.
The Interstellar Nation Army Become a Mercenary
Chapter 10
Nasib Buruk
.
.
.
Naruto POV
"Ada yang tidak beres."
Hujan masih saja mengguyur tanah selama lebih dari 5 jam. Selama waktu itu, aku terus terjaga dari tidur nyeyakku hingga muncul sesuatu seperti pusat gempa yang terletak tidak jauh dari sini. Jika bukan karena peningkatan panca indra yang aku dapatkan dari modifikasi tubuh, maka aku pasti tidak akan menyadarinya.
'Wise, apa yang sebenarnya yang terjadi di luar?'
[Saya tidak tau pasti dengan apa yang terjadi di luar, namun saya menangkap suara gaduh dan getaran berulang yang sangat banyak dari arah jam 2 dan itu sebentar lagi akan sampai ke sini.]
'Jangan bilang-?!"
Aku langsung mendapat firasat buruk.
Perasaan ini mengingatku pada kejadian 20 tahun lalu.
Aku masih mengingat sensasi dingin dan sesak napas yang aku rasakan selama berhari-hari. Bahkan, aku masih mengingat rasa pahit menjijikan di lidahku setiap kali aku mengunyah makhluk-makhluk kecil bersayap yang sesekali muncul di dinding lubang: aku tidak akan pernah melupakan bayangan hitam yang selalu mengacamku di luar lubang.
"Piña! Bangun! Cepat kamu bangun!"
"Eh~ apakah makanan siap? Eh? Ehh?! EHHHH?! Sir Naruto, apa yang sedang anda lakukan?! Kenapa kampnya anda borohkan?!"
"Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Piña, bantu aku memotong simpulnya!"
Setelah itu, kami berdua dengan tergesah-gesah mulai meruntuhkan kamp kami yang terbuat dari potongan kayu sebagai kerangka dan daun yang menyerupai daun pisang sebagai dinding.
Setelah selesai merobohkan kamp, aku lalu dengan cepat mengambil tali rami dan beberapa senjata seadanya yang tergeletak tidak jauh dariku: pedang pemberian Piña dan pistol laser berserta sabuknya.
"Piña, cepat ke sini!"
Bagaikan dikejar oleh kawanan singa, kami berdua lalu berlari ke arah sebuah pohon yang cukup tinggi. Sesudah kami sampai di sana, aku lalu memaksa Piña untuk naik ke punggungku dan kemudian saling mengikat diri kami dengan tali.
"Sa-sakit..."
"Tahanlah sebentar!"
Sepertinya aku terlalu terbawa suasana kali ini. Namun bahaya yang lebih besar menunggu di depan mata dan aku tidak bisa menoleransi setiap penolakan yang akan mendatangkan malapetaka kepada kami.
Dengan bantuan nanobot, aku lalu meningkatkan massa-massa ototku menjadi berkali-kali lipat lebih banyak dari biasanya. Sesudah mengaktifkan mode penguatan tersebut, aku lalu memanjat pohon yang ada di depanku itu dengan kecepatan yang melebihi manusia normal.
Meski aku harus memikul beban tambahan di punggungku, namun ini tidak menjadi masalah yang besar. Sebab, nanobot memiliki semacam fitur yang memungkinkan penggunanya untuk memperkuat setiap struktur biologis yang ada di dalam tubuh layaknya manusia super.
"Sir Naruto-?"
"Shhh..."
Setelah melepas tali yang mengelilingi pinggang kami, aku lalu membantu Piña untuk duduk di atas sebuah dahan pohon yang cukup kokoh bersama denganku.
Tidak lama sesudah itu, bayangan-bayangan hitam yang berada di ujung penglihatan kami pun mulai menunjukkan bentuk aslinya.
Sesuatu seperti rusa, kelinci, babi, hingga sapi pun berlarian tak tentu arah. Sebagian dari mereka merusak bagian kamp dan menginjak-injak serta menendang barang-barang yang ada di sana. Bahkan wadah penyimpanan sabun dan makanan kami juga tidak luput dari injakan mereka.
"Ke-kenapa mereka berlarian seperti itu? A-apa yang sebenarnya sedang terjadi?" Tanya Piña dengan suara bergetar.
"Aku tidak tau. Sepertinya ada sesuatu yang besar sedang mengejar mereka di dalam hutan dan itu membuat semua binatang-binatang ini ketakutan."
Hewan-hewan ini terus saja berlarian ke belakang kami. Secara kasar, aku memperkirakan sedikitnya ada lebih dari 100 ekor hewan dari segala spesies yang terus saja berlarian di bawah kaki kami. Dan angka itu terus meningkat dengan sangat tidak masuk akal.
'Semoga saja itu bukan sesuatu seperti titano boa atau semacamnya.' Ucapku dalam hati.
Ketika gelomboran hewan ini mulai menghilang. Di luar dugaan kami, gelombang kedua pun mulai berdatangan lagi dan itu tidak kalah banyaknya dari gelombang pertama. Meski minim penglihatan, namun aku masih bisa melihat hewan-hewan tertentu yang mengingatkanku pada beruang, reptil, bahkan spesies kucing besar pun juga berlarian bagaikan dikejar setan.
Saat aku ingin memilih opsi untuk melarikan diri, munculah kawanan hewan terakhir yang berjumlah kurang lebih 15 ekor dan itu menjadi penutup dari fenomena paling tidak biasa, bahkan di antara para peneliti hewan yang aku tahu.
"I-itu, kan-?!"
"Jangan takut, mereka tidak akan menyerang dari sini."
Apa yang sedang kami lihat saat ini adalah kawanan makhluk menyerupai serigala yang dulu pernah aku hadapi sewaktu aku menyelamatkan Piña dan kelompoknya dari sergapan makhluk-makhluk itu. Tentu, aku bisa menduganya dengan sekali lihat: sepertinya Piña mengalami trauma yang cukup mendalam kepada hewan-hewan mirip serigala ini dan itu bukan sesuatu yang bisa disembuhkan hanya dalam hitungan hari.
'Tapi syukurlah, sepertinya mereka tidak menyadari bau kami karena tersamarkan oleh air hujan. Jika tidak, aku takut mereka akan membuat keributan di sini.'
"Sir Naruto, lihatlah di sana." Kata Piña sambil menunjuk ke arah salah satu dari mereka. "Apakah dia sudah mati?"
"Sepertinya belum, tapi aku penasaran dengan luka yang ada di tubuh mereka. Itu... terlihat seperti baru dicambuk oleh sesuatu yang sangat besar."
Beberapa hari yang lalu, aku juga menemukan penampakan luka yang serupa pada hewan mirip babi hutan yang pernah aku buru. Tidak hanya itu saja, aku juga menemukan hal yang serupa pada beberapa hewan yang tak segaja aku temui di dalam hutan. Entah makhluk besar apa yang mendiami hutan ini. Tapi yang pasti, aku berharap bahwa itu tidak lebih dari prasangka burukku saja.
...
Sudah lebih dari dua jam sejak kami berdua berada di atas dahan pohon ini. Dan selama itu juga hujan terus mengguyur area di sekeliling kami tanpa sedikit pun memberi tanda-tanda akan berhenti.
Aku bisa merasakan temperatur tubuhku yang semakin menurun, bahkan Piña yang memiliki kemampuan untuk memanipulasi energi panas yang ada di dalam tubuhnya pun tak mampu berbuat banyak. Jika begini terus, lama-lama tubuh kami akan mengalami hipotermia dan kami pun akan mati!
'Aku tidak tau apa yang dipikirkan oleh sekumpulan anjing gila ini. Tapi jika terus begini, kami bener-benar akan mati kedinginan. Apa yang harus aku lakukan?'
Setelah menemukan beberapa solusi yang dapat memecahkan kebuntuan ini, aku lalu mengambil pistol laser yang tergantung di sabukku dan kemudian mengarahkannya ke sebuah dahan pohon yang ada di ujung lain dari pohon ini.
Jika dilihat dari gelagat mereka, sepertinya kawanan mirip serigala ini memiliki semacam trauma yang berat. Aku tidak yakin apakah cara ini akan cukup berhasil, tapi lebih baik mencobanya daripada tidak sama sekali.
"Piña, aku akan menggunakan senjataku untuk mengalihkan perhatian mereka. Jika itu berhasil, kamu gunakan kesempatan ini untuk segera menjauh dari sini."
"Ba-baik."
'Boom!'
Suara keras yang datang dari sebuah dahan pohon yang jatuh secara tiba-tiba itu langsung disambut oleh tatapan yang menakutkan dari para makhluk mirip serigala itu.
Entah ini karena sebuah keberuntungan atau karena alasan yang lain, kawanan binatang itu pun lalu pergi menjauh dari kami dan kemudian menghilang di kedalaman hutan.
"Ah~ akhirnya mereka pergi juga." Kata Piña sambil mengeluarkan napas yang panjang.
"Harusnya sekarang sudah aman di sini. Biarkanlah aku yang turun lebih dulu."
"Sir Naruto, hati-hati..."
Aku lalu melompat dari ketinggian 6 meter dan kemudian mendarat dengan mulus di atas tanah yang agak becek.
Dari jarak 50 meter, aku tidak lagi merasakan kehadiran dari makhluk-makhluk lain selain Piña yang masih terduduk di atas pohon.
"Piña! Sekarang sudah aman! Kamu bisa melompat sekarang, biarkan aku menangkapmu!"
"A-apakah anda yakin dengan ini?"
"Lompat saja ke bawah, aku akan menangkapmu. Percayalah!"
"Engghhh... baiklah."
Piña lalu mengambil acang-acang untuk melompat turun dari atas pohon. Namun lagi-lagi muncul hal yang tidak aku inginkan: kakinya terpeleset. Dan itu sukses membuatku menjadi kalang kabut.
"WHOA AH AH AH!"
'Buuuk.'
Piña lalu terjatuh dari ketinggian 6 meter sambil mengepak-ngepak tangannya seperti ayam. Hal yang pertama kali aku rasakan setelah terbaring di atas tanah yang masih becek ini adalah lembut.
Yah, lembut. Kamu tidak salah dengar, dan itu berasal dari sepasang buah dada yang berukuran cukup besar. Itu dengan ganasnya mampu menenggelamkan wajahku di antara kedua gunung keramat yang mampu membangkitkan insting kelaki-lakianku.
"A-aduh, sakit. Sir Naruto, kamu tidak apa-apa? Eh?! Ke-kenapa kamu memainkan mereka?! Kyaa! Tidak! Jangan sentuh aku di sana!"
Hal yang terakhir kali kurasakan setelah kejadian itu adalah sebuah tamparan keras yang mendarat tepat di wajahku dan itu masih membekas hingga sekarang.
...
