Perpisahan dua bulan yang berujung pemersatuan kembali, mengembalikan selera Kibum. Delusi Kyuhyun—dinamai tanpa persetujuan pihak terkait oleh para rekan kepolisian—telah tersembuhkan. Kembali, lantunan music dengan genre Rock berjudul Always memenuhi ruang gerak sang perwira.
"Kupikir dia akan berhenti mendengar lagu itu." Donghae mengomentari, melirik Sehun yang mendengus lesu. Mereka amat sadar, tak ada yang salah dengan lagu Bon Jovi yang satu itu, hanya saja kalau terlalu banyak didengar, bosan juga. "Key bahkan bisa melantunkan lagu itu memakai recorder." Terdengar luar biasa.
Sehun bosan. Menjaga pacar Kibum bukanlah kasus yang seru, menurutnya. Ditambah sikap ceria berlebihan oleh sang atasan membuatnya sedikit tak senang. "Mengapa devisi bagian Kriminal berat nomor satu seperti kita harus menjadi baby sitter?" Kibum pernah bertanya tentang hal itu di chapter sebelumnya. Jawabannya sesederhana membuat mie gelas. Karena menteri meminta mereka. Menteri bagian apa, silahkan imajinasi yang menentukan.
"We love you, baby, always!" suara fales mencekik leher terdengar di seluruh penjuru ruang. Kibum masih betah menggeser layar touch screen-nya ke samping kiri dan kanan.
"Hoi Kibum, apa kau sadar suaramu itu tidak asyik?" Taehyung cukup membantu Donghae yang hendak buka suara ketika Kibum mulai mengkopi tiap kata terlantun dari sang penyanyi asli. Dia sedang menggulung kabel kamera pengawas di ruang tengah kediaman Cho. Tampak-tampaknya hanya dia yang kerja, manusia-manusia lain dengan judul polisi memilih mengkritik lagu Kibum. Benar-benar menyebalkan.
"Aku tidak tahu, aku kan apatis!" Fak! Taehyung berdoa semoga Kibum mati dalam tugas.
LITTLE FLOWER
.
.
Bukan Di Bulan Desember.
.
Tidak ada titik temu. Semua sekarat dengan hipotesa tanpa dasar. Motif dan lain sebagainya menjadi semakin gelap ketika bibir tuan Cho sama bungkamnya dengan tahanan bernama Hui. Keduanya seperti mata-mata dari negeri komunis yang begitu cinta tanah air.
Kibum tak banyak bicara, kewajiban yang ditugaskan tak lebih hanya melindungi keluarga Cho. Si bungsu pun tampak asyik menonton kartun bertemakan kumpulan bus yang bisa tahu judul, terakhir menonton Kibum hanya ingat Dragon Ball dan Tom and Jerry.
"Kibum." Kyuhyun yang memulai memecah suasana yang didominasi suara TV. Kibum melirik, kedua sikunya bertumpu pada masing-masing lutut dan punggung yang sedikit membungkuk—ini posisi terwaspada yang mampu dia lakukan ketika duduk di sofa mahal—lantas memberikan senyuman pada si pemanggil. Kemudian mereka saling terdiam, Kyuhyunlah yang mengembalikan pandang pada kartun di hadapan.
Kibum?
Entahlah.
Dia rasa, dia hampir lupa cara mencintai yang seperti ini sejak masuk kepolisian. Sudah lama sekali. Atau sebenarnya itu bukan cinta. Sedewasa ini Kibum belum bisa membedakan.
"Boleh aku bertanya?" Kyuhyun cepat memalingkan wajah, akhirnya kecanggungan terpecah juga. Kibum tak cukup peka, tapi dia penasaran. Anggukan dari Kyuhyun, cukup membantu. "Di mana ibumu?" Jikalau jawabannya sudah tiada, dia akan memeluk sang kekasih dan berujar maaf.
"Mama di China, aku sedikit merindukannya."
"Ayah dan ibumu bercerai?"
Kyuhyun menggeleng. "Papa mencintainya. Mungkin lebih besar dari cintamu padaku." Tentu, Kibum juga yakin tentang itu, oleh karenanya dia mampu berkata dia akan bercinta dengan siapapun kecuali Kyuhyun. Itu tak sehat, main solo tak ada dalam deretan tugas bulanannya, ditambah lagi itu sudah lama terhapus. Dia harus menunggu Kyuhyun cukup umur. "Hanya saja, papa selalu diam saat aku bertanya tentang mama. Mereka pergi bersama, selalu, tumben saja papa kembali sendiri dan kami … seperti orang yang tak punya ibu."
Wajah ceria mendadak muram, sebentar, kembali wajahnya berseri. "Kenapa kau tak bertanya pada ayahmu?" Tak ada salahnya memberikan pertanyaan tambahan.
"Papa memberikan satu perintah, tidak ada yang boleh menanyakan Mama. Itu artinya kami tak boleh bertanya." Taehyung mencela. Dia mendudukkan diri di samping Kyuhyun, ketika baru tiba di ruangan dia memandang sang adik. Cukup bosan dengan acara gibah bawahan Kibum tentang sang atasan. "Kami punya aturan di dalam rumah, lakukan apapun tapi tidak dengan aturan Papa. Jika kau punya ayah sepertinya kau pasti paham, cinta dan aturannya sama mutlaknya."
Di saat itulah, Kibum sadar satu hal. Keluarga sempurna juga tak ada. Jay menyimpan sesuatu. Sesuatu yang mereka butuhkan sama seperti keterangan Hui.
Ika. Zordick
"This Romeo is bleeding." Kibum bernyanyi, masih dengan lantunan lagu yang sama dari chapter satu hingga chapter delapan, walau sempat berubah ketika patah hati. Tiada senyum di wajah tampan tanpa bulu di piltrum atau dagu—Hyuna membantunya bercukur lagi—hanya sekedar untuk melakukan introgasi.
Dia turun tangan. Setelah Hyuna hanya dapat sedikit petunjuk tanpa ada keterkaitan lanjutan. Masalah Kyuhyun dan Taehyung, beruntung telah di alih tanggungjawabkan pada orang-orang berdevisi sama dengannya, meski masih junior. Chanyeol, Sehun dan Dasom sudah berjaga mengawal keduanya di kediaman. Key dan Donghae memberikan laporan atas keadaan klien mereka—Tuan Cho—pada Yunho. Sisanya, Kyung—menurut info dia yang tercerdas di akademi dengan IQ luar biasa—berada bersama Jay demi mengawal bolak-balik ke kejaksaan, persidangan, dan rumah.
"Kau membiarkan Donghae dan Key yang memberikan laporan?" Kibum melangkah masuk ke dalam ruangan masih dengan nyanyian yang mungkin akan didendangkan pada pernikahan dan kematiannya kelak. "Bagaimana bisa? Mereka kan minta kau yang langsung menghadap."
"Aku bilang kalau aku sedang tak enak badan, jadi aku di kantorku." Kibum melepas Earphone-nya, suara band Bon Jovi itu langsung tertangkap indera Hyuna, bawahan yang kini setia membawakan berkas introgasi untuk mendampingi Kibum. Katanya, mendadak dapat ilham, ada yang ingin dia tanyakan.
"Oh ya, kupikir mereka takkan percaya dengan bualanmu. Kau sering sekali seperti itu." Suara peraduan heels menggema. Hyuna menutup pintu. Terdakwa berkebangsaan China itu menundukkan wajah, kondisi masih tenang seperti sebelum-sebelumnya.
Kibum mengambil tempat, tepat di kursi di hadapan Hui. Dia mengangkat kaki, berselonjor, menopang betisnya di permukaan meja. Hyuna duduk di sampingnya, laptop dinyalakan, jangan harap akan ada yang diketikkan wanita itu di sana. Toh, dia akan minta Key yang membuat laporan di akhir, atau mungkin Dasom—itu mangsa baru.
"Jadi, namamu Hui?" Pertanyaan pertama yang normal, pikir Hyuna. Lalu apa selanjutnya? "Apa hubunganmu dengan Nyonya Cho?"
Eh?
Apa?
Hyuna melotot menatap Kibum, dia bahkan tak sanggup untuk berpura-pura menarikan jemari di keyboard laptop. CCTV jelas merekam, tapi suara mereka mungkin tak terdengar. Hui menegakkan tubuh, kemenangan untuk pihak kepolisian. Tersangka mereka yang diduga bisu, mulai menunjukkan gejolak.
"Kau takkan mengetahui apapun dariku."
"Aku akan tahu." Kibum membakar rokoknya. Dia sengaja lupa tentang larangan merokok di ruang minim ventilasi itu. "Alasan mengapa kau tak menembak kepala Kyuhyun, karena tugasmu bukan menembaknya."
"…"
Degup jantung Hyuna terasa terpacu. Kegelisahan jelas terlihat dari gerak gerik orang yang sedang diintrogasi. "Tugasmu adalah memberi peringatan, baik untukku ataupun Jay." Pertanyaan demi pertanyaan menghantui pikiran, tapi dia juga sadar, menyuarakan tanya di ruang introgasi ke rekan bukanlah hal yang etis dilakukan. "Berhati-hatilah, jika kau tak bisa bekerja sama dengan baik, Jay bisa saja menjadi tersangka atas pembunuhan supir dan beberapa bawahannya serta percobaan pembunuhan anaknya sendiri."
Ika. Zordick
Park Kyung—si jenius dengan IQ tertinggi di antara satuan tugas Kibum—menatap nyalang pada Hyuna. Mereka tengah berkumpul di kantor kepolisian satuan khusus kejahatan berat berkedok satuan kejahatan biasa-biasa saja. Meski sekarang digadang-gadang sebagai satuan penjaga bayi suruhan Menteri. Kini, tatapannya melotot, antara si wanita cantik dan berkas kasus.
"Yang benar saja? Jadi motif baby sitter kita ini karena masalah rumah tangga?" Key—seseorang yang bernama sama dengan Kibum—berdecak. Dia melotot ke arah Kyung di sisi kanannya, menyuruh si polisi itu mengecilkan suaranya. Praduga mereka tak salah, mereka satuan yang dipilih langsung oleh si jenius dengan pangkat yang bisa memberhentikan secara tak hormat polisi lainnya. "Kibum harusnya segera menarik kita."
Donghae melempar berkas di tangannya. Dia melirik gambar kartun nemo di wallpaper layar LCD-nya. Mejanya sudah penuh dengan tumpukan berkas. Belum lagi trio termuda—Dasom, Chanyeol, dan Sehun—yang belum tidur karena kasus sepele sejenis ini. Dasom bahkan terlihat seperti jelly di kursi putarnya. Dia berhenti memakai rok dan bercelana training sejak pekan lalu.
"Aku Cuma butuh tidur." Chanyeol mengeluh juga. Dia sudah lelah melotot pada layar yang terhubung dengan CCTV depan rumah Jay. "Mereka sudah punya banyak pengawal, mengapa kita harus menghabiskan waktu melihat ini."
"Belum lagi motif konyol di balik ini." Sehun bangkit. Kulit putih pucatnya, rambut lusuh, lingkar mata hitam benar-benar membuat ketampanannya berkurang sekian persen. Dia jadi tambah tua. Tahu begini lebih baik menjadi pengacara atau dokter saja. Si pucat ini hampir jatuh dari kursinya, tapi buru-buru dia berpegang pada kursi kerjanya. Jaketnya langsung dia pakai, "Aku akan pulang!"
"Sehun, tenanglah!" Donghae memperingatkan. Hatinya sama gondoknya. "Kibum sedang menemui Jay, setelahnya dia meminta menjadi mediasi pertengkaran rumah tangga ini."
"Lalu pria cina itu, bagaimana?" Key angkat bicara, dia memaksudkan Hui yang duduk tenang di tahanan kantor polisi. Hyuna mendengus melihat lelaki tampan tinggi itu.
"Tetap saja dia membunuh di depan polisi dan melakukan tindakan penyerangan." Dasom mendengus. Dia mengambil es Americano di mejanya dan kembali menyeruput. Tadi, hampir saja dia tertidur.
"Jika Kibum benar menjadi menantu keluarga mereka, habislah kita." Kyung mengacak rambutnya frustasi. Dia sering bersama Kibum dalam menyelidiki kasus demi kasus. "Jujur saja, kasus menjadi baby sitter ini lebih melelahkan daripada menyelesaikan kasus pembunuhan berantai."
Kembali mereka melenguh bersamaan.
"Aku ingin pulang." Hyuna memajukan bibir bawahnya. Dia ingin ke salon juga.
"Sabar." Donghae selalu menjadi biksu.
Ika. Zordick
"I have mistake, I'm just a man." Kibum masih menyanyikan lagu yang sama, kadang hanya bergumam. Motornya memasuki mansion Cho, pagar tinggi menjulang terbuka lebar menunjukkan halaman luas. Kibum tak pernah mimpi mau tinggal atau memiliki rumah semacam ini. Terlalu merepotkan. Dia lebih suka bermalam di kantor polisi terdekat. Sepertinya, dia masih betah melajang.
Jaket bomber lusuhnya, dia rapikan. Sedikit mengendus bau, takut sudah tak layak pakai. Sudah setengah bulan tak dicuci, seingatnya. Helm yang sudah dia buka sejak memarkirkan motor besarnya, diletakkan di atas motor. Para pengawal bayaran berbaju hitam mondar-mandir. Insting Kibum, jumlahnya jadi dikali dua sejak terakhir dia meninggalkan kediaman Cho ini.
Persidangan Jay lancar tanpa hambatan. Pemuda itu mungkin sedang bersama kedua anaknya di taman belakang. Kibum hampir hapal semua kegiatan ala pengangguran ayah Kyuhyun yang kelebihan uang. Cuma, dia mengeriyit heran, ketika langkahnya dihentikan oleh beberapa pengawal.
"Nyonya ingin bertemu," ucapan salah satu dengan setelan yang lebih mahal dari yang lain terdengar. Kacamatanya berwarna bening, bola mata coklat terlihat bercahaya ketika cahaya lampu taman belakang tepat mengenai wajahnya. Pemuda itu sungguh pucat, pikir Kibum.
"Kau yakin kau sehat?" Pemuda yang memberikan informasi berdecak tak suka. Dia sehat, kebiasaan orang-orang saja yang suka mengatai dia sedang sakit. Kadang, dia juga dituduh memakai obat-obatan.
"Ikuti aku!" Dia memimpin langkah menyusuri taman belakang. Tempat berjemur bersama payung dan meja bundar kecil terlihat bersusun di tepian kolam. Lampu-lampu taman membuat suasana terang benderang. Lampu sorot—mirip di stadion sepak bola—menyorot ke arah kolam.
Kibum mendadak halu. Pikirannya melalang buana, sejenis bercinta di kolam atau di bawah payung tempat berjemur. Pasti menyenangkan. Kalau bisa pesta telanjang bersama para gadis. "Kibum!" suara melengking itu membuat Kibum menoleh. Senyumnya lebar saat iris hitamnya memerangkap Kyuhyun di sana. Objek fantasinya telah datang, dia bisa langsung merealisasikan pemikirannya.
Namun, tak jadi saat irisnya—masih iris yang sama—menangkap keberadaan Jay. Duduk di salah satu kursi taman dengan kopi panas yang terhidang di depannya. Ada hardernya, mana bisa Kibum melakukan yang iya iya. Memikirkannya saja jadi haram. Sorot mata Jay jelas tak suka saat dia tersenyum makin lebar menatap lekuk tubuh Kyuhyun. Kibum harus sabar.
"Berhenti di sana Cho Kyuhyun." Kibum yang sudah siap menyambut terjangan Kyuhyun, terpaksa menoleh ke arah datangnya suara. Suara wanita, terdengar merdu dan imut. Volumenya lumayan besar—Kibum memaksudkan suara—bukan benda menggantung di dada yang ditangkup pakaian renang berwarna merah.
Wanita cantik dengan rambut hitam di atas bahu itu muncul dari dalam air. Kaki mulusnya menginjak tepian kolam dan meninggalkan jejak air ketika dia melangkah mendekati Kibum. Laki-laki pucat di sisi Kibum buru-buru mengambilkan bathrobe, memakaikannya pada sang wanita. Mata Kibum tak bisa dikondisikan, seolah ingin menelanjangi. Dari atas ke bawah, ke atas lagi. Tubuh sintal wanita itu lebih berisi dari Hyuna.
"Perhatikan matamu, suamiku berada di sana." Nyonya Cho tersenyum, tapi matanya terlihat merendahkan. Dagunya terangkat dan tangannya bersidekap di depan dada. Kibum balas tersenyum. Dia pernah bercinta dengan istri orang, kalau Nyonya Cho itu mau, jalannya selalu ada.
Cuma … Kibum enggan ditonjok Jay lagi.
"Mama!" Kyuhyun cepat memeluk lengan Kibum, tak suka kalau kekasihnya direbut ibunya. Dalam kamus Cho bungsu itu, tak ada yang lebih cantik dari ibunya sekarang. Sepuluh tahun lagi, mungkin dia yang paling cantik. "Dia kekasihku!" penuh penekanan. Kibum hanya tersenyum canggung.
Jay ikut menghampiri, ditariknya lembut Kyuhyun. "Bawa adikmu dan menjauhlah sebentar! Ini urusan orang dewasa." Taehyung menyimpan PSP-nya. Dia meraih tubuh Kyuhyun, membawa si gadis remaja ke tempat mereka tadi. Acara barbeque mereka belum selesai. Taehyung ingin mencicip sosis.
Lima menit, suasana masih hening. Jay memilih mengambil tempat duduk di dekat Kibum berdiri. Si pria pucat langsung mengambil kursi lain, mengangkat ke belakang tubuh sang Nyonya. Istri Jay dengan bulu mata lentik dan kulit sedikit tan itu duduk dengan santai. Kakinya bersilang, saling bertumpuan. Sementara Kibum, dia jelas tak diperbolehkan duduk.
"Persidangan suamiku lancar." Itu sebuah kalimat pembuka dengan nada yang sangat ramah. Wanita itu bersidekap, punggungnya bersandar di sandaran kursi. "Terima kasih untukmu dan bisakah kau mengeluarkan Hui?"
Hening.
"Apa aku harus pura-pura terkejut?" Kening Kibum mengerut. Alisnya naik sebelah. Dia jelas tak suka orang sipil di depannya yang seolah memerintah. "Dia membunuh orang lain, melakukan penyerangan dan pengerusakan di kantor polisi."
Seringai terlihat di wajah sang Nyonya. "Bisnisku rugi banyak karena persidangan suamiku tercinta. Aku tak mau moodku rusak lebih dari ini."
Kibum mendapat titik temu dari pernyataan itu. Mata Kibum melirik ke arah Jay. Mereka bertatapan sejenak. Kibum bisa mengartikan bahwa dia harus segera pergi dari sana. Jay adalah pengusaha lurus yang sukses. Yang melakukan bisnis kotor itu istrinya. "Biarkan dia pergi, Bora. Kita sudah membicarakan ini sebelumnya." Sepertinya ada pembahasan untuk meloloskan Kibum dari prahara rumah tangga menjemukan ini.
"Jay!" Suaranya terdengar mengeram.
Jay menghela napas. "Kau sudah berjanji padaku tak membahas pengedaran obat itu lagi. Kau sudah berjanji takkan melakukan bisnis illegal kalau aku memenangkan persidangan." Bora—istri Jay—menyisir rambut basahnya dengan jemari berkuku yang dicat merah.
"Kau bisa mengeluarkan anak buahmu lewat persidangan. Lebih baik menyogok jaksa daripada memberikanku peringatan." Kibum berbicara. Dia terdengar santai dan sedikit berkharisma. Bora tersenyum miring mendengar penuturan. Sedikit takjub bahwa lelaki hidung belang itu punya pemikiran yang bijak juga selain selangkangan.
"Kalau begitu, aku ingin menuntutmu." Jay bangkit dari kursinya. Dia melotot menatap Bora. "Dia melecehkan anak kita."
Kibum menghela napas, dia melirik Kyuhyun dari kejauhan—sekitar seratus meter dari tempatnya berdiri—gadis itu tampak asyik meniup makanannya. Sejujurnya, Kibum pun bingung perasaan apa antara dia dan Kyuhyun. Cintakah? Atau hanya panggilan hormon untuk berkembang biak? Dia persis seperti psikopat. Terlalu banyak berhubungan demi menangkap mereka, lantas membuat Kibum berpikir seperti mereka.
Dia balik menatap sang wanita. Setelah ayah, kini aral melintangnya sang ibu. Tak tahulah. Kibum merasa hidupnya rumit sejak Kyuhyun masuk ke dalamnya. Sebagai orang dewasa, demi karirnya, dan kejiwaannya, dia harusnya mundur. Usianya bahkan tak terpaut jauh dari kedua sosok di depannya itu. Dia lebih cocok jadi selingkuhan Bora dibanding pacar anak mereka yang payudaranya bahkan belum tumbuh sempurna.
Kibum pernah dengar, bisa jadi Kyuhyun akan trauma, pendarahan, atau mati kalau mengikuti napsu bejatnya. Kibum galau seketika. Kakinya ingin mundur. Anehnya, dia balas menatap calon mertua perempuannya. Dia tak mau mundur, walau keluarga Kyuhyun separuhnya kriminal. Kekasihnya kan Kyuhyun, bukan keluarganya. Toh, mereka juga punya Taehyung untuk meneruskan bisnis keluarga. Kibum bukan apa-apa, meski dia menikah dengan Kyuhyun suatu hari nanti. Percaya diri sekali dia, pernikahan itu bakalan ada.
Punggung Kibum membungkuk sembilan puluh derajad, dia sedang memohon. "Takkan kubiarkan anakku bersama predator sex macam kau." Bora terdengar mengecam. Tak salah sih pernyataannya. Kibum juga mengakui sebagian niatnya ketika jadian dengan Kyuhyun dahulu. Cuma saja setelah dipisahkan Jay beberapa waktu lalu, ketika seluruh bawahannya berubah nama jadi Kyuhyun, Kibum yakin hatinya belum siap berpisah.
"Dia tak seburuk itu." Jay menimpali. Dia mirip dengan Taehyung, cepat sekali percaya dengan orang lain. Dulu bocah yang sering buat kenakalan itu juga tak restu pada Kibum, sekarang dia setuju setuju saja asal adiknya tak diapa-apakan. Jay pun begitu. Dia resah kalau melihat Kyuhyun tak napsu makan, jadi kurus, terus penyakitan. Ayah macam apa yang bisa lihat putrinya tersiksa? Kalau Kibum menyakiti anaknya, bisa dia urus nanti.
Bora berdesis. Dia menatap Jay dengan matanya menatap nyalang. Jay menutup rapat mulutnya.
"Aku menyukainya." Kibum belum sanggup bilang cinta. Soalnya dahulu, ketika dia berucap cinta dengan Hyuna, mereka putus, dia biasa-biasa saja setelahnya. Dia pikir dengan Kyuhyun juga begitu. Apa dia harus putus dengan baik-baik, agar hubungannya seperti Hyuna?
Masalahnya … Kyuhyun tak bisa diajak tidur bersama seperti Hyuna. Apa karena itu Kibum jadi penasaran? Lantas tak mampu meninggalkan. Kalau begitu dia benar-benar brengsek. Otaknya sibuk menimbang.
"Apa kau ingin menidurinya?"
Tentu saja Kibum mau. Cuma dia masih bisa menunggu. Sampai Kyuhyun besar, walau kadang dia akan sering khilaf dalam prosesnya. Dia tak bisa berjanji takkan meniduri Kyuhyun, dia juga mau. Curi-curi kalau Kyuhyun mau, dia juga.
"Bora! Hentikan!" Diam-diam tangan si cantik mengambil pistol dari bawahannya yang pucat. Jay memekik menghentikan tangan istrinya menarik pelatuk. Namun, wanita itu tak punya keraguan. Dia memang ingin membunuh Kibum setelah menyelidiki lelaki hebat itu. Dia brengsek dalam hubungan percintaan. Sangat bisa dipercaya untuk merusak Kyuhyunnya.
"Mama!" Kyuhyun berteriak. Taehyung ikut menoleh. Mereka berlari menyongsong Kibum ketika paha lelaki itu berdarah dan terpelanting ke belakang. Kibum mendongak, dia meringis, kakinya terasa sangat sakit.
Jay menatap istrinya dan Kyuhyun bergantian. "Tidak, hukuman membunuh polisi itu besar." Mencoba menghasut istrinya untuk menghentikan tindakan kriminal. Cuma otaknya mendadak blank. Istrinya jelas sudah sering mendalangi pembunuhan penegak hukum di China.
Suara tembakan menyusul lagi, diikuti suara peraduan selongsong peluru yang jatuh ke lantai marmer kolam. "Mama jangan sakiti, Kibum!" Kyuhyun memohon. Dia bersimpuh di tanah beralaskan rumput. Kakinya lemas saat mendengar erangan Kibum. Peluru itu melubangi perut kekasihnya. Dia sadar tak bisa menghentikan ibunya.
Bibir Kibum terasa kelu. Napasnya memburu dan pandangan mulai memudar. Suara tembakan terdengar lagi.
Berkali-kali.
Melubangi tubuhnya. Dia mendengar suara tangis dan jeritan Kyuhyun memohon demi nyawanya. Jay berusaha merebut pistol dari istrinya.
Kibum melirik dari sudut matanya. Dia sudah terkapar di lantai marmer yang dingin dan basah. Taehyung menarik adiknya, memeluknya erat dan menutup mata Kyuhyun dengan tubuhnya. Mungkin, keadaan Kibum terlihat sangat mengenaskan. Kibum akan akui bahwa Taehyung melakukan kerja bagus untuk pertama kalinya sejak pertemuan mereka.
Kini, dia bisa mendengar suara napasnya. Begini ternyata rasanya hampir mati. "Telpon ambulans!" perintah Jay terakhir yang bisa dia dengar.
Ternyata … dia benar-benar jatuh cinta. Buktinya kilasan balik sebelum matinya adalah wajah Kyuhyun. "Ba-bawa Kyuhyun pergi!" Suaranya tak keluar, mulutnya berbicara. Tatap matanya bertemu dengan Taehyung yang sudah menangis. Kibum meminta tolong, agar Kyuhyun tak pernah melihat kematiannya.
Kemudian …
Gelap.
Ika. Zordick
Pemuda dengan wajah kekanakan menutup mulutnya. Pemandangan Kibum bersimbah darah mungkin bukan kali pertama menyapa inderanya. Namun, ini kali pertama dia melihat dokter memanjat di atas tubuh Kibum memberikan CPR berkali-kali. Unit gawat darurat itu dipenuhi suara saling perintah. Langkah kaki yang sibuk mondar-mandir dengan Kibum adalah pusat kericuhan.
Hanya saja, Donghae merasa sunyi.
Hanya ada dia dan Kibum yang terbaring.
"Kita kehilangan dia. Charge!" Alat-alat terpasang di tubuh sahabatnya. Kulit Kibum terlihat pucat—persis ketika pertama kali mereka bertemu di sekolah menengah atas—bedanya bibirnya tak semerah dulu. Ah, semerah darah itu. Dulu, dia rasa Kibum lelaki yang cantik. Rambutnya hitam, kulitnya putih, dan bibirnya merah. Dia seperti anak perempuan yang ceking. Dia loyo dan pendiam.
Cuma saja jiwa keadilannya tinggi. Dia menjadi sangat jantan ketika menghentikan perundungan atau mencegah pemerasan. Meski pintar, ternyata dia suka berkelahi. Dia akan tertawa ketika mukanya sudah sangat bonyok. Matanya juga tak bisa terbuka karena bengkak dan membiru. Kibum tak pernah kalah. Donghae duduk meringkuk dengan pikiran-pikirannya di sudut ruang setelah diusir pergi oleh perawat.
Seperti cerita drama, dia menangis. Takut juga kehilangan Kibum.
"Donghae?" suara lembut itu memanggil. Sosok dengan rambut pirang panjang, lipstik merah dan tahi lalat kecil dekat mata kanan berjongkok di hadapan Donghae. Jemari si rekan—Hyuna—mengusap bahu Donghae. Mereka berpelukan. "Jangan menangis, nanti aku bisa ikut menangis." Padahal dengar-dengar Hyuna adalah yang paling tegar sekepolisian. Dia bahkan tak menangis ketika kelulusannya.
Kyung dan Key tampak cemas. Sementara, trio pemula muncul tak lama setelahnya. Mereka menunduk, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Dasom dan Chanyeol akhirnya menangis, mengikuti kedua senior mereka yang hampir meraung di pojokan ruang. Kyung meremas kertas di tangannya. Surat penangkapan Kibum atas tuduhan pelecehan seksual dan pemerkosaan anak di bawah umur baru tiba. Dia pula yang diperintahkan menggeret Kibum ke kantor polisi.
"Sial!" bisik Kyung.
TBC
Sudah berapa tahun, ya? Apa cara penulisannya jauh berbeda?
Cara penulisan ka sekarang udah mentok. Ya inilah dia, tak bisa ganti-ganti lagi.
Ka akan pindah platform ke storial. Jelas, setelah menamatkan semua Fanfiction di sini. Cuma Unname akan di bawa ke sana. Maklum, ceritanya panjang lagi.
Ka juga akan memulai menulis Original Character. Terima kasih sudah susah-susah membaca ini, walau kalian memerlukan opera mini atau VPN. Akhir kata, tunggu update-an selanjutnya. Yang jelas gak sampai tahun depan.
