.

The Interstellar Nation Army Become a Mercenary

Chapter 9

Tinggal Untuk Sementara Waktu (Bagian 4)

.

.

.

Naruto POV

"Awan gelap begitu tebal, sepertinya akan turun hujan lagi, huh."

Aku memperhatikan gumpalan awan hitam yang bergerak-gerak di atas. Itu menyebar begitu cepat ke berbagai arah, seolah tidak ingin memberi peluang kepada siapapun yang ingin berteduh.

Tapi beruntung bagi kami karena telah menyiapkan tempat penyimpanan makanan sementara. Jika tidak, aku tak tahu harus menyembunyikannya di mana lagi

Saat ini, aku sedang duduk bersilah di atas sebuah batu besar yang ada di pinggir sungai.

Jangan tanya aku kenapa duduk di sana, aku juga sebenarnya tidak ingin melakukannya. Namun berhubung kami masih berada di dalam hutan, mau tidak mau aku harus tetap menunggu di sini.

Selama waktu itu, aku mulai memikirkan beberapa hal yang mesti kami lakukan ke depannya.

Dimulai dari senjata.

Aku memiliki 1 senapan plasma, 1 pistol laser, dan 1 belati elektromagnetik. Ketiganya merupakan senjata yang kudapatkan sewaktu aku masih berada di dalam spaceship.

Sebenarnya ketiga senjata ini sama-sama kuat, dengan kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing. Namun perlu diingat kembali bahwa mereka juga membutuhkan sumber daya energi tertentu untuk dapat mempertahankan fungsi mereka. Dan aku tidak memiliki itu untuk saat ini.

Senjata alternatif yang terpikirkan olehku untuk saat ini adalah busur panah.

Busur panah sendiri merupakan salah satu senjata tertua yang pernah diciptakan oleh manusia sejak Zaman Paleolitikum. Berbeda dengan tombak maupun pisau, busur panah memiliki efektifitas lebih tinggi karena bisa digunakan dari jarak jauh.

Busur panah, khususnya yang tradisional, terbagi menjadi dua jenis: busur keras dan busur lunak.

Ban (senar) pada busur keras memerlukan lebih banyak tenaga ketika ditarik, sedangkan pada ban busur lunak justru lebih ringan ketika ditarik. Meskipun busur lunak menggunakan tenaga yang lebih sedikit, namun ia memiliki kekuatan yang rendah dan jarak tempuh yang pendek.

Jika aku ingin menyebabkan damage yang tinggi kepada hewan buruan maupun musuh. Maka busur lunak bukanlah pilihan yang tepat untuk itu.

Selain itu, busur panah juga terbagi atas busur tunggal dan busur berlaminasi.

Berdasarkan karakteristiknya, busur tunggal hanya menggunakan satu batang tunggal sedangkan pada busur berlapis terdapat beberapa potong busur yang saking diikat menjadi satu busur.

Karena kualitas kayu yang kumiliki tergolong rendah, jadi aku putuskan untuk membuat busur berlaminasi saja.

"...Sir Naruto."

"Oh, Piña. Kamu sudah selesai mandi-?"

Ketika aku membalikan diri ke belakang, aku melihat seorang wanita yang sepenuhnya berbeda dari sebelumnya.

...Piña?

Aku tau jika Piña itu cantik. Namun level kecantikannya yang sekarang melebihi standar wanita yang pernah kulihat. Saking cantiknya dia, sampai-sampai aku salah mengenalinya sebagai orang lain.

Mungkinkah itu efek dari sabun mandi yang tadi kukasih ke dia?

"A-ada yang salah?" Tanya Piña kepadaku dengan suara kecil.

Sedikit terbatuk, aku lalu menjawab Piña dengan sedikit gugup.

"Kamu jadi lebih cantik dari biasanya..."

"Te-terima kasih."

"Oh iya, apakah larutan pembersihnya bekerja dengan baik?"

"Maksud anda 'soap', bukan? Iya, menurutku ini cukup bagus. Sensasi dingin dan segar dikulit membuat pikiranku menjadi lebih ringan."

"Begitukah? Syukurlah kalo memang kamu suka."

Setelah mengambil beberapa ikan yang terperangkap di dalam perangkap ikan. Kami berdua pun memutuskan untuk kembali ke kamp.

Sesampainya di sana, aku lalu melanjutkan kembali pekerjaanku yang sempat tertunda. Sedangkan Piña, dia saat ini sedang berlatih menggunakan teknik pedang satu tangan yang sudah kuajarkan kepadanya.

Hal yang pertama kali kulakukan adalah memperkirakan tingkat kelembaban yang ada pada tongkat kayu.

"Bagaimana hasilnya?"

[Masih ada sekitar 51% dari nilai awal.]

"Masih belum benar-benar kering juga, huh?"

Salah satu bahan terbaik yang biasa digunakan dalam pembuatan busur panah adalah jenis kayu tertentu yang telah dikeringkan di tempat teduh selama lebih dari satu tahun, kayu jenis ini diketahui memiliki tingkat kelembaban yang rendah dan tidak mudah rusak.

Namun kita saat ini sedang ada di dalam hutan, loh. Di mana aku bisa menemukan bahan sebagus itu? Satu-satunya cara yang terpikirkan olehku adalah memanggangnya dengan api guna mempercepat proses pengeringannya.

"Bagaimana dengan ini?"

[Ini memiliki kadar air sekitar 47%.]

"Yang ini?"

[Masih di atas 54%.]

"Lalu yang ini?"

[Masih di atas 50%.]

Setelah cukup lama memilah-milah tongkat kayu, aku akhirnya memperoleh sedikitnya 3 tongkat kayu yang memiliki kadar air di kisaran 30%. Jujur, ini sebenarnya belum cukup untuk membuat sebuah busur panjang. Tapi okelah, setidaknya ini masih cukup bagus untuk seorang pemula sepertiku.

Setelah memperoleh prototipe busur yang akan dibuat, proses selanjutnya adalah pembentukan.

Dalam proses pembentukkan busur panah, aku menggunakan 3 tongkat kayu pendek yang di mana salah satunya ujungnya sengaja dibuat runcing untuk nantinya dijadikan sebuah pasak.

Sesudah memukul ketiga pasak itu ke atas tanah, aku lalu mengambil satu tongkat kayu yang sudah dikeringkan dan kemudian membengkokkannya di antara cela pasak.

Butuh waktu setidaknya 1 hari agar bisa sepenuhnya dibentuk menjadi busur panah. Yah, sepertinya aku harus lebih bersabar lagi.

"Sir Naruto! Hujan datang!"

Tetes air hujan dalam jumlah besar mulai berjatuhan dari angkasa. Dengan cepat, aku lalu memberi perintah kepada Piña untuk mengambil barang-barang yang mudah rusak.

"Jangan panik! Cepat bantu aku membawa sebagian urat-urat ini ke dalam kamp!"

Tanpa diperintah dua kali, Piña langsung menyelamatkan sebagian barang yang ada di luar.

Setelah hampir semuanya diangkut ke dalam kamp, aku langsung menyuruh Piña untuk pergi berteduh lebih dulu. Sedangkan aku, aku masih perlu untuk membawa sisa-sisa daging yang tadi kukeringkan bersama dengan ikan dan otot hewan yang sudah kubersihkan.

Tidak lupa, aku juga memasukan semua bahan yang mudah rusak ke dalam wadah keramik. Begitu juga dengan sabun yang sudah kubuat kemaren.

"Akhirnya..."

Meski tidak terlalu basah, namun tidak dipungkiri bahwa tubuh bagian atasku telah basah. Jika aku tidak segera menghangatkan diri, kemungkinan besar aku akan demam.

"Sir Naruto, kamu harus ganti pakaianmu dengan yang kering."

Piña berinisiatif untuk mengambil tas ranselku dan kemudian menyerahkannya kepadaku.

"Terima kasih, Piña. Aku terbantu."

Kubuka retsleting tas ranselku dengan tangan kanan. Setelah terbuka, aku lalu merogoh isi yang ada di dalam tas tersebut dan mencari benda yang kuperlukan. Setelah menemukan apa yang kucari, kemudian aku mengeluarkannya dengan tangan kanan.

Awalnya, aku memiliki beberapa pasang pakaian ketika aku masih berada di dalam spaceship. Namun setelah insiden itu, hanya ada tiga set pakaian yang berhasil aku bawa hingga ke planet ini: dua di antaranya masih belum kering.

Ketika aku mulai melepas pakaianku, Piña dengan tergesah-gesah lalu berbalik membelakangiku. Meski hanya sekilas, namun aku dapat melihat rona merah tipis yang muncul di kedua pipinya. Mungkinkah dia tersipu? Yah, aku tidak terlalu keberatan dilihat oleh bocah ini, sih.

"Ne, Sir Naruto..."

"Jika kamu ingin menanyakan sesuatu, maka katakan saja."

Piña sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Selagi menunggunya untuk bicara, aku mulai mengganti pakaianku yang basah dengan yang kering.

"Sir Naruto, apakah kamu pernah tinggal di sebuah perdesaan?"

"Tidak. Baik aku dan keluargaku, kami semua tinggal di kota besar yang jauh dari perdesaan."

"Ta-tapi, dari yang apa yang saya lihat. Anda begitu mahir dalam memanfaatkan setiap sumber daya yang ada di dalam hutan. Di samping itu, anda sangat terampil dalam membuat jebakan dan menemukan berbagai jenis tumbuhan layak konsumsi..."

"Jadi itu yang membuatmu mengira bahwa aku ini pernah tinggal di perdesaan?"

"A-apakah saya salah mengira?"

"Enggak juga. Aku memang tidak pernah tinggal secara permanen di perdesaan, tapi setiap beberapa hari dalam 4 bulan. Aku dan keluargaku akan secara rutin datang ke rumah kakek dan nenekku yang ada di perdesaan. Kau tau, kakekku itu suka sekali menjelajahi hutan. Dia jugalah telah banyak mengajariku metode bertahan hidup. Sehingga aku bisa memanfaatkan pengetahuan itu hingga hari ini..."

Setelahnya memberitahu Piña bahwa aku sudah selesai berganti pakaian, dia pun mulai berbalik ke arahku.

Dari raut wajahnya, sepertinya dia agak terkejut dengan seragam militer yang aku kenakan.

Desain seragam ini sudah diubah lima tahun lalu, setelah melewati seratus lima puluh tahun tanpa adanya perubahan. Militer Federasi tidak biasanya bersemangat seperti ini dan memperkerjakan desainer terbaik dari seluruh galaksi untuk meningkatkan nilai estetika seragam.

"Piña, apakah kamu juga ingin ganti baju?"

"Sa-saya nanti saja, lagi pula ini masih kering. Ja-jadi saya ingin pergi tidur dulu, yah!"

Dengan terburu-buru, Piña lalu mengambil selimut yang kupinjamkan kepadanya dan kemudian menenggelamkan dirinya ke dalam selimut tersebut.

Melihat tingkahnya itu, aku hanya bisa terheran-heran. Apakah setiap wanita akan bertingkah seperti itu? Ataukah ada sesuatu yang dia tidak bisa ungkapkan kepadaku?

Tapi yah sudahlah, toh namanya juga wanita. Jangan terlalu dipikirkan, lebih baik aku segera tidur.

'Wise, bangunkan aku jam 4 pagi.'

[Roger.]

...