All My Regrets : 7
.
.
.
Sudah hari ke delapan semenjak Mikasa dirawat di rumah sakit. Seperti biasanya, Eren selalu mengunjungi Mikasa, terkadang masih bertikai kecil dengan Levi namun akhirnya Levi mulai bisa mengalah demi kebaikan Mikasa. Eren selalu melaporkan progresnya melipat kertas burung bangau.
Eren menghabiskan waktu berjam-jam untuk belajar melipat, dan dia berhasil membuat sekitar 300 bangau termasuk yang cacat. Mikasa senang dengan kertas bngau buatan Eren. Melihat Mikasa yang bahagia membuat Levi tenang, meski ia tidak menyukai kehadiran Eren. Tapi berkat Eren, Mikasa bisa terlihat lebih santai dan menikmati waktunya.
Tak jarang ketika sedang tidur, Mikasa sering mengigau menyebut nama Eren tanpa ia sadar.
Perlahan Eren akhirnya mengetahui latar belakang Mikasa yang ternyata hanya tinggal dengan kakaknya, kedua orang tuanya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu karena kecelakaan. Penyakit jantung yang diderita Mikasa ternyata keturunan dari kakeknya.
Mendengar hal itu membuat Eren semakin bersalah sekaligus mengerti. Levi sendiri sudah berumur 35 tahun, meski wajahnya tak seperti itu, tapi pemikiran dan kerja kerasnya tak bisa dibohongi. Selama beberapa tahun terakhir, Levi sudah membiayai hidup adiknya. Harapan satu-satunya Levi adalah melihat adiknya hidup bahagia, dan berumur panjang.
"Hanya aku yang bisa membuatnya bahagia." Ucap Levi. Ia melanjutkan sebelum Eren menyela, "aku akan membuatnya jadi adik terbahagia di dunia."
Eren mendengus, "Aku percaya." Lalu menoleh pada Levi, "Aku hanya temannya."
"Hn."
"Ada yang ingin aku bicarakan…" gumam Eren.
"Apa? Kau ingin bicara padaku atau Mikasa?" tanya Levi.
"Keduanya," Eren menjeda, "aku sudah memutuskan, aku menolak mengikuti pelatihan. Jadi tenang saja, aku bisa membantu menjaga Mikasa—"
"Kenapa kau tidak bilang padaku?" Mikasa memotong kalimat Eren, sontak kedua laki-laki itu menoleh padanya.
"Jangan membuatku terkejut," gumam Levi menatap adiknya yang sudah terbangun.
"Eren, kau tahu? Aku juga punya cita-cita, dan saat aku tau kondisiku. Kau pikir aku bisa mengejarnya? Eren, aku tahu kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau ada masalah saat itu, tapi ambil kesempatanmu."
"Tidak, Mikasa. Aku sudah bilang, aku harus terus di sini sampai kau sembuh." Eren berusaha meyakinkan pilihannya namun Mikasa menggeleng dengan cepat.
"Eren, kau pernah bertanya padaku apa yang membuatku bahagia, bukan?" Mikasa menjeda, "aku akan bahagia jika kau mengikuti pertandingan itu, aku bisa melihatnya dari sini, dan aku akan mendukungmu." Ucapnya tersenyum.
"Mikasa…"
"Aku tidak setuju." Ucap Levi menyela, membuat Eren dan Mikasa menoleh padanya. Sebelum salah satu dari mereka mengangkat suara, Levi melanjutkan, "Maksudku, kau harus bertanggung jawab, Eren. Sekarang kau punya pilihan, kau ikut pertandingan itu dan membuat Mikasa melihatnya atau…" Levi melirik Eren dengan tatapan tajam, "aku akan memastikan kau hidup tidak tenang, bocah?"
Mikasa terkejut mendengarnya, "Kakak...? Itu berlebihan, jangan keterlaluan dengan Eren!"
Levi memandang Mikasa dengan artian menyuruhnya diam.
Sedangkan Eren, ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri, pilihan yang manapun itu beresiko. Pertama, trauma masa lalu saat masih SMP dan yang kedua… Levi adalah orang yang serius dan tidak main-main jika menyangkut tentang Mikasa. Bukannya Eren ingin begitu saja menyerahkan nyawanya pada Levi tapi itu juga pilihan buruk karena ia belum menyelesaikan keinginan Mikasa membuat seribu bangau kertas.
Tapi jika membuat Mikasa bahagia adalah prioritasnya, maka…
"Baik, akan aku lakukan."
.
.
.
"Reiner Braun, Bertholdt Hoover, Porco Galliard, Jean Kirschtein, dan… Eren Yeager?"
Mike mengabsen satu-satu calon pemain tim basket inti, sambil memperhatikan para kandidat dan ia menyadari berkas bernama Eren berada paling bawah.
"Jadi kau akhirnya berubah pikiran?" tanya Mike pada Eren.
Eren mengangguk pelan tanpa bersuara.
Mike menunjuk satu per satu muridnya, "Kalian semua, akan mengikuti pelatihan rutin selama 3 bulan kedepan sampai pertandingan musim semi bulan Maret."
"Eren, saya tunjuk kamu sebagai kapten." Semua murid yang mendengar ucapan Mike menunjukkan ekspresi yang berbeda-beda, ada yang terkejut, bingung, biasa saja dan ada yang tidak peduli.
"Kenapa bukan Jean? Dia sudah jelas sangat berpotensi sebagai kapten." ucap Bertholdt yang mengacungkan tangannya.
"Ya, aku juga setuju, kenapa peserta baru yang diangkat jadi kapten, kalau kita saja tidak tahu potensinya." Sahut yang lain.
"Jean, katakan sesuatu!" paksa salah satu temannya.
Sementara itu kedua orang yang bersangkutan tidak mengatakan apa-apa. Jean hanya menggedikkan bahunya dan Eren hanya diam menunggu kalimat Mike selanjutnya.
"Eren memang baru bergabung di tim inti, tapi sebagai guru saya tentu tahu potensi Eren, kalian jangan ragu padanya. Mulai sekarang dia kapten kalian. Bekerjasamalah." Begitu yang disampaikan Mike, dan mereka mulai berlatih sampai pukul 6 sore.
Awalnya, semuanya tidak bersahabat dengan Eren, diluar dugaan mereka potensi Eren melebihi Jean, meskipun tinggi badan Eren dan Jean selisih hampir 10 cm, lompatan Eren jauh lebih tinggi dari Jean.
"Kurasa si Eren itu lumayan…" desis Porco disela-sela mengelap keringatnya. "dia selalu tepat sasaran." Sambungnya.
"Larinya juga lebih cepat dariku." Gumam Reiner membalas perkataan Porco. "Sial, kalau memang tidak ada yang lebih baik dari dia, pantas saja pak Mike memilihnya."
Eren terengah-engah setelah diminta melakukan shoot berulang-ulang untuk memberi contoh yang lain.
"Eren," panggil Jean yang kemudian mendekat pada Eren yang tengah duduk di tepi lapangan.
Eren mendongak dan melempar ekspresinya yang berkata, "Apa?"
"Bagaimana Mikasa? Apa dia belum bisa masuk sekolah?" tanyanya tanpa basa-basi. Kemudian duduk di samping Eren.
"Dia tidak akan masuk sekolah lagi sampai kondisinya benar-benar baik." Jawab Eren apa adanya. Jean membulatkan kedua matanya begitu mengetahui Mikasa tidak masuk sekolah lagi, itu artinya kondisinya benar-benar tidak baik.
"Begitu ya… apa kau masih sering kesana?"
Eren menggumam, "Hn…"
Aku setiap hari menemuinya.
"Kalau begitu, aku ingin bertemu dengannya. Tapi, " Jean menjenda kalimatnya, "hanya aku saja, aku tidak mengajak Connie atau Sasha. Ada yang ingin aku sampaikan pada Mikasa."
Eren mengerti, "kau bisa mengunjunginya sepulang sekolah seperti waktu itu."
"Aku mengerti, terimakasih. Kalau begitu, aku pulang dulu…" ketika Jean beranjak dari tempatnya, Eren memanggilnya.
"Jean,"
"Hm? Kenapa?"
Eren berdiri lalu berkata, "Apa kau tidak keberatan, aku menjadi kapten? Ku rasa mereka semua lebih mendukungmu daripada aku."
Jean terkikik geli, "Haha, kau lebih pantas dariku, Eren. Tenang saja, lama-lama mereka pasti bisa menerimamu. Aku jamin itu." Jean mengulurkan tangan, "mohon kerjasamanya, kapten."
Eren sempat ragu, tapi semua keraguan itu dia buang ketika melihat Jean yang sudah mempercayainya, "baiklah."
Dan Eren menerimanya.
Inikah keyakinanmu, Mikasa?
Baiklah, aku percaya padamu. Buktikan, kau pasti bisa sembuh.
.
.
.
Tiga minggu kemudian.
Semua berjalan seperti biasa, Eren bersekolah lalu sepulangnya mengikuti latihan, dan berkunjung ke rumah sakit ayahnya setiap sepulang dari latihan. Ketika kelelahan, Eren datang dan menitip pesan pada Levi. Eren tidak bisa pergi meninggalkannya begitu saja tanpa kabar.
Lalu Eren juga sudah mulai terbiasa dengan teman-temannya di klub basket, tak jarang Eren mendapat dukungan juga dari yang lain. Benar kata Jean, ia hanya perlu waktu.
Kondisi Mikasa masih tetap seperti biasanya, tak menunjukkan kemajuan yang berarti.
Jean datang menepuk pundak Eren, rasanya teringat beberapa waktu yang lalu, Eren tengah melamun. Tapi wajah Eren kali ini terlihat lebih parah, kantung matanya tebal. Seperti kurang tidur.
Jean langsung duduk di bangku kosong milik Mikasa.
"Kau begadang?" gumam Jean bertanya pada Eren.
Eren menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, "Apa terlihat seperti itu?"
Setiap malam sebelum tidur, Eren berusaha melipat kertas, totalnya sekitar lima ratus buah. Setidaknya sudah terpenuhi sebagian. Eren tidak bisa meninggalkan tugasnya yang satu ini. Beberapa pelayan juga membantunya. Eren sudah membuang rasa malu itu demi menepati ucapannya pada Mikasa.
Mikasa sempat memaksa ingin ikut melipat kertas itu, tapi Eren dan Levi melarangnya. Dan ia hanya bisa pasrah memainkan satu burung bangau kertas putih yang dipajang di sudut meja.
Jean mendengus, "Jelas sekali. Kau jangan lupa istirahat dan jaga pola tidurmu. Masih ada dua bulan lagi sebelum pertandingan."
"Kenapa kau malah mengomel?" Eren memutar bola matanya dan menoleh kea rah lain. "Jangan sok perhatian padaku."
Jean mendengus, kaptennya ini masih saja tsundere, padahal mereka sudah sering bersama."Aku hanya memberitahumu." Jean sedikit mendekat ke Eren, "Yang waktu itu… kau ingat tidak?" bisiknya pada Eren.
Eren sedikit risih karena Jean terlalu dekat dengannya dan dia sontak menjauh, "Kau… jangan terlalu dekat! Orang bisa berpikiran aneh."
Jean mendecih kesal, "Heh, aku tidak begitu!" lalu ia melanjutkan, "Hari ini kau mau 'kan menemaniku bertemu Mikasa?"
Eren kembali meletakkan kepalanya di meja, mengingat kembali kalau pemuda paling tinggi ini pernah memintanya bertemu Mikasa sendirian. "Kau bisa langsung kesana kalau kau mau. Bukannya aku sudah pernah bilang?" gumam Eren.
"Aku tahu… tapi aku butuh persiapan, aku juga takut pada kakaknya, sepertinya dia orang yang galak." Jean tidak salah tentang hal itu.
Eren hanya melirik teman basketnya itu dengan ekor matanya, "Iya… iya…" Lagipula Eren ke sana setiap hari.
Tak lama setelah latihan basket, Jean dan Eren langsung menuju ke rumah sakit. Untuk tetap menjaga kebersihan, berkat izin Eren pada salah satu perawat, mereka mandi di salah satu kamar mandi rumah sakit yang tentunya bersih untuk digunakan.
Barulah setelah selesai, mereka pergi ke ruang tempat Mikasa berada. Jean selalu berkata ingin cepat pergi ke tempat Mikasa sehingga membuat kedua orang itu berjalan terburu-buru. Sesampainya di sana, Eren langsung membuka knop pintunya. Karena tidak menemukan Levi, Eren menyuruh Jean untuk langsung masuk saja. Disambut Mikasa yang tengah menonton TV.
"Dimana kakakmu?" tanya Eren.
"Aku tidak tahu, mungkin dia sedang keluar sebentar."
Karena hal ini sudah biasa, Eren tak bertanya lagi. Begitu Jean menepuk pundak Eren dan menatap bagian lehernya, tanpa perlu waktu lama Eren langsung menyadari sesuatu, "sepertinya handukku tertinggal, aku akan kembali sebentar." Ucapnya pada Jean dan Mikasa.
Tanpa menunggu persetujuan kedua orang beda gender itu Eren langsung melesat pergi.
Jean memandang Mikasa lamat-lamat, membuat gadis itu salah tingkah, Mikasa mengalihkan pandangannya ke arah lain. "A-ada apa? Kenapa kau menatapku begitu?"
Pemuda yang memiliki rambut ash-brown itu mendesah, ia menghela nafas berat yang semakin membuat Mikasa tidak mengerti. Dengan tiba-tiba, Jean membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah sedang. Jean memejamkan matanya sekali, kemudian menatap Mikasa dengan serius, "Mikasa, aku hanya akan mengatakannya sekali…"
Eren sudah kembali dan sedetik sebelum membuka knop, kedua mata Eren melirik secelah kaca di pintu itu yang menampakkan Jean dan Mikasa sedang berbincang. Dia mengurungkan niatnya untuk membuka pintu lalu mendengar baik-baik dari luar.
"… Kau terima?"
"Iya…"
"Terimakasih,"
Tembok ini cukup tebal untuk bisa menembus suara orang di dalamnya, hanya sepatah dua patah kata saja yang berhasil diterima telinga Eren.
Mencoba fokus mendengar, Eren tidak sadar sudah ada sosok yang menunggunya dari belakang. Pria itu menepuk pelan pundak Eren yang seketika membuat Eren terkejut, ia mendapati Levi sudah bersedekap di depannya.
Eren menghela nafas berat, dalam hatinya berbicara 'Aku kira siapa…'
"Apa yang kau lakukan, bocah?" Levi langsung menggeser Eren dan akan memutar knop.
Dengan cekatan, Eren langsung menghentikan Levi dan mendesis, "Sssttt…" Tindakan Eren begitu aneh sampai muncul perempatan siku-siku di keningnya.
Ada orang di dalam? Begitu pikir Levi, dia langsung paham. Levi mengintip di balik kaca bening yang menembus ke ruangan itu dan benar saja, ada laki-laki yang sedang berbicara pada adiknya. Maka Eren memiliki hutang cerita padanya.
Tapi Levi tidaklah peduli. Kakak Mikasa ini langsung membuka pintu dan menampakkan dirinya bersama dengan Eren yang mengekorinya.
Hal itu tentu membuat Jean dan Mikasa sempat terkejut dan juga merasa canggung.
Jean mengalihkan pandangannya ketika bertemu mata dengan Levi.
"Kau yang waktu itu?" tanya Levi pada Jean, "Aku seperti pernah melihatmu." Sambungnya.
Mikasa dengan halus menyembunyikan kotak merah itu dibalik selimutnya saat Levi tidak melihat ke arahnya. Dan Eren hanya bersikap tenang seolah tidak terjadi apa-apa.
Jean berdiri dan membungkuk untuk memberi hormat pada kakak Mikasa, "Iya, saya memang pernah kemari bersama teman-teman saya."
"Tidak usah terlalu formal, aku tidak menyukainya." Levi masih datar menanggapinya. Namun tidak masalah.
"Kebetulan, saya sudah selesai dan ingin pamit." Ucap Jean. Dengan sekali gerakan ia mengambil tasnya lalu dengan anggukan Levi, Jean tersenyum dan beranjak pergi.
"Kenapa kau jadi terburu-buru?" gumam Eren yang hanya ditanggapi cengiran dari Jean.
Sesampainya di pintu, Jean menoleh kembali dan melambaikan tangannya pada Mikasa.
Suasana hening sampai Levi berkata, "Dia menyatakan cinta?" tebaknya.
Mikasa menggigit bibirnya, "Hm. Bagaimana ya…" Mikasa takut kalau Levi berniat melakukan sesuatu yang berlebihan pada Jean nantinya tanpa sepengetahuan Mikasa sendiri. Kakak laki-lakinya itu masih saja protektif, pantas saja pria tua itu masih sendiri sampai sekarang. Pikir Mikasa.
"Aku anggap kau menjawab 'iya'," ucap Levi kemudian, ia mendudukkan dirinya pada sofa, meletakkan tas hitam yang dibawanya sedari tadi, "tapi, sepertinya memang iya. Bagaimana, Eren?" sambungnya sambil menolehkan kepalanya pada pemuda rambut coklat itu. Levi berpikir seperti itu karena melihat Eren menguping.
Eren memandang bingung, ia tak yakin mendengar percakapan Jean dan Mikasa cukup jelas, "Tidak tahu," lalu menjawab asal. Eren tidak ingin Mikasa curiga padanya karena telah menguping. Syukurlah Levi tidak membocorkan pada Mikasa kalau dirinya menguping.
Tak terasa, malam pun menyambut dan Eren tidak bisa tidur. Yeager muda itu sudah mencoba berbagai cara agar seperti olahraga, makan camilan, membaca buku, menonton film, dan semua itu tidak ada hasilnya, kedua matanya masih segar, sedangkan sekarang sudah memasuki pertengahan malam.
Eren membaringkan tubuhnya di kasur dan pikirannya kembali pada sore tadi. Jujur saja, ia penasaran dengan apa yang Jean katakana pada Mikasa. Saat Jean sudah pulang, Mikasa tidak mengatakan apa-apa tentang percakapannya dengan Jean. Tapi menurut Eren, mereka berdua pasti membicarakan hal penting, tidak mungkin Jean mau datang sendiri dan pulang secepat itu kalau dia tidak mengatakan sesuatu yang penting kan?
Terlebih dugaan Levi, tentang pernyataan cinta. Hal itu sungguh mengganggu pikiran Eren.
"Beruntung sekali anak itu…" gumam Eren, yang ia maksud adalah Jean. Beruntung karena tidak bertemu Levi terlebih dulu tentunya. Ah, seandainya saja handuk sialan itu tidak tertinggal. Entah kenapa semua yang terjadi belakangan ini terkadang sangat kebetulan. Benar-benar seperti ditakdirkan itu berjalan seperti sebagaimananya terjadi saat ini.
"Kenapa aku memikirkan itu?! Arghhh…" ia mengacak-acak rambutnya kesal.
Eren mencoba memutar tubuhnya, mencari posisi paling nyaman, mulai mengatur nafas agar tenang dan menutup matanya agar bisa terlelap dan melupakan tentang Jean.
Memangnya kenapa kalau memang pernyataan cinta? Aku juga bukan siapa-siapa.
Percuma saja, Eren tidak tidur. Mungkin inilah dimana maksudnya mengantuk tapi tidak bisa tidur.
Eren terbangun dari posisi tidurnya dan tangannya mengambil selembar kertas origami, membuat lipatan-lipatan pola untuk membuatnya menjadi bentuk burung bangau. Tumpukan burung bangau itu tersimpan rapi di sebuah kardus, tak lupa Eren terus menghitungnya, "Enam ratus tujuh puluh satu…" gumamnya.
Beberapa menit setelahnya, Eren tertidur dengan masih menggenggam bangau kertas yang baru saja ia buat. Dia mendengkur tipis, mungkin faktor kelelahan.
Dan sepertinya Eren menemukan cara terbaru bagaimana untuk tidur cepat.
Eren bersyukur karena tidak menghabiskan malam yang panjang dengan berpikir macam-macam.
Benarkah jika sosok Mikasa membawa sedikit perubahan bagi di dalam hidup Eren? Mungkin waktu bisa berjalan cepat atau lambat, tergantung bagaimana kau menikmatinya.
.
.
To Be Continued
.
.
A/N :
Ada yang masih baca? Wkokwokwo
Banyak yang minta happy end ya? Pasti gara-gara gamon chapter 139 kemarin :'v
Tbh, saya sendiri begitu T.T
Mas Yuki Kaji (Eren's VA) nangis katanya abis baca chapter 139 kemarin, sama mbak Ishikawa Yui (Mikasa's VA) juga udah tiga hari uring-uringan teros wkwkwk
Emang sialan wkwkkw
Sedang tidak mau masokis, yaudah saya mengspoil kemungkinan happy end ya :))
Saya, mas Yuki Kaji, mbak Yui itu shipper garda terdepan EreMika :) potensial masuk the most popular ship di Jepang sih (around the world mungkin juga?) semoga bisa bersanding dengan SasuSaku ya yang sampe stasiun pun petunjuk arahnya pake sign SasuSaku uwaw
Bye
Regards, Reye
14 April 2021
