Chapter 7 : Wavelet

.

.

Lagi-lagi Mutsu kerja melebihi batas jam bekerja, tanpa ditemani Sakamoto. Janji minum dengan sahabat Joy4-nya itu membuat dia tak bisa menemani Mutsu lembur kali ini. Tak apa, memang sudah hal biasa untuk Mutsu.

Semenjak menjadi kekasih direkturnya itu, memang tak banyak yang berubah dari keseharian Mutsu biasanya. Namun entah mengapa, rasanya hati Mutsu seperti dipenuhi kehangatan yang sebelumnya tak pernah dirasakannya. Beberapa karyawan juga sering memuji Mutsu yang akhir-akhir ini terlihat lebih ceria dari biasanya.

Pekerjaan Mutsu sudah hampir selesai, tinggal menunggu dokumen selesai tercetak, lalu tinggal dibereskan sebentar dan tuntas sudah pekerjaan hari ini. Sambil menunggu, Mutsu memandangi bingkai foto di meja kerjanya. Foto itu merupakan fotonya bersama Sakamoto saat menghadiri suatu acara penghargaan untuk perusahaan terbaik tahun itu. Sebenarnya hanya formalitas saja, maksud lainnya adalah Mutsu ingin memajang foto berdua yang terlihat 'aman' bersama Sakamoto. Jadi saat orang lain bertanya, dia akan menjadikan hal tersebut sebagai alasan. Lucunya, Sakamoto juga melakukan hal yang sama di meja kerjanya.

XXX

Suara mesin printer berdengung menemani Mutsu malam itu. Di tengah dirinya yang masih memandangi foto sang kekasih. Lamunannya semakin berjalan jauh sampai ingatan saat dirinya masih remaja. Saat itu umurnya masih 17 tahun, setara dengan anak sekolah menengah atas pada umumnya. Mutsu tidak bersekolah memang, namun kecerdasannya sudah jauh dari rata-rata. Kehidupannya yang sudah dari kecil di atas kapal membuatnya tak banyak memiliki teman, atau bisa dibilang tidak sama sekali. Namun semenjak kedatangan Sakamoto dan Kaientai, hidupnya berubah. Ia menjadi banyak bersosialisasi dan memiliki teman untuk berbagi.

Suatu hari, Mutsu yang sangat penasaran, bertanya kepada Kancho-nya.

"Sakamoto, aku ingin bertanya sesuatu"

"Tanyakan saja"

"Jatuh cinta itu, bagaimana rasanya?"

"Eh?"

Kepalanya sudah menyiapkan berbagai jawaban untuk pertanyaan rumit yang biasa ditanyakan Mutsu padanya, ternyata yang hal ditanyakan justru hal yang sangat jauh dari pikirannya.

"I-itu.. ahaha.." dirinya pun menjadi kikuk.

Sakamoto pun berpikir keras, sambil menggaruk belakang kepalanya dia memikirkan kata yang tepat untuk menjawabnya.

"Hmm.. rasanya seperti.. detak jantung meningkat lalu dada terasa sakit seperti nyeri, tapi bukan rasa sakit yang menyiksa dan itu membuatmu ingin merasakannya lagi, yah.. kira-kira seperti itu"

"Bukankah itu tanda-tanda serangan jantung?"

"Tentu saja bukan! Rasanya berbeda tahu! Sudahlah, tunggu saja suatu saat kau akan merasakannya sendiri"

"Jadi kau sudah pernah merasakannya?"

Kepolosan pertanyaan Mutsu membuat sang Kancho pun tersipu. Bagaimana tidak, seseorang yang membuatnya merasakan hal itu kini tiba-tiba menanyainya langsung.

"Pe-pernah.." jawabnya ragu-ragu.

"Hee.. Kupikir orang sepertimu hanya tahu cara bermain wanita saja"

"Jahat sekali kau Mutsu, hahahaha"

"Pertanyaan selanjutnya, lebih tepatnya permintaan"

"Katakan saja"

"Aku ingin kau menciumku"

"Ha? HAA?!"

Pada titik ini, beruntung jantung Sakamoto masih berada pada tempatnya.

"M-m-Mutsu! Kau bercanda kan?"

"Tidak, aku mendengar beberapa kru perempuan membicarakan hal ini saat menonton drama, aku jadi penasaran. Katanya dengan ciuman orang bisa merasakan cinta. Apa memang ciuman pertama harus dengan orang spesial?"

"Ti-tidak juga.."

"Kalau begitu cium aku"

"Tidak bisa langsung begitu!"

"Yasudah aku akan mencari orang lain"

"Eeehh? Tunggu! Oke, baiklah, kita cari tempat aman dulu, sini ikut aku"

Mutsu mengikuti pria itu berjalan, tangannya digenggam, entah akan ditarik ke mana dirinya.

Sampailah mereka di sebuah celah kecil antara ruang penyimpanan dan ruang kendali utama. Tubuh mungil Mutsu tengah terimpit di antara dinding besi dan tubuh tinggi milik Sakamoto.

"Umm.. Apa ini yang dimaksud kabedon di banyak drama?" Tanya Mutsu.

"Mm.. Yaa.. begitulah.."

Sakamoto masih memandangi gadis dalam impitannya itu. Tentu saja dia gugup. Jika cahaya dalam celah ini cukup, mungkin bisa dilihat dengan jelas wajahnya yang kini merah padam.

"Apa masih lama?" Mutsu mulai terlihat tidak sabar.

"Tunggu dulu, aku masih menyiapkan mental"

"Bukankah kau sudah banyak mencium wanita?"

"Sudah kubilang! Kalau untukmu ini tidak mudah!"

Rupanya, kalimat terakhir tadi mampu membuat Mutsu ikut tersipu.

"Jaa, akan kumulai.."

Sakamoto menaruh telapak tangan kanannya di pipi kiri Mutsu, perlahan dengan tatapan mata sayunya, ia merendahkan kepalanya hingga sejajar dengan Mutsu. Mutsu pun terlihat gugup, meskipun tadinya dia merasa tenang-tenang saja namun sekarang dia justru kebingungan harus berbuat apa.

"Mutsu.." telapak tangan itu perlahan berjalan menutupi pandangan Mutsu seiring semakin lekat mata sayu itu memandanginya.

"Kau.. Jangan menyesal ya"

Tepat setelah itu, seluruh pandangan Mutsu menjadi gelap, dan sepasang bibir pun dengan lembut menyentuh daun mulut Mutsu. Selama beberapa detik bibir itu tak bergerak, hanya diam dan tak berkutik. Setelahnya, Sakamoto pun memberi kecupan lembut pada bibir atas dan bawah Mutsu secara bergantian, dan akhirnya melepaskan ciumannya dan membuka mata Mutsu.

Mutsu pun membuka matanya, mengerjap-ngerjapkan sebentar seperti mengembalikan kesadaran pada dirinya. Bagaimanapun juga, dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, semua itu terasa aneh dan terlalu cepat baginya.

"Bagaimana?" Celetuk Sakamoto sedikit mengejutkan Mutsu.

"Biasa saja.." jawabnya.

Lelaki itu pun membalasnya dengan sebuah tawa yang terdengar kikuk, meski tetap keras seperti biasanya.

"Sudah ya, aku harus ke gudang mau periksa barang, sampai nanti, Mutsu" dan lelaki itu pun pergi berlari sambil menutupi separuh wajahnya yang semerah tomat.

Rupanya, sepeninggal Kancho-nya, Mutsu tergolek lemas terduduk di lantai, sembari menekan meremas dadanya sendiri. "Ada.." gumamnya kala itu.

XXX

Beeep suara mesin printer yang selesai menjalankan tugasnya berhasil menyadarkan Mutsu dari lamunan kilas baliknya. Cepat-cepat dia membereskan berkas-berkas itu dan sesegera mungkin untuk bergegas pulang. "Rasanya, aku merindukannya.." gumamnya sesaat sebelum menaiki taksi panggilannya. "Kuharap dia tidak pulang terlalu malam".

Aku ingin bertemu dengannya.

Di tempat lain, di waktu yang bersamaan, Sakamoto tengah menuang sake bergantian dengan teman-temannya. Bukan karena reuni, sake itu sendiri justru membawanya teringat pada sebuah kenangan lama.

Saat itu, ulang tahun Mutsu ke 21, ia membawa sake yang sama dengan merek yang sama untuk dinikmati bersama yang lain di pesta ulang tahun kecil di kapal. Semenjak Mutsu menginjak usia legal, ia tak pernah ragu lagi untuk ikut minum alkohol bersama, apalagi ini hari ulang tahunnya. Hari itu Sakamoto melihat Mutsu yang terlalu bersemangat meminum sake yang dibawanya, memang sake itu lebih enak dari yang lain, dan mungkin itulah yang membuat Mutsu sangat menikmatinya.

"Hai, hai, cukup Mutsu, kau tidak boleh minum lagi" ujarnya dengan menjauhkan botol sake kedua yang akan dibuka oleh Mutsu.

"Nanja.. Aku baru habis satu botol, Kancho"

"Sudahlah, ayo kuantar kembali ke kamar" pria itu pun membopong Mutsu untuk kembali ke kamarnya.

Sebenarnya Mutsu masih belum terlalu mabuk alkohol, hanya saja namanya orang sudah terpengaruh, tetap saja meresahkan. Sakamoto tak mau terjadi hal buruk pada Mutsu.

"Nah, sudah sampai" Sakamoto pun menaruh badan Mutsu dengan hati-hati sampai di kasurnya.

Mutsu yang setengah mabuk sepertinya tidak bisa jika harus melepas atribut pakaiannya sendiri, karenanya Sakamoto membantunya untuk melepas topi jerami, jubah, juga sepatu bot milik Mutsu. Setelahnya, ia pun beranjak pergi meninggalkan ruangan.

"Kau mau ke mana?" tanya Mutsu menahan langkah sang Kapten.

"Aku harus kembali, Mutsu"

"Tetaplah di sini, temani aku" entah sejak kapan Mutsu tiba-tiba sudah bergelayut di punggung Kancho-nya.

"Hei hei, ah sudah kuduga kau benar-benar mabuk" ujarnya sambil menuntun Mutsu kembali ke kasurnya.

"Haha, aku tidak mabuk Kancho, dan aku serius, kenapa tidak menghabiskan malam di sini saja?"

Glup, sepertinya dia tidak main-main.

"Ah, tapi aku tidak punya permainan papan atau kartu di sini"

Fyuh, rupanya Mutsu hanya ingin mengajaknya bermain.

"Kalau uno, aku punya di kamar, biar kuambil dulu" Sakamoto kembali beranjak dari kamar itu namun lagi-lagi ditahan oleh Mutsu.

"Tidak usah, kita bisa melakukan hal lain"

"Seperti apa?"

"Bercinta, mungkin"

"Eh?"

Pada titik ini, akal sehat Sakamoto sudah hampir meninggalkan otak. Terlebih tangan kirinya yang sedari tadi ditahan Mutsu, kini tengah digenggam erat oleh wanita itu. "Tidak, akal sehatku, kembalilah" rutuk Sakamoto dalam hati.

"Kancho, kau tahu, di umurku sekarang, aku sudah bukan lagi anak-anak" perlahan tangan Sakamoto ditarik mendekati dirinya.

"Kancho.." suara panggilan ini terdengar sangat berbahaya untuk sang Kancho saat ini.

"Mutsu, kita tidak—"

"Kancho.. Aku ingin tahu, apa yang akan kau lakukan jika.."

Tangan itu, sebentar lagi akan sampai di tempat yang berbahaya.

"Jika aku melakukan hal ini" pada detik itu, Mutsu mendaratkan telapak tangan kiri Sakamoto di dada kanan miliknya. Dan tepat setelahnya, telah hilang akal sehat, tanpa ragu lagi Sakamoto menindih wanita itu dan berkata "Tolong jangan salahkan aku besok pagi".

Meskipun begitu, keesokan paginya, Sakamoto tetap harus babak belur dan bersujud meminta maaf kepada Mutsu akan apa yang semalam terjadi.


"Oi Sakamoto, kita mau pindah bar, kau ikut?" Tanya Katsura memecah lamunan Sakamoto.

"Ah, tidak, sepertinya aku mau pulang saja"

"Jaa, berarti kita berpisah disini, bye bye"

Setelah itu, Sakamoto segera memanggil taksi dan segera bergegas menuju apartemennya.

Aku ingin bertemu dengannya.

"Pak, tolong mampir ke kantor Kaientai sebentar"

XXX

Taksi yang dinaiki Mutsu baru saja melaju ketika sebuah taksi berhenti di depan kantornya. Penumpang taksi itu turun sebentar, melihat seluruh lampu gedung yang telah padam. Terlebih, ruang kerja kekasihnya juga terlihat sudah tak bercahaya. Ah, sepertinya Mutsu sudah pulang.


Elevator berhenti dan membukakan pintunya di lantai tempat apartemennya berada. Wanita itu berjalan melangkahkan kakinya menuju flat miliknya. Di persimpangan, dimana menyekat ruang miliknya dan kekasihnya, wanita itu mengambil selangkah bolak-balik, ragu namun ingin mengecek apakah sang tercinta telah sampai di kediaman. Namun kakinya urung, sepertinya Sakamoto masih berada di luar.

XXX

Elevator kembali terbuka di lantai yang sama. Menampakkan sosok pria yang menaikinya. Pintu apartemen milik kekasih pria itu baru saja tertutup ketika pria itu baru saja menapakkan kakinya di persimpangan yang sama. Lucunya, dia juga terlihat mondar-mandir sebentar seperti yang dilakukan kekasihnya barusan. Dia pun juga urung, mengingat mungkin Mutsu sudah tertidur lelap di sana. Maka, ia pun melangkahkan kakinya untuk menuju ruangannya saja.


Mutsu melangkah keluar kamar mandinya, rasanya segar sekali mandi setelah seharian penuh peluh saat bekerja. Mutsu menuju wastafel dimana dia juga menyimpan kotak obat di situ, anehnya obat yang dicarinya tidak ada.

"Sial, aku lupa kalau pil ku habis. Lusa baru ada waktu luang untuk ke dokter" dia pun kembali menutup kotak itu.

Dia berjalan ke kamarnya, lalu merebahkan tubuhnya di kasur besar miliknya. Ia meraih ponselnya, memandangi kiranya adakah pesan dari kekasihnya. Karena tak ada satu pesan pun, akhirnya dia memutuskan untuk membuat panggilan.

Ponsel Sakamoto memang berdering, namun si pemilik tak kan mendengarnya dari balik gemercik air di kamar mandi. Lagi-lagi panggilan telepon Mutsu tak terjawab.

XXX

Merasa resah, dan rindu tentunya, Mutsu tak bisa tidur. Ia menuju dapur dan mengorek isi kulkasnya. Semangkuk puding coklat yang dibuatnya kemarin masih utuh belum dimakan. Rasanya ingin sekali ia menyuapi kekasihnya dengan puding ini, apa memang seharusnya dibawa saja kesana?

Tanpa banyak pikir, Mutsu pun membawanya. Jika memang Sakamoto belum pulang, ia akan menyantap puding itu sendiri sambil menunggunya pulang.

Sakamoto yang baru saja selesai mandi meraih ponselnya dan terkejut ada dua panggilan terlewat dari Mutsu. Mungkin ada sesuatu yang penting, buru-buru ia berpakaian dan bergegas menuju flat milik Mutsu.

Dalam sebuah kebetulan, Sakamoto membuka pintunya tepat saat Mutsu bersiap akan mengetuknya.

"Oh!" ujarnya bersamaan.

"Aku membawa semangkuk puding, apa kau mau?"


Sakamoto benar-benar tak mau melepaskan pelukan pada kekasihnya. Kemana pun Mutsu berjalan, dia akan mengikuti dengan masih merangkul erat kekasihnya dari belakang. Ditangkupkannya kepalanya di leher kekasihnya itu, dihirup cium wangi tubuh bercampur sampo wangi darinya.

"Lepaskan sebentar Tatsuma, aku mau ambil sendok"

"Tidak mau, aku rindu"

Mutsu hanya bisa menghela napas dan membiarkan kekasihnya melakukan kemauannya.

"Lalu bagaimana kita mau duduk dan menyantap ini?" tanya Mutsu saat mereka sudah di sampai di sofa.

Sakamoto memposisikan dirinya duduk lalu mendudukkan Mutsu tepat di antara kakinya sehingga dia bisa mengapit tubuh mungil kekasihnya. Lalu dipasangkannya selimut tipis yang ada di situ dan dinyalakan pula TV ruangan itu.

"Kalau begini, bagaimana caraku menyuapkanmu?" tanya Mutsu lagi.

Sakamoto merebut mangkuk itu dan mulai menyendokkan suapan pada Mutsu. "Biar aku saja" katanya.

XXX

Acara TV malam itu sebenarnya cukup menarik, acara komedi dengan komedian terkenal favorit Mutsu. Tapi bagaimana dia mau menikmati acara jika Sakamoto terus-terusan bermain dengan tengkuknya. Itu membuatnya geli.

"Tatsuma, hentikan sebentar" pintanya.

"Kenapa?" raut wajah Sakamoto terlihat seperti kecewa.

Sambil membalik badan dan menangkup kepala kekasihnya, Mutsu bertanya "Mengapa kau manja sekali hari ini?". "Aku hanya rindu, itu saja" jawabnya.

Mutsu pun mengarahkan kepala itu ke dadanya agar ia bisa memeluknya. Nyaman sekali rasanya, ia pun rindu, sangat merindukan pria satu ini. Rambut ikal itu sedikit menggelitik dirinya. Tiba-tiba, ia merasakan sebuah kecupan di dadanya.

"Hey apa yang kau lakukan?"

"Kancing piyamamu terbuka"

Sejurus kemudian tubuhnya sudah terangkat dan dibawa menuju kamar oleh kekasihnya. Sesampainya di kamar, ia langsung memosisikan dirinya agar nyaman untuk berpelukan. Benar-benar manja sekali Sakamoto kali ini.

"Tatsuma, tadi sebenarnya waktu di kantor, aku teringat saat pertama kali kita berciuman" ujar Mutsu.

"Sama, aku juga teringat saat pertama kali kita bercinta" balas Sakamoto.

"Dasar otak mesum!" Mutsu pun memukul-mukul kekasihnya dengan bantal.

"Tapi Mutsu.." tangan Mutsu pun terhenti saat ditangkap kekasihnya.

"Pada akhirnya kita bisa melakukannya dengan benar" ujarnya sembari mengelus jemari lentik kekasihnya.

"Tatsuma, apa kau mau melakukannya lagi?"

"Dengan senang hati" dan Sakamoto pun melayangkan kecupan lembut di dahi Mutsu.

"Ah tapi, pakai pengaman ya, pil ku habis dan lusa baru bisa membeli yang baru"

"Tenang saja bunny, di laci masih ada sekotak, hahaha"

XXX

Di pagi hari, Sakamoto Tatsuma terbangun sendiri di kasurnya. "Mutsu, kemana?" gumamnya. Ia lalu melangkahkan kakinya keluar kamar untuk mencari Mutsu dimana.

"ughh huukh!"

Terdengar suara erangan seperti orang muntah dari dalam kamar mandi. Segera, Sakamoto bergegas ke sana menghampirinya. "Mutsu, kau kenapa?!" terkejut sekali dirinya mengetahui wanitanya sedang mual.

"Tatsuma, bisakah kau ambilkan obat di dalam botol hijau di rumahku?"

Secepat kilat Tatsuma berlari menuju apartemen Mutsu dan mencari obat yang dimaksud. Sialnya, tidak hanya satu botol obat berwarna hijau di sana, daripada bingung dia memutuskan untuk membawa semua botol berwarna hijau dari sana.

"Ini Mutsu, aku tak tahu yang mana, kubawa saja semua" ujarnya sambil menyodorkan botol-botol itu di hadapan Mutsu yang kini tengah duduk di meja makan.

"Terima kasih" sahutnya sambil menenggak sebuah tablet dari salah satu botol hijau yang diambil Sakamoto.

"Mutsu, apa kau sakit? Kau kenapa?"

"Ah, sial, sepertinya maag ku kambuh"

"Apa makanmu tidak teratur Mutsu?"

"Teratur sih, tapi aku sudah jarang makan siang, kau tahu sendiri kantor kita seperti apa akhir-akhir ini, mungkin pengaruh stres juga"

"Jangan begitu! Kesehatanmu perlu kau perhatikan juga Mutsu! Mulai sekarang aku akan mendatangimu saat makan siang, kupastikan kau makan"

"Oke, sekarang, kau mau sarapan apa? Toast saja, mau?"

Sakamoto menjawabnya dengan sebuah anggukan tanda setuju.


Di kantor, lagi-lagi datang sebuah kabar tidak menyenangkan dari sebuah cabang yang mengatakan mendapat kiriman paket misterius berisi boneka kelinci koyak yang disiram cairan merah. Cabang yang lain mengatakan tiba-tiba mengalami kerusakan parah pada pusat kendali listrik padahal di hari sebelumnya tidak terjadi apa-apa. Sayangnya, pihak kepolisian setempat tidak bisa mengambil aksi penyelidikan dalam hal ini karena tidak terdapat indikasi tindakan kriminal di dalamnya.

Sakamoto menjadi sering keluar kantor untuk mengurusi hal-hal seperti ini dan menaruh beban pekerjaan kantor kepada Mutsu. Mau disalahkan juga tidak bisa, ini sudah menjadi tugas bagi pemimpin perusahaan besar seperti Kaientai untuk mengatasi segala permasalahan di cabang-cabangnya.

Semenjak berpindahnya manajemen pabrik baterai altana Burei dari Kaientai ke Barkas Company, memang kondisi menjadi lebih tenang untuk beberapa saat. Sayangnya tak ada yang menyadari bahwa itu memicu bom waktu demonstran yang lebih riuh dari sebelumnya.

Dari kejadian di pabrik baterai altana Burei, pabrik-pabrik lain yang manajemen kendalinya di pegang oleh Kaientai mulai meragukan kinerja Kaientai sendiri. Beberapa dari mereka bahkan mulai melakukan aksi mogok kerja dan mendesak perusahaan untuk mengganti maupun mengubah kendali manajemen.

Lebih parahnya lagi, dikabarkan di beberapa tempat terjadi perusakan properti perusahaan yang dilakukan oleh demonstran-demonstran tersebut. Karena tempat kejadian tidak di Bumi, Kaientai yang seluruhnya berpusat di Bumi pun kesulitan untuk langsung terjun mengatasi hal ini ke lapangan. Berbarengan dengan semua kekacauan yang terjadi, tentu saja saham Kaientai menjadi sangat anjlok.

XXX

Suasana kantor Kaientai semakin hari semakin panas dengan bertambah parahnya kejadian-kejadian yang menyerang Kaientai. Tak heran jika hampir seluruh karyawan dibuat bekerja di bawah tekanan. Beberapa pegawai pun dikabarkan jatuh sakit akibat pekerjaan yang semakin menumpuk, ini malah menambah beban kerja semakin banyak dengan sedikitnya pegawai.

Siang ini, Sakamoto, Mutsu dan tim 'khusus'-nya sedang sibuk berkutat di meja kerja masing-masing, kecuali Heiji-san yang memang bekerja dengan telepon. Mutsu yang merasa sedikit pusing beranjak dari meja kerjanya menuju dispenser air, bermaksud untuk mengambil minum sebentar. Namun tiba-tiba pandangan matanya menjadi kabur, dan tubuhnya kehilangan keseimbangan. Beruntung, belum sampai terjatuh dirinya sudah ditangkap oleh Sakamoto yang sigap menyadari gerak-gerik Mutsu yang aneh.

Mutsu terbangun di kamarnya sendiri, matanya masih kabur namun ia bisa mendengar suara dua orang berbicara di dekatnya. Sepertinya itu Sakamoto dan seorang dokter yang sedang menjelaskan keadaan Mutsu padanya.

"Mutsu-san hanya kelelahan, juga karena kata anda Mutsu-san memiliki masalah lambung, ada kemungkinan berhubungan dengan kurangnya nutrisi yang masuk sehingga membuat tubuh cepat lelah, saya sarankan jika kondisi semakin parah supaya dibawa ke rumah sakit saja"

"Terima kasih dokter"

Tak lama kemudian, dokter itu meninggalkan kamar Mutsu dan Sakamoto kembali menghampirinya.

"Mutsu, kau tak apa? Bagaimana perasaanmu? Apa kau butuh sesuatu?" bertubi pertanyaan langsung lolos dari mulut sang direktur menandakan betapa khawatirnya ia pada wanita satu ini. Mutsu itu kuat, kalau sampai dia jatuh saat sakit seperti ini berarti memang dia sedang sangat lemah.

"Mutsu, kau jangan bekerja dulu, kau istirahat saja sampai baikan. Sudah, jangan pikirkan apa-apa lagi"

"Tatsuma tenanglah, aku baik-baik saja.." ujar Mutsu sambil menggenggam tangan kekasihnya.

"Mutsu apa kau lapar? Aku akan buatkan sesuatu untukmu, katakan saja"

"Umm.. Aku seperti ingin makan udon pasta tomat"

"Pasta tomat? Kau yakin? Seingatku kau tidak suka"

"Entahlah, aku tiba-tiba ingin"

"Baiklah tunggu saja, akan segera kubuatkan"

XXX

Keesokan harinya Mutsu masih belum dibolehkan masuk kantor oleh Sakamoto, meskipun dirinya merasa sudah sehat. Namun bukan Mutsu namanya jika hanya diam di rumah saja. Diam-diam dia menghubungi Yuki, asistennya dan meminta perkembangan kantor darinya sehingga dia bisa melakukan pekerjaan kantor dari rumah.

Beberapa kali Mutsu merutuk dirinya mengapa dia harus sakit di saat kondisi perusahaan hampir di ujung tanduk. Beruntung Mutsu mengikuti semua anjuran dokter sehingga tubuhnya cepat membaik. Ia tak akan keberatan jika harus meminum satu dua pil tambahan setiap harinya, di samping obat-obat yang memang harus dikonsumsinya setiap hari.

Hari selanjutnya, sebenarnya Sakamoto masih melarang Mutsu untuk datang ke kantor. Tetapi Mutsu tidak tahan lagi, dia mengincar agenda saat Sakamoto tidak ada di kantor baru dia akan datang. Berkat info dari Habara, dia bisa tahu agenda Sakamoto hari ini.

"Mutsu, sedang apa kau di sini?Bukannya aku sudah melarangmu bekerja hari ini?" sosok Sakamoto tiba-tiba muncul di dalam ruangan dan mengagetkan Mutsu dan Yuki yang berada di ruangan itu.

"Aku sudah bilang, aku tidak bisa diam saja di rumah, lagi pula aku sudah sehat"

"Tapi aku tidak ingin kau sakit Mutsu, setidaknya dengarlah perkataanku sekali saja"

"Aku tidak apa-apa direktur, see, aku bisa bekerja seperti biasanya, percayalah padaku"

"Ah baiklah, tapi jangan paksakan dirimu"


"KITA TIDAK BISA DIAM SAJA!"

Suara gebrakan meja dari sang direktur sukses mengagetkan seluruh peserta rapat di hari itu. Ya, tiba-tiba saja Sakamoto meminta seluruh staf terkait untuk rapat dadakan.

"Satu gudang penuh dan 3 forklif habis terbakar di Nagi, Dua ruang produksi di Burei meledak, satu komplek ruko di Hamek rusak parah akibat para demonstran, apa yang mereka mau dari kita? Merubah manajemen? Konyol sekali!"

"Tapi direktur, total kerugian akibat perusakan sudah hampir mencapai sepertiga total aset Kaientai, saham kita juga sedang anjlok, kalau kita memaksa mempertahankan kemauan kita, bisa-bisa kita habis hanya untuk perbaikan" sahut seorang peserta rapat.

"Aku tahu itu! Karena itu kita tidak punya pilihan lain, kita harus menuruti kemauan mereka, dengan kata lain, menyerahkan manajemen kembali pada perusahaan"

"Sakamoto! Maksudku, direktur! Apa yang anda pikirkan? Jika kita menyerahkan semuanya lalu apa lagi yang kita punya? Satu per satu aset kita akan digerogoti jika seperti ini!" ujar Mutsu sedikit keras dalam ruangan.

"Lalu apa yang bisa kita lakukan Mutsu? Katakan padaku, jika ada cara lain, apa pun itu akan kulakukan!"

"Kita bisa menunda proyek pembangunan Tower Sheren"

"Tidak bisa! Apa kata Nanking nanti jika kita tiba-tiba menunda proyek mendadak seperti ini? Kau pikir berapa banyak kerugian yang akan kita bayar jika Nanking sampai menuntut Kaientai perihal ini? Pembangunan tower itu sangat penting Mutsu, jika berhasil kita bisa membangun nama lagi"

"Tapi tidak ada jalan lain"

"Karena itu, aku akan menuruti permintaan demonstran, kita akan menyerahkan manajemen ke perusahaan awal, keputusanku sudah final dan rapat kali ini selesai. Aku akan menghubungi Shijaku soal ini, kalian semua boleh meninggalkan ruangan"

Para staf pun keluar dari ruangan satu per satu menyisakan sang direktur dengan wakilnya yang saling beradu argumen.

"Tatsuma! Kau tidak bisa melakukan ini!"

"Kenapa tidak? Aku pemilik perusahaan ini, segala keputusan ada di tanganku!"

"Kita bisa pikirkan cara lain untuk ini Tatsuma"

"Cara seperti apa yang kau cari Mutsu? Kau, sekali pun tidak pernah membiarkanku mengambil keputusan, memangnya siapa kapten di sini? Aku atau kau?!"

"Setidaknya kau tak perlu mengatakan hal menyakitkan seperti itu Tatsuma"

"Mutsu, maksudku bukan—"

"Apa kau benar-benar percaya pada orang dari Barkas itu?"

"Shijaku maksudmu? Tentu saja! Dia kawan lamaku, dia pasti ada di pihak ku"

"Orang bisa berubah Tatsuma"

"Oh, jadi kau mencurigainya? Bagaimana kalau aku mengatakan hal sebaliknya padamu? Dengar Mutsu, know your place! Kaientai itu milikku dan aku akan melakukan cara apa pun untuk menyelamatkannya"

Terluka dengan perkataan Sakamoto, Mutsu memilih tidak melanjutkan percakapan ini dan meninggalkan ruangan. "Kau butuh istirahat, Tatsuma" ucapnya sebelum meninggalkan ruangan.

XXX

Mutsu memasuki apartemennya dengan perasaan lelah yang sangat amat. Secara fisik iya, secara emosional malah lebih. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia dan Sakamoto bertengkar masalah pekerjaan seperti ini. Kali ini entah mengapa, Sakamoto sedikit sulit mengontrol dirinya. "Dia hanya lelah saja Mutsu, tak apa" gumamnya dalam hati.

Ting tong, bel pintu apartemennya berbunyi. Melalui interkom dapat dilihat Sakamoto lah yang datang. Lelaki itu tampak sedikit murung dengan wajah yang lelah.

"Mutsu, aku tahu kau di dalam, tolong bukalah" pintanya melalui interkom.

Sebenarnya Mutsu masih enggan bertemu dengannya, tapi jika itu dia Tatsuma yang dicintainya, dia tidak bisa membiarkannya saja. Perlahan pintu itu terbuka, mempersilahkan Sakamoto untuk masuk melewatinya.

"Mutsu, aku—" lelaki itu langsung menghamburkan pelukan ke arah Mutsu, namun Mutsu menolaknya. "Tolong, jangan, aku sedang tidak ingin" ujar Mutsu.

"Mutsu, aku minta maaf, aku tahu aku tidak seharusnya berkata seperti tadi, tolong jangan menghindariku Mutsu"

"Ya, aku paham. Kau seorang direktur yang pusing dengan permasalahan perusahaan, aku paham kalau kau kalut, ada lagi yang mau kau katakan?"

"Mutsu, mungkin perkataanku tadi melukaimu, tapi maksudku bukan—"

"Melukaiku katamu? Kau pikir aku siapa? Oh ya, aku hanya seorang second-in-command vice-captain bisa apa aku tanpa kaptenku? Hah, pathetic"

"Kancho, bisakah kau keluar ruanganku? Aku ingin istirahat"

XXX

"Ah menyedihkan sekali" gumam Mutsu sesaat setelah Sakamoto meninggalkan apartemennya.

"AARHGHH!" tiba-tiba saja Mutsu menyambar gelas yang ada di dekatnya dan dibantingkannya ke lantai hingga pecah berkeping-keping.

Sadar akan apa yang diperbuatnya, Mutsu lalu memunguti satu per satu pecahan gelas itu dan membersihkannya. "Aduh!" tak sengaja secuil pecahan melukai jari Mutsu. Membuat Mutsu tergores dan harus segera diberi plester luka.

Ia menuju wastafel tempat obatnya, membersihkan lukanya lalu membalutnya dengan plester baru. Melihat kotak itu lagi-lagi Mutsu teringat, ia harus mendatangi dokter untuk mengambil resep birth control yang baru.

"Ah sial aku lupa lagi. Besok, aku akan ke dokter, persetan dengan Tatsuma, biar dia urus sendiri urusannya, aku tak peduli"

Mutsu akhirnya menyudahi hari melelahkan ini.

.

.

To be Continue