Dislcaimer :

Naruto Masashi Kishimoto

Highschool DxD Ichiei Ishibumi

Dan unsur-unsur lain dari anime, novel, game, buku, dll adalah milik creator mereka masing-masing, not me.

Warning : Bahasa, Tanda baca, Typo, Many Element from Anime, Novel, books, etc.


.

.

.

.

Dia memperlihatkannya... Naruto melihatnya... sebuah dunia yang benar-benar berbeda, dunia yang bahkan belum pernah ia lihat dengan kedua matanya.

Dunia aneh yang tidak akan mampu dipahami oleh otak manusianya meskipun melalui reinkarnasi yang tak terhitung jumlahnya dengan ingatan yang terwariskan.

Dunia yang mengerikan, penuh dengan hal-hal asing dan aneh... namun disaat bersamaan, dunia yang menakjubkan?

Sakit kepala mulai menyerangnya semakin lama Naruto memandang dunia itu. Semakin sakit, namun Naruto masih terperangah dan seakan tidak mampu menarik perhatiannya dari sana.

Pandangannya mengabur. Meski begitu, ia tetap berusaha membuka lebar kedua matanya untuk menatapnya.

Otaknya telah dihantam rasa sakit yang hebat dan berusaha untuk memaksa seluruh tubuhnya berpaling.

Namun, Naruto sendiri seperti terbelah. Disatu sisi ada bagian darinya yang berteriak berusaha melepaskan diri, disisi lain ada dirinya yang terus ingin memuaskan hasrat keingintahuannya.

Perasaan itu berkecamuk dalam mental Naruto bersama rasa sakit kepala dan pandangan yang kian mengabur.

Sejak dahulu kala, keingintahuan adalah hasrat terbesar yang selalu ingin dipenuhi oleh manusia, dan saat ini Naruto tidak mengerti kalau ia sedang berdiri didepan dunia dimana hasrat keingintahuannya bisa menjadi nasib terburuk baginya.

Bruk!!

"Naruto!!!"

.

.

.

.

.

.

"Apa yang terjadi dengannya?" Ujar Xenovia heran melihat Naruto yang tengah terbaring di tempat tidurnya.

"Dia terluka setelah menyelesaikan tugas dari Shinto, itu semua sebagai syarat untuk memperbolehkan kalian menapakkan kaki kemari." Balas Morax. "Jadi, aku harap kalian tidak menambah masalah." Ujar Ravel.

Xenovia hanya membuang muka lalu pergi ke ruang tengah.

"Tenshi-sama..." Gumam Irina. Ia lalu menatap Morax dan Ravel. "Aku rasa karena kalian berada di bawah perlindungan Naruto-sama, maka tidak akan apa kalau aku melaporkan hasil kunjungan kami." Ujar Irina.

Ia lalu menceritakan semua kejadian saat mereka berkunjung ke akademi Kuoh dengan detil, kecuali pada bagian yang sedikit menyangkut masa lalunya.

"Aku mengerti, terimakasih sudah menjalankan tugas dengan baik." Ujar Morax.

"Oh, Rias juga berterimakasih pada Naruto karena menggagalkan pertunangannya dengan Riser."

Mendengar itu, Ravel hanya memalingkan wajahnya. Ia mendengar kakaknya sempat depresi, namun kini kakaknya dipenuhi ambisi untuk membawanya pulang. Namun ia akan tetap tinggal disini, sampai ia yakin sepenuhnya kakaknya akan berubah.

"Kalau begitu, silahkan beristirahat, Naruto tidak menderita luka berarti, aku yakin ia akan bangun sebentar lagi." Ujar Morax.

Irina mengangguk dan pergi bergabung bersama Xenovia di ruang tengah.

"Iblis-Iblis!! Didepan ada tamu!" Suara Xenovia terdengar dari luar kamar. Morax mendongakkan kepalanya lalu berdiri sebelum bertukar pandangan pada Ravel.

Ia lalu pergi untuk memeriksa tamu yang dimaksud oleh Xenovia.

Ravel menghela nafas setelah kepergian Morax. Ia melihat Naruto bernafas cukup berat. Salah satu jarinya mulai bergerak.

Setelah pertemuan mereka dengan sosok misterius yang Naruto sebut sebagai Outer God Nyarlathotep itu, Naruto tiba-tiba bergetar dan jatuh pingsan disana.

Ravel dan Morax bisa mengkonfirmasi tidak ada luka fisik berarti maupun racun mematikan di tubuhnya, kalau itu terjadi seharusnya air mata phoenix bisa melakukan tugasnya.

Namun, jika apa yang ia baca mengenai Nyarlathotep, ia lebih suka menyebutnya Nyarko, maka luka yang diterima oleh Naruto seharusnya adalah luka mental. Itu sangat berbahaya dan air mata phoenix sekalipun tak akan bisa menyembuhkannya.

"Kumohon... Jangan..." Ujarnya khawatir sambil memegang tangan Naruto.

"Jadi si bodoh ini terbaring tidak berdaya sekarang huh?"

"Eh?" Ravel mendongakkan kepalanya terkejut melihat seoang pria berambut merah pendek dengan blazer serba hitam.

"Aku merasakan energi mentalnya mengecil, jadi aku langsung kemari." Ujar pria itu.

Ravel merasakan energi yang besar dari pria ini. Ia langsung memasang wajah tajam dan waspada. "Siapa kau?" Ujarnya.

"Jangan kaku begitu gadis iblis, aku hanya seorang kakek yang ingin menjenguk cucunya, meski kami tidak punya hubungan darah, namun anakku mengangkatnya sebagai anak, jadi ia cucuku." Ujar sosok itu.

Ravel tambah bingung. Sosok itu terlihat berumur sepantaran dengan Naruto, namun ia adalah seorang kakek?

"Dia adalah Dewa perang mitologi Yunani, Ares, dan disisi lain, Mars." Ujar Morax datang dari belakangnya, tangan kanannya terlihat sedang beregenerasi.

Ravel terdiam. Ia mengetahui bahwa Naruto diangkat anak oleh salah satu demigod yang menjadi chief god dan pendiri Roma, Romulus Quirinus itu sendiri, yang mana dalam beberapa literatur adalah demigod dari Mars, dengan kata lain, Ares. Oke, semua masuk akal sekarang.

"Katakan, siapa yang melakukan ini? Akan kujatuhkan Photon Ray dengan segenap otoritasku." Ujar Ares menatap Naruto dengan wajah santai. "Bahkan corruption mud yang ada di Tartarus tidak bisa mencemarinya, aku jadi penasaran." Lanjutnya

"Maaf kami juga tidak mengetahuinya, sosok itu lebih hitam dari langit malam dan memancarkan aura terkejam." Ujar Morax. Membeberkan pelakunya adalah Outer God terlalu dini dan tidak akan ada yang mempercayainya sekarang, lagipula Morax sendiri belum yakin kalau ia adalah Nyarlathothep. Jikapun percaya, dunia supranatural masih terlalu dini untuk mengadakan open war dengan Outer God.

Ares terlihat berpikir sejenak lalu mengangguk. "Olympus sedang mecium bau-bau organisasi aneh yang ada di dataran Amerika baru-baru ini, anggotanya adalah para Fallen Gods, mungkin mereka salah satunya." Ujar Ares tersenyum keji.

"Uhuk... jika kau menyerang langsung, kau akan terbunuh loh... kakek..."

"Naruto?!!!" Ravel terkejut melihat Naruto yang terbangun walau masih memejamkan mata kirinya.

"Yo! Kau terlihat cukup kacau!" Balas Ares.

"Lumayan, meski aku sadar begini, tetap saja tubuhku masih bergetar dan pikiranku susah fokus dan kepalaku cukup sakit." Ujar Naruto.

"Istirahatlah lagi." Ujar Ravel menghentikan Naruto yang hendak duduk.

"Well, kau mungkin benar kalau aku akan terbunuh jika dengan diriku yang sekarang, jatuh atau tidak mereka tetap dewa," Jeda Ares.

"Namun, Zeus akan memberikanku hadiah ulang tahun dalam waktu dekat, alasan Olympus dan presiden sialan itu belum bertindak karena kami berniat menjadikan mereka sebagai kelinci percobaan, khe khe khe..." Ujar Ares terkekeh pelan.

"Begitukah? Kalau begitu aku tenang... aku tidak harus berurusan dengan mereka dalam waktu dekat, karena kau dan buyut Zeus akan mengurusnya." Balas Naruto memejamkan kedua matanya.

"Hahaha, sebut Zeus begitu dan dia akan meledakkan kepalamu dengan petirnya." Ujar Ares sambil tertawa.

"Kalau begitu aku akan kembali, jangan khawatir, mereka akan menerima pembasmian paling mengerikan dan keren." Ujar Ares berbalik dan pergi.

"Heheh... aku tunggu." Balas Naruto.

"Kau yakin dirimu tidak apa-apa?" Tanya Morax saat melihat Naruto duduk. "Yeah, jangan khawatir, aku masih bisa mengendalikan diriku." Ujar Naruto.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang kau rasakan saat itu?" Tanya Ravel heran.

"Entahlah... aku hanya merasakan perasaan yang sangat sesak dan membara, seperti berdiri didepan dunia yang penuh kejahatan namun sangat menawan..., seperti jantungku dihentikan paksa dan diriku dibelah menjadi dua." Ujar Naruto memakai sendalnya dan berdiri.

"Jangan khawatir, dengan satu atau dua meditasi, aku akan pulih." Ujar Naruto. Kedua orang itu hanya mengangguk.

"Lalu, dimana kedua Exorcist itu? Setelah sekian lama, kurasa waktunya aku bergerak." Ujar Naruto.

"Jadi sudah waktunya huh?" Ujar Morax. Ravel hanya diam saja. Mereka sudah mengetahui rencana Naruto.

"Benar, setelah membereskan Kokabiel, kita akan bergabung kembali ke tim Vali, aku akan merebut Longinus Dimensional Lost."

"Sihir seperti Reality Marble bisa menciptakan kenyataan lain sampai pada penciptaan dunia, namun beban sihir yang harus ditanggung sangat besar, dan aku tidak mau membuang-buang sihirku, karena itu Dimensional Lost lebih efektif karena yang kubutuhkan hanyalah medan isolasi dari dunia nyata." Jelas Naruto.

"Aku mengerti, jika aku bertarung sekuat tenaga, setidaknya akan ada peta geografis yang harus diubah total, aku setuju." Ujar Morax.

"Soal kedua Exorcist tadi, mereka ada di ruang tengah tadinya... tapi, sekarang mereka tidak ada." Ujar Ravel.

"Huh? Perasaanku tidak enak, Morax belum saatnya kau menunjukkan diri." Ujar Naruto. "Ravel, ayo kita cari mereka."

.

.

.

.

.

"Kau bisa merasakan energi mereka, Ravel?" Tanya Naruto. Gadis itu hanya menggeleng pelan. "Bagaimana dengan matamu? Apa bisa melihat?"

Naruto menghela nafas lalu menggeleng. "Ada beberapa kondisi yang bisa menghalangi aktifasi atau kekuatanku, salah satunya adalah kondisi mental yang tidak stabil." Balas Naruto.

Ravel terdiam mendengarnya. "Soal tadi, setelah kau selesai disini kau akan mengajakku meneruskan kegiatanmu membasmi dewa bukan?" Tanya Ravel.

Naruto tersenyum kecil. "Kita akan lihat, apa kau lulus pada pelajaran yang akan kuberikan... lalu itu bukan dewa, tapi dewa jatuh."

Ia lalu memandang jauh kearah langit malam. "Kau tidak bisa semudah itu membasmi dewa, aku mengetahui beberapa peradaban yang ikut jatuh karena kehilangan dewa mereka..."

"Bahkan Ares yang memiliki domain Perang, atau Loki yang memiliki domain tipu muslihat, semuanya masih diperlukan, jika salah satu dewa atau domainnya lenyap, maka lenyap sudah efek domain itu pada pemercayanya."

"Sebagai contoh pemimpin negara Yunani modern ini masih didikte untuk percaya pada mitologi Yunani, jika Ares lenyap, kemandirian mereka untuk berperang, baik itu ilmu atau alat tempur mereka akan terus dihantam ketidakberuntungan, dewa-dewi Yunani berhubungan dengan akar terbentuknya negara itu, saat ini domain milik Hera dipegang oleh Demeter."

"Disisi Supranatural, keseimbangan kekuatan akan terganggu dan memunculkan niat untuk saling menguasai, jika itu terjadi maka peperangan seperti Great War akan meletus pada skala yang lebih besar, bahkan membunuh dewa jatuh yang berada dalam domainnya sendiri harus dilakukan dengan hati-hati."

"Percayalah, perdamaian lebih susah dijaga dan memunculkan konflik melebihi peperangan itu sendiri." Jelas Naruto sambil berjalan.

Ravel terdiam memikirkan kata-katanya.

"Manusia itu lemah, sejak dahulu manusia menggunakan kata 'Dewa' untuk menjelaskan apa yang mereka tidak mampu pahami, beberapa dewa muncul karnena itu dan membawa peradaban pada pengikut mereka."

"Oleh karena itu aku bersebrangan dengan Cao-Cao yang menganggap membunuh dewa adalah suatu kebanggan, tidak ada yang bisa dibanggakan dari melakukan hal yang tidak perlu."

"Memang benar, sebagian dari sosok dewa itu arogan, tetapi mereka melakukan apapun yang mereka bisa untuk menjaga keberadan mereka dan peradaban pengikutnya, meskipun umat manusia sendiri juga memiliki nilai."

"Jauh dimasa lalu, Uruk jatuh setelah raja mereka menolak dewa-dewi mereka, hasilnya peradaban mereka hancur namun sejarah mereka terwariskan dan menjadi ide dari berbagai munculnya bentuk negara-kota dan hukum dikemudian hari sampai sekarang, namun bagaimana kebanyakan manusia di masa sekarang? kebanyakan kehilangan esesnsi mereka, aku bertaruh raja itu akan mengutuk sebagian besar manusia yang sudah lelah-lelah ia perjuangkan dimasa lalu hahaha."

Naruto menghela nafas. Sejak zaman dahulu memang begitu, kebanyakan manusia selalu mencari-cari kambing hitam atas kesalahan dan kejahatan yang mereka lakukan hingga mereka tidak menyadari kejahatan yang ada dan muncul dari dalam diri mereka sendiri.

"Huh?"

Pomf!!

Ravel menabrak tubuh Naruto yang tiba-tiba berhenti. "Ada apa?!"

"Suara dentingan pedang... kau bisa mencarinya?" Tanya Naruto.

Ravel mengangguk pelan. "Aku jarang menggunakkan ini, namun ini adalah hasil ajaranku dari ibu." Ujarnya menarik putus beberapa helai rambut pirangnya dan melemparnya ke udara.

Beberapa helai rambut itu melipat-lipat dan membentuk dua ekor burung kecil lalu terbang keatas.

"Bahkan bulu Pheonix mengandung sihir murni huh?" Gumam Naruto mengamati sihir milik Ravel.

"Huh?! Arah jam 1, setengah kilometer dari sini!" Ujar Ravel menoleh kearah Naruto. "E-eh?!!"

Tanpa jeda panjang, Naruto segera menggendong tubuh Ravel dan melesat pergi kearah yang ditunjukkan dengan kecepatan seorang knight normal.

"A-aku bisa terbang!!!" Protes Ravel.

"Kita tidak mau melihat iblis terbang malam-malam disini."

"Hei!! Bukankah lebih aneh seorang pria menggendong seorang gadis sambil berlari kencang malam-malam begini?!"

Naruto hanya tetawa kecil sambil terus memacu larinya. Seharusnya ia bisa lebih cepat lagi, namun itu memerlukan fokus lebih dan kondisi mentalnya saat ini seakan menghalanginya untuk fokus. Nyarko sialan.

.

.

.

.

Trank! Trank!!

"Cih! Apa duo Exorcist itu belum juga kemari?!" Geram Kiba menahan pedang gila dari Freed. "Hahahaha! Mengharapkan pertolongan Exorcist?! Dasar Iblis rendah!"

"Jangan hina Kiba, sialan!" Issei melesat hendak memukul Freed, namun si exorcist itu menendang Kiba dan menghindari Issei.

Srat!

Sebuah tali keunguan mencengkram kaki Freed. "Huh? Apa ini?!"

"Rasakan Sacred Gearku!" Ujar Saji yang menggunakan tali ungu itu.

"Cih!" Freed berusaha memotongnya, namun pedangnya tidak bisa melakukannya.

"Haaa!!" Kiba datang hampir memenggal kepalanya, namun Freed menarik pedang lain dari pinggannya.

Trank!

Kiba langsung melompat mundur saat merasakan bahaya mendekat. "Serpihan Excalibur!!!" Geram Kiba merasakan aura pedang itu.

"Hahahhaha! Benar! Sekarang kalian semua akan mati oleh Excalibur Rapidlyku!" Ujar Freed menebas tali ungu itu dengan cepat.

"A-apa?!" Kaget Saji.

"Hehehe—"

Sebelum ia tertawa lagi, dua buah pedang berbentuk garis-garis pirang melesat dari langit dan menuju kearah Freed.

Dengan reflek, ia menebas kedua pedang itu dan memutuskan mereka menjadi... helai rambut?

"Aku akan bantu." Ujar Naruto menggerakkan tangan kanannya di udara. Kehadirannya mengejutkan ketiga murid Kuoh itu. "Sihirku lenyap dalam sekali tebas!" Dari belakangnya Ravel muncul dengan wajah kesal, menambah keterkejutan mereka.

"Siapa kau?!" Geram Freed karena orang ini mengganggunya. "Hanya tukang sihir yang kebetulan lewat." Ujar Naruto menggerakkan tangan kanannya, menuliskan sesuatu di udara.

Beberapa buah huruf rune terbentuk di Udara dan menembakkan bola api yang secara aktif mengejar Freed.

"Cih!" Freed menebas seluruh bola api itu, tapi ia langsung melompat mundur saat hampir terbelah oleh Kiba.

"Pengganggu!" Geram Freed merasakan goresan berdarah di wajahnya.

"Kau kepanasan? Perlu dingin?" Naruto tertawa kecil sambil menembakkan batu-batu es kearah Freed.

"Sihir rendahan itu mana bisa mengenaiku?!" Freed melesat dan langsung menyasar kearah Naruto setelah menghalangi Kiba.

Naruto segera meletakkan telapak tangannya di tanah saat melihat Freed datang kearahnya.

"Mati!"

Naruto dengan sigap melompat mundur dan membiarkan Freed menebas udara kosong tempatnya berpijak tadi.

"Heheheh!"

Naruto menjentikkan jarinya dan membuat suara besi pelan.

Bwosh!!! Rune yang dipasang dibawah Freed berubah menjadi pusaran Api sedang.

"Arghh!!! Sialan!!" Freed dengan cepat menebas api itu sebelum membakarnya.

"Ufu!"

Naruto tersenyum. Dua buah rune lain bersinar di tanah di depan Freed. Satunya menembakkan pusaran air kearahnya.

Ia berhasil menahan pusaran air itu, namun dari Rune kedua percikan petir datang dan menyambar tubuhnya.

"Krrr! Arttt!!!"

Freed menggigil dan seperti menggeliat saat terkena saluran petir karena air yang membasahi tubuhnya.

"Excalibur, pedang yang menjanjikan kemenangan, menggunakan kekuatan planet untuk melawan ancaman dari luar... namun sayangnya, ditangan kalian, pedang itu hanya akan menjanjikan kekosongan." Naruto berkata dengan nada yang iba.

"Heal!"

Tiba-tiba dalam sekejap efek sihir Naruto lenyap. Naruto memincingkan matanya saat orang lain menunjukkan dirinya.

"Valper Galilei!!!!" Kiba berteriak marah saat menyadari siapa orang itu.

"Valper?! Jadi itu kau?!" Ujar Naruto ikut terkejut.

"Khehehe, benar, akulah orangnya, beruntung sekali aku karena iblis dan manusia disana mengenaliku." Ujar Valper.

"Terlibat dalam proyek terlarang Excalibur yang memakan banyak korban... namamu paling dicari di Vatikan, dan aku akan menghukummu sekarang." Ujar Naruto.

"Dia milikku, akulah yang akan menghukumnya! Demi teman-temanku!" Desis Kiba dengan tatapan tajam.

"Oh? Teman-teman? Kau salah satu yang selamat huh? Hahahah! Pasti menyenangkan hidup dengan ingatan jeritan mereka." Ujar Valper tertawa.

"Diam!!" Kiba berteriak dan melesat kearah Valper.

"Chotto!" Freed muncul diantara mereka dan beradu tebasan dengan Kiba. "Minggirlah!!" Kiba berusaha mendorong Freed, namun mereka terus beradu pedang dengan seimbang.

"Uaghh!!!" Kiba jatuh kesakitan saat salah satu goresan Excalibur mengenainya, bagaimanapun ia adalah Iblis.

"Menyedihkan, kukira kau bisa mengalahkan Freed, biar kutunjukkan sesuatu yang menarik padamu." Ujar Valper mengeluarkan sebuah kristal.

"Itu...?" Gumam Kiba berusaha bangkit.

"Ini adalah hasil eksperimen itu, kumpulan energi jiwa dari teman-temanmu... mereka terasa sangat manis tahu!" Ujar Valper dengan tertawa.

"Valpeeer!!!" Kiba berteriak dan menghujamkan pedangnya ke tanah. Seketika belasan pedang mencuat dan terus menuju kearah Valper.

"Hehehe! Saatnya kutunjukkan kekuatan Rapidly!!" Dengan kecepatan hebat, Freed terus menebasi seluruh pedang itu.

"Sialan..." Desis Kiba.

"Tenanglah, akan kuambilkan itu." Ujar Naruto menepuk pundak Kiba.

"Mau apa kau penyihir? Sihirmu terlalu lambat untuk Rapidlyku."

"Heh? Tidakkah kau tahu kalau bela diri adalah kurikulum wajib sihir modern?" Ujar Naruto.

Naruto menyiapkan kuda-kudanya saat menatap Valper dan Freed. Kiba yang melihat itu menaikkan alisnya. Itu bukan kuda-kuda yang digunakan untuk melakukan serangan Godspeed bernama Nine Lives itu.

"Saat mempelajari kekuatan, carilah guru dengan asal-usul yang jelas, sihir atau pedang, pada akhirnya senjata pertama dan terakhirku adalah tubuhku..."

"Heh!! Omong kosong!!"

Freed berlari dan melompat untuk menebas Naruto, dengan kecepatan yang cukup untuk menciptakan efek blur.

"Haa!!"

Naruto menendang tanah dengan kaki kanannya dan langsung membentuk kawah kecil.

"Ugahh?!!" Freed seperti tertahan oleh energi yang tidak terlihat dan kehilangan keseimbangannya di udara saat hampir mengenai Naruto.

Naruto menggerakkan telapak tangan kirinya dan hendak menghantamkannya kearah Freed.

Mati.

Freed benar-benar merasakan firasat buruk saat melihat telapak tangan itu menuju kearahnya. Dengan sekuat tenaga, ia segera memiringkan pedangnya dan menghadang serangan Naruto.

Bom!!

Serangan itu membuat Freed terlempar jauh dan masuk menabrak bangunan di belakangnya dan Valper.

"F-freed?!" Valper terkejut melihat Freed yang terlempar dengan satu pukulan, tidak itu bukan pukulan. Padahal, Freed memiliki pecahan Excalibur.

"Excalibur meski hanya serpihan mampu menghalangi Chi yang kukirimkan huh? Ia masih selamat." Ujar Naruto mengalihkan pandangannya kearah Valper.

"Sekarang giliranmu!"

Dengan kecepatan yang setara dengan seorang knight biasanya, Naruto sudah muncul dihadapan Valper yang masih terkejut.

Ia menendang tanah dan kembali menciptakan kawah, membuat Valper makin terkejut dan kehilangan kemampuan untuk bereaksi sementara waktu.

"Bukan dengan sihir atau senjata mistik, bahkan serangan kedua, hanya satu serangan ini saja..."

Mati.

Valper tercekat saat Naruto mengarahkan telapak tangannya ke perutnya. Ia ingin bereaksi namun tubuhnya seperti shock dan tidak menanggapi usaha putus asanya.

"Wu Er Da!!"

Bam!

Naruto menghantamkan telapak tangan kirinya dengan segenap kekuatannya. Mengirimkan seluruh Chi yang terkumpul di telapak tangan kirinya pada Valper.

Valper melotot dan berdiri di tempatnya. Ia tidak terlempar seperti yang Freed alami, membuat seluruh pasang mata disana berpikir apakah yang dilakukan Naruto bekerja .

"Ogoghh!!!!"

Naruto melompat mundur sebelum Valper akhirnya membuka mulutnya, memuntahkan banyak darah.

Tidak hanya itu, dari kedua mata, hidung, dan telinganya, darah juga keluar dan mengalir, seakan mereka semua dipaksa keluar dari setiap lubang tubuh yang memungkinkan.

"K--"

Tubuh penuh darah itu ambruk ke belakang.

"A-apa yang terjadi?!!" Issei terkejut dan ngeri melihat apa yang terjadi pada Valper, bahkan Ravel sekalipun mengigit bibirnya.

"Teknik pamungkasku dari seni bela diri Bajiquan, Wu Er Da, No Second Strike, aku mengirimkan energi Chi yang sanggup meledakkan gerbang dojo dan memusatkannya ke tubuh seseorang."

"Mengganggu fungsi dan merusak seluruh sistem saraf yang ada pada tubuh orang itu, dalam kasus Freed ia selamat karena Excalibur menahan energi Chi yang kukirim." Jelas Naruto. "Tapi karena tadi tangan kiriku, efektifitas jurus ini menurun."

"Ambil ini." Ujar Naruto melempar kristal biru itu pada Kiba yang menangkapnya dengan susah payah.

"S..." Tubuh Valper sedikit bergerak, tanda ia masih hidup meskipun lemah.

"Ravel, saatnya pelajaran." Ravel memandang Naruto bingug, namun ia tetap berjalan kearah Naruto menyadari nada bicara Naruto yang berubah lebih dalam. "Bakar dia."

"A-apa?!"

Ia memasang wajah ragu dan takut saat berada di depan tubuh Valper. Ia memang selalu berucap sombong soal membunuh, tapi dihadapkan pada situasi seperti ini...

"Bakar dia!"

Perintah Naruto semakin keras, bahkan Issei, Saji, dan Kiba terdiam melihat situasi ini. Ravel mengangguk dengan ragu lalu memejamkan matanya dan menggunakan sihirnya untuk membakar tubuh Valper.

"Buka matamu, sejahat apapun jangan menghina orang yang kau bunuh." Ravel membuka matanya mengikuti perintah Naruto.

Perasaan aneh menghinggapi tubuhnya melihat tubuh Valper menggeliat pelan dan tangannya seperti meminta tolong selama proses pembakaran yang lumayan singkat. Ravel terdiam dan membeku melihatnya.

"Ini adalah nyawa pertamamu bukan? Setidaknya kau terhindar dari shock akibat mengambil nyawa orang disini, ketimbang di pertempuran hidup dan mati yang sesungguhnya."

Ravel bergetar mendengar Naruto. Ini pertama kalinya ia melihat, dan membunuh orang. Memang ia hanya melakukan finishing, namun tetap saja, ialah yang membunuh kali ini.

"Bagaimana rasanya?"

Pertanyaan Naruto membuatnya makin bergetar. Ia menatap kedua tangan putih polosnya. Tangan polos itu telah mengambil nyawa Valper hari ini.

"A-aku... t-tidak tahu... r-rasanya t-tidak e-enak..." Ujarnya dengan tatapan kosong dan wajah tidak nyaman dan air mata yang sedikit keluar. Dadanya sesak entah mengapa, bahkan tsunderenya hilang kemana. Padahal jelas bahwa Valper adalah orang jahat yang telah berlumur lebih banyak nyawa, namun tetap saja...

Pomf!

"Tenanglah, tidak apa-apa."

Ia melebarkan matanya saat Naruto sedikit merendah, memeluknya, lalu mengusap-usap rambut pirangnya untuk menenangkannya.

"Itu artinya kau masih orang yang baik, bukan binatang dalam wujud iblis atau manusia."

"Jika saja kau bilang enak atau puas... aku akan mengembalikanmu ke orang tuamu , dan membuatmu tidak bisa menggunakan sihirmu."

"Jadi, tenanglah, kau lulus dan aku akan mengajakmu keujung waktu sekalipun, ini adalah kontrak yang kujanjikan padamu."

Ravel terdiam. Perasaan tidak enak tadi mulai pergi dan shock ditubuhnya mulai hilang. Ia sedikit menjadi tenang merasakan kehangatan di tubuhnya.

"Issei... K-kiba..."

Ketiga remaja Kuoh itu teralihkan oleh Xenovia yang terluka dan terengah-engah sambil memegang Excalibur Destruction.

"Apa yang terjadi padamu? Dimana Koneko?!" Kaget Issei.

Naruto hanya mendengarkan tanpa menoleh, ia masih menenangkan Ravel.

"Saatnya menendang gagak huh?"

To Be Continued...


Hi! Aku harap kabar kalian baik ya!

Ooooo!!! Nyarko for Nyarlathothep? Julukan yang bagus... aku izin memakainya hehe?

Di chap ini sedikit aku singgung soal plan Naruto. Jadi emang setelah Arc ini, setelah three factions metting di cannon, fict ini akan sedikit keluar dari timeline cannon dxd.

Lalu hadiah ulang tahun untuk Ares yang berkaitan dengan rencana Zeus dan Presiden bayangan Funny Valentine.

Dan yeah, beberapa Necronomicon yang lain akan muncul... hanya tunggu waktu saja karena memang ada 'lubang' kecil yang sudah terbuka.

Anyways, thats for this chapter... see ya next chap! Feel free to leave anything.