Onigiri Miya

Haikyuu FurudateHaruichi

Pairing : Sakusa x Osamu/Suna x Osamu (Yup, Osamu is bottom)

Warn : OOC AF, cerita nggak jelas, dan ... selama ini aku bilang ayo bikin fluffy di fanfic ini? Hahahahaha No! wkwkwk

Summary :

Semua berawal dari Sakusa Kiyoomi memutuskan dapur Osamu cukup bersih untuk dia kunjungi. Namun siapa sangka kedekatan mereka akan membawa Sakusa pada masa lalu Miya Osamu yang tak pernah dia duga? Sakusa/Osamu. (Suna/Osamu)

Happy reading

Ketika Osamu bangun dan mengecek ponselnya, dia menemukan banyak sekali panggilan dari Atsumu dan satu pesan dari ibunya tentang Neneknya sudah stabil. Osamu menghela napas lega. Dia membiarkan panggilan Atsumu dan memilih membalas pesan ibunya. Dia sudah meminta izin, tetapi tidak ada salahnya mengirim pesan.

Di sebelahnya, Suna sedang memperhatikan. Dia tidak bertanya, juga hanya membiarkan Osamu tidur sejak tadi. Osamu bersyukur dia tidak bertanya macam-macam. Sebaliknya pertengkarannya dengan Atsumu pasti membebani Suna. Padahal sebentar lagi Haruko, dia harus segera menyelesaikan ini dan fokus pada kejuaraan. Sekalipun dia berkata Atsumu egois karena selalu menghindar ketika dia tidak menurutinya, bukankah yang Osamu lakukan ini sama saja?

Osamu menimbang untuk memanggil Atsumu. Dia juga penasaran apa yang dia maksud dengan Suna mencari pacar. Tapi bila dia bertanya, apakah itu tidak mencurigakan? Dari awal Atsumu tidak tahu hubungan mereka, dan Osamu berharap dia tidak akan tahu. Terkadang Osamu bertanya-tanya apakah benar tidak apa dia menyukai Suna sedalam ini? Mereka tidak akan menginjak jenjang yang lebih serius. Mereka tidak akan berani mengakui hubungan mereka pada dunia. Sebaliknya, jika Suna menemukan wanita yang menarik perhatiannya diantara kencan buta-kencan buta yang Atsumu rencanakan, mereka pasti bisa dengan bebas bergandengan tangan. Saling bersandar saat tertidur di kereta.

Bergandengan tangan? Osamu menghela napasnya. Apa yang dia harapkan diantara keramaian ini?

"Semua baik-baik saja?"

Osamu mengerjap. "Yeah. Tentu. Kenapa tidak?"

"Kau menghela napasmu berkali-kali. Aku sudah lama mengenalmu, dan tahu kebiasaanmu." Suna mengeluarkan ponselnya, dan menunjukkan pesan sumpah serapah Atsumu. "Dan karena Atsumu tidak terlihat baik-baik saja. Haruskan kuberi tahu dia kemana kita pergi?"

Osamu merengut. "Katakan aku mematikan ponselku."

Suna mengangguk mengerti. "Kau benar-benar akan mematikan ponselmu?" tanyanya sembari terfokus pada ponsel.

"Tidak. Aku hanya akan memblokir nomornya."

"Itu jahat."

"Tidak juga."

"Oke. Selesai," seru Suna. "Aku memberi tahu Atsumu kita pergi untuk melihat kampus, tetapi tidak memberitahu jurusan mana yang ingin kau ambil. Tak apa?"

"Tentu."

Ponsel Suna berdering. Tanpa melihat pun, Osamu tau kembarannya lah yang memanggil. Suna mengangkat ponselnya, "Haruskan kuangkat."

"Terserah. Ini masih lama, kan? Aku tidur lagi."

"Aku akan membangunkanmu saat sudah sampai."

Satu jam kemudian Suna membangunkannya bersamaan dengan suara pengumaman dari speaker. Osamu mengambil tasnya. Pada akhirnya mereka tidak membawa banyak hal. Hanya beberapa potong pakaian dari rumah Suna, dan tas pinjaman. Osamu benar-benar ridak menyiapkan apa pun. Untung saja dia sudah mendaftakan kunjungan hari ini sebagai dua orang.

Selama kunjungan itu Osamu bersyukur Suna mengajukan diri untuk ikut. Dia tidak terlihat bosan dan malah memberi masukan-masukan. Terkadang mereka akan bercanda dan berkenalan dengan orang-orang. Saat memasuki jam istirahat, mereka makan di kantin. Suna mengomentari masakan disana dengan main-main dan berkata masakan Osamu lebih baik. Saat jadwal kunjungan sudah selesai, mereka segera kembali ke hotel yang telah di pesan Suna.

"Besok tidak ada jadwal lain, kan?" Suna keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Meskipun Suna selalu melakukannya setelah mandi, Osamu tidak pernah bisa terbiasa. Karena malu, Osamu mengalihkan perhatiannya pada layar ponsel. "Kau mau jalan-jalan?"

"Aku sudah bilang 'Iya' tadi pagi."

Suna mengangkat bahunya ringan. "Hanya mengonfirmasi." Dia melempar handuk basahnya pada Osamu. "Cepatlah mandi! Aku tahu kau kelaparan."

Osamu mendelik. "Aku selalu kelaparan."

Suna terkekeh geli. Namun sebelum Osamu memasuki kamar mandi, dia berkata, "Atsumu bilang dia akan menghajarmu saat pulang."

"Coba saja kalau berani," balas Osamu santai dan memasuki kamar mandi.

Begitu turun dari kamar hotel, mereka memilih untuk berjalan-jalan di sekitar kampus sembari mencari tempat tinggal dengan harga terjangkau, dan bila beruntung mencari tempat-tempat yang sekiranya menerima pekerja paruh waktu. Suna menolak keputusannya, tetapi Osamu bahkan belum benar-benar memutuskan akan mendaftar di sini.

Mereka memilih kedai ramen murah di sekitar kampus. Meskipun begitu rasanya lumayan. Pergi sedikit tambahan garam dan menambah kuat rasa kaldunya. Osamu mengerjap. Terkadang dia harus berhenti menganalisa sebuah makanan, dan menikmatinya tanpa berpikir. Bukan berarti mudah juga. Dia terlalu terbiasa melakukannya. Seperti refleknya. Seolah pikirannya memang dibuat untuk itu.

Osamu mendengus, hingga membuat Suna penasaran.

"Tidak cocok di lidahmu?"

Osamu menggeleng. "Ini lumayan. Tapi kau tahu kebiasaanku."

Karena mereka tidak familiar dengan daerah itu dan hari juga sudah malam, mereka segera kembali ke hotel. Baru keesokan harinya mereka berjalan-jalan bebas. Osamu suka berjalan-jalan ke tempat dimana tidak ada yang mengenali mereka. Suna bisa lebih rileks berjalan lebih dekat dengannya. Terkadang mereka bisa saling tertawa, dan saat itulah Osamu berpikir tempat ini pasti menyenangkan. Salah satu alasannya—dan impiannya—mencari tempat yang jauh dari orang di kotanya adalah bagaimana dia bisa bebas menjadi dirinya. Bukan sebagai Miya Osamu bayangan dari Miya Atsumu yang luar biasa dalam bermain voli.

Mungkin ucapan Suna benar. Dia menatap langit yang terang benderang. Warna birunya seolah menyemangati pemikiran Osamu. Dia hanya tidak ingin dianggap kalah. Lagipula sejak pertama kali Atsumu dipanggil ke kamp pelatihan dia tidak begitu kesal, dan dia kesal karena tidak begitu kesal.

Ah ... betapa memusingkannya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Suna. Dia mengangkat kepalanya. Matanya yang sipit semakin menyipit hingga membuat Osamu terkikik geli. "Ada yang lucu?"

"Matamu seperti hilang."

"Maaf saja," gerutu Suna yang membuat tawa Osamu semakin keras. "Jadi menurutmu kita mau kemana?"

"Ada berapa jam lagi?"

"Tiga jam."

Osamu terdiam. "Kita berjalan-jalan di taman saja." Dia menusap keringat di dahinya. "Tapi tempat ini panas sekali."

"Mau beli es krim sebelum ke taman?"

"Setuju."

Osamu benar-benar menikmati ini. Es krim di tangannya, taman yang sepi karen panas, semilir angin yang setidaknya membuatnya lebih sejuk, dan yang terpenting, Suna yang tampak lebih perhatian daripada setiap waktu jalan-jalan mereka. Osamu memakan es krimnya, menatap di kejauhan. Yang jadi masalah sekarang adalah Atsumu, tetapi dia ingin memikirkan itu untuk nanti saja.

"Lihat! Kau mau duduk di sana?"

Suna menunjuk bangku taman kosong di bawah baang-bayang pohon. Sedikit terpencil, tetapi itulah poinnya. Osamu tersenyum miring. "Tentu."

Di sana, mereka lebih bisa menjadi dirinya sendiri. Osamu menatap tangan Suna yang bebas. Dia ingin menyentuhnya, menggenggamnya, dan ... apa lagi? Dia menatap sekeliling. Tidak ada orang, tetapi bukan berarti seseorang tidak akan kemari.

Diam-diam dia menatap wajah Suna. Bagaimana dia tampak nyaman hanya berdiam diri berdua. Kemudian Osamu mengalihkan perhatiannya pada tangan Suna, menatap sekeliling, dan sudahlah ... dia tidak ingin memaksakan sesuatu.

"Ada yang kau pikirkan?"

Kali ini Suna benar-benar menatapnya. Matanya yang sipit seolah menembus ke dalam dirinya. Hal itu membuat Osamu tidak ingin menolak. Seolah hanya dengan tatapan itu, Osamu ingin membeberkan semuanya. Dia menggerutu, apanya yang bukan Kita-san? Kau sudah cukup mumpuni untuk membuatku terintimidasi dengan tatapan.

Osamu membuang mukanya. "Kemarin 'Tsumu menelepon."

"Yeah."

Osamu kembali memperhatikan Suna. Dari gerakannya dia tidak mengerti kenapa Osamu menanyakannya. Haruskah Osamu merusak suasana dengan menanyakannya? Dia memakan eskrimnya dengan cepat. Lantas menyadarkan punggungnya, dan menatap penuh pada Suna yang kebingungan.

"Dia bilang kau mencari pacar."

Seketika wajah Suna memucat. "Aku tidak ..."

Osamu menggigit bibirnya. "'Tsumu tidak berbohong."

Itu bukan pertanyaan. Osamu tahu betul kapan Atsumu akan berbohong. Lagipula orang itu pembohong yang payah. Setidaknya di depannya, Atsumu tidak akan berhasil berbohong.

Suna menunduk. "Maafkan aku."

Apa sih yang dilakukannya dengan merusak suasana?

Osamu mengusap belakang kepalanya canggung. "Seharusnya aku tidak mengatakannya sekarang, tetapi kalau kau memang tidak nyaman berhubungan denganku kita putus saja. Dari awal aku tahu kalau pasti sulit untuk pacaran. Kita sama-sama cowok."

"Tidak," pekik Suna. Eskrimnya menetes, terlupakan begitu saja. Digantikan dengan pembicaraan berat yang Osamu bawa. Osamu mencoba untuk tersenyum. "Aku bukannya tidak nyaman. Tetapi ..."

"Kalau kau takut pertemanan kita akan berakhir setelah kita putus, kau tidak perlu memikirkannya."

"Bukan begitu!" bentak Suna. Osamu terlonjak. Dia segera mengalihkan perhatiannya pada Suna yang menunjukkan ekspresi seperti anak kecil yang tersesat. Ini adalah kali pertama Osamu melihat Suna ingin menangis. Dia menunduk. Kemudian tangan Suna yang kotor oleh tetesan eskrim meraihnya. Eskrim itu meleleh ke tangannya, membawa rasa dingin. "Aku ... aku salah, tetapi aku sungguh ketakutan. Aku mengatakan itu karena Atsumu bertanya dengan siapa aku berkencan. Dia sudah menduga aku mengencani seseorang, dan saat aku berkata tidak mengencani siapa pun, dia menantangku, dan beginilah akhirnya. Aku menantangnya balik dengan memintanya mencarikanku pacar."

Osamu menggigit bibirnya. Sangat Atsumu. Dia tahu yang dikatakan Suna benar, tetapi tetap saja tidak bisa mengenyahkan rasa berat karena Suna begitu berkeras menyembunyikannya.

Mungkin hubungan ini memang tidak akan bisa berjalan, tetapi ... dia menatap Suna. Dia tidak bisa membohongi siapa pun, bahwa mereka saling menyukai. Mereka telah bersama sebagai teman sangat lama, sehingga perasaan suka ini akan dengan mudah berkembang menjadi cinta meski mereka baru tiga bulan menjalin hubungan.

Osamu meremas tangan Suna. Tidak ingin kehilangannya.

"Apa ..." Osamu menghela napas. "Aku mengerti."

Suna mendongak. Matanya menatap lurus pada milik Osamu penuh dengan ketidak berdayaan. Dirinya dan reputasina sama-sama penting bagi Suna.

"Apa ... aku ... Aku akan meminta Atsumu berhenti mencarikanku pacar."

Osamu ingin menikmati bagaimana tetes-tetes es membasahi tangannya yang digenggam Suna. Akan tetapi, lelaki itu segera berbalik dan melepaskannya dengan wajah pucat ketika mendengar sesuatu. Osamu ikut menatap arah pandang Suna, tetapi tidak menemukan apa pun.

Ada orang? Osamu mengernyit, kemudian menatap Suna yang kebigungan. Tampaknya begitu.

"Mereka tidak mengenal kita," kata Osamu menenangkan. "Dia mungkin ingin duduk di sini, tetapi melihat kita. Bagi orang yang tak kenal apa yang kita lakukan tadi tidak ada hubungannya dengan mereka. Mungkin dia tidak mau mengganggu, dan segera pergi."

Suna masih menatap tempat itu, kemudian mendesah, "Kau benar." Dia terdiam. "Maksudku, yeah. Aku ... uh ... Maaf. Aku melakukan hal bodoh."

Osamu tersenyum. "Tidak. Aku mengerti kau hanya ingin menyembunyikannya. Lagipula, pasti sulit untukmu yang ingin melanjutkan karir ke liga pro jika tersandung skandal gay."

Suna menatap tangan Osamu yang kotor. "Aku membuatmu kotor."

"Aku bisa mencucinya."

Suna tersenyum. "Sungguh. Maafkan aku. Seandainya aku bisa dengan bebas menunjukkan kau adalah kekasihku."

"Aku sendiri tidak berani mengaku pada 'Tsumu, jadi kurasa kita sama saja."

Sayangnya semua tidak berjalan sesuai yang Osamu duga. Rupanya hari itu, seorang dari sekolah lah yang datang. Awalnya dia ingin menyapa mereka berdua, tetapi milih untuk bersembunyi saat mendengar pembicaraan Osamu. Dia mengambil foto mereka. Suna tidak terlihat jelas, dia menggunakan topi saat itu, dan memunggungi asal kamera. Akan tetapi wajah Osamu terlihat jelas. Beberapa hari kemudian, foto itu sebar, bersama dengan narasi bahwa Osamu salah satu punggawa voli putra jauh-jauh pergi ke prefectur lain untuk bertemu kekasihnya.

Gosip itu menyebar cepat. Osamu menjadi pusat perhatian. Hampir semua orang mencemoohnya, yang tidak keberatan tidak peduli, beberapa orang seperti Kita-san dan Aran datang menyemangatinya. Atsumu mengamuk pada penyebar foto.

Dan Suna Rintarou menghilang. Dia tidak menyangkal, tidak mendatanginya, tidak menghubunginya. Tidak dapat dihubungi. Semua orang menuding Osamu dengan cemoohan. Voli tidak lagi menyenangkan untuknya. Reputasinya hancur. Reputasi Atsumu yang sejak awal tidak peduli pada orang lain ikut terseret.

Hal itu membuat Osamu semakin ketakutan. Dia tidak ingin pergi ke sekolah. Tidak ketika semua orang mengucilkannya, mencemoohnya, menindasnya, dan menghinanya. Atsumu mencoba meyakinkannya yang tidak mau keluar kamar. Takut akan dunia.

"Persetan dengan mereka, 'Samu! Kau bisa mencintai siapa pun yang kau mau. Mereka tidak ada hubungannya dengan itu."

Akan tetapi, ucapan Atsumu tidak menggoyahkan Osamu. Dia masih takut. Beberapa hari kemudian Suna menelponnya. Dia segera pergi ketika diminta untuk datang. Atsumu mencoba menghentikannya, bertanya kemana dia pergi, mencoba bertanya tentang keadaannya.

Akan tetapi, satu-satunya yang bisa dia katakan hanyalah, "Suna!"

Atsumu terdiam, kemudian mengangguk. Dia tahu bahwa Sunalah orang itu, dan dia percaya padanya. Salah satu penyesalan Atsumu yang takkan pernah bisa dia maafkan. Karena saat Osamu mendatangi Suna, hanya ada tiga orang yang menunggu. Ketika salah satu dari mereka menutup pintu gudang penyimpanan, Suna Rintarou tidak ada di sana.

Osamu menyudahi ceritanya yang panjang. Dia menatap jemarinya yang bertaut kemudian Sakusa yang menatapnya tak percaya.

"Saat itu mereka ehm ... menindasku. Mereka menghajarku dan Suna tidak melakukan apa pun. Setelah itu aku baru mengetahui bahwa mereka tahu lelaki itu adalah Suna. Lalu merek1a mengancam akan menyebarkannya juga. Akan tetapi, asal dia memanggilku, mereka tidak akan melakukannya. Jadi, yah ... kau tahu."

Sakusa membuka mulutnya, lantas terdiam. Dia memilih untuk berdiri, dan menghampiri pundak Osamu yang bergetar. Sementara pemiliknya mencoba untuk tegar. Ah ... tentu saja Atsumu mengamuk. Kalau Sakusa ada di sana, di sekitar mereka saat itu, menjadi salah satu dari teman mereka, bukannya orang asing yang menolak untuk bersalaman.

Sakusa tidak menyangka mereka pernah mengalami hal seperti ini. Menurutnya, Atsumu selama ini hanyalah seorang pemain menyebalkan, dan dia hanyalah kembarannya. Tidak lebih. Pertama kali dia memutuskan untuk datang, dia hanya ingin memakan masakan Osamu yang bersih. Lantas dia terpesona pada masakannya. Tidak perlu waktu lama bagi Sakusa untuk terpesona pada Osamu itu sendiri. Penyangkalan-penyangkalan itu. Kemudian di sinilah dia. Mendengarkan Osamu bercerita dan tampak rapuh.

Rapuh.

"Apa aku boleh memelukmu?"

Osamu mendongak. Dia mengerjap, matanya memerah, hampir menangis, tetapi dia bertahan. Lantas menunduk. "Apa aku semenyedihkan itu?"

"Tidak. Kau kuat. Kuat sekali hingga aku ingin memelukmu dan berkata, kau melakukannya dengan baik."

Osamu tertawa. Tawanya hambar, tetapi kemudian dia membiarkan Sakusa memeluknya. Ah ... Sakusa tidak menyangka akan merima seseorang dalam pelukannya selain ibunya, dan betapa terkejut dirinya, tidak terganggu. Dia malah ... nyaman? Betapa Osamu terasa begitu pas berada dalam rengkuhannya. Dia mengusap rambut hitam itu. Telah lepas dari pewarna rambut abu-abu miliknya. Hal itu membuat Osamu lebih tampan.

Osamu tersenyum. Lantas mengajak Sakusa kembali sebelum Atsumu menyusul.

Setidaknya, dia sudah mulai tersenyum.

Bagi Sakusa, itu sudah cukup.

To Be Continued

Kan, SunaOsanya udah kelar, tapi bukan berarti masalahnya udah selesai. Latar belakang masalahnya aja yang udah muncul (Kayak laporan aja wkwk). Sehabis ini bakalan lanjut lagi cerita yang latar waktu maju. Dua bab ini kan kalian kusuguhin flashback, sehabis ini ayo jalan ke ceritanya. Maaf ya, ceritanya jadi ngelantur, tapi kuharap kalian menikmatinya.

Thanks for read.

Sampai jumpa di chapter depan.