Update kilat!
Chapter 8: Betrayal
Naruto menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya sambil tetap melangkahkan kedua kaki berotot itu untuk menaiki gunung. Sinar kuning menyoroti wajah rupawan Naruto dari balik dedaunan di atas pohon sana. Tangan kanannya lalu mengambil botol berisi air, meneguk cairan bening menyegarkan itu, dan diakhiri dengan helaan nafas lega. Di belakang sang pemuda dari Inggris, seluruh anggota klubnya mengekor dengan Sasuke yang berada di barisan terdepan dan Lee terakhir.
Saat ini mereka sedang menaiki gunung dengan menyusuri jalan setapak ini untuk sampai di perusahaan Muramasa. Sebelum mereka sampai di Kyoto, Naruto dan yang lainnya sudah membeli kebutuhan untuk klub. Beruntung uang yang tersisa masih banyak sehingga Naruto bisa lebih banyak memilih bahan untuk katananya. Ah~ dia sudah tidak sabar mendapatkan katana pertamanya.
Di Inggris, Naruto berlatih seni berpedang dengan menggunakan pedang yang dua sisinya tajam. Menurut ia pribadi, itu cukup menganggu dan tidak cocok dengan seleranya. Pertama kali Naruto mendengar kata 'katana' itu dari ibunya, Uzumaki Kushina atau yang sekarang bernama Namikaze Kushina. Naruto jadi tertarik setelah mendengar penjelasan tentang kelebihan katana dibanding pedang khas negara barat yang terkenal dengan pedang besar dan kedua sisinya tajam.
Remaja pirang itu lebih tertarik pada katana dengan desain biasa namun menimbulkan kesan elegan. Pegangannya pun tidak dilebih-lebihkan, pedang dari negeri barat lebih cenderung suka mendekor pegangan seperti gambar naga, atau cora-corak rumit lainnya, membuat Naruto berpikir pedang itu bukan untuk senjata tapi untuk hiasan.
Dan sekarang tibalah saatnya Naruto mendapatkan katana idamannya hasil desain sendiri.
"Apa masih jauh?" Tanya Naruto.
"Sebentar lagi akan sampai. Lihat! Ujung bangunan sudah terlihat di atas." Jawab Sasuke sambil menunjuk ujung runcing bangunan khas kastil Jepang zaman dahulu.
"Hmm, jadi di sana ya. Yosh! Ayo percepat langkah kalian!" Kata Naruto dengan senyum.
"Apa sebaiknya istirahat dulu? Kakiku pegal." Keluh Raynare sambil mengusap tumit kakinya.
Semua berhenti berjalan lalu menatap senior mereka.
"Baru juga berjalan melewati 2 desa Raynare-senpai sudah lelah. Haah~ sepertinya Raynare-senpai harus banyak berlatih fisik." Ungkap Naruto sambil duduk di pinggiran jalan yang merupakan hamparan rumput. Di sekitar mereka berjajar pepohonan besar.
"Maaf." Gumam Raynare.
Mengerti dengan kode Naruto, mereka semua lalu duduk untuk mengistirahatkan badan. Sekarang mulai memasuki musim panas mengakibatkan hawa terasa lebih gerah meskipun di atas. Naruto kembali meneguk minumannya. Matanya melirik ke arah Mikasa yang menyodorkan sesuatu.
"Kalau tidak salah ini onigiri ya?" Tanya Naruto melihat kepalan nasi yang dibalut rumput laut di tangan Mikasa.
Gadis bersurai hitam pendek itu mengangguk singkat. "Makanlah, ini akan mengebalikan tenagamu."
"Terima kasih. Aku terima." Ungkap Naruto lalu memakan onigiri buatan Mikasa. "Umm, ini enak untuk hasil buatan sendiri. Terlebih isinya adalah ikan salmon. Ngomong-ngomong, kau dapatkan bahan makanannya dari mana?" Tanya Naruto penasaran.
"Aku membelinya. Hanya saja aku titipkan pada pengurus kantin agar mereka membelikan pesananku."
"Hmm, itu perbuatan yang melanggar aturan sekolah." Komentar remaja kuning itu lalu kembali mengunyah onigiri yang berada di dalam mulutnya.
"Bukan disebut melanggar kalau tidak ketahuan." Timpal Mikasa datar.
"Benar juga."
Naruto hendak menyuap suapan terakhir onigirinya jika saja sesuatu tidak menyadarkan Naruto bahwa ia- bukan, tapi semuanya dalam bahaya. Dengan refleks pemuda pirang itu mengambil batu yang berada di sisinya lalu dilepar ke belakang. Semua yang melihat Naruto tiba-tiba serius langsung siaga.
"Keluarlah! Aku tahu kau di sana!" Kata Naruto berteriak tegas.
"Percuma saja bersembunyi, aku tahu kau berada di balik pohon itu. sekarang cepat keluar atau tidak pohon itu akan terpotong bersamaan dengan kepalamu yang putus." Tambah Sasuke yang sudah mengaktifkan mata Sharingan. Tangannya juga sudah menggenggam Kusanagi.
"Khu khu khu, sepertinya aku salah karena telah meremehkan kalian."
Terdengar gema suara di sana bersamaan dengan melesatnya sebuah senjata tajam yang nyaris menembus kepala Naruto kalau saja pemuda pirang itu tidak memilik reflesk bagus. Mata birunya menatap ke belakang, ke sebuah senjata yang tertancap di batang pohon.
'Katana?! Mustahil orang biasa bisa meleparkan katana dengan cepat seperti tadi. Kalau saja refleksku pelan, aku pasti mati.' Batin Naruto terkejut.
"Oy kalian, sebaiknya hati-hati. Orang misterius itu bukan orang sembarangan." Ungkap Sasuke yang semakin menambah kesiagannya. Sebagai seseorang yang telah mengenal katana dengan baik, Sasuke yakin sebuah katana tidak bisa dileparkan dengan kecepatan seperti tadi. Itu sangat cepat untuk ukuran senjata besar yang dilemparkan.
"Masalah selalu datang silih berganti." Kata Erza dengan akhiran helaan nafas, semua menatap Erza sesaat lalu kembali memandang satu-satunya tempat orang misterius itu bersembunyi.
Naruto meneguk ludah kasar, keringat dingin mengucur di wajahnya. "Jahat."
"Huh?"
"Hatinya sangat gelap … lebih gelap dari apapun." Lanjut Naruto.
Lee menatap singkat Naruto. "Apa artinya dia sangat kuat?"
"Entahlah. Kita serang sama-sama!" Intruksi Naruto sambil membuat teknik serangan jarak menengahnya.
Semua anggota lain terlihat sudah siap dengan teknik masing-masing kecuali Lee yang memang bukan tipe petarung jarak menengah bahkan jarak jauh.
[Golden Spear]
[Light Spear]
[Acid: Bullet]
[Sword of Rain]
Keempat serangan yang berbeda tipe itu melesat, mengincar satu-satunya tujuan yang diketahui.
Duarr!
Akibat serangan bersama itu, ledakan tercipta cukup besar hingga membuat kepulan asap menyebar ke mana-mana. Mereka melihat tempat yang menjadi target serangan rata dengan tanah, dan tanah pun telah menjadi kawah.
"Apakah berhasil?" Gumam penasaran Lee.
Brak!
Tanpa disadari oleh siapapun, tubuh Lee tiba-tiba terhempas ke bawah dengan kepala yang masuk ke tanah. Mereka semua menatap shock ke arah teman konyol itu. Tidak ada satupun dari mereka yang menyadari kehadiran bahkan serangan musuh. Ini terlalu cepat bagi mereka yang masih murid sekolahan.
"Lee! Kau tidak apa-apa?" Naruto bertanya dengan khawatir sambil menarik kepala Lee yang masuk ke dalam tanah.
"Buahhh! Sial! Aku terkena serangan." Ungkap Lee sambil menggosok belakang kepalanya yang terasa berdenyut.
"Bagaimana caranya kau bisa diserang?"
"Entahlah. Tepat setelah aku menggumamkan sesuatu, entah kenapa tiba-tiba kepalaku seperti dipegang oleh tangan besar yang penuh bulu. Tangan itu dengan sangat kuat mendorong kepalaku sampai masuk ke tanah seperti tadi. Tenagaku tidak cukup kuat untuk menahan dorongannya." Jawab Lee.
"Sepertinya ini tambah bahaya. Naruto, kita buat formasi bertahan yang sudah dipelajari." Saran Sasuke, masih dengan mata Sharingan yang melirik ke segala arah.
Setelah mengangguk, mereka semua segera membuat formasi bertahan di mana mereka membuat lingkaran kecil yang saling melindungi punggung. Kini mustahil bagi musuh untuk menyerang secara diam-diam karena seluruh sudut sudah terpasang mata pengawas.
"Seharusnya dia akan muncul jika hendak menyerang." Mikasa berbicara seperti itu karena sejak formasi ini dipakai, musuh misterius tidak lagi menunjukkan batang hidungnya.
"Sasuke, bagaimana?" Tanya Naruto yang berada di sisi kanan pemuda Uchiha itu.
"Dia masih ada di sini." Jawab Sasuke dengan mata berkedut. "Lebih tepatnya, dia melesat memutari kita dengan kecepatan gila. Aku tidak tahu persis ia berada di mana karena pergerakkan yang tiada henti. Sial! Musuh kita memiliki kecepatan luar biasa."
"Apakah teknik Accel?"
Sasuke menggeleng pelan. "Sepertinya bukan. Pergerakkannya sangat berbeda dengan orang pengguna Accel. Terlebih kecepatan ini sedikit di bawah teknik Accel."
"Begitu."
Mereka kembali terdiam, berkonsentrasi pada jarak pandang mata masing-masing. Tidak ada satupun dari mereka melemahkan pertahanan. Semua sangat berkonsentrasi sampai-sampai di wajah mereka mengalir keringat dingin, antara terlalu tegang atau terlalu konsentrasi. Sasuke di sini yang lebih bekerja keras dari pada lainnya. Bisa dibilang Sasuke termasuk penyihir tipe sensor. Ia bisa melacak dengan mudah keberadaan seseorang menggunakan Sharingannya, apalagi sekarang ia menguasai Panca Indera yang membuatnya bisa merasakan hawa panas makhluk hidup.
Sensor yang bekerja dengan cara mendeteksi hawa panas, tentu saja lebih baik dari pada sensor yang bekerja dengan mendeteksi kehadiran Mana. Tekanan Mana bisa dikecilkan sampai tidak terasa membuat penyihir sensor tipe pendeteksi Mana bisa tertipu bahkan sampai kehilangan jejak. Berbeda dengan sensor hawa panas, sebaik-baiknya penyihir menyembunyikan tekanan Mana, mereka tidak akan lolos dari sensor hawa panas karena manusia tidak bisa memanipulasi suhu tubuh. Kalau mau tidak terkena sensor, ya hawa panas didinginkan saja, itu berarti mati.
'Sial! pergerakannya sangat cepat sampai-sampai ia bisa membuat lingkaran yang menyusut dan meregang dengan kecepatan gilanya itu.' Batin Sasuke. Dalam perasaannya, saat ini semua yang berada di kawasan hutan berwarna hijau seperti radar pendeteksi hawa panas yang sering digunakan oleh pihak militer, sedangkan musuh yang melesat cepat berwarna kuning kemerahan. Dan warna kuning kemerahan itu kini sedang berputar-putar, mengelilingi satu titik, yaitu mereka.
Detik berikutnya, Sasuke membulatkan mata ketika menyadari pergerakkan musuh misterius itu berubah. "AWAS! DIA DATANG DARI ARAH BARAT! PERGERAKANNYA SANGAT CE-" Teriakan Sasuke terhenti karena melihat Erza yang terjatuh oleh hantaman sesuatu besar berwarna hitam. Memang perlu diakui bahwa musuh mereka sangat cepat dan kuat.
"Erza kau tidak apa-apa?" Tanya Naruto. Formasi mereka hancur akibat Erza yang terjatuh dengan tiga luka sayatan di bahunya.
'Luka ini seperti cakaran oleh hewan buas. Apakah musuh kita selama ini adalah hewan?' Batin Naruto memantung. 'Tidak tidak. Aku jelas-jelas mendengar suara orang lain tadi. Aku yakin suara tadi berasal dari musuh.'
"Kita tidak akan mungkin bisa mengalahkannya kalau begini. Naruto, apa yang harus kita lakukan?" Tanya khawatir Raynare. Dua orang telah diserang tanpa mereka tahu siapa musuh itu dan bagaimana sosoknya.
"Tapi tidak ada pilihan selain menyerang! Aku tidak ingin melarikan diri yang hanya akan membuat kita terbunuh."
"Aku tahu itu, tapi-"
"HOY KALIAN SEMUA APA BAIK-BAIK SAJA?!" Semua menolehkan kepala pada asal suara teriakan tadi dan mereka tersenyum melihat beberapa orang dengan pakaian yukata mendekat. Di masing-masing pinggang mereka ada katana yang siap dihunuskan kapan saja.
"Sebagian besar kami baik-baik saja tapi …," Kata Naruto sambil melihat Erza yang sedang meringis kesakitan.
Salah seorang dari kerumunan yang baru datang memeriksa luka Erza. "Luka ini tidak dalam namun jika dibiarkan saja gadis ini bisa mati karena kehabisan darah. Sebaiknya kalian ikut aku ke atas gunung. Kami akan mengobati lukanya." Kata orang itu.
"Kebetulan, kami juga berniat untuk pergi ke sana karena ingin memesan pedang." Kata Naruto.
"Kalau begitu pas sekali. Oy semuanya! Bantu mereka sampai tiba di perusahaan Muramasa. Kita memiliki klien yang sedang terluka."
"Ossu! Serahkan pada kami."
Erza sudah diberi pertolongan pertama, ia dibantu oleh yang lainnya menuju puncak gunung. Lee juga sudah diberi pertolongan. Kini mereka sedang berjalan bersama orang-orang yang kelihatannya karyawan di perusahaan pedang tujuan Naruto. Sasuke menghela nafas dan menonaktifkan Sharingannya setelah musuh misterius itu keluar dari jangkauan sensor Sasuke. Sepertinya ia merasa takut karena kehadiran orang-orang dari Muramasa.
Apapun itu, Sasuke bersyukur karena berhasil keluar dari posisi sulit tadi. Jantungnya benar-benar berdetak kencang karena dihadapi oleh tipe musuh yang menyerang secara diam-diam, ini seperti … seorang assassin.
"Maaf karena membuat perjalanan kalian tidak enak." Laki-laki berumur 30-an yang sepertinya ketua mereka berkata sambil menatap Naruto.
"Maksudmu kau ingin mengatakan semua kejadian tadi dalangnya adalah kau?"
"T-tentu saja tidak. Mereka hanya bandit gunung yang suka mencuri segala sesuatu dari para orang yang melewati jalan ini." Sanggah pria itu sedikit kelabakan.
"Hmm begitu. Tapi aku tidak yakin yang tadi kulawan adalah bandit gunung. Pergerakkannya, kecepatannya, sangat tidak mencerminkan seorang bandit gunung biasa. Atau memang benar musuh yang kulawan bandit gunung? Ah entahlah. Pikiranku jadi teringat kau yang ada di balik semua ini."
"Sudah k-kubilang bukan aku yang menjadi dalangnya!"
"Ngahaha, tenang saja. Aku hanya bercanda."
Beberapa belas menit kemudian, mereka telah sampai di depan gerbang tinggi yang terbuat dari batang kayu tebal. Erza segera di bawa ke tempat perawatan yang ada di sini, sedangkan sisanya dituntun untuk bertemu bos pemilik perusahaan Muramasa.
"Tazuna-san, ada yang ingin bertemu denganmu. Katanya dia ingin membuat katana hasil desain sendiri." Kata penjaga pintu pada seorang pria tua yang telah berumur kepala lima, ia terlihat sedang duduk di kursinya sambil memeriksa beberapa berkas.
"Panggil mereka masuk." Kata Tazuna.
"Baiklah."
Tidak lama kemudian Naruto dan yang lainnya masuk ke ruangan kerja Tazuna. Duduk di sofa, memperkenalkan diri sebentar lalu menyerahkan selembar kertas, itu adalah desain katana yang Naruto buat. Tazuna menerima kertas itu dan melihatnya, ia sedikit mempertimbangkan permintaan klien yang ternyata murid sekolahan.
Tazuna mengusap lembut janggut yang berwarna putih itu. "Hmm, aku terkejut saat mengetahui desain ini kau yang buat sendiri. Tapi membuat pegangan dengan desain seperti ini agak lama." Ungkap pemilik perusahaan Muramasa itu.
"Tidak apa-apa. Tapi kalau bisa 2 minggu sudah jadi. Aku hanya memiliki izin keluar sekolah selama 2 minggu." Kata Naruto.
"2 minggu ya … sepertinya bisa selesai kalau aku prioritaskan pembuatan katana ini. Baiklah aku terima permintaanmu. Lalu untuk bilahnya Naruto-kun ingin terbuat dari material mana?"
Naruto hanya menjawab material terbaik yang ada di sini setelah mengetahui total keseluruhan biaya. Untungnya uang yang dimiliki remaja pirang itu lebih besar dari total biaya sehingga ia bisa mendapatkan material terkuat.
Naruto teringat sesuatu. "Ano Tazuna-san, apa benar di sini klien bisa belajar seni bela diri pedang? Kalau iya bolehkah kami belajar?"
"Tentu saja boleh. Hmm, guru yang paling tepat untuk mengajarkan remaja seperti kalian adalah … kemarilah, Zabuza."
Naruto dan yang lainnya refleks menatap pintu di belakang. Melihat seorang pria kekar di balik pintu itu. Pria yang bernama Zabuza itu maju selangkah dan membungkuk hormat.
"Namaku Momochi Zabuza, salam kenal."
"Dia yang akan mengajari seni berpedang. Asal kalian tahu, Zabuza adalah pendekar pedang terbaik di sini. Dia juga sering membasmi bandit gunung yang suka meresahkan desa-desa sekitar." Ungkap Tazuna membicarakan kehebatan salah satu anak buah andalannya.
"Saya tidak sekuat yang anda bicarakan, Tazuna-san." Sanggah Zabuza hormat.
"Yosh! Mohon bimbingannya Zabuza-san." Kata Naruto membungkuk singkat.
"Kami akan mulai mengerjakan pesananmu besok, Naruto-kun." Kata Tazuna sesudah mengambil kertas perjanjian pesanan katana. Mereka berdua lalu menandatangani kertas itu sebagai bentuk kesepakatan. "Terima kasih. Sebaiknya kalian pergi mencari penginapan sebelum malam. Di desa sebelah utara ada penginapan yang nyaman dengan disediakan pemandian air panas. Kupikir untuk remaja seperti kalian pemandian air panas akan cocok."
"Terima kasih atas sarannya Tazuna-san. Aku memang ingin merasakan pemandian air panas Jepang." Ungkap Naruto dengan senyum tipis.
"Kalau begitu Zabuza yang akan mengantarkan kalian."
"Dengan senang hati akan kuantara. Lagi pula desa itu merupakan tempat tinggalku selama bekerja di perusahaan ini. Mari ikuti saya."
Mereka semua keluar dari ruangan Tazuna menuju desa yang dimaksud. Di halaman depan perusahaan, Erza terlihat berdiri menunggu di depan gerbang. Luka yang dideritanya sudah sembuh total berkat salah satu pegawai di sini menguasai sihir penyembuh. Tazuna tidak hanya memperkerjakan orang-orang yang ahli dalam pembuatan pedang, tetapi ia juga menerima orang yang ahli di bidang penyembuhan. Bekerja di perusahaan pembuat senjata itu resiko terkena kecelakaan lebih besar.
Sekarang semua sudah berkumpul dan pergi menuruni gunung untuk sampai di desa.
Esok harinya Zabuza memulai pelatihan seni berpedang. Naruto, Sasuke, Mikasa, dan Erza telah berdiri di depan guru pembimbing sambil menggenggam satu katana yang tadi diberikan oleh Zabuza. Sedangkan Lee dan Raynare memilih untuk berlatih sendiri di tempat yang berbeda. Lee bukan tipe petarung pedang, jadi mustahil ia mengikuti pelajaran Zabuza, sedangkan Raynare memilih berlatih sendiri karena ia tidak terlalu suka teknik berpedang meskipun ia menguasai Nitoryuu. Anggap saja ia menguasai teknik itu dari pelatihan keras ayahnya yang menginginkan Raynare menjadi seorang pendekar pedang.
"Ini hari yang cerah untuk memulai latihan." Kata Zabuza membuka acara sambil memandang langit biru tanpa awan. "Dari sorot mata kalian, aku yakin kalian telah menguasai gerakan dasar ilmu bela diri pedang. Jadi aku tidak akan mengajarkan kalian dasar-dasarnya. Yang kali ini aku ajarkan adalah tingkatan lanjutan teknik memotong."
Semua murid dadakan itu mengangguk mengerti.
"Perhatikan ini," Zabuza lalu menunjuk batu besar yang berada di depannya menggunakan katana. Ia mengangkat katana itu tinggi-tinggi dan menutup mata untuk berkonsentrasi. Zabuza menghela nafas berkali-kali sebelum kedua tangannya menghunuskan katana itu menuju batu besar.
Swuush!
Gerakan katana itu terhenti 1 centi di atas batu besar. Namun batu itu mengalami goresan meskipun tidak terbelah. Naruto dan yang lainnya menatap kagum pada goresan hasil sayatan Zabuza.
"Jangan-jangan itu teknik sayatan udara?" Tebak Naruto, dulu ia pernah mendengar penjelasan singkat tentang teknik sayatan udara dari gurunya.
"Benar sekali. Yang aku perlihatkan tadi adalah teknik memotong sesuatu tanpa memerlukan kontak langsung dengan katana. Artinya seseorang yang memakai teknik ini bisa membuat udara di sekitar katananya berubah menjadi gelombang udara tajam yang melesat pada target." Angguk Zabuza.
"Itu sangat menakjubkan. Aku yakin pendekar pedang yang menguasai teknik ini pastilah pendekar hebat." Kagum Erza sambil terus melihat goresan cukup dalam hasil sayatan Zabuza.
"Apa ada cara cepat untuk menguasai teknik ini?" Tanya Mikasa.
"Cara cepat ya … aku tidak tahu. Aku belajar menguasai teknik ini dengan berlatih keras. Hari demi harinya aku berlatih menyayat untuk meningkatkan kecepatan. Dan akhirnya aku mulai menyuasai teknik ini setelah sayatanku bertambah cepat yang membuat udara di sekitar katanaku berubah. Mungkin saja jika mengalirkan Mana ke katana hasil yang diinginkan akan semakin cepat terwujud. Cobalah untuk berkreasi sendiri." Jawab sekaligus jelas Zabuza.
"Untuk pelajaran pertama cukup sampai di sini. Aku harus pergi bekerja. Kalian bisa berlatih di pesisir sungai karena di sana banyak batu-batu besar. Tempat itu cocok untuk melatih teknik sayatan udara."
"Baiklah, terima kasih Zabuza-sensei." Kata keempat remaja itu bersamaan.
Setelah Zabuza meninggalkan tempat itu, mereka lalu pergi menuju sungai. Jaraknya dekat karena mereka bisa mendengar suara aliran air. Naruto dan yang lainnya terlihat berlatih dengan giat. Jika seandainya mereka bisa menguasai teknik ini maka kekuatan mereka akan bertambah pesat.
Pagi menjelang siang, siang menjelang malam, tidak terasa matahari sudah tergelincir dari singgasana. Naruto dan yang lainnya pulang ke penginapan, di sana mereka bertemu Lee dan Raynare yang lebih dulu datang. Mereka memutuskan pergi menuju pemandian air panas untuk menghilangkan rasa lelah.
"Fiuuh~ segarnya." Gumam Naruto setelah tubuh berotot itu terendam air panas yang mengeluarkan uap banyak.
Di samping Naruto sudah ada Sasuke dan Lee yang juga menikmati pemandian air panas ini. Lee kemudian menatap Naruto dan Sasuke berantian, ingin tahu latihan apa saja yang diberikan orang bernama Zabuza.
"Naruto-kun, Sasuke, bagaimana dengan latihan pedangnya?"
"Berjalan dengan lancar. Zabuza-san mengajarkan kita teknik hebat sekaligus susah. Aku tidak menyangka di umur segini sudah diberi latihan untuk menguasai teknik sayaran udara." Jawab Sasuke.
"Sayatan udara? Sepertinya teknik itu sangat hebat." Kagum Lee.
"Seperti itulah … Naruto, bagaimana?" Sasuke melirik ketua klubnya.
Naruto tahu maksud pertanyaan teman Uchihanya itu. Ia telah memeriksa hati Zabuza dan tidak merasakan kejahatan, malahan Naruto merasakan sebaliknya. "Tenang saja. Zabuza-san orang baik, ia memiliki hati yang kebanyakan dipenuhi hal positif, tidak ada niat jahat. Yah meskipun harus kuakui wajah Zabuza-san cukup menyeramkan."
"Hoo apa memang benar wajahku menyeramkan?"
"HUAAA!"
Mereka bertiga kaget karena sudara Zabuza yang tiba-tiba terdengar di belakang. Dan benar saja ada Zabuza sedang berjongkok tepat di belakang mereka. Mereka secara refleks menjauhkan diri.
"Z-zabuza-san!" Kaget Naruto. Hawa kehadirannya sama sekali tidak terasa.
"Ngahaha, aku selalu terhibur melihat remaja seperti kalian memasang wajah terkejut seperti itu, ngahaha!" Zabuza tertawa lepas seakan tidak tersinggung dengan ucapan Naruto tadi.
Naruto lalu meminta maaf atas ucapannya yang tidak sopan, Zabuza memaklumi itu dan memaafkan Naruto. Lagi pula memang benar wajahnya menyeramkan dengan sorot mata tajam. Mereka lalu berendam bersama sambil berbincang tentang ilmu pedang.
Ada satu hal yang membuat mereka semua terdiam dengan keringat mengalir di mana-mana.
"Kyaaa~ jangan sentuh yang di situ!"
"Ahhh~ Raynare-senpai jangan pegang-pegang yang di sini!"
"Unghh~ punya Erza-chan masih berkembang."
"Kyaaa~"
"Anghhh~"
Semua melotot mendengar suara-suara aneh dari arah pemandian wanita. Mereka semua, Naruto, Sasuke, Lee, dan Zabuza –meskipun pria itu terlihat santai-santai saja berkeringat dingin.
"Ini membuatku tegang."
"… Mau coba lihat?"
.
Tiga hari telah berlalu dengan cepat, selama tiga hari itu mereka terus berlatih untuk mengembangkan ilmu berpedang masing-masing. Naruto, Sasuke, Erza, dan Mikasa terlihat menyusuri hutan untuk pulang ke penginapan. Sungai tempat mereka berlatih terletak di dalam hutan. Setelah mereka keluar dari hutan, Zabuza terlihat menghampiri dengan tergesa-gesa. Seperti ada sesuatu yang gawat.
"Ada apa Zabuza-san?"
"Ikut aku! Kita akan berburu babi hutan raksasa yang telah menghancurkan desa tetangga. Menurut saksi babi itu berlari menuju desa kita. Kalau tidak ada yang menghentikan babi itu desa kita akan hancur." Kata Zabuza.
Semua mengangguk serius.
"Kami akan membantu."
Mereka lalu mengikuti Zabuza pergi, menyusuri ke dalam hutan sampai menemukan sesosok babi hutan besar dengan bulu hitam. Hewan itu terlihat sedang memporak-porandakan sekelilingnya, seperti hewan yang sudah kehilangan ketenangan. Zabuza dan yang lainnya mengamati dari atas pohon. Pria dewasa itu lalu menciptakan lingkaran sihir berwarna biru yang sesaat kemudian mengeluarkan empat katana. Tidak salah lagi, itu adalah sihir penyimpanan.
"Gantilah katana kalian dengan katana ini. Yang kubawa bilahnya lebih tajam." Kata Zabuza.
Mereka mengangguk lalu mengganti katana masing-masing.
Zabuza melirik murid sementaranya. "Aku ingin kalian menghentikan babi itu hanya dengan teknik pedang. Tidak boleh ada yang menggunakan sihir apalagi sihir penghancur. Aku ingin melihat sehebat apa skill berpedang yang kalian kuasai."
"Apa Zabuza-san akan diam di sini?" Tanya Mikasa.
"Begitulah. Aku hanya ingin mengamati saja. Aku yakin kalian berempat sudah cukup untuk mengalahkan hewan tak berotak itu."
Naruto menyeringai tipis. "Baiklah kami mengerti. Ayo semuanya! Tunjukkan kehebatan masing-masing!"
"Ossu!"
Mereka berempat lalu berpencar ke segala arah dan melesat cepat pada babi yang sedang mengamuk itu. Kini babi itu terkepung dari segala arah. Masing-masing memberikan serangan dengan teknik pedang yang dikuasai. Naruto dan yang lainnya sudah terbiasa menghindari serangan spontan dari babi itu. Bagi mereka babi ini lebih lemah dari monster Golem yang mereka hadapi beberapa hari lalu di dungeon.
Zabuza memperhatikan setiap gerakan keempat muridnya. 'Mengagumkan, mereka memiliki teknik berpedang masing-masing dan bisa bekerja sama tanpa memberi tahu melalui ucapan. Apa mereka telah berlatih formasi kerja sama sehingga bisa menyerang dengan mudah seperti ini? Bisa jadi. Seperti kata banyak orang, Donquixote Academy memilik banyak murid yang berbakat.' Zabuza tersenyum tipis.
Tidak sampai satu menit, babi hutan itu telah tumbang dengan tubuh penuh luka sayatan. Zabuza melompat turun dan bertepuk tangan. "Kalian sangat hebat bisa mengalahkan hewan besar ini kurang dari satu menit. Aku sebagai guru sangat bahagia bisa mengajarkan orang kuat seperti kalian."
"Zabuza-san terlalu berlebihan. Kami bisa mengalahkan hewan ini dengan cepat berkat kerja sama tim yang baik. Kalau hanya perorangan pasti kami akan mengalami kesulitan." Sanggah Mikasa.
"Hmm begitu, yang pasti kalian adalah orang kuat. Sebaiknya kita bawa babi ini ke desa." Kata Zabuza sambil mengikat keempat kaki babi itu.
"Untuk apa?" Bingun Naruto.
Zabuza tersenyum tipis, "Tentu saja untuk berpesta."
Adat desa sekitar adalah membuat pesta sebagai rasa syukur karena pengganggu desa telah dimusnahkan, sepertin halnya babi yang menghancurkan desa. Ini adalah adat yang sudah dijalankan selama ratusan tahun oleh warga desa gunung ini. Setiap ada masalah serius yang berkaitan dengan desa dan telah diselesaikan, maka mereka akan membuat pesta.
Naruto yang dulunya kebanyakan tinggal di kota dan sangat jarang berkunjung ke desa tentu saja sangat senang dengan pesat ini. Apa lagi banyak gadis-gadis muda yang menjadi penari sebagai hiburan. Naruto benar-benar menikmati pesta ditemani oleh gadis-gadis muda yang mengapit dirinya. Mereka semua tertarik pada Naruto karena wajahnya yang berbeda dari warga Jepang terlebih Naruto berasal dari Eropa.
"Yo Naruto, nampaknya kau sangat menikmati pesta ini." Zabuza menghampiri Naruto sambil meminum sake miliknya.
"Begitulah. Pesta ini sangat berbeda dengan di Inggris. Jujur aku merasa terhibur."
"Kalau begitu baguslah. Tapi kesenanganmu belum lengkap kalau kau tidak meminum sake." Kata Zabuza sambil menyodorkan sake ke wajah Naruto.
"Aku belum cukup umur." Tolak Naruto.
"Ayolah kau tidak asyik, minumlah! Tidak ada yang melarangmu meminum sake di sini." Zabuza terus memaksa Naruto.
"Tidak. Zabuza-san, kau mabuk."
"Hah … aku? Hahaha aku tidak mungkin mabuk karena meminum dua botol sake."
Naruto menatap horror Zabuza. "Kau menghabiskan dua botol sake? Sudah pasti kau mabuk, Zabuza-san."
"Sudah kubilang aku tidak mabuk!"
"Tidak, kau mabuk."
"Aku tidak mabuk."
"Kau mabuk.
"Tidak."
"Mabuk."
Dan seperti itulah kelanjutan pesta yang diselenggarakan sampai pagi.
.
Sudah satu minggu Naruto dan yang lainnya berada di Kyoto, saat ini mereka sedang berada di perusahaan Murasama untuk melihat proses pembuatan katana Naruto sekaligus mengetahui sudah sampai sejauh mana katana itu dibuat. Mereka bertemu dengan Zabuza di tempat pembuatan bilah pedang. Hawa di sini sangat panas.
"Selamat pagi, Zabuza-san." Sapa Naruto.
"Oh kalian, tidak biasanya datang ke sini."
"Kami ingin melihat proses pembuatan katana Naruto sudah sampai mana." Ungkap Erza.
"Hmm, begitu."
Tidak lama kemudian, seseorang menghampiri Zabuza sambil membawa material untuk bilah pedang. Orang itu terlihat berumur 40 tahunan dengan rambut hitam panjang dan juga janggut yang tebal. Naruto menatap orang itu dan seketika jantungnya berdetak dengan kencang, kedua matanya membulat, dan keringat keluar secara tiba-tiba.
Sasuke yang peka terhadap perubahan raut wajah temannya bertanya, "Ada apa Naruto?"
"O-orang itu … orang itu … memiliki hati yang jahat sama seperti musuh kita kemarin." Jawab Naruto.
Yang mendengar jawaban Naruto pun tersentak kaget. Musuh misterius mereka yang dilawan minggi kemarin … ada di sini? Terlebih dia berada di depan mata!
"Zabuza-kun, ini materialnya." Kata pria itu dengan senyum sambil menyerahkan material yang ia bawa.
Zabuza balas tersenyum. "Terima kasih Tenzen-san. Kalian semua, perkenalkan, pria ini adalah Tenzen. Beliau sudah bekerja selama 10 tahun di perusahaan ini." Kata Zabuza sambil memperkenalkan seniornya.
Tenzen menyapa mereka dengan senyum lembut. "Perkenalkan anak muda, namaku Tenzen. Semoga kalian puas dengan katana yang kami buat."
Semua tidak ada yang membalas perkenalan itu, mereka hanya mengangguk singkat. Mode siaga sudah diaktifkan sejak tadi.
"Kalau begitu aku pergi dulu. Masih banyak kerjaan yang harus kukerjakan." Ungkap Tenzen berlalu pergi.
"Oh ya kebetulan, kalian semua bisa bantu aku sebentar? Hari ini ada pelanggan yang akan mengambil katana pesanannya. Kalian tolong ambilkan lima dus besar dengan nama pemilik Inari di gudang dan bawa ke gerbang depan. Maaf merepotkan." Pinta Zabuza.
"Baiklah, kami akan membantu." Kata Naruto.
Sesuai apa yang diperintah Zabuza, mereka berenam mengambil lima dus besar berisi belasan katana dengan nama pemilik Inari. Zabuza terlihat berbincang dengan seorang pria kira-kira berumur 40 tahunan di depan. Mungkin dia yang bernama Inari.
"Apakah benar ini dusnya, Zabuza-san?" Tanya Naruto yang sudah menghampiri kedua pria dewasa itu.
"Benar. Tolong angkat dus itu ke gerobak."
"Hn."
"Tolong tanda tangan di sini, Inori-dono." Kata Zabuza sambil menyerahkan selembar kertas kesepakatan pesanan. Pria bernama Inori menandatangani kertas itu lalu menyerahkannya lagi pada Zabuza.
"Terima kasih karena telah memesan katana kami, Inori-dono."
"Sama-sama. Kalau begitu aku pergi dulu." Kata Inori yang sudah melihat semua katana pesanannya berada di atas gerobak. Inori lalu pergi dengan membawa semua katana pesanannya.
Naruto yang merasa tidak ada seseorang di sekitar sini mendekati Zabuza. "Zabuza-san, apa kau tahu tentang kami yang minggu kemarin di serang oleh seorang misterius?" Tanya remaja pirang itu.
"Aku tahu. Kalau tidak salah kalian diserang oleh bandit gunung, benar bukan?"
Naruto menggeleng pelan. "Kemungkinan besar bukan, karena aku tahu pelakunya berada di sini, sebagai pegawai."
Zabuza sedikit membulatkan mata. "Tidak mungkin pegawai perusahaan ini melakukan hal seperti itu!" Sanggah Zabuza cepat.
Naruto kembali menggeleng. "Aku sangat yakin dengan perkataanku. Aku bisa mengetahui isi hati seseorang. Dan isi hati pria bernama Tenzen itu sama dengan isi hati musuh misterius yang kami hadapi minggu lalu."
Kali ini Zabuza membulatkan matanya lebar. "Kau menguasai Panca Indera? Di umurmu yang masih remaja ini? Jika memang benar kekuatan Panca Indera, itu berarti apa yang kau katakan kemungkinan besar adalah kenyataan. Tapi aku masih tidak yakin Tenzen-san berbuat jahat seperti itu. Selama enam bulan aku bekerja di sini, Tenzen yang kukenal adalah pria baik dan ramah."
"Aku tidak peduli Tenzen-san di luarnya seperti apa. Yang pasti hatinya sangat busuk dan sedang menercanakan sesuatu yang buruk. Kemungkinan rencana itu akan membuat perusahaan ini celaka." Kata Naruto dengan sangat serius.
Zabuza terdiam sebentar lalu mengangguk. "Baiklah. Aku akan percaya padamu. Sebaiknya kalian laporkan ini pada Tazuna-san. Mulai sekarang aku akan mengawasi gerak-gerik Tenzen-san sambil bekerja."
Semua langsung memasang wajah senyum. "Terima kasih karena telah mempercayai kami. Jujur kami akan susah jika dihadapkan lagi dengan musuh misterius itu."
Mereka lalu berpisah di sana, Zabuza yang kembali bekerja sedangkan Naruto dan anggotanya pergi menuju ruang Tazuna untuk membicarakan hal ini. Tentu saja awalnya Tazuna sangat terkejut dengan perkataan Naruto. Baginya Tenzen adalah pegawai loyal yang tidak pernah berbuat kesalahan. Ini sangat mendadak dan Tazuna masih menyangkal perkataan remaja pirang itu.
Akhirnya setelah dijelaskan bahwa Naruto memiliki kemampuan untuk membaca isi hati orang lain, Tazuna mulai percaya dan sekarang ia akan lebih berhati-hati. Tapi hati kecilnya masih belum percaya sepenuhnya pada perkataan Naruto. Setelah penjelasan selesai, Naruto dan yang lainnya pergi menuju tempat penginapan untuk membicarakan strategi yang akan digunakan melawan musuh misterius bernama Tenzen.
Di sini adalah tempat yang tidak banyak terkena sinar matahari, tempat gelap membuat wajah kedua orang yang berada di sini tidak terlihat.
"Sudah saatnya untuk menjalankan rencana yang kita susun sejak lama. Bagaimana persiapannya?"
"Sudah sempurna. Kami tinggal menunggu sinyal dari anda."
"Bagus. Bilang pada pasukan bahwa kita akan menjalankan misi tengah malam."
Siang menjelang malam, Tazuna terlihat masih berada di ruang kerjanya meskipun jam sudah menunjukkan angka 23.55. Ia tidak bisa tidur karena terus memikirkan perkataan Naruto. Baginya itu terdengar mustahil karena Tenzen adalah pegawai paling lama dan sudah akrab dengannya.
'Sial! Apa yang sebenarnya terjadi? Ini terlalu mendadak. Apakah ada orang lain lagi yang mengincar itu? Aku harus lebih berhati-hati pada orang sekitarku.' Batin Tazuna lalu menatap jendela yang tertutupi oleh tirai berwarna biru muda.
'Cahaya apa itu?' Tanya Tazuna pada dirinya sendiri yang melihat ada cahaya terang dari balik tirai jendela.
Tazuna kemudian mendekati jendela itu dan menggeser tirainya, kedua matanya langsung membulat sempurna setelah melihat cahaya yang ternyata berasal dari kobaran api besar di sekitar perusahaannya.
'Apa yang terjadi?!'
"Tidak biasanya kau masih bangun di jam selarut ini, bukan begitu, Tazuna-san." Suara seseorang Tazuna dengan dari belakangnya.
Tazuna menengok dan meliat dua orang berpakaian serba hitam dan mengenakan topeng putih berjalan perlahan pendekatinya. "Siapa kalian? Mau apa kalian ke sini?"
"Hn. Jangan memberi kami pertanyaan bertubi-tubi seperi itu, Tazuna-san."
Satu orang lagi yang perawakannya agak pendek mengambil sebilah katana di belakang punggungnya. Tazuna yang melihat katana itu kembali membulatkan mata, sangat terkejut.
Stab!
"Arghh!" Ringis Tazuna yang tangannya tertancap katana sampai menembus dinding. Jika begini keadannya ia tidak bisa menghindar apa lagi kabur. Pemilik perusahaan Muramasa itu masih kaget dengan katana yang menancap di tangannya. 'Ti-tidak mungkin! Katana ini milik Tenzen.'
Tazuna lalu menatap tajam kedua orang misterius yang kemungkinan besar salah satu di antara mereka adalah Tenzen. "Kalau kalian bukan pengecut, tunjukkan siapa sebenarnya diri kalian!"
Satu orang yang bertubuh kekar dan tinggi maju selangkah. "Tenang saja Tazuna-san, kami memang berencana untuk menunjukkan jati diri kami. Dan satu lagi, kau pasti sudah tahu bukan salah satu di antara kami."
"Sial! Jadi memang benar itu kau, TENZEN?!"
"Entahlah," Orang itu perlahan mengangkat tangannya, melepaskan topeng putih polos itu dari wajahnya. "Bisa iya … bisa tidak."
Entah berapa kali ia sudah merasakan terkejut luar biasa, di depannya berdiri seorang yang ia kenal. Tazuna tidak tahu respon apa yang harus dikeluarkan untuk situasi terkejut seperti ini. Ia masih belum mempersiapkan dirinya untuk situasi tak terduga yang membuat otaknya berhenti berjalan. Yang bisa pria tua itu lakukan hanya menyebutkan satu nama,
.
.
.
"… Zabuza … kau!"
Bersambung
[12/05/2021]
