Sepupuku
Chapter 7. Hari Terakhir.
Sinar mentari pagi merekah seiring dengan sang surya yang semakin tinggi menanjak di langit pinggiran kota Kuala Lumpur. Pekatnya kegelapan malam perlahan pupus dikikis oleh cerahnya pagi di hari Minggu.
Rekahan sinar mentari pagi menembus tirai jendela sebuah rumah besar di pinggiran kota dan mendarat tepat di wajah FrostFire yang terlelap di atas sofa ruang keluarga rumahnya. Kedua kelopak matanya mulai bergetar selagi ia mulai tersadar dari dalam mimpinya. Perlahan-lahan netra oranye aquamarine FrostFire membuka kelopak matanya.
FrostFire mendapati dirinya masih berbaring di atas sofa yang sama sejak semalam. Kesadarannya belum kembali seratus persen ketika indera pendengarannya terpancing oleh suara-suara asing namun lembut. Suara-suara yang terdengar oleh FrostFire menarik perhatiannya pada televisi yang terpasang berhadapan dengan sofa tempat ia berbaring.
Baru saja FrostFire memperhatikan televisi yang masih menyala itu ketika sesosok zombie meloncat tepat pada layar televisi.
Kedua netra oranye aquamarine FrostFire langsung mendelik selebar-lebarnya dan...
"WUAAAA! ZOMBIE!" Meledaklah jeritan cempreng FrostFire yang disusul dengan...
"SINCOSTANGENT!" Sebuah jeritan lagi yang menyusul.
FrostFire bertatapan dengan Solar yang duduk bersila di atas lantai. Tangan si kakak sepupu terlihat memegang sebuah kendali konsol permainan elektronik sementara tangan yang sebelah lagi mengelus-elus dada.
"Astaga FrostFire," cicit Solar dengan suara sedikit serak. Dari wajah yang sedikit pucat dan netra kelabu yang masih mendelik jelas sekali terlihat kalau Solar masih belum sepenuhnya pulih dari keterkejutannya. "Bikin kaget orang saja!"
Sama saja dengan Solar, FrostFire pun terlihat agak pucat. "Kak Solar yang bikin kaget!" ketus FrostFire dengan jari telunjuk yang mengacung ke arah si kakak sepupu. "Pagi-pagi main Resident Evil!"
"Berisik!" Terdengarlah suara protes yang berasal dari sofa lain di ruang keluarga. Lebih tepatnya suara itu berasal dari Supra yang berbaring di atas sebuah sofa.
Tidak ada senyuman sama sekali di wajah Supra. Hanya ada bibir tipis cemberut yang ditemani kerutan-kerutan dahi yang mempertegas mood Supra pada pagi hari itu.
Hanya dua orang yang tidak terganggu dengan histerikal Solar dan FrostFire pada pagi hari itu. Di atas karpet ruang keluarga, Blaze dan Glacier masih terlelap saling tumpang tindih.
Wajah Blaze berkedut-kedut tidak nyaman. Dengkuran lembutnya terdengar berat dan terputus-putus karena dadanya terbebani oleh tangan Glacier.
Glacier sendiri terlihat nyaman-nyaman saja tidur dengan menggunakan tangan lengan Blaze sebagai bantal. Si adik sepupu tidur dengan menumpangkan tangannya di atas dada Blaze ibarat si kakak sepupu itu adalah bantal guling pribadinya.
FrostFire yang mulai pulih dari shocknya melirik ke arah Glacier dan Blaze. "Momen langka..." Sebuah cengiran jahil bak seekor rubah mengulas di wajah FrostFire. Ia meraih ponselnya yang menggeletak di atas sofa yang ia tiduri dan membuka kunci layar ponselnya itu.
-Ckreek-
Dengan menggunakan kamera ponselnya, FrostFire mengabadikan momen langka adiknya yang begitu pulas tertidur bersama kakak sepupunya. "Glacier ... dan ... Kakak sepupu ...," gumam FrostFire sembari mengetik di layar ponselnya. "Damainya ... dunia ... Hashtag sleepover."
"Ngga ada yang masak sarapan nih?" tanya Supra sembari menatap Solar dan FrostFire secara bergantian. "Aku lapar...' sambungnya lagi sembari menggaruk-garuki lengannya yang tidak tertutup kaus armless putih yang ia kenakan sejak semalam.
Gantian Solar mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam saku celananya. "Kalian mandi dulu sana. Biar aku pesankan makanan," ucap Solar seraya membuka kunci layar ponselnya. "Sekalian bangunin Blaze sama Glacier tuh."
Tidak terlalu sulit membangunkan Blaze dan Glacier dari tidurnya. Beberapa kali tepukan dan colekan pada lengan mereka cukup untuk memanggil keduanya dari dalam alam mimpi mereka.
Sementara kakak dan adik-adik sepupunya mandi, Solar memesan makanan yang dirasanya cukup untuk dijadikan sarapan pada pagi hari itu. Dengan sengaja Solar memesan dua jenis makanan yang berbeda sehingga tercipta variasi rasa untuk makanan sarapan pada pagi hari itu.
Setelah memesan makanan, Solar langsung mematikan konsol game yang tengah ia mainkan. Tidak lupa ia menyimpan konsol game milik FrostFire yang ia gunakan ke dalam sebuah lemari kecil di bawah televisi dengan rapi, bahkan lebih rapi daripada kondisi ketika ia meminjam konsol game itu di malam yang lalu.
Dimulai dari tanggung jawab hal kecil seperti barang pribadi yang dipinjam, itulah cara Solar menghargai seseorang. Tidak hanya sampai di situ saja. Solar juga membereskan bantal-bantal sofa yang berserakan di atas lantai dan di atas karpet ruang keluarga yang dipakai untuk berkumpul bersama malam lalu. Tidak lupa Solar membersihkan karpet yang sedikit terkotori ceceran remah makanan.
Setelah selesai berberes, Solar langsung beranjak menuju dapur. Ia membutuhkan pelengkap sarapan pada pagi hari itu yang sekiranya cukup menyenangkan untuk dinikmati sebelum atau pun sesudah menu utama.
Sepanci kecil air panas direbus oleh Solar untuk menyeduh minuman hangat yang akan ia buat untuk semua saudara-saudaranya. Solar memasukkan Enam bungkus kopi susu instan ke dalam panci berisikan air panas itu lalu diaduk merata. Selanjutnya barulah kopi susu yang sudah jadi itu dituangkan ke dalam lima buah gelas. Sengaja Solar memakai enam bungkus kopi susu instan supaya rasanya sedikit lebih kuat.
Makanan yang dipesan oleh Solar secara online tiba sebelum saudara-saudaranya selesai mandi. Segera wangi nasi lemak dan laksa yang dipesan oleh Solar secara online itu memenuhi seluruh penjuru rumah ketika bungkusannya dibuka. Bahkan Solar sendiri tergoda untuk sarapan lebih dahulu.
Secara bijaksana, Solar memilih untuk menunggu semua saudara-saudaranya. Akan lebih menyenangkan tentunya jika mereka bisa sarapan pagi bersama-sama. Sementara menunggu saudara-saudaranya selesai mandi, Solar memyempatkan diri untuk mencuci muka, menggosok gigi dan membasahi rambutnya supaya dirinya menjadi terlihat dan merasa lebih segar.
"Waaaah! Laksa!" Terdengarlah suara FrostFire dari lantai dua rumahnya.
"Nasi lemaaaak!" Menyusul terdengar suara Glacier.
Kurang dari sedetik kemudian suara langkah berdebum-debum menggema dari lantai dua dan tangga rumah. Sebentar saja wajah-wajah kelaparan bermunculan di ambang pintu dapur.
"Nah," Solar melempar senyum kepada FrostFire, Glacier, dan Supra yang berada di ambang dapur. "Ayo bantu aku membawa makanan dan piring-piring ini ke meja makan."
"Okee!" jawab FrostFire, Glacier, dan Supra serempak. FrostFire langsung berinisiatif membawa mangkuk besar berisikan laksa. Glacier menyusul membawakan baskom berisikan nasi lemak. Supra yang terakhir membantu membawakan piring, mangkuk, sendok dan garpu ke meja makan.
"Uhm... Aku pinjam kamar mandimu ya, Supra." Solar meminta ijin untuk memakai kamar mandi adik sepupunya. Walau pun yakin bahwa Supra pasti meminjamkan, Solar tetap meminta ijin
"Ya Kak Solar, pakai saja," balas Supra memberikan ijin pada si kakak sepupu.
"Kalian kalau mau sarapan duluan silahkan saja," ucap Solar ketika ia beranjak pergi meninggalkan dapur. "Aku juga buatkan kopi susu buat kalian semua, termasuk Blaze."
Senyum lebar mengembang di bibir FrostFire ketika ia mendengar saran si kakak sepupu. "Wah, terima kasih Kak Solar. Tapi kita tunggu Kak Blaze dan kamu saja sarapannya," jawab FrostFire
"Oke kalau begitu. Aku mandi dulu deh."
Terlebih dahulu Solar pergi ke kamar tamu untuk mengambil pakaian bersih yang ia bawa di dalam tas ranselnya. Kaus armless abu-abu yang identik dengan pakaian yang ia pakai sewaktu tiba dan celana panjang oranye tua kesukaannya menjadi pilihan setelan berbusananya di pagi hari itu. Setelah mengambil baju ganti yang bersih barulah Solar pergi ke kamar adik sepupunya untuk meminjam kamar mandinya.
Dengan penuh rasa segan kepada adik sepupu terkecilnya, pemilik kamar mandi yang ia singgahi, Solar melangkahkan kaki ke dalam kamar mandi. Wangi semerbak sabun mandi mint milik Supra langsung menghampiri indera penciuman Solar ketika ia membuka pintu kamar mandi itu.
Tidak hanya beraroma wangi mint, kamar mandi milik Supra itu berukuran cukup besar. Marmer melapisi lantai kamar mandi itu. Pancuran shower dan bak mandi bergaya jacuzzi pun dibangun terpisah seperti layaknya hotel internasional berbintang lima.
"Aku jadi ngga enak sendiri pakai kamar mandi Supra ...," komentar Solar pada dirinya sendiri ketika ia menutup dan mengunci pintu kamar mandinya. Setelah semua pakaian yang menempel di tubuhnya dilepaskan, mulailah Solar menjalankan ritual paginya.
Sementara itu...
"Kak Solar ngga tahu kalau kita ngga pernah minum kopi ...," komentar Glacier. Kedua netra cokelat aquamarinenya menatap gelas miliknya yang berisikan kopi susu buatan Solar seakan minuman itu adalah racun berbahaya.
FrostFire sendiri menatap gelas miliknya yang berisikan kopi susu. Ia pun ragu apakah akan meminum minuman yang dikenalnya bisa menghilangkan kantuk itu atau tidak. Keraguannya cukup beralasan karena ia sering mendengar bahwa kopi itu tidak baik untuk jantung dan lambung.
D sisi yang lain, Supra malah terlihat semakin penasaran dengan minuman hangat yang dibuat oleh Solar. Tidak hanya penasaran, bahkan Supra terlihat sangat antusias menyambut kopi susu itu.
Setelah menarik napas panjang, Supra meraih gelas miliknya. "Sláinte!" ucapnya sebelum menyeruput minuman kopi susu buatan Solar.
FrostFire yang tidak mau kalah dengan adiknya ikutan meraih gelas miliknya. "Prost!" ucap FrostFire sebelum ikutan menyeruput kopi susunya.
"Haih ... ya sudahlah ... Kalau kalian minum, aku ikutan." Glacier pun meraih gelasnya yang juga berisikan kopi susu. Dengan hati-hati ia menyeruput minuman yang masih hangat itu dan berharap tidak ada hal-hal aneh yang akan terjadi pada tubuhnya.
"Enak juga ...," gumam FrostFire setelah mengecap kopi susu buatan Solar. Sekali lagi ia menyeruput minuman itu dan kali ini dalam jumlah yang lebih banyak.
"Manisnya pas," komentar Supra setelah mencicipi kopi susu buatan si kakak sepupu. "Mungkin karena Kak Solar biasa meracik minuman di kedai Tok Aba ya?"
"Ngga hanya Solar, aku juga bisa kok." Terdengarlah celetukan Blaze yang baru saja selesai mandi. Celana pendek hitam berhiaskan motif lidah api dan kaus tanktop merah menjadi pilihan Blaze berpakaian pagi itu. Wajahnya terlihat jauh lebih segar setelah mandi dan rambutnya tidak lagi acak-acakan.
Tak lama berselang turunlah Solar yang sudah selesai mandi dari lantai dua. "Ayo kita sarapan," ajak Solar yang langsung berjalan menuju meja makan dimana sudah terhidang sarapan pagi untuknya dan semua saudara-saudaranya.
Sarapan pagi kali itu diselingi dengan obrolan-obrolan ringan. FrostFire, Glacier, dan Supra masih penasaran dengan penawaran kedua kakak sepupunya semalam. Ketiga kakak beradik itu kerap bertanya mengenai kehidupan di Pulau Rintis dan terlihat sangat tertarik untuk menghabiskan waktu di pulau yang jauh dari ibu kota negara yang ramai.
"... Bukan berarti Pulau Rintis itu terbelakang lho," ucap Solar diantara sendokan laksa yang menjadi pilihan sarapannya pagi itu. "Masih ada beberapa mall besar juga, tapi bukan mall daya tarik tempat tinggal kita itu."
"Ya, seperti Solar bilang," Blaze menyambung cerita adiknya. "Pulau Rintis itu terkenal dengan wisata alam yang lengkap. Dari laut sampai gunung pun ada."
"Hmm ...," gumam Supra yang baru saja menghabiskan sarapan nasi lemaknya. "Mirip Pulau Bali di Indonesia ya?"
"Hampir, cuma saja Pulau Rintis ngga sebesar Pulau Bali. Tapi lumayan banyak bulenya juga." Gantian Solar yang menjawab.
"Wah bule!" Senyum lebar FrostFire mengembang. "Boleh juga, siapa tahu aku bisa dapat kenalan. ADUH!"
FrostFire tidak sempat menyelesaikan kata-katanya karena sebuah cubitan menyengat pinggulnya.
"Hoi! Sakit tahu?!" ketus FrostFire sembari melirik tajam ke arah Supra yang jari telunjuk dan jempolnya masih membentuk jepitan.
"Jangan mikir yang aneh-aneh, Frost ...," desis Supra dengan nada yang tidak kalah galaknya dengan FrostFire.
Entah mengapa FrostFire langsung meneguk ludahnya. "I-iya, ngga kok Sup," ucap FrostFire dengan terkekeh gugup.
"Assalamualaikum! FrostFire, Glacier, Supra! Ayah pulang!" Suara lantang ayah FrostFire terdengar dan memecah gontok-gontokkan antara Supra dan FrostFire.
Tanpa dikomando lagi FrostFire, Glacier, dan Supra langsung berhamburan menuju ruang tamu yang terletak di bagian paling depan rumah mereka. Solar dan Blaze mengikuti ketiga adik sepupu mereka dari belakang.
"Walaikumsalam Ayah!" Begitu antusias FrostFire, Glacier, dan Supra menyambut ayah mereka yang baru saja tiba. Seperti adat dan kebiasaan, ketiganya menempelkan dahi mereka pada punggung tangan sang ayah.
"Selamat pagi, Paman," ucap Solar dan Blaze secara bersamaan sebelum menyusul menempelkan punggung tangan pamannya pada dahi mereka.
"Lho? Nak Solar kok jadi ada dua? Si paman nampak terkejut melihat dan mengetahui keberadaan dua keponakannya di rumah.
"Saya Blaze, Paman. Solar mengajak saya menginap disini kemarin malam," ucap Blaze menjelaskan keberadaannya di rumah si paman. "Lagipula saya juga kangen dengan FrostFire, Glacier, dan juga Supra."
Belum sempat si paman bertanya lebih lanjut ketika ibunda FrostFire menyusul masuk ke dalam rumah. "Wah, ada Nak Blaze juga?"
"Selamat pagi, Bibi." Blaze melempar senyum polos terbaiknya sembari menundukkan kepala sebagai tanda hormat. Sesuai dengan adat, Blaze langsung menyalami tangan bibinya dengan cara menempelkan punggung tangan bibinya itu ke dahi.
"Waah, Nak Solar sampai harus ajak kakaknya. Apa FrostFire atau Supra bikin repot?" tanya si bibi dengan kekhawatiran di wajahnya.
Solar menggelengkan kepalanya. "Ngga kok. Cuma saya ajak ikut menginap disini-"
"Kak Solar takut tidur sendirian." Celetukan kecil Supra itu membuatnya dihadiahi lirikan tajam dari si kakak sepupu yang disinggungnya.
"Macam kamu ngga begitu, Supra," ujar sang ayah. "Kamu 'kan tidur sama mama sampai umur sepuluh tahun ...," lanjut sang ayah menyindir putra terkecilnya.
Kontan wajah Supra langsung merona. "Ayaaaaaaah!" ketusnya sembari merengut kesal.
Alih-alih prihatin, FrostFire, Glacier, Blaze dan terutama Solar langsung tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Supra.
"Nah, Nak Solar, Blaze. Terima kasih sudah menjaga rumah paman dan sepupu-sepupu kamu ini," ucap ibunda FrostFire setelah tawa mereka semua mereda. Dari dalam tasnya, si bibi mengeluarkan sejumlah uang yang langsung diserahkan kepada Solar dan Blaze. "Nah, ini untuk kalian berdua sebagai upah."
Kedua kelopak mata Blaze dan Solar langsung membelalak ketika si bibi memberikan uang dua ratus Ringgit untuk mereka masing-masing. Bahkan Blaze tidak mampu menahan senyum penuh kebahagiannya yang terpampang lebar di wajahnya.
"Waaah, terima kasih Bi," ucap Blaze dan Solar serempak. "Nanti gantian deh kalau libur panjang, biar FrostFire, Glacier dan Supra menginap di rumah kami di Pulau Rintis."
"Wah boleh juga tuh, tapi tergantung nilai sekolahnya FrostFire ya. Kalau nilainya bagus, dia boleh ikut. Kalau nilainya jelek ... ya Glacier dan Supra saja yang jalan-jalan ke Pulau Rintis." Kata-kata si bibi itu ditambahi lirikan pada putra tertuanya.
Tentu saja FrostFire langsung pasang tampang memelas, yang sangat mirip dengan Blaze jika ia dilarang main keluar okeh Gempa.
"Berusahalah, Frost. Kami tunggu kamu di Pulau Rintis," ucap Solar sembari menepuk-nepuk pundak FrostFire. "Nah, aku dan Blaze pulang dulu ya, jaga diri kalian, sampai ketemu lagi di pulau Rintis.
"Iya, terima kasih sudah menemani kita, Kak." FrostFire menyalami Solar dengan cara menyentuhkan punggung tangan si kakak sepupu pada dahinya. Glacier dan Supra pun menyusul memberikan salam mereka kepasa Solar dan Blaze secara bergantian.
Setelah mengambil tas ranselnya, barulah Solar bersama Blaze meninggalkan rumah paman, bibi dan sepupu-sepupu mereka itu. Langkah kedua kakak beradik itu ringan dan ceria apalagi setelah menerima upah dari bibi mereka.
"Yah ... terima kasih sudah memanggil aku. Solar," ucap Blaze, masih dengan senyum cerianya yang mengembang. "Lumayan ini dua ratus ringgit!"
"Sama-sama, Blaze." Solar terkekeh ringan. Dia mengaitkan tangan dan lengannya pada pundak kakaknya. "Ini namanya simbiosis mutualisme, sama-sama untung."
Dan pasangan kakak beradik kembar itu melanjutkan perjalanan mereka, pulang ke rumah mereka di Pulau Rintis ...
.
.
.
Tamat.
Ada yang bisa menebak darimana asal kata Sláinte dan Prost yang diucapkan FrostFire?
Terima kasih kepada para pembaca yang sudah bersedia singgah. Bila berkenan bolehlah saya meminta saran, kritik atau tanggapan pembaca pada bagian review untuk peningkatan kualitas fanfic atau chapter yang akan datang. Sebisa mungkin akan saya jawab satu-persatu secara pribadi.
Sampai jumpa lagi pada kesempatan berikutnya.
