbayang, dan meski itu tak memacu debaran liar, bibir Sephiroth otomatis melengkung.

Ah, bagus. Sekarang ia semakin pusing.

Pemuda yang sebentar lagi berusia dua puluh delapan tahun itu benar-benar tidak dapat memutuskan, apakah ia akan mencoba memantapkan hubungannya dengan Tifa atas nama 'percobaan' cinta, atau membiarkan desakan 'ahli waris' itu datang sendiri pada waktunya, melepaskan kesempatan ini. Ia baru menyadari dirinya yang begitu kompleks.

Untuk mengurai kekusutan itu, Seph pun memutuskan untuk membahasnya dengan seorang pakar. Siapa lagi kalau bukan Zack Fair.

.

.

" 'Sup, broh? Oh, ya ampun. Kamu… kurang olahraga?"

Tentu saja Zack menyadarinya. Bobot Seph naik lima kilo. Makanan yang tidak diatur benar-benar telah memaksanya membayar dengan kenaikan lemak.

"Yah, gitulah. Bagaimana denganmu?"

Zack menyadari adanya perbedaan cara berbicara Seph, juga sikapnya. Dia menduga akan mendapatkan sebuah cerita yang menarik.

"Jadi, kita sedang menunggu Angeal dan Genesis?"

"Aku nggak mengundang mereka."

Keterkejutan jelas terpampang dari raut wajah Zack.

"Yang ingin aku bahas, hanya bisa kamu yang mendengar."

"Kamu jadi lebih misterius sekarang," timpal si muda. "Aku suka itu. Semua orang butuh sedikit rahasia dalam hidupnya."

Tampang lempeng itu. Seph masih dirinya, tidak terlalu menunjukkan ketertarikan terhadap apapun.

Untungnya percakapan mereka berlangsung tanpa kesulitan berarti. Memang, ketiadaan Angeal dan Genesis kadang memunculkan kecanggungan yang aneh. Ini karena Sephiroth bagaikan serigala alfa yang dingin, sementara Zack seperti anak anjing banyak acara.

Pesanan mereka pun diantar. Zack memesan pesanan biasanya, makanan tinggi protein, sementara Seph, sepertinya ingin mengembalikan tubuh di masa kejayaan, memesan semangkuk salad udang dan dua gelas jus buah.

"Bagaimana kabar Aerith?" tanya pria berwajah tirus itu kemudian.

"Nggak pernah secantik sekarang!" balas Zack.

"Love is in the air," goda Seph dengan secarik sinisme. "Tunggu sampai umurnya tiga puluh. Setelah itu, hanya akan ada penurunan."

"Tidak bagiku," sangkal Zack.

Pria itu seakan bisa jatuh cinta setiap hari, sesuatu yang sangat mengherankan. Yah, tapi, mungkin dia memang spesies manusia yang baru 'utuh' setelah menemukan separuh jiwanya dalam diri seorang lawan jenis, dan langsung mabuk kepayang seharian.

"Jadi, ada yang bisa aku bantu, Boss? Eits! Biar kutebak! Ini masalah si seksi, kan? Siapa namanya?"

"Tifa Lockhart," gumam Seph. Entah kenapa ia tak suka Zack mengingat bagian itu tentang Tifa. Ah, ini salah Yuffie karena memasang judul video norak.

"Bagaimana hubunganmu dengannya? Sudah pernah kencan berdua?"

"Sudah."

"APA!?" Seorang Zack Fair begitu tidak siap mendegar jawaban barusan, dan nyaris menyemburkan minuman dari hidung.

"Sudah pernah menghabiskan malam bersama?"

Si Anak Anjing curiga, jangan-jangan ahli waris MRIH itu tidak seputih dulu.

"Kami tinggal di bawah satu atap, Zack. Secara teknis kami selalu melewatkan malam bersama. Tapi tidak berdua."

"Oke, oke."

Pembicaraan ini sepertinya akan semakin di luar kendali.

"Tenang, Zack. Aku tidak tertarik dengan kegiatan yang berpotensi mencoreng nama baik keluargaku, sekaligus menghancurkan masa depan seseorang yang tak ada sejarah buruk denganku. Menurutku itu bukan investasi menguntungkan."

Pemuda bersurai hitam itu hanya tertawa. Tapi dia sudah tahu, Seph bukan penggila wanita. Dia bahkan tidak menyangka, orang di depannya itu mampu menurunkan gengsi untuk mengajak seorang wanita kencan. Walau jadi yang diajak sekalipun, bagi orang-orang berada, apalagi yang sekaya Sephiroth, pergi berkencan dengan wanita tidak 'selevel' memerlukan penurunan ego yang sangat drastis.

"Aku berusaha menjaga semuanya ideal. Jika ayahku tak bisa mengajarkannya, aku harus belajar sendiri. Aku tidak mau mengulang kesalahannya."

Zack tahu, Sephiroth sedang membicarakan ibunya, Nyonya Lucrecia. Jika Tuan Hojo memperlakukan Nyonya Lucrecia sebagaimana seharusnya, Sephiroth tentu merasakan kasih sayang ibunya lebih lama.

"Bagus, bagus. Sesuai dengan apa yang diharapkan darimu, Seph!"

Pria berambut panjang itu kembali menyantap hidangan. Sephiroth yang biasanya tidak pernah terlihat bernafsu makan, malam itu tampak berbeda.

"Salad ini enak. Bukankah ini aneh? Aku menyewa jasa ahli gizi terbaik Midgar, tapi yang diberikannya padaku adalah … ampas?" Sebenarnya, ia ingin bilang sampah. Hanya saja, Marlene benar, tak etis menyebut-nyebut benda kotor itu di meja makan.

Alis hitam Zack berkerut mendengar ucapan tidak tahu berterima kasih Sephiroth.

"Maaf jika cara bicaraku tidak pantas, Zack. Kuakui diriku banyak berubah selama tiga bulan ini."

Itu tak perlu dibantah. Tapi Zack repot-repot datang ke tempat itu bukan untuk ceramah, melainkan untuk membantu.

"Mari kita lanjutkan topik yang tadi. Jadi, perempuan itu, siapa tadi namanya?"

"Tifa Lockhart."

"Jadi, apakah Nona Lockhart benar-benar punya prospek dalam masa depanmu?"

Tuan Fair tidak menanyakannya sambil lalu. Sorotan matanya seakan ingin bilang, pembicaraan ini akan jadi pembicaran paling penting hingga beberapa tahun ke depan.

"Positif," ujar Seph tanpa ragu. Itu hanya salah satu trik aktingnya yang bagus, yang sudah dilatihnya bertahun-tahun dalam diskusi bisnis yang penting.

Sayang, Zack sudah tahu tentangnya.

"Yakin?" sebagai double-check ditanyakannya pertanyaan yang sama. "Soalnya, kalau benar, ini akan menjadi tonggak sejarahmu, Seph."

"Tonggak apa…?"

"Ini akan jadi kali pertama dalam sejarah hidup Tuan Sephiroth Crescent yang Mulia, di mana beliau mengakui ada seorang wanita yang layak mendapatkan dirinya."

Hm. Tidak salah juga, sih.

"Ya Gaia, terima kasih!" seru Zack Fair. "Setidaknya salah satu dari kalian bertiga tidak akan jadi jomblo emas."

Sephiroth mengedip tanpa ekspresi.

"Baiklah. Mari kita berandai-andai. Misalnya, kamu sadar cintamu padanya bersambut apa yang kamu lakukan?"

Ya, benar juga. Misalnya, Tifa benar-benar suka padanya…. Apa yang akan dia lakukan?

"Melamarnya?"

Zack memegangi dada.

"Astaga! Jadi kau itu sebenarnya sudah desperate!"

Lagi, Sephiroth berkedip-kedip tanpa ekspresi mendukung.

"Salah! Tentu saja tidak. Yang kamu lakukan, mengenalnya secara eksklusif. Cari benar-benar, apakah dia cocok untukmu. Apakah dia bisa menangani monster dalam dirimu. Setelah itu?"

Sephiroth menimbang-nimbang.

"Me… lamarnya?"

"Aku baru tahu kamu tuh ngebet banget nikah. Kayaknya lebih dari aku, deh."

Percakapan itu berlanjut dan berlanjut sampai larut malam. Tapi Seph lega sepertinya ia memilih konsultan yang tepat.

Saat Zack pamit ke kamar kecil, Sephiroth memindahkan email dihapusnya ke draft, dan ketika Zack kembali, email itu telah mencapai salah satu hacker kenalan Seph. Game on. Masi berikan tepuk tangan pada Seph kita yang telah memutuskan untuk maju.

Di akhir pertemuan, Zack berkata dirinya datang naik taksi hari itu. Jadi, kawannya menawarkan diri mengantar, dan dia bersikeras.

Seph pun menelepon chauffeur pribadinya.

"Dan omong-omong, sekarang aku baru ingat. Seharusnya aku mengambil sesuatu di Sektor 7. Keberatan kalau mampir ke sana dulu?"

"Ayo. Aku juga penasaran dengan tempat itu di malam hari."

Mobil mewah Seph melaju ke bagian paling gelap Midgar.

.

.

.

.

.

"Toko apa ini?"

"Toko perhiasan. Jangan bilang-bilang Aerith, yak !"

Saat itu juga si Perak mengetahui intensi sohibnya.

"Kamu mau melamarnya?"

"Ssstt, ah! Melamar kata favoritmu tahun ini?" keluh Zack. Tapi kenapa sambil senyam-senyum begitu?

Zack tak memberi tahu kenapa ia membuat cincin tunangannya di tempat seperti itu. Pastilah informannya yang menyarankan tempat ini, mungkin karena dia membuat cincin sesuai permintaan menggunakan logam langka yang hanya bisa dipancing di dasar laut Wutai, yang konon bisa membuat cinta abadi. Oh, panjang sekali penjelasannya.

Seph menunggu di depan mobil sementara sahabatnya menyelesaikan urusannya. Toko mencurigakan itu buka sampai tengah malam. Dirinya tidak heran jika tempat yang sama digunakan untuk perdagangan obat terlarang.

Ketika perasaannya mulai tidak enak, tiba-tiba mata hijaunya menangkap sebuah gerakan yang mencurigakan di mulut gang tak jauh dari sana. Seph semakin gelisah. Jangan-jangan ada preman?

Dimintanya sang driver menekan tombol khusus di dalam mobil, yang akan menyalakan alarm di rumahnya. Dalam lima menit, selusin bodyguard akan datang. Hei, lebih baik aman daripada menyesal. Sekarang, ia hanya perlu mengulur waktu.

"Zack, ada baiknya kita menunggu di dalam mobil," Sephiroth memperingatkan.

Tapi temannya itu bergumam tak jelas dan tidak kunjung keluar.

Sejurus kemudian, Seph mendengar jeritan seorang wanita. Zack menyusul keluar dari toko. Bedanya, sebelum berpikir pemuda itu langsung berlari ke arah suara.

"Demi Jenova, Zack!"

Sephiroth menyesal tidak menghentikannya. Ia lupa orang itu dari dulu bercita-cita menjadi pahlawan nasional!

Ia tak mungkin membiarkan sahabatnya menghadapi bahaya. Akhirnya, Sephy menyusul sambil menyuarakan rasa kesal.

Ternyata, benar. Ada preman bersenjatakan pisau sedang mengganggu seorang wanita. Dan tebak siapa wanita itu.

"Tifa Lockhart?"

"Oh! Jadi kamu mengenal si seksi ini?" ujar si preman bersemangat, mengira berada di posisi menguntungkan. "Siapa kamu?"

Tanpa berpikir, Sephiroth maju ke depan Zack, lalu mengaku sebagai tunangannya, sontak membuat batin Zack menjerit, serial drama dari mana ini?

Si preman segera menawan Tifa dengan pisaunya.

"Serahkan semua uang kalian, atau dia akan celaka!"

Sephiroth mengangkat kedua tangan, kemudian meminta Zack menurutinya. Ia menjamin bahwa mereka akan melakukan apapun yang diminta. Dalam situasi itu, raut wajahnya tak menunjukkan sedikit pun ketakutan. Tiga menit. Tiga menit lagi bantuan akan datang.

Sephiroth menjangkau dompet yang di saku celana kanannya, meminta Zack menirunya. Diacungkannya keuda dompet, lalu ia lempar agak jauh ke arah lain, dan kembali mengangkat tangan.

"Tinggalkan saja dia di sana. Dompet itu milikmu."

Syukurlah preman itu tidak banyak menuntut. Yang dikatakan Sephiroth dia patuhi. Bayangkan jika ia banyak berulah dan seseorang sampai terluka. Tiga menit tetap waktu yang lama jika kamu adalah sandera.

Preman itu mendorong Tifa keras ke arahnya, sampai keduanya berdebum di tanah, lalu membawa lari dompet Sephiroth.

"Dompet kita! Eh, tasnya Nona Tifa juga dibawa kabur!"

Zack tahu, terutama dompet Sephiroth mengandung banyak sekali barang penting, seperti kartu-kartu berharganya.

"Jangan khawatir. Sebentar lagi dia pasti tertangkap," kata temannya dengan tenang. Tidak mungkin sistem keamanannya tak bisa mengatasi masalah sekecil pencopetan awam itu.

Ia menanyakan keadaan Tifa yang masih bersandar di dadanya.

"Kamu tidak kenapa-napa, kan?"

Wanita itu menggeleng. Kemudian Sephiroth menuntunnya ke mobil, hendak mengantarnya.

Menyaksikan betapa mewah kendaraan Sephiroth, Tifa tak dapat membendung rasa ingin tahu.

"Sebenarnya, siapa kamu?" tanya perempuan yang masih sedikit gemetaran itu.

Ini dia. Di sinilah kedoknya harus terbongkar.

"Sephiroth… Crescent," jawab pemuda itu enggan. "Akan kujelaskan lebih jauh nanti. Sekarang, sebaiknya kuantar kamu pulang."

.

.

.

.

.

To be continued


a/n: Aduh serius ini jadi makin mirip sinetron. Mana ada cewek disandera preman trus tiba2 crushnya ada di tempat yang sama. Tapi kalo ngga gini ntr fanficnya jadi kepanjangan. Tolong maafkan kepicisan fiction ini hahahah.

Makasih buat yang baca, lebih makasih lagi buat yang riviw! Maaf banget apdetannya lambat. Hahah. Happy weekend!