Sebelumnya...
.
.
Indra bangkit dari kursinya, ia berjalan lalu berhenti di depan mejanya, bersandar pada meja di belakangnya seraya melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap Sakura di depannya yang sedang duduk di sofa.
"Lima tahun."
"Sudah lima tahun dan kau belum melakukan sesuatu yang berarti. Kau menghabiskan hampir setengah waktu yang kuberikan dengan percuma. Jika waktumu habis dan kau gagal, jangan memohon padaku." Sakura terdiam. Apa yang pamannya katakan memang benar.
Indra mengalihkan pandangannya ke samping. "Jadi kutanya padamu, Kapan?" Sakura menatap sisi samping wajah pamannya itu.
Sesaat kemudian Indra kembali melihat Sakura dan menatap tepat ke iris emerald keponakannya itu.
"Kapan kau akan mulai mendekatinya secara terbuka, Saki?"
.
.
.
.
.
-oOo-
My Family
Naruto by : Masashi Kishimoto
Story by : Awy77 Andrian
Warning : OOC, Typo(s), AU, Dsb.
Rated : T
Genre : Family, Drama, Romance
Main Pair : Narusaku (slow)
Mohon maklumi semua kegajean, keanehan dan hal yang tidak masuk akal dalam cerita ini. Bukan tanpa alasan ini disebut Fanfic, kan?
If you don't like don't read
Happy Reading! :)
-oOo-
.
.
.
.
.
"Secepatnya." Sakura menjawab dengan yakin
"Apa rencanamu?"
Sakura menyandarkan tubuhnya ke sofa. Mencari posisi yang nyaman. "Oji-san memiliki saran?"
Indra mendecih. Berjalan kembali menuju kursinya di sebrang meja. Duduk dengan nyaman disana. "Jika kau mengikuti saranku sejak awal, maka saat ini kita tak akan membahas hal ini."
"Saran Oji-san adalah berpaling darinya. Bagaimana mungkin aku melakukannya?"
"Sangat Otsutsuki."
Sakura terkekeh.
Bagi klan Otsutsuki, kesetiaan adalah hal penting. Semua keluarga Otsutsuki memiliki kesetiaan yang tinggi pada pasangannya. Contohnya ibunya, Hamura. Dia sangat setia hingga akhir hayatnya, berbanding terbalik dengan suaminya, Danzou. Begitu juga dengan kedua kakak ibunya. Indra dan Ashura. Mereka memilih untuk tidak menikah lagi setelah kehilangan istri mereka. Kedua pamannya itu sudah cukup lama menjadi orangtua tunggal bagi putra mereka.
"Saki, kau memintaku untuk membuatmu melakukan coass di Konoha, Senju's Hospital. Rumah sakit milik nenek bocah itu. Bukan hal yang mudah untuk melakukannya. Jadi kuharap kau tidak membuatku kecewa." Ucap Indra
Sakura mengangguk. "Tentu. Aku juga tidak sabar mencicipi bibir seksinya."
Indra menatap Sakura tajam. "Aku bercanda." Ucap Sakura.
"Aku tahu apa yang Oji-san lakukan tidak mudah. Oji-san berhasil dan aku sungguh senang dan berterimakasih. Kali ini aku akan sungguh-sungguh. Aku tidak akan membuat bantuanmu selama ini sia-sia ataupun membuatmu kecewa. Percayalah." Sakura berkata dengan yakin.
Indra mengangguk kecil "Bagus. Kupegang ucapanmu."
"Kau akan mendekati keluarganya terlebih dahulu?" Mengingat Senju's Hospital adalah milik nenek dari 'bocah' pujaan keponakannya, dan dia meminta coass disana, maka wajar jika ia berpikir begitu.
Sakura menselonjorkan kakinya ke depan dan mencari posisi bersandar yang nyaman di sofa empuk itu. "Dia masih sekolah. Satu sekolah bahkan satu kelas dengan adikku. Membuatku sulit mendekatinya." Mendengarnya Indra mendecih, dan menatapnya yang seakan berarti. 'sulit mendekatinya? Heh, Adikmu hanya satu sekolah saat sekolah menengah atas saja. Kemana saja kau tiga tahun sebelumnya?'. Sayangnya sang keponakan pura-pura tidak menyadarinya dan tetap melanjutkan ucapannya.
"Kuliahku di Tokyo, membuatku sulit bahkan hanya untuk melihatnya. Aku melihat coass adalah peluang yang bagus. Bisa sering melihatnya dan mendekati anggota keluarganya. Mendapatkan restu lebih dulu bukanlah hal yang buruk."
"Buatlah bocah itu terikat denganmu secepatnya, setidaknya menjadi kekasih atau tunanganmu." Ujar Indra yang membuat Sakura mengerutkan dahinya. 'Harus secepat itu?' Batinnya bertanya-tanya.
Usianya bahkan belum genap 19 tahun. Kenapa harus terburu-buru? Ia masih muda jadi kenapa harus secepat itu?
"Aku memberimu waktu 11 tahun dan kau menghabiskan hampir setengah waktumu tanpa melakukan hal yang berarti. Aku bahkan ragu bocah itu mengenalmu." Sakura mendengus mendengarnya.
Tak mempedulikan Sakura, Indra melanjutkan. "Saki, dengar. Kau lulus sekolah lebih cepat dari dugaanku dan kini kau juga memulai coass lebih cepat, yang tentu akan membuatmu lulus kuliah lebih cepat juga. Dan itu mengurangi waktu yang kuberikan padamu dulu." Mendengar itu, Sakura berubah serius. Duduk dengan benar dan mendengarkan dengan baik ucapan pamannya.
Tangan Indra bergerak membuka salah satu laci mejanya. Mengambil sebuah berkas berwarna coklat. Lalu meletakkannya ke atas meja dan mendorongnya kedepan, ke arah Sakura. Kemudian tangannya membentuk kepalan lalu mengetuk berkas itu dua kali sambil menatap Sakura dan mengangguk kecil. Tanda bahwa ia ingin Sakura mengambilnya. Melihat itu, Sakura mengangkat sebelah alisnya, tetapi ia menuruti keinginan pamannya. Sakura berdiri, lalu mendekati meja dan mengambil benda coklat itu. Setelahnya ia kembali duduk di sofa.
Sakura membuka berkas itu diiringi suara pamannya. "Semakin cepat kau lulus, semakin cepat waktumu habis. Jangan menunda lagi, waktumu terbatas. Ini bantuan terakhir dariku jika kau tidak juga melakukan apapun. Aku memang lebih suka kau bersama lelaki pilihanku atau kakek dan pamanmu. Tetapi tak kusangka kau benar-benar serius padanya. Dan karena kesetiaanmu itulah aku membantumu."
"Oji-san, ini-."
"Beberapa biodata lelaki pilihan Tou-san dan Ashura untukmu. Aku mendapatkannya tiga bulan lalu. Saat mereka meminta pendapatku." Indra memotong ucapan Sakura.
Sakura menatap Indra, bertanya dengan tenang. "Apa jawabanmu, Oji-san?" Indra sempat melihat raut terkejut saat Sakura tahu isi benda itu, tetapi kini wajahnya sudah terlihat tenang lagi. Meski tak bisa dipungkiri jika ia melihat setitik khawatir di manik hijau yang terlihat agak suram itu.
"Kau iblisku."
Mendengar itu, manik hijau Sakura kembali cerah. Sudut bibirnya sedikit melengkung ke atas.
"Habiskan susu itu dan kembalilah ke kamarmu." Ucap Indra.
Sakura meraih gelas berisi susu yang tersisa setengahnya sambil bertanya. "Berapa? Berapa sisa waktu yang kupunya?" Ia lalu meminum habis susu putih itu.
"Mereka sudah memperkirakan kapan kau lulus. Tou-san dan Ashura berencana menunangkanmu saat kau berusia 22 tahun dan menikahkanmu satu tahun kemudian, saat usiamu 23 tahun. Tetapi aku berhasil memperlama rencana mereka, jadi mereka akan menunangkanmu saat kau berusia 24 tahun dan menikahkanmu diusia 25 tahun." Sakura mendengarkan ucapan pamannya sembari meminum habis susu putih itu.
Awalnya Indra berhasil mengulur waktuhingga membuat Ayah dan Adiknya berencana menikahkan Sakura saat ia berusia 26 atau 27 tahun dengan lelaki pilihan mereka. Karena itulah dulu Indra memberi waktu Sakura 11 tahun untuk menjadikan orang yang ia sebut 'bocah' sebagai pasangannya. Tetapi Sakura berhasil mempersingkat masa pendidikannya. Membuat ayah dan adiknya mempercepat rencana mereka yang membuat Indra harus mencari cara untuk mengulur waktu lagi dan untungnya ia berhasil.
Indra masih menatap Sakura saat ia melanjutkan. "Semua berjalan lebih cepat dari perkiraan awal dan itu berawal darimu yang mengkuti program akselerasi saat sekolah." Sakura menyeka sudut bibirnya yang mempunyai noda susu dengan punggung tangan. Lalu berkata, "Bukan hanya karenaku, kekhawatiran dan ketakutan mereka juga ikut berpengaruh." Jemari Sakura mengusap tepian gelas dengan perlahan.
Benar. Sakura memang benar. Rasa khawatir dan takut Hagomoro dan juga Ashura memang ikut berpengaruh. Hamura, sosok yang menjadi sumber ketakutan dan khawatir Hagomoro dan Ashura, bahkan termasuk Indra juga.
Hamura menikahi pria pilihannya, pria yang dicintainya sepenuh hati. Meski keluarganya menentang dan tak memberinya restu, Hamura tetap menikahi pria pilihannya. Yang membuatnya berakhir dengan terusirnya ia dari keluarga Otsutsuki.
Gagalnya Hagomoro menjaga putrinya dari pria brengsek yang sayangnya amat di cintai putrinya membuatnya terpaksa mengusir Hamura dengan harapan bahwa putrinya itu akan memilihnya lalu kembali pada keluarganya. Namun, ia salah. Besarnya cinta Hamura pada pria itu membuatnya rela memilih meninggalkan keluarganya beserta kemewahan yang ia miliki. Begitupun Ashura yang merasa gagal melindungi adik satu-satunya dari pria brengsek itu. Tak hanya mereka berdua, Indra pun merasakan hal itu juga, sama seperti Hagomoro dan Ashura. Dan pria brengsek itu kini menghilang entah kemana setelah meninggalkan anak-anaknya juga istri-istri tersembunyinya tanpa pertanggung jawaban sedikitpun. Pria itu bernama Danzou, Shimura Danzou.
Kemarahan dan kesedihan karena Hamura memilih pergi meninggalkan keluarganya dan kini berakhir dengan Hamura yang ternyata diselingkuhi dengan beberapa wanita sekaligus membuat mereka murka. Terselip keinginan untuk melampiaskan kemarahan mereka pada anak-anak dan istri-istri tersembunyi Danzou. Namun sayang, kehadiran Sakura membuat keinginan mereka melampiaskan kemurkaan mereka pada para wanita dan anak-anak pria brengsek itu tidak terlaksana.
Dulu Hamura menjadi Tuan Putri keluarga Otsutsuki dan kini yang menempati posisi itu adalah putrinya, Sakura. Karena apa yang terjadi terhadap Hamura membuat mereka tak membiarkan Sakura mencari pasangannya sendiri, mereka takut hal yang sama akan terulang lagi. Kini mereka sangat berhati-hati dalam memilih pasangan untuk keponakan juga cucu perempuan satu-satunya ini. Mereka memilih untuk menikahkan Sakura dengan pria terbaik menurut mereka. Dan tidak membebaskannya mencari pasangannya sendiri.
"Aku tak menyangkal hal itu, tetapi mereka melakukan apa yang menurut mereka baik untukmu." Ujar Indra menanggapi.
"Aku tahu itu, Oji-san." Ucap Sakura.
"Jadi..." Sakura menatap Indra dengan sudut matanya, kini siku tangan yang memegang gelas susu bertumpu pada kakinya dan jemarinya bergerak memutar-mutar gelas didepan wajahnya, gerakan searah jarum jam dan setelahnya berlawanan arah jarum jam.
"Tiga tahun-" Tangan Sakura berhenti memutar-mutar gelas. "Waktumu hanya tersisa tiga tahun lagi." Lanjut Indra
Waktunya berkurang cukup banyak. Lebih dari seperempatnya.
Tunggu!
Tiga tahun? Bukankan itu berarti saat ia berusia 22 tahun? Bukankan ia akan ditunangkan saat berusia 24 tahun dan menikah saat berusia 25 tahun? Lalu bagaimana dengan usianya yang ke 23 tahun?
"Tidakkah aku punya satu tahun lagi?" Tanya Sakura
Indra menaikkan sebelah alis amat tipisnya. "Itu tahun dimana Tou-san dan Ashura akan benar-benar dan secara intens mengenalkanmu pada pria-pria pilihan mereka dengan mengajakmu ikut ke banyak pertemuan lalu memilih lelaki yang cocok untukmu kemudian merencanakan pertunanganmu untuk tahun berikutnnya, kau akan sibuk dengan itu yang membuat waktumu tidak bebas karena mereka tak akan membiarkanmu menolak. Itulah kenapa aku tak menghitungnya, kau akan sulit membagi waktu. Tetapi jika tiga tahun itu kau gagal, gunakan satu tahun itu sebaik mungkin karena itu waktu terakhirmu." Jelas Indra
"Hmm." Gumam Sakura
"Aku mengerti."
Gadis bersurai merah muda itu meletakkan gelasnya ke atas nampan lalu meraih berkas coklat disampingnya.
Menatap Indra, Sakura berkata; "Aku sudah mengatakannya. Jika aku tidak akan mengecewakanmu, Oji-san."
Sakura tahu, jika bukan karena Indra, maka pasti ia sudah dijodohkan sejak memasuki usia remaja. Entah bagaimana cara pamannya itu mengulur waktu untuknya, hanya dirinya yang tahu, pun Sakura tak ingin tahu. Maka dari itu, Sakura tidak akan membuat semua usaha pamannya sia-sia ataupun mengecewakan kepercayaan Indra padanya.
Sakura berdiri mendekati Indra dengan meja sebagai pembatas. Meletakkan berkas itu kembali ke atas meja, mendorongnya sedikit ke arah Indra. "Terimakasih," Sakura lalu agak membungkuk ke arah Indra. "Selamat malam, Oji-san." Sakura mencium pipi Indra sekilas lalu berbalik. Mendekati sofa, mengambil tas yang ia letakkan di lantai dengan bersandar pada sofa.
Sakura membungkuk dengan tangan yang memegang tali tas ranselnya, lalu ia berhenti sesaat. "Oji-san, aku hanya akan menikah dengannya." Sakura lalu meraih tas itu kemudian menyampirkannya pada sebelah bahunya dengan ia pegang bagian talinya. Berdiri tegak hendak berlalu pergi namun ia sempatkan untuk sedikit berbalik lalu menengok menatap Indra. "Kupastikan itu." Ucapnya, kemudian ia melangkah keluar dari ruang belajar itu. Pandangan Indra mengikuti Sakura, senyum tipis terukir di bibirnya.
'Jangan mengecewakanku.'
.
x X x My Family x X x
.
"Pagi ini cerah sekali."
Gadis bersurai lavender mengangguk setuju. "Kau benar Hanabi-chan."
Enam orang remaja baru saja keluar dari sebuah rumah. Lima diantaranya memakai seragam sekolah yang sama.
Pemuda yang berpakaian berbeda dari yang lainnya berjalan menuju garansi rumah.
"Kukira Nee-san akan mengantar kita." Ujar gadis bersurai merah dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.
"Mau kuantar, Karin-chan?" Tawar pemuda yang tadi menuju garansi, Shisui. Pemuda itu kini berada di atas motor hitamnya yang sudah ia panaskan sebelum sarapan tadi pagi.
Belum sempat menjawab, Kiba menyahut; "Jangan memboncengnya, Nii-san. Dia berat. Motormu akan langsung rusak." Mendengar ucapan Kiba, gadis kembar berbeda warna rambut itu cekikikan.
Sedangkan Karin dalam sekejap wajahnya memerah, dan muncul asap imajiner dari kepalanya. "Apa katamu?! Kau-."
"Itu Nee-san." Ucapan Karin terhenti saat mendengar interupsi Shion.
Kelima remaja lainnya sontak menoleh ke arah depan guna memastikan ucapan saudari mereka. Mereka melihat sebuah mobil berwarna putih yang sangat mereka tahu siapa pemiliknya, dan itu diperjelas dengan si pengendara yang menurunkan kaca lalu menengok ke arah mereka, seakan mengkonfirmasi jika itu benar dirinya sesuai dengan dugaan adik-adiknya. Mobil yang baru saja datang itu berhenti di luar gerbang rumah. Menunggu mereka.
"Nee-san!/Nee-chan!" Karin dan si kembar langsung memacu kakinya dengan kecepatan tinggi mendekati Sakura. Kiba dan Shion pun segera menyusul. Tak lupa Shisui yang ada di atas motor pun mengikuti.
Keinginan Karin dan yang lainnya benar terjadi rupanya. Mereka terutama Karin, ingin Sakura mengantar mereka sekolah hari ini dan benar saja. Meski semalam Sakura pergi ke mansion, tetapi pagi ini ia pergi ke kediaman Shimura untuk mengantar adik-adiknya ke sekolah.
Lima remaja berseragam sekolah langsung memasuki mobil dan pemuda yang mengendarai sepeda motor berhenti di samping mobil Sakura.
"Ohayou, Nee-san." Sapa Shisui dari atas motornya.
"Ohayou." Balas Sakura. "Datanglah ke Firma Hukum sepulang kuliah. Ashura-ojisan ingin bertemu denganmu."
Shisui mengangguk. "Baik. Nee-san."
Kedua kendaraan itu melaju di jalanan. Kendaraan beroda empat memiliki tujuan sebuah sekolah sedangkan kendaraan beroda dua menuju sebuah universitas.
oOo
Sebuah mobil berwarna putih memasuki area sebuah sekolah yang mempunyai desain gedung elit nan megah, sekolah itu bernama 'Konoha Gakuen'. Salah satu sekolah terbaik di kota Konoha.
Mobil itu terus melaju melewati gerbang dan halaman depan sekolah, lalu memasuki area parkir mobil khusus siswa. Setelah mobil berhenti, keluarlah lima pelajar. Yang di sekolah dikenal sebagai 'Shimura Bersaudara'. Kelima remaja itu berjalan menjauhi area parkir dengan bingung. Pasalnya, sang kakak mengantar mereka sampai ke area parkir mobil khusus siswa. Biasanya, saat Sakura mengantar mereka sekolah, dia hanya mengantar sampai gerbang sekolah saja. Saat bertanya 'kenapa mengantar sampai di area parkir?' Sang kakak bersurai merah muda itu hanya menjawab 'hanya ingin'. Oh Kami-sama! Saudara tertua mereka memang sulit dipahami.
Sepeninggal adik-adiknya yang sudah pergi menuju kelasnya masing-masing. Sakura masih enggan memacu mobilnya meninggalkan area sekolah itu. Yap! Gadis bermata emerald itu masih duduk nyaman di dalam mobil.
Gadis bernama bunga khas Jepang itu melihat ke arloji di pergelangan tangannya. Setelah melihat arlojinya, sudut bibirnya terlihat sedikit melengkung ke atas.
Tak lama, sebuah mobil berwarna dark blue datang lalu parkir di sampingnya, tetapi tidak terlalu dekat. Terdapat ruang kosong di antara mobil mereka. Dan ruang kosong jarak mobil mereka sepertinya muat untuk parkir empat buah mobil.
Dari dalam mobil itu keluarlah dua orang pelajar ,keduanya lelaki. Pemuda pertama yang berperan sebagai pengemudi itu berwajah tampan tanpa ekspresi dan berambut raven juga memiliki kulit berwarna putih pucat. Terlihat tenang, dingin dan tidak mudah didekati.
Emerald Sakura terpaku pada sosok yang berperan sebagai penumpang di mobil itu. Seorang pemuda dengan rambut blonde yang mencuat ke segala arah. Berkulit tan eksotis dan berwajah tampan nan manis dengan tiga guratan seperti kumis kucing di masing-masing pipinya. Tak lupa cengiran yang mengembang di wajahnya saat merangkul sang pengemudi tadi dengan akrab. Sungguh pemuda yang ceria, hangat dan mudah bergaul.
Keduanya terlihat berlawanan dan tidak cocok. Namun, itu tak menjadi penghalang bagi keduanya untuk menjalin persahabatan yang sudah mereka mulai sejak mereka masih kecil.
Permata hijau Sakura masih terpaku pada pemuda yang memiliki tanda kumis kucing di pipinya itu. Dengan tatapan mata yang dalam, bibir plum-nya yang melengkung mengucap sebuah kalimat dengan pelan.
"Kita bertemu lagi, Matahariku."
Di dalam mobil, Sakura masih terus menatap sosok pemuda pirang itu, meski kini yang terlihat hanyalah bagian belakangnya saja. Kedua pemuda yang berstatus sebagai pelajar itu sudah mulai berjalan menjauhi area parkir. Sakura menatap sosok pelajar berambut pirang itu hingga benar-benar menghilang dari pandangannya.
Ah! Jadi ini alasan kenapa ia mengantar adik-adiknya hingga area parkir. Untuk melihat sang pemuda pujaannya ternyata. Tak melihat secara langsung selama sekitar enam bulan membuat Sakura tak bisa menahan untuk melihat pujaannya secara langsung, meski hanya dari kejauhan.
Setelah sosok kedua pemuda itu tak terlihat lagi, barulah Sakura pergi dari sekolah itu.
Jam pelajaran telah usai, kini para murid sedang menikmati istirahat siang. Waktunya menyantap makan siang mereka.
Siang hari di kantin sekolah yang terlihat ramai, perlahan menjadi hening saat dua orang gadis datang. Gadis pertama bersurai merah dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Gadis bernama Karin itu segera menarik tangan gadis kedua yang ada di sampingnya menuju sebuah meja di bagian pojok. Gadis yang tangannya ditarik oleh Karin itu memiliki rambut pirang pucat berponi rata. Yap, gadis kedua itu adalah Shion.
Kini Karin dan Shion duduk santai sembari menunggu ketiga saudaranya yang lain datang. Suasana kantin yang awalnya ramai dan perlahan menjadi hening saat mereka datang, kini tergantikan oleh suara bisik-bisik yang membicarakan mereka berdua. Namun itu tak berlangsung lama, karena suasana kantin segera kembali ramai membicarakan berita panas hari ini.
Tak lama satu pemuda dan dua gadis datang. Kiba, Hinata dan Hanabi. Saat ketiganya datang, kantin perlahan menjadi hening, yah, siklus yang tadi kembali terulang.
Setelah mereka berlima berkumpul, tiga dari mereka berbaris mengantri untuk mendapatkan makan siang yang disiapkan oleh pihak sekolah. Karin, Kiba dan Shion pergi mengantri sedangkan si kembar duduk santai menunggu kakak-kakak mereka datang membawakan makan siangnya.
Tak jauh dari meja Shimura bersaudara, ada sekelompok lain yang sejak tadi diam-diam memperhatikan mereka, tidak tenggelam dalam berita panas hari ini seperti siswa lainnya. Kelompok berjumlah 14 orang itu menyatukan dua meja panjang dan duduk bersama. Dua siswa yang dilihat Sakura di area parkir tadi juga ada disana.
"Gadis kembar itu terlihat seperti air dan api." Ucap siswi berambut hijau dan berkulit gelap bernama Fuu yang ditanggapi dengan seruan persetujuan, anggukan dan beberapa lainnya hanya terdiam.
"Apa menurut kalian mereka benar-benar, err, ber-saudara?"
"Apa maksudmu, Shizuka-chan?" Tanya seorang gadis berambut coklat yang dicepol dua, bernama Tenten.
Di sisi lain, Kiba, Karin dan Shion kembali ke meja mereka dengan membawa nampan berisi makan siang. Kiba dan Karin masing-masing membawa dua nampan. Tentu saja untuk si kembar, Hinata dan Hanabi.
Gadis bernama Shizuka itu memperhatikan tiga orang yang membawa makan siang lalu beralih pada gadis kembar yang duduk menunggu. "Tidakkah kalian merasa mereka semua aneh? Mereka bersaudara tetapi tak memiliki kemiripan sama sekali."
"Tapi dua gadis itu sangat mirip." Ujar seorang pemuda dengan gaya rambut seperti mangkuk terbalik bernama Rock Lee. Dan ucapannya mendapat angkukan dan seruan persetujuan ditambat kata kasnya yakni 'tebayou' dari pemuda berkumis kucing di pipinya. Yang malah mendapat lirikan sinis dari pemuda yang menjadi supirnya pagi ini. "Dasar Dobe."
"Apa maksudmu, Teme!" Seru pemuda blonde itu tidak terima.
Dan kedua orang itu berakhir dengan perkelahian kekanak-kanakan.
Sedangkan Lee, tersangka utama dari penyebab perkelahian kekanakan kedua pemuda itu malah mendapat hadiah berupa...
Tuk!
"Dasar baka! Jangan membandingkan dua gadis itu, bodoh. Jika kau membandingkan kedua gadis itu, tentu saja mereka mirip, Lee. Karena mereka kembar identik." Ucap Tenten
"Tidak semua dari kita mengerti jika kau bermaksud mengecualikan gadis kembar itu dalam membandingkan. Bicaralah lebih jelas, Shizuka." Komentar seorang pemuda berambut coklat panjang dan bermata pucat, Neji. Ucapan Neji mendapat anggukan dari Shizuka.
"Aku mengerti maksudmu Shizuka-chan. Dua gadis itu tentu saja mirip, karena mereka kembar. Tetapi tiga orang lainnya tidak memiliki kemiripan diantara mereka ataupun kemiripan bersama si kembar itu." Ucap Ino. Shizuka dan yang lainnya mengangguk mendengarnya.
"Bahkan rambut mereka berbeda. Yah meski dua diantara mereka memiliki warna rambut yang sama tetapi selain itu, tak ada hal sama lainnya." Ujar gadis berkulit gelap dengan rambut merah, Karui.
Ino melihat pemuda berambut merah bata dengan tato di keningnya mengernyitkan alisnya saat mendengar ucapan Karui. "Ada apa Gaara-kun?"
"Kurasa warna rambut tidak bisa selalu menjadi patokan. Aku dan kedua kakakku memiliki warna rambut yang berbeda." Ujar Garaa.
"Itu benar." Ujar Neji. "Sama halnya dengan gadis kembar itu. Meski kembar, mereka memiliki warna rambut yang berbeda." Sambungnya yang mendapat anggukan dari semuanya. "Tetapi..." ucapan Neji terhenti, matanya melihat ke arah Shimura bersaudara secara bergantian.
"Tetapi apa, Neji?" Mereka memandang Neji bergantian.
"Tetapi mereka memiliki empat warna rambut yang berbeda, begitu juga dengan mata mereka."
Seketika mereka melihat ke arah pemuda bersurai raven yang baru saja bersuara.
"Apa maksudmu, Teme?" Tanya pemuda bersurai pirang dengan wajah bingungnya. Orang yang ditanya hanya mendengus, tidak menjawab.
"Hei, Teme! Jawab aku. Apa maksud ucapanmu itu?! Aku tidak mengerti." Si pirang kesal, karena si raven mengabaikannya. "Itu karena kau, Do-be." Balas sang raven penuh penekanan di dua suku kata terakhir dan di akhiri dengan seringai di bibirnya yang membuat pemuda pirang itu meradang. Oke! mari kita tinggalkan dua pemuda yang kembali bertengkar kekanakan itu.
"Sasuke benar. Meski aku juga mengakui jika warna rambut tidak bisa menjadi patokan, tetapi seharusnya mereka tak memiliki empat warna rambut yang berbeda." Seorang pemuda berkacamata bulat berwarna hitam baru saja mengeluarkan kalimat pertamanya.
"Ya, meski sangat mungkin jika saudara memiliki warna rambut yang berbeda. Tetapi jika berbeda, seharusnya hanya akan memiliki tiga warna saja. Warna rambut dari Ibu, Ayah juga warna dari gabungan keduanya." Neji menatap Gaara lalu melanjutkan. "Contohnya Gaara." Lalu meraih gelas dan menusukkan sumpitnya pada potongan wortel berbentuk bulat seraya berucap "Dan begitu juga dengan warna mata mereka." Yang lain merespon dengan anggukan membenarkan.
Ino mengangguk menyetujui. "Benar. Seharusnya jika warnanya berbeda, setidaknya itu adalah warna primer yang menghasilkan warna sekunder. Sedangkan warna rambut mereka terlihat tidak ada korelasinya satu sama lain."
"Apa mungkin mereka mewarnai rambutnya?" Ucap Karui
"Dan mungkin juga mereka memakai lensa." Ujar Fuu
Ino menggeleng "Itu tidak mungkin."
"Pihak sekolah melarang pewarnaan rambut dan pemakaian lensa yang berbeda dari warna mata asli." Tenten mengingatkan.
Fuu dan Karui menepuk dahinya sendiri. "Ah! Aku lupa itu." Ujar mereka berdua bersamaan.
Pemuda tambun di antara mereka menatap ke arah teman mereka yang asik menggambar.
"Sai, bagaimana mereka menurutmu?"
Mendengar pertanyaan Chouji, pemuda bernama Sai itu menghentikan kegiatan menggambarnya yang ia mulai setelah menyelesaikan makan siangnya.
"Itu mudah." Ujar Sai santai disertai senyum khasnya.
Semua menatap Sai penasaran. "Rambut dan mata mereka yang berbeda mungkin saja mereka dapat dari orang tua yang berbeda."
"Mereka terikat darah dan memiliki marga yang sama, Sai."
"Itu juga mudah." Ucap Sai disertai senyum khasnya.
Sai menatap Shimura bersaudara lalu tersenyum khas kemudian menatap teman-temannya.
"Sai, aku memiliki perkiraan atas apa yang akan kau katakan, jika perkiraanku benar, maka lima gadis yang bersama kita akan menyerangmu." Ujar Shino
Dengan senyum yang mengembang, Sai berkata. "Marga yang sama dengan warna rambut dan mata yang berbeda itu mereka dapatkan karena... ayah mereka seorang bajingan yang berselingkuh dengan empat wanita murahan yang berbeda."
Hening seketika.
Lalu...
Bruk!
Tak!
Pak!
Buk!
Buk!
Suara timpukan buku, sendok, pukulan di leher belakang juga timpukan dua sepatu berbeda, Sai dapatkan dari lima wanita di antara mereka. Yap! Oke kita urut pelakunya, mereka adalah Shizuka, Tenten, Ino, Karui dan Fuu. Yang kini sudah kembali duduk dengan tenang meski mata mereka masih menatap Sai dengan tajam.
"Ini penganiayaan." Ujar Sai disela-sela ringisannya.
"Itu pengajaran untuk mulut yang kurang ajar." Sangkal Ino dengan sinis dan didukung oleh empat wanita lainnya. Para lelaki lainnya hanya menatan tawa melihat itu.
Setelah melihat hal yang menimpa Sai mereka tahu jika perkiraan Shino tepat.
Shizuka menghela napas seraya berucap. "Bahkan terlepas dari perbedaan fisik yang berwarna pun, mereka masih terlihat berbeda."
Melihat Shikamaru yang terus menatap pemuda Shimura itu membuat Ino penasaran. "Shika, kenapa kau terus melihat pemuda Shimura itu sejak tadi?" Ya. Ino baru menyadari jika sejak tadi hanya Shikamaru yang belum berkata apapun.
"Eh?" Shikamaru menatap Ino. "Tidak ada. Aku hanya penasaran dengan mereka. Itu saja."
"Apa yang membuatmu penasaran, Sikamaru?" Tanya pemuda dengan tanda kumis kucing di pipinya, Naruto.
"Naruto, bukankah pemuda Shimura itu satu kelas denganmu, Chouji juga Fuu dan Karui?" Tanya Shikamaru. Pemuda bernama Naruto itu mengangguk. "Ya, benar. Lalu kenapa?"
"Pemuda itu salah satu biang pembuat onar sepertimu. Aku ingin bertanya, biasanya apa penyebabnya?" Tanya Shikamaru.
Pemuda tampan nan manis itu agak bingung dengan pertanyaan Shikamaru. Tak lama ia menjawab. "Kurasa dia sama sepertiku, orang-orang seperti kami menikmati respon yang kami dapat dari orang yang kami kerjai, kami melakukannya karena menikmati respon yang kami dapat bukan karena alasan tertentu." Jawabnya
"Kau sedikit berbeda darinya. Kau tidak pernah terlibat perkelahian yang parah seperti dirinya. Tapi meski begitu kau tentu lebih tau tentangnya dibanding Chouji ataupun Fuu dan Karui. Aku ingin tahu, saat dia berkelahi cukup parah, apa kau tau itu karena apa?" Shikamaru bertanya lagi.
Naruto terlihat berusaha mengingat. Dan Shikamaru kembali melihat Kiba.
Tepat saat Shikamaru melihat Kiba, Kiba juga melihat ke arahnya. Mata sipit bak kuaci bertemu dengan mata tajam beriris vertikal. Kedua bertatapan beberapa saat hingga suara Neji membuat Shikamaru lebih dulu mengalihkan pandangannya.
"Kenapa kau bertanya begitu, Shikamaru?"
Shikamaru melirik Neji. "Aku hanya merasa-" Tatapan Shikamaru kembali pada Kiba yang kini sedang mengelap tangan gadis kembar bersurai lavender menggunakan sapu tangan. Sepertinya tangan gadis itu terkena tumpahan air. "-Pemuda Shimura itu tidak seburuk citranya."
"Saudara."
Semua menatap Naruto yang tiba-tiba mengucap kata 'saudara'.
"Aku ingat. Satu kali saat aku menjalani hukuman bersamanya, ada seorang siswa yang berkata buruk tentang saudaranya. Setelah mendengarnya, Kiba seperti hilang kemdali langsung menghajarnya dengan brutal hingga babak belur, aku dan siswa yang ada disana bahkan tidak bisa menghentikannya. Siswa itu masuk rumah sakit dan bahkan memerlukan perawatan intensif karena terluka cukup parah dan beberapa tulangnya patah. Siswa itu tidak masuk sekolah cukup lama."
Semua terdiam mendengar ucapan Naruto.
Mereka ingat dengan kejadian saat bungsu Shimura, yaitu gadis kembar berambut coklat melawan siswa senior lelaki yang mahir beladiri dan disegani dari kelas 12 di pertandingan beladiri antar kelas. Dan gadis itu menang telak dengan mudah.
"Se-semangat ma-masa muda yang-yang hebat!" Ujar Rock Lee dengan terbata seraya menelan liurnya.
Diantara mereka yang terdiam mengingat kejadian yang sulit mereka lupakan, ada Shikamaru yang malah menunjukkan senyum kecil dan kembali menatap Kiba dengan sudut bibir yang masih melengkung ke atas.
"Kiba dikenal sebagai siswa nakal dan pembuat onar. Meski kami pernah beberapa kali berbuat onar dan dihukum bersama, tetap saja tidak mudah bagiku untuk mendekatinya. Dia memang terkesan santai dan terlihat mudah bergaul, tapi sebenarnya Kiba menjaga jarak dengan orang lain, dia menjauhi pergaulan. Kiba bukanlah sosok yang mudah di dekati." Naruto melanjutkan.
"Menjauhi pergaulan? Bukankah mereka semua sama?" Ucap Shizuka. Ia teringat dengan gadis bersurai merah berkacamata yang menjadi sangat pendiam di kelas dan enggan bergaul dengan murid-murid lainnya.
Ino mengangguk. "Benar, salah satu dari mereka juga sekelas denganku, Sai, Tenten dan Shino. Dan benar, gadis bernama Shion itu juga menjauhi pergaulan dan menjaga jarak dengan siswa lainnya." Ujar Ino.
Fuu menatap Hinata dan Hanabi bergantian. "Apa gadis kembar itu juga seperti saudara mereka yang lainnya?"
"Ya. Kudengar dari Matsuri, gadis bersurai lavender itu sangat pemalu dan sering bicara gagap dengan orang lain dan juga terlihat tidak nyaman saat seseorang mendekatinya." Ucap pemuda bersurai merah bata, Gaara.
"Awalnya gadis itu juga sering di ganggu teman-teman sekelasnya, tetapi sejak tahu dia adik dari si pembuat onar dan memiliki kembaran yang mahir beladiri, gadis itu kini aman. Tetapi, tentu mulut tetap berjalan meski tidak di depan, bukan?" Lanjut Gaara. Mereka mengerti maksudnya.
"Gadis besurai coklat itu terlihat ceria, apa dia juga sama?" Tanya Tenten
Naruto mengangguk lalu berkata; "Konohamaru memberitahuku jika gadis itu menjadi berbeda saat bersama saudaranya dan saat bersama orang lain. Saat di kelas gadis itu menjadi pendiam dan tenang."
'Mereka memang aneh'. Batin mereka semua sembari melihat Shimura bersaudara yang terlihat normal-normal saja bahkan terlihat ceria dan bercanda ria. Sesekali tawa mereka juga terdengar.
Benar-benar terlihat sangat normal jika mengabaikan fakta bahwa mereka semua bersaudara dengan terikat darah dan juga fakta bahwa mereka membangun dinding yang kokoh untuk orang diluar keluarga serta kemampuan beladiri yang mematikan.
"Mana yang sebenarnya?"
Mereka mengernyitkan dahi mendengan pertanyaan yang tidak mereka mengerti.
"Apa maksudmu Sasuke-kun?" Tanya Karui.
"Sosok mereka." Ucap Gaara.
Neji melihat Shimura bersaudara bergantian. Lalu memperjelas pertanyaan Sasuke dan menggabungkannya dengan ucapan Gaara.
"Mana sosok mereka yang sebenarnya. Antara mereka yang terlihat kaku, pendiam dan tenang saat bersama orang lain atau mereka yang terlihat ceria, aktif dan hidup saat bersama saudaranya?"
.
.
.
.
.
Chapter 7 Selesai.
-oOo-
Halo apa kabar??
Semoga semuanya baik-baik aja ya :)
A/N :
Up! Up! Up! Chapter 7 update.
Maaf karena lama updatenya.
Terimakasih sudah membaca, Follow dan Favorit cerita ini.
Tetap tunggu kelanjutannya ya :)
Sampai jumpa...
