Judul : Otonari-San
Chapter : 26
Crossover : Naruto x LoveLive
Pairing : Naruto x (Rahasia) :v
Genre : Ecchi, lemon, NTR, romance, drama, dll.
Disclaimer : Naruto punya Om Masashi Kishimoto dan LoveLive punya Sakurako Kimino
Rating : M
A/N :
Tetap update..
.
.
.
.
DON'T LIKE DON'T READ :)
(Jangan maksa buat baca jika ga kuat netorare..)
.
.
.
.
.
Naruto pov*
Aku tak ingin membuat Kaa-chan khawatir jadi setelah Naruko tidur malam itu aku menelpon untuk mengabarinya, dari bagaimana suara Kaa-chan dia sangat marah dan kesal dengan kelakuan anak perempuannya. Aku hanya mencoba untuk menenangkan Kaa-chan yang sepertinya sudah naik pitam. Saat menelpon aku menanyakan tentang Menma, tapi sepertinya Menma sedang tidak di rumah dan menginap di rumah Yagura.
Tapi, Kaa-chan menceritakan hubungan Menma dan Naruko yang sedang dingin akhir-akhir ini. Naruko yang ceria biasanya mengajak Menma yang pendiam untuk bercanda. Beberapa hari ini terlihat aneh, mereka acuh satu sama lain. Menma terlihat jarang di rumah dan pergi keluar rumah. Dan Naruko selalu mengurung diri di kamarnya.
"Begitu ya? Baiklah, Kaa-chan tak perlu khawatir. Aku akan menjaga Naruko selama di sini.." jelasku yang kembali mendengar Kaa-chan membicarakan uangku cukup atau tidak, "Aku kerja paruh waktu, jadi tidak perlu khawatirkan tentang uang. Lagipula, Tou-chan dan Kaa-chan membayar kuliah dan sewa apartementku. Untuk keseharian aku bisa mengatasinya, sekalipun ada Naruko.." setelah itu pembicaraan kami si telpon berakhir.
Hmm, aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi di antara mereka. Kalau hanya urusan percintaan saudaranya kenapa Menma harus ikut campur? Aneh juga, Menma biasanya tidak peduli dengan hubungan oranglain. Apa mungkin Menma siscon? Lagian mereka kembar. Sepertinya tidak mungkin, Menma biasanya terlihat jengkel dengan aksi bodohku dan Naruko. Anak itu kenapa ya? Meski begitu dia adikku, memang nampak cuek pada saudaranya sebenarnya dia peduli, hah~ sepertinya masalah ini akan menjadi merepotkan.
.
.
.
.
.
Tepat pukul 8 malam, di dekat stasiun Shinjuku bagian barat. Aku dan Naruko pergi berkeliling untuk berburu diskonan.
"Oniichan, syal ini bagus! Belikan untukku ya?" Ungkap adikku ketika kami pergi berbelanja keperluan rumah, karena adanya Naruko untuk beberapa hari ini aku tidak bisa mengajak Kotori menginap atau berkencan.
Tentu saja, selain adikku ini akan membocorkan bahwa Nozomi tinggal di sebelahku, dia juga memeras isi dompetku. Makanya, aku tidak ingin Kotori sampai bertemu dengan Naruko, meskipun Kotori bersikeras ingin menemuinya. Ini gawat, sebaiknya aku bercerita sesungguhnya pada Kotori kalau Nozomi tinggal di sebelahku. Tapi, kelihatannya Kotori akan cemburu jika aku dekat-dekat dengan Nozomi. Aku hanya tidak ingin berengkar dengannya.
"Tidak, hari ini kita hanya berbelanja kebutuhan rumah. Jadi jangan beli sesuatu yang tidak berguna, bukankah kemarin kau baru kubelikan mantel merek apa itu.. aku lupa.." jelasku padanya, karena kemarin dia minta dibelikan mantel yang harganya menghabiskan setengah gajiku.
"Uuh.. pelit~" cibirnya yang hanya aku abaikan, sudah cukup, aku tidak akan terlena lagi pada adikku ini.
Aku kemudian berjalan mendahuluinya sambil membawa kantung belanjaan yang berisi perlengkapan rumah, seperti sabun cuci, bahan makanan, dan lainnya. Bahkan, saat belanja tadi Naruko seenaknya memasukkan banyak cemilan pada keranjang belanjaan. Aku kemudian merasakan kedua tangan adik perempuanku merengkuh lenganku dengan manja, senyumannya terlihat memancarkan bahwa dia menikmati kedatangannya ke Tokyo.
"Oniichan, entah mengapa kau terlihat sangat tampan sejak menjadi anak kuliahan~" rayunya yang aku tahu itu hanya akalnya saja.
"Meski kau rayu begitu, ga bakal aku beliin.." lanjutku, yah karena adikku ini manis kupikir tak apa jika aku sedikit memanjakannya, tapi bukan berarti aku membiarkannya memeras habis kantungku.
Bibirnya kemudian merengut seperti merajuk karena aku tidak menurutinya, "Aku memang tidak membelikanmu syal itu, tapi hari ini kita akan makan di luar! Burger di tempat Shikamaru bekerja sangat enak lho.." Jelasku padanya yang terlihat sangat senang.
"Benarkah? Aku bisa bertemu dengan Shikamaru-san?" Tanyanya yang kemudian aku mengangguk.
Dia melepaskan lenganku lalu mengatupkan tangannya dengan mata berbinar, "Aah~ Shikamaru-san, sudah setahun aku tidak bertemu dengannya, pasti sekarang dia terlihat lebih keren.." jelasnya yang membuatku ingat, kalau adik perempuanku ini pecinta lelaki, bahkan dia pernah tertarik pada Shikamaru sebelumnya dan terang-terangan mengajaknya berkencan.
"Asal kau tahu, dia itu pria yang hanya hobi tidur di tengah pelajaran.." tanggapku.
"Justru itu yang membuatnya terlihat manis. Apalagi Shikamaru-san lulusan terbaik di Sekolah, pria pintar yang terlihat bodoh itu sangat manis.." lanjutnya yang masih mengagumi sosok Shikamaru dengan wajah memerah.
Tunggu, bukankah kau habis patah hati? Bagaimana bisa kau mengagumi pria lain dengan begitu mudah? Naruko itu memang mudah sekali tergoda pada pria manapun, asalkan pria itu tampan. Ada satu kejadian ketika kami pergi berlibur memancing ketika musim panas, tepatnya saat aku masih SMA.
Saat itu aku, Shikamaru, Chouji, beserta kedua adikku pergi ke sungai. Sayangnya Shikamaru terpeleset dan jatuh ke dalam sungai, karena itu Shikamaru melepas ikatan rambutnya. Sehingga rambutnya yang biasanya mirip nanas itu tergerai dengan kerennya, dan penampilan Shikamaru yang berbeda membuat Naruko menyukainya. Yah, meskipun Shikamaru tidak menanggapinya.
Setelah terang-terangan ditaksir adikku, Shikamaru bilang bahwa Naruko hanya gadis polos dan itu adalah poin baiknya. Namun, akan berbahaya jadi aku harus memperhatikan Naruko agar tidak berlebihan. Aku tidak tahu apa yang dilakukan Naruko, tapi sepertinya itu serius.
Setelah aku pergi meninggalkan kedua adikku, aku sempat khawatir. Aku tidak tahu bahwa kekhawatiranku jadi kenyataan. Aku tidak ingin mempercayainya tapi kemungkinan Menma ikut campur karena kepolosan Naruko pada sosok pria. Pada dasarnya Naruko menganggap semua pria itu memiliki pesona. Karena itu, Naruko sangat mudah dirayu, apalagi tipenya itu yang terlihat lebih tua, lumayan tampan, tinggi, dan cerdas. Aku tidak ingin mengakuinya tapi itu cocok dengan Shikamaru.
Aku menunjukkan pada Naruko gerbang dengan tangga menuju ke bawah, tepat di depannya terdapat plang bertuliskan jackpot. Kami menuruni tangga dan melihat pintu bertuliskan open.
Cring..
Aku membuka pintunya yang terdapat bunyi lonceng, "Irasshaimase~" ucap seorang pria dengan model rambutnya yang seperti nanas berdiri di depanku dengan seragam bartendernya tengah membersihkan meja pelanggan.
"Oh, Naruto 'ya?" Jelas Shikamaru ketika aku masuk sambil tersenyum, kemudian Naruko muncul di balikku.
"Naruko juga ada, 'lho!" Jelas Naruko membuat Shikamaru terkejut.
"Oh, Naruko? Kok bisa di sini?" Tanya Shikamaru melihat perempuan dengan rambut pirang tergerai dan mantel putih di depannya.
"Oy Shikamaru! Untuk membuat classic mojito aku harus pakai jeruk nipis atau lemon?" Kemudian Karin muncul dari balik meja bar dan melihat Naruko yang merupakan sepupu perempuannya yang sudah lama tidak bertemu, "Wah! Na-naruko-chan?!" Karin terlihat terkejut sambil menggenggam lemon dan jeruk nipis.
"Hehe.. aku datang untuk berkunjung~" Naruko hanya tertawa kecil menanggapi keterkejutan kedua pegawai bar tersebut.
"Daripada itu, kami datang untuk makan malam.." jelas Naruto
.
.
"Apa yang kau pikirkan? Kabur sejauh ini, Obachan pasti sangat khawatir.." jelas Karin yang kemudian menghirup rokoknya dan mengeluarkan asap yang mengepul dari mulutnya.
"Hehe~ apa salahnya? Aku juga ingin tinggal di Kota seperti kalian~" lanjut Naruko yang merajuk.
"Kalau kau ingin ke Tokyo, minimal nilai ujianmu harus bagus untuk kuliah di sini.." terangku yang ingat bahwa aku mati-matian belajar mengikuti ujian masuk.
Naruko kemudian menyenderkan wajahnya di meja bar, "Meskipun niichan bilang begitu, aku ini tidak pintar.." Naruko kembali merajuk dengan sedih karena dia buruk untuk belajar.
"Kenapa?! Niichan tidak pintar tapi berhasil, yah meski di urutan akhir sih.." sangkalku mencoba menyemangati adik perempuanku yang mengkhawatirkan masa depannya.
"Hahaha! Aku mengerti perasaanmu Naruko, Nagano itu tempat yang membosankan, dimana-mana gunung! Dan orangtua cerewet dan suka bergosip!" Jelas Karin mengingat penduduk yang tinggal di dekatnya memang hanya orangtua, di tambah perfektur Nagano berada di tengah jepang sehingga orang yang tinggal di sana sangat jarang melihat laut.
"Benar juga, Karin-neechan ke Tokyo bukan untuk kuliah, kalau begitu aku bekerja saja.." jelas Naruko.
"Ahaha! Apa kau yakin? Aku pembangkang sih, aku memaksa orangtuaku agar memperbolehkanku merantau. Lalu, berkali-kali dipecat dan diusir juga, ini keputusan yang besar, lebih baik kau rajin belajar saja.." jelas Karin yang membuang puntung rokoknya di asbak, mendengar penjelasan Karin membuat Naruko kembali merengut.
"Makan malam sudah siap.." ucap Shikamaru yang kemudian muncul membawa hamburger untuk Naruko dan omurice untukku, "Silahkan dinikmati.." lanjut Shikamaru.
Naruko mengatup tangannya memandang hamburger di depannya yang terlihat enak, "Uwah, ini terlihat enak~" puji Naruko terkagum-kagum, lalu melahap satu suap.
"Hm~ ini memang enak.. Shikamaru-san ternyata jago memasak ya!" Puji Naruko lagi menatap Shikamaru yang memakai seragam bartender dan terlihat keren di matanya, "Sudah pintar, keren, jago masak juga.. Suteki~" ucap Naruko memuji Shikamaru dengan wajah merona malu, entah mengapa aku kesal mendengarnya.
"Kau terlalu berlebihan.." jelas Shikamaru yang tersenyum.
"Aku sudah memutuskan, aku akan tinggal di sini juga.." jelas Naruko yang membuatku terkejut.
"Heh?! Benarkah? Kau ingin kuliah-"
"Bukan kuliah, tapi untuk menjadi istri.."
"Hah?!" Aku terkejut dengan pernyataan adikku yang tidak terduga.
"Shikamaru-san, apa kau sudah punya pacar? Jika kau mau, aku bisa menetap di apartementmu dan merawatmu~" Tanya Naruko sambil mengedipkan matanya menggoda Shikamaru yang terlihat keringat dingin karena Naruko baru saja mengajaknya untuk kawin lari.
"HAH?!" Tentu saja aku semakin terkejut ketika adikku baru saja melamar teman baikku, "Tunggu Naruko! Aku belum bilang boleh, 'lho!" Jelasku yang mengguncangkan pundak adikku lalu menatap tajam Shikamaru, "Hey, Shikamaru! Aku belum merestuimu, aku tidak akan biarkan tangan kotormu menyentuh adikku.." lanjutku.
"Meski kau bilang begitu, aku tidak punya rencana buat nikahin Naruko.." jelas Shikamaru tersenyum canggung padaku.
"Hey, Naruko. Buka matamu.." jelas Karin yang menunjuk Shikamaru dengan jempol tangannya, "Dia ini hanya pria yang tidak punya gairah, membangun rumah tangga dengannya hanya membuatmu naik darah saja.." jelas Karin yang benar-benar menohok Shikamaru.
"Perkataanmu nyelekit juga.." jawab Shikamaru menatap Karin di sebelahnya.
Setelah itu, kami melanjutkan obrolan tersebut sambil makan. Tentu saja, dengan Naruko yang terus menggoda Shikamaru. Adikku ini memang sangat genit pada pria yang menarik baginya. Kemudian aku membantu sedikit pekerjaan Shikamaru mengangkat sekotak botol minuman yang kosong pada pembuangan di belakang gedung bar ini, sementara Naruko diajak Karin bermain billiard.
"Yosh! Ini yang terakhir.." ucapku meletakkan bongkahan kotak berisik botol minuman.
Lalu kami berdua duduk kelelahan di tangga belakang lantai dua, sambil meminum kopi kaleng yang kami beli.
"Gomen naa, Naruto. Kau malah membantuku. Karin-yatsu, harusnya ini kan pekerjaannya.." jelas Shikamaru menghujat sepupuku yang berambut merah tersebut.
"Tidak apa, aku juga senang membantu.."
Shikamaru kemudian mengeluarkan sekotak bungkus rokok dari kantungnya, aku terkejut karena Shikamaru ternyata seorang perokok.
"Aku baru tahu, kau merokok.." ucapku ketika Shikamaru berusaha menyalakan rokoknya dengan korek api.
"Sejak SMA, aku merokok kok. Hanya saja aku lebih tahu tempat, tidak seperti sepupumu itu.."
"Ahahaha.. Karin sejak dulu seperti berandalan, jadi mau bagaimana lagi~ Meskipun begitu, dia sebenarnya orang baik.."
Shikamaru menghembuskan asap rokok dari mulutnya, "Omong-omong, aku tidak tahu Naruko datang kemari, apa terjadi sesuatu?" Tanya Shikamaru.
"Oh, kelihatannya dia bertengkar dengan Menma karena masalah sepele.." jelasku menyender tubuhku pada tiang pinggiran tangga.
"Apa kau yakin?"
"Huh?"
"Mana ada orang kabur sampai ke Tokyo untuk masalah sepele, mungkin dia punya tujuan lain..?"
"Maksudmu?"
"Aku tidak tahu masalahnya, kau kan kakaknya kenapa kau tidak coba tanya ke adik-adikmu? Aku tahu kau sangat sayang pada Naruko, tapi jangan terlalu lembut padanya.." terang Shikamaru, menatap ke depan entah melihat apa. Tapi, ucapannya benar juga aku terlalu memanjakan Naruko.
"Naruto, kau ingat? Di malam hujan deras dan aku mengantar Naruko pukul 11 malam?"
"Un, itu badai yang cukup besar.."
"Sebenarnya aku tidak ingin membicarakan ini. Malam itu, aku hampir tidur dengan Naruko.." ucap Shikamaru tanpa menatapku.
Apa maksudnya?
Aku terdiam karena mencoba mencerna ucapan Shikamaru.
Aku mendekat padanya yang berdiri menyender di balkon, aku menatap matanya dan memegang erat pundaknya, "Apa maksudmu?"
"Malam itu, aku hampir melakukannya dengan Naruko.." kemudian Shikamaru tersenyum, "Kenapa mukamu seperti ingin membunuhku? Tenang saja, aku belum menyentuhnya sedikitpun.." mendengarnya membuatku tersadar lalu melepaskan genggamanku, entah mengapa aku merasa lega.
"Saat itu Naruko mengantar makanan karena disuruh Kushina-basan, soalnya orangtuaku sedang tidak di rumah. Aku melihat Naruko basah kuyub jadi aku menyuruhnya untuk berteduh dan mengeringkan bajunya.." lanjut Shikamaru yang masih kudengarkan, "Saat itu, Naruko masuk ke kamarku tanpa menggunakan apapun, dan memintaku untuk menyentuhnya.." lanjut Shikamaru yang dari raut wajahnya dia tidak enak untuk bercerita padaku, tapi itu memang kenyataannya.
"Na-naruko pernah menggodamu, aku tidak menyangka.." aku menjadi lemas setelah mengetahui bahwa Naruko pernah memberi ajakan seks pada Shikamaru.
"Aku sejak awal hanya menganggap Naruko seperti adikku, aku yakin kau akan sangat marah kalau aku melakukannya~ jadi saat itu aku langsung menolaknya, dan membuatnya menangis.." lanjut Shikamaru yang kembali menghisap rokoknya.
"Entah mengapa, aku juga kesal karena kau menolaknya.." jelasku memandang ke bawah balkon, Naruko yang manis bisa-bisanya ditolak oleh Shikamaru.
"Kau ini maunya bagaimana?!" tanggap Shikamaru kesal, "Yah, itu sudah lama sekali. Jadi aku hanya ingin memastikan saja.." Shikamaru kemudian menatapku dengan muka menyeramkan, "N-naruko kemari bukan untuk balas dendam padaku, 'kan?" Bisik Shikamaru padaku dengan ekspresi penuh ketakutan.
"Kurasa tidak sih, dia bilang dia berkencan berkali-kali dan digangguin Menma. Dan baru saja diputusin pacarnya.." Jelasku pada Shikamaru yang terdiam.
"Begitu ya? Baguslah.." Shikamaru kemudian menepuk pundakku, "Kalau begitu, jika ini cuma kesalahpahaman lebih baik kau tanyakan pada Menma, dia bukan tipe orang yang bertindak tanpa alasan. Kau ini kakaknya, pasti kau lebih tahu dia lebih dari siapapun.."
Berbicara dengan Shikamaru membuatku tersadar dengan satu hal, menjadi saudara laki-laki sangat sulit ketika saudara perempuannya mulai berkencan, baik aku atau Menma perasaan kami campur aduk, tentu saja Naruko akan menikah dan berpisah dengan kami. Tapi, kami hanya ingin dia menemukan seorang pria yang benar-benar serius padanya.
Sekarang pukul 9 lewat 20 malam, aku duduk di ayunan taman belakang apartement, aku memandang nomor ponsel milik Menma. Seperti kata Shikamaru aku berniat menanyakan alasan dari sudut pandang Menma. Ki-kira-kira aku harus bilang apa ya? Aakh! Dia kan adikku, kenapa aku yang gugup?! Tanpa berpikir panjang aku langsung menekan icon hijau dan langsung terhubung dengan nomor Menma. Sambungan kemudian tersambung dari seberang sana.
"Moshi-moshi..? Menma?" aku bertanya.
"Hm, ada apa? Aniki.." aku mendengar suaranya yang terkesan berat.
"Bagaimana kabarmu?" Tanyaku di awal untuk basa-basi.
"Aku baik.." jelasnya singkat.
"Ahaha! Baguslah.." jelasku yang tertawa dan Menma hanya diam di seberang.
Aku mendengar adik laki-lakiku itu tiba-tiba menghela nafas, "Sudahlah, kau ingin membahas Naruko, 'kan?" Jelasnya yang langsung ke pokok pembicaraan.
"Ah~ sepertinya kau ini lumayan peka ya?"
"Tentu saja, sejak dulu dia tukang ngadu. Apa yang ingin kau tanyakan?" Lanjutnya entah bagaimana aku dapat mendengarnya yang seperti sedang berjalan keluar rumah.
"Oh itu, apa kau bertengkar dengannya? Dia berkata kau terlalu mencampuri masalahnya.."
"Itu benar. Dia sangat marah ketika aku memukul pacarnya. Dan terakhir kali, dia lebih marah lagi karena aku menghapus nomor orang itu dari ponselnya." jelasnya yang singkat membuatku tercekat.
"Ahaha! Dia sudah dewasa dan punya pacar, sejujurnya aku sangat terkejut. Aku tahu sebagai saudara laki-laki kita menjadi canggung karena itu. Kau seharusnya biarkan saja dia melakukan sesukanya.." lanjutku yang mencoba lanjut menyinggung masalah mereka.
Menma terdiam beberapa saat, "Aniki, kau tidak mengerti.." jelasnya yang membuatku bingung.
"Ke-kenapa?" Tanyaku.
"Naruko bohong padamu, dia hanya menceritakan setengahnya saja. Tapi tidak mengatakan sesungguhnya, kau terlalu lembut padanya. Kenapa kau tidak tanyakan saja padanya yang sebenarnya terjadi?" Lanjutnya yang membuatku terdiam.
"Gomen, bisa kau ceritakan yang sesungguhnya?"
"Ini masalah yang cukup rumit, jadi aku tidak mengatakannya pada Kaasan atau Tousan, pria itu hanya mempermainkannya.." lanjut Menma terdiam sebentar, "Aku tidak akan semarah ini jika Naruko tidak berkencan dengan pria yang sudah menikah.."
Aku membulatkan mataku, "Sudah menikah?! Maksudmu dia jadi selingkuhan?" Aku tidak mendengar apapun dari Menma yang nampaknya juga berat membahas hal ini, "Siapa orang itu?" Lanjutku.
"Dia seorang pegawai kantor dari perusahaan besar yang berkunjung di upacara kelulusan sekolah kami, dan nampaknya dia lulusan terbaik dan disegani Kepala Sekolah, dia sedang dalam perjalanan bisnis ke Nagano.." lanjut Menma menceritakan pria sialan yang mempermainkan adikku.
"Begitu ya? Gomen naa, aku kurang memperhatikan kalian."
"Ini bukan salahmu, kami sudah dewasa, Aniki tidak perlu terbebani tentang hal ini. Aku yakin Naruko juga mengerti, dia memang keras kepala, tapi dia bukan orang jahat." Menma kembali terdiam sejenak, "Apa dia baik-baik saja?"
"Un, kurasa dia sedang main komputerku tadi.."
"Besok aku akan kesana untuk menjemputnya, Kaasan dan Tousan tidak bisa ke sana karena sibuk dengan peternakan dan katering.."
"Sou ka?" Aku kemudian menatap langit yang gelap, "Jaa, aku putuskan sambungannya.."
Aku memasukan ponselku ke dalam saku, setelah memutuskan hubungan telponku dengan Menma.
"Narucchi, kau di sini?" Aku mendengar langkah kaki di depanku, aku menengok ke atas dan melihat Nozomi berdiri di depanku dengan switer dan rok panjang hingga mata kaki, dengan sebungkus plastik putih yang dia bawa. Kenapa disaat aku pusing, dia bisa muncul di saat yang tepat.
"Oh Nozomi, kau belum tidur?"
Dia tersenyum sambil menunjukkan plastik yang dibawanya, "Aku ke konbini untuk membeli cemilan.." lalu dia menunduk tepat di depan wajahku.
"Kau terlihat stress, apa kau baik-baik saja?" Tanyanya padaku yang kemudian melangkah dan duduk di ayunan sebelahku.
"Bukan apa-apa, kok.." aku membuang mukaku darinya.
Dia terlihat membuka bungkus cumi kering yang dibelinya, lalu memakan snack berbentuk kotak panjang tersebut. Aku melihatnya yang memakan cemilan itu yang bertengger di mulutnya, dia menyodorkan bungkusnya padaku.
"Kau mau?" Tanyanya yang aku menengadahkan tanganku padanya.
"Tidak, terima kasih.."
"Hm? Padahal ini enak.." gumamnya menatap cemilan asin itu lalu dia kembali menatapku dengan gelagat penasaran, "Jadi kenapa wajahmu merengut begitu?" Tanyanya padaku.
"Kenapa kau ingin tahu..? Apa itu penting?"
"Tentu saja! Aku hanya bertanya saja, bukankah kita teman? Aku bisa mendengarkan curhatanmu, lho.." aku menatapnya yang terlihat antusias.
Aku memutuskan untuk cerita padanya meskipun ini agak canggung, "Ini tentang saudaraku, aku tidak tahu harus bagaimana? Ketika mendengar adik perempuanku sepertinya jatuh cinta pada pria brengsek.." jelas Naruto yang menunduk menatap tanah di bawahnya, "Saat masih kecil, kedua adikku selalu menempel padaku. Rasanya agak sepi begitu mereka dewasa, terutama ketika aku berhadapan dengan masalah yang bisa membuat mereka saling menyakiti." Aku mulai bercerita pada Nozomi sambil mengingat masa kecilku, kedua adikku selalu mengikutiku hingga aku risih dulu.
"Ah, aku iri sekali~ aku tidak punya kesempatan untuk menemui saudaraku. Jadi, aku tidak tahu rasanya itu seperti apa? Tapi terdengar menyenangkan.." Nozomi tersenyum sendu menatap ke bawah, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan tapi terlihat bahwa dia memiliki alasan.
"Kenapa kau tidak menemuinya?"
"Kami beda Ayah, bukan karena aku tidak menyukainya. Namun, alasannya memang aku tidak bisa menemuinya."
Begitu ya? Aku baru tahu..
"Sou ka?"
"Lalu, seperti apa adik laki-lakimu? Aku sudah kenal Naruko, jadi aku penasaran dengan kembarannya.." tanyanya yang mengalihkan topik.
"Ah, dia lahir setelah Naruko jadi dia anak termuda. dia memang mirip denganku dan Naruko. Tapi, sifat kita sangat berbeda. Kurasa dia orangnya cukup pendiam dan kaku." Jelasku yang mengingat Menma di masa kecil begitu cengeng, dan begitu besar dia anak yang pendiam dan sensitif.
"Eh, benarkah? Itu cukup mengejutkan, padahal Karin-chan terlihat penuh semangat.."
"Kau pasti berpikir keluarga Uzumaki orang yang berisik, 'kan?" Aku menatapnya yang terlihat meledekku, "Adik laki-lakiku sangat berbeda. Dia pintar, kalem, dan jarang bicara. Dia cukup populer di kalangan cewek sekolahnya, saat dia sakit, banyak teman ceweknya yang menjenguk. Aku sedikit cemburu padanya~" ucapku menggaruk belakang kepalaku sambil tertawa garing.
"Padahal dulu dia anak pemalu, sekarang sekali bicara omongannya cukup tajam. Aku terkejut, waktu kecil dia cengeng sekali, dan Naruko selalu membelanya. Sekarang malah terbalik, dia jauh lebih dewasa dibanding aku dan Naruko." Ucapku yang selesai menceritakan tentang Menma pada Nozomi, dia mulai bergerak mengayunkan ayunannya dengan kakinya.
"Kau sendiri, bagaimana adikmu?" Tanyaku padanya.
"Hm, aku tidak tahu. Aku hanya melihatnya sekali. Kurasa dia tidak tahu kalau aku kakaknya. Aku merasa itu jauh lebih baik, lagipula itu kehidupan baru untuk Ibuku. Rasanya aku akan mengganggu ketentraman mereka." Ucapnya yang membuatku mulai berpikir latar belakang Nozomi cukup pelik untuk dibahas, karena itu aku tidak ingin membahas lebih jauh.
"Huh.. memikirkan tentang saudara memang hal yang sulit, aku tidak tahu harus bagaimana pada Naruko. Haruskah aku memaafkannya? Atau aku harus memarahinya?" Tanpa sadar aku lanjut menceritakan kecemasanku pada Nozomi.
Nozomi berhenti berayun, aku dapat merasakan dia terdiam menatapku.
"Narucchi, kau kakak yang baik.."
"Eh?"
"Tidak banyak sosok kakak yang benar-benar memperhatikan adiknya sepertimu, jadi aku percaya apapun tindakanmu, kau sudah melakukan yang terbaik.." aku menatap wanita di sebelahku tengah tersenyum padaku, "Naruko juga perempuan remaja biasa, sebaik apapun dia pasti pernah melakukan kesalahan. Dia jatuh cinta meski pada orang yang salah, semua wanita yang terbuai hanya ingin menikmati perasaan cintanya meski itu menyakitkan. Aku yakin Naruko tidak bermaksud membuatmu khawatir, dia hanya sedang kebingungan dalam keputusannya.." lanjutnya.
Dan membuatku terdiam, kurasa memang hanya perempuan yang bisa mengerti perempuan lain. Kalian ini makhluk yang rumit untuk masalah perasaan. Tapi, kurasa aku mengerti perasaan Naruko sekarang. Mungkin dia sedang menangis sendirian dan tidak mau membuatku khawatir. Patah hati itu lebih menyakitkan, pria brengsek yang mempermainkan wanita benar-benar buruk.
"Meong~"
"Ah, dia muncul. Apa kau lapar?" Nozomi mengalihkan pandangannya pada kucing yang mengeluskan kepalanya pada kaki Nozomi.
Aku melihat seekor kucing yang dulu sering diberi makan oleh Nozomi, dia terlihat lebih besar. Nozomi berjongkok di depannya, dan memberikan makanan kucing kalengan padanya.
"Kau masih memberinya makan?" Tanyaku padanya.
"Iya, dia jinak padaku.."
"Huh~"
Nozomi tersenyum sambil mengelus kucing di depannya, tanpa sadar aku terhipnotis menatapnya. Dia sudah berubah, aku tersenyum menatapnya yang benar-benar sudah berbeda. Kupikir sekarang aku akan bersikap lebih baik padanya. Toh, dia bukan orang yang jahat. Dia hanya wanita yang terlihat kesepian.
"Baiklah, sudah larut." Aku berdiri dari ayunan lalu menengok padanya yang menatapku, "Ayo.." aku mengajaknya untuk pulang.
Dia berdiri lalu menatap aneh padaku, "Aku tidak menyangka, kau cukup terbuka padaku sekarang." Jelasnya yang membuatku membulatkan mataku yang salah tingkah.
"Ini bukan berarti aku bersikap baik karena ada maunya. Kau bilang kita teman. Lalu kenapa kau harus membahas hal seperti itu? menyebalkan!" Aku membuang muka darinya dan berjalan lebih dulu meninggalkannya, aku merasa wajahku memanas, aku tidak ingin dia melihatnya.
Dia melangkah menyusulku dan berjalan beriringan keluar dari taman, "Ehehe~ gomen nee.." ucapnya yang hanya aku lirik dari samping.
Nozomi berjalan menaiki tangga apartement lebih dulu, sementara aku terdiam menatapnya dari bawah tangga. Aku menyadari bahwa aku lebih terbuka padanya dibanding siapapun. Bukankah ini aneh? Tapi entah bagaimana hanya dia yang bisa mengerti situasiku saat ini.
"Nozomi.." aku memanggilnya yang membuatnya menengok ke belakang menatapku yang ada di bawah tangga, "Kenapa kau peduli padaku?" Pertanyaan aneh itu entah mengapa meluncur dengan sendirinya, aku hanya ingin tahu apa yang akan dikatakannya padaku sekarang. Jika memang Nozomi hanya menganggapku sebagai temannya, dan bukan yang lain aku..
Nozomi nampak terdiam sesaat, "Apa yang kau bicarakan? Tentu saja karena kita teman, 'bukan?" jelasnya yang membuatku tersadar dan menggaruk belakang kepalaku dengan canggung.
Aku terkejut dengan jawabannya yang terkesan normal saja, kalau dulu mungkin dia akan mengatakan sesuatu yang tidak terduga dan menyakitkan.
"Ah! Benar juga ya! Lupakan saja yang barusan, aku hanya asal bicara.." ucapku yang langsung naik ke atas tangga tanpa menatapnya sambil tertawa pelan, aku melewatinya yang berdiam diri di tengah tangga.
"Ada apa ini? Apa kau mau aku memperhatikanmu?" Tanya Nozomi yang meledekku.
"A-apa sih? Aku cuma bilang aku asal bicara. Aku bukan anak kecil yang butuh perhatianmu."
.
.
.
.
.
"Gomen, Kotori-chan!" Aku menunduk dan mengatupkan kedua tanganku di hadapan Kotori, sekarang kami sedang berada di halaman kampus.
Dia menatapku polos seakan tidak mengerti alasan aku meminta maaf. Jadi, begini ceritanya. Aku dan Kotori berencana untuk pergi liburan tepat di hari ulang tahunku untuk merayakannya, karena itu Kotori sudah mengurus semua pembayarannya untuk wisata di Hakone. Sayangnya, aku masih harus mengurus kedatangan Menma yang ingin menjemput Naruko.
"Tunggu Naruto-kun, kenapa kau meminta maaf?" Tanya Kotori yang membuatku menunduk menatapnya yang jauh lebih pendek dariku.
Aku merasa bersalah karena harus mengingkari janjiku tentang mengganti perjalanan ke Nara dengan liburan berdua dengan Kotori, dan Kotori menyarankan untuk pergi di hari ulang tahunku, tanggal 10 Oktober. Dan 10 oktober tepat sehari lagi. Kotori sudah membooking hotel, bahkan tiket keretanya. Sayangnya, terpaksa kubatalkan karena aku tidak mungkin meninggalkan Menma dan Naruko di saat seperti ini.
"Karena kau sangat mengharapkan tentang liburan itu, entah mengapa aku jadi merasa bersalah. Tapi aku tidak bisa meninggalkan adikku begitu saja saat ini." jawabku ku jujur sambil tertawa garing.
"Mou.. kalau karena itu, aku tidak masalah kok. Aku mengerti kau sedang kesulitan, lagipula kita masih punya banyak waktu, 'kok.." jelasnya yang tersenyum manis di hadapanku, pacarku ini baik sekali, aku jadi terharu. Aku memalingkan wajahku menangis bombay, Kotori-chan! Maji-tenshi!
Kemudian kami berjalan bersama menuju gedung kampus sambil berbincang mengenai festival budaya yang sebentar lagi di adakan di kampus. Jadi kami bersiap untuk rapat saat ini. Kebetulan, aku dan Kotori menjadi panitia di bagian perlengkapan.
"Kudengar untuk kostum Cheernya sudah sampai, lho. Pasti desainnya lucu~" jelas Kotori yang keliatannya mendambakan kostum tersebut, meskipun terjadi drama saat rapat panitia karena ingin mengadakan stand dengan pelayan yang menggunakan kostum Cheerleader.
Salahkan ini pada fetish ketua himpunan mahasiswa yang terus memaksa. Terutama dia memilih wanita cantik dari jurusan bioteknologi. Termasuk juga pacarku dan itu membuatku kesal.
Tentu saja, aku tidak suka membagi pemandangan indah pada pria lain. Soalnya Kotori-chan sangat cocok memakai apapun, dia pasti akan menarik perhatian. Bahkan, dia sangat terkenal di Akiba sampai fotonya saja dijual. Aku juga melihat followernya di twitter mencapai 2 ribu, dan kebanyakan laki-laki. Aku melirik pada Kotori yang berjalan di sampingku. Aku membayangkan Kotori-chan memakai berbagai kostum dalam pikiranku.
Mulai dari pakaian maid, suster, yukata, sampai kostum santa claus. Oh tidak, dia terlalu imut! Lalu..
Aku membayangkan Kotori memakai kostum bunny girl, sambil tiduran di kasur dan menatapku dengan wajah memerahnya yang menahan malu. Dia akan memanggilku dengan bibir basahnya, "Goshuujin-sama".
Ah, tidak! Tanpa sadar aku membangkitkan fetishku sendiri!
"Chikuso!" Teriakku yang membuat Kotori menatapku dengan raut terkejut tepat ketika kami sampai di ruang himpunan mahasiswa.
Ketika kami masuk, banyak orang yang sudah berkumpul di meja panjang yang berada di tengah ruangan. Aku mendapati Nozomi yang sudah berada di pojok ruangan, mata kami langsung bersitatap untuk beberapa detik. Aku lupa, Nozomi juga jadi kandidat pelayan, yah dia memang cantik sih. Aku langsung beralih pada Ebisu-san yang merupakan ketua himpunan mahasiswa, dia tengah meminta perhatian pada kardus yang dia bawa.
"Yosh, sewaan kostum Cheernya sudah sampai. Sebelum kita melakukan persiapan yang lain, aku ingin meminta tanggapan kalian. Jadi aku ingin melihat para kandidat untuk memakainya.." jelas Ebisu-san yang terlihat sangat tertarik dengan hal ini.
Dia langsung memberi kostum yang masih terbungkus plastik pada wanita yang dia jadikan objek untuk acara bunkasai nanti. Kemudian selang beberapa menit kami menunggu para wanita mengganti pakaiannya. Hordeng tempat mengganti pakaian akhirnya terbuka.
Wajahku langsung bersemu merah, dan Shino yang berada di sampingku langsung mimisan dan pingsan. Ternyata diam-diam pria ini cukup mesum juga.
Terlihat para wanita sangat malu memakai pakaian cheerleader tersebut. Tentu saja, mereka malu. Baju itu di desain dengan sangat terbuka. Roknya bahkan pendek dan mungkin bisa membuat celana dalam mereka terlihat, dan baju bagian atas yang ketat dan memperlihat area perut. Belum lagi, bagian pundaknya tidak tertutup dan hanya sebatas tali kecil yang transparant. Jika mereka tidak sengaja menunduk kami mungkin bisa melihat belahan dadanya.
"Hm, bagus kok. Bagaimana menurut kalian?" Tanya Ebisu-san yang tersenyum dengan hidung mengeluarkan darah.
"Eh..? aa.." aku tidak tahu harus berkata apa.
Lalu kumpulan pria di belakangku menunjukkan acungan jempolnya, "Good Job, Ebisu!" Teriak mereka penuh semangat dengan hidung yang mimisan, bahkan Shino yang tadi tergeletak di bawah juga mengacungkan jempolnya.
"Chotto! Bukankah roknya terlalu pendek?!" Jelas Hotaru yang berkomentar kalau pakaian cheer ini sangat tidak adil baginya, kalau berada di posisinya aku juga pasti sangat marah.
"Benar, bahkan aku tidak tahu apa yang harus ditutupi.." Umi juga berkomentar dengan raut wajahnya yang sangat tidak suka dengan para pria yang memaksa tema pelayan Cheer ini.
Okay, drama panitia mulai terjadi lagi.
Aku melihat Kotori yang mencoba menutupi area dada dan menahan rok pada bagian belakang. Wajahnya menatapku dengan semburat merah, oh sial melihatnya seperti itu membuatku berpikir kostum Cheer tidak ada salahnya juga. Naruto apa yang kau pikirkan? Harusnya kau melindunginya.
"Etto, bagaimana kalau mengganti kostumnya saja? Menurutku pakaian biasa tidak ada salahnya.." saranku pada Ebisu.
Seniorku itu lantas duduk di kursi dan mengetuk kepalanya seperti pose berpikir, "Tidak, ini sudah paling pas.." jawabnya tanpa ada celah sama sekali.
"Tapi, mereka keberatan. Bukankah sebaiknya kita pikirkan perasaan mereka?"
Lagian aku juga tidak suka kalau Kotori-ku dilihat dengan pandangan kotor oleh banyak pria. Zettai iyada!
"Itu artinya hanya akan jadi stand biasa! Kita itu dapat tempat paling pelosok, tanpa daya tarik nggak bakalan ada yang datang. Tsuka, gadis cheer itu hebat! Mereka terlihat supel dan menyenangkan! Semua pria ingin didukung oleh gadis seperti itu..! Apa kalian mengerti?" Jelasnya panjang lebar, tapi lebih seperti membeberkan fetishnya pada gadis cheer, "Jadi, aku tidak menerima penolakan-Itta!" jelasnya yang mendapat hantaman keras dari sebuah buku ekonologi, dan tepat di belakang Ebisu-san duduk ada wanita bersurai ungu yang diikat seperti ekor burung tengah berdiri dengan aura yang menyeramkan, namanya Anko Mitarashi-senpai.
"Bukan itu masalahnya, hage!" Teriaknya kesal pada Ebisu-san, bahkan menyebutnya botak. Memang sih Ebisu-san itu botak.
"Kenapa kau memukulku..? Hiks.." Ebisu-san sekarang merajuk sambil mengelus kepalanya yang sakit.
"Kalau kau ingin meminta bantuan wanita, harusnya lebih sopan. Kami bukan barang yang seenaknya kau jual.." jelas Anko-senpai kembali menabok Ebisu-san dengan buku ekonologinya, "Aku perempuan yang punya pandangan feminis, kalau kalian berniat menjual mereka. Harus ada harga yang pantas." Jelasnya dengan wajah licik berjalan ke kurumunan kandidat Cheer.
"Hah? Lalu kalian mau apa?" Tanya Ebisu-san yang kembali bangkit dari ketepurukannya.
"Tentu saja, keuntungannya. Pembagiannya menjadi 70 banding 30. Kalau kami dapat 70 persen dari keuntungannya, kurasa itu adil.." jelas Anko-senpai tersenyum licik, para wanita ikut terpengaruh.
"Entah mengapa, lumayan juga.." jelas Hotaru.
"Kalau dapat keuntungan besar, jadi tidak masalah.." Nozomi juga mengikuti alur sarkasme drama panitia ini.
"Ahaha.." Kotori hanya tertawa canggung.
"Curang! Kalau seperti itu, tidak adil namanya, kami juga kesulitan tahu! Kalian pikir siapa yang mendirikan tenda dan membawa barang berat? Dan juga Anko, kenapa kau ikut-ikutan?! Bukannya kau sibuk magang?!" Ebisu-san terlihat marah-marah kepada Anko-senpai.
"Aku pulang cepat dan bosan. Kalau tidak mau, kami tidak akan ikut. Lagian para wanita yang menanggung malu. Sedangkan kalian cuma sok-sok-an di belakang panggung.." jelas Anko-senpai yang ikut beradu argumen, setelah itu drama masih berlanjut dan seperti biasa aku hanya jadi penonton.
"Ada yang bilang cewek itu bukan matre tapi materialistis, tetap saja itu hal yang mengerikan.." jelas Shino tepat di sampingku.
"Oh, kau sudah bangun. Apa kau baik-baik saja?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
Yang penting update..
