Love lust
Pair : naruto kushina
Rating : M
Please…hanya untuk dewasa 18 up
Namaku Naruto namikaze, Tousanku minato namikaze berusia 60 tahun dan Kaasanku kushina uzumaki berusia 35 tahun. Aku sendiri kini berusia 17 tahun. Aku mempunyai seorang adik perempuan yang berusia 3 tahun dan adik laki-laki berusia 1 tahun. Aku akan bercerita kisah unik yang terjadi di keluargaku tiga tahun yang lalu.
Kaasan menikah dengan Tousan yang usianya 25 tahun lebih tua ketika berusia 17 tahun. Selama 15 tahun, aku adalah anak tunggal sampai tiga tahun yang lalu ketika Kaasanku hamil untuk kedua kalinya. Tousan adalah pegawai negeri dan ia sebelum menikah dengan Kaasan, pernah menikah dengan perempuan lain, namanya Mikoto. Pertama kali Tousan menikah, usianya 30 tahun. Ia menikah dengan Mikoto yang kala itu berusia 18 tahun. Dari pernikahannya, Tousan dan mikoto mempunyai 3 anak perempuan bernama izumi, satsuki dan sayuri yang lebih tua dariku 9 tahun, 6 tahun dan 4 tahun. Ketika Tousan berusia 41 tahun, ia bercerai dengan mikoto. Setahun kemudian Tousan menikah dengan Kaasan.
Cerita ini dimulai ketika aku berusia 14 tahun. Ketika aku duduk di kelas 3 highschool. Saat itu Tousan berusia 57 tahun dan Kaasan 32 tahun.
Jabatan Tousan lumayan tinggi, sehingga mampu menghidupi dua keluarga. Berhubung Mikoto baasan tidak menikah lagi, maka kehidupan keluarga mereka ditanggung sepenuhnya oleh Tousanku juga. Namun tetap saja, Tousanku sering kali dinas luar kota, yang menyebabkan kesehatannya terganggu. Tousan telah beberapa tahun divonis terkena penyakit komplikasi gula dan jantung. Ini juga alasan terjadi sesuatu pengalaman unik di keluargaku.
Kisah ini dimulai pada suatu hnaruto yang cerah di rumahku. Saat itu menjelang sore. Aku sedang asyik menonton tv ketika Tousan masuk ruang keluarga dan berbicara padaku.
"naru Tousan mau ngomong." katanya.
Aku mematikan tv dan duduk menghadap Tousan. Dari tampangnya aku tahu bahwa ia ingin menyampaikan sesuatu yang serius.
"ada apa, tousan? Kok serius banget?" tanyaku dengan heran.
Tousanku kemudian duduk di sampingku, dan dengan wajah serius ia berkata,
"begini, naru Kamu ingat nggak sekitar dua tahun lalu Kaasanmu jatuh dari motor ketika pulang belanja ?"
"naruto masih ingat, tousan. Kenapa?"
"kamu tentu juga masih ingat bahwa untuk setahun, Kaasanmu memakai korset kesehatan penahan tulang punggungnya?"
"iya, Tousan. Naruto masih ingat."
"nah, kamu juga pasti masih ingat, bahwa setelah setahun itu lewat, Kaasanmu masih harus terapi ke dokter."
Aku mengangguk. Bulan-bulan pertama Kaasan berkali-kali ke dokter. Namun akhir-akhir ini, jarang sekali Kaasan pergi ke dokter.
"nah, dokter melakukan terapi pijat di punggung Kaasanmu selama setengah tahun. Lalu setelah itu, dokter merasakan bahwa terapi itu tidak perlu lagi dilakukan olehnya. Tetapi, ia menyarankan agar seminggu sekali Tousan memijat punggung Kaasanmu. Sekarang sudah tiga bulan berjalan, seperti kamu tahu, Tousan sering kali harus pergi ke luar kota, jadi, terapi pijat itu tidak selalu dilakukan seminggu sekali, berhubung Tousan tidak ada di rumah."
Aku hanya mengangguk, namun aku masih belum dapat menebak arah pembicaraan Tousan. Maka aku hanya terdiam menunggu penjelasan lebih lanjut.
"nah," kata Tousan lagi,"setelah berembuk dengan Kaasanmu, kami memutuskan agar untuk sekarang, terapi ini harus tetap dilakukan seminggu sekali. Berhubung Tousan tidak dapat terus-menerus melakukannya, maka sebaiknya mulai sekarang naruto yang melakukan terapi itu kepada Kaasan."
"tapi Tousan," jawabku," naruto tidak pernah memijat punggung. Apalagi pijat terapi segala. Kalau salah gimana?"
"tenang saja, naru Untuk permulaannya, Tousan akan mengajari kamu. Kalau kamu sudah bisa, tentu sudah bisa dilepas. Tapi sebaiknya kamu mempelajarinya secara cepat, karena dalam tiga hnaruto, Tousan harus pergi ke luar kota lagi."
Aku hanya mengangguk. Berbagai pikiran melintas di otakku. Tiba-tiba saja aku jadi ingat Kaasan. Usia Kaasan 32 tahun, belum terlalu tua. Selain itu, Kaasan memiliki badan yang ramping semampai. Dadanya tidak terlalu besar, ukurannya sedang saja, tetapi bila ia memakai kaos, akan terlihat gundukan mancung yang membuat laki-laki berandai-andai, apakah bentuk asli payudara Kaasan. Kulitnya yang putih dan wajah yang cantik bahkan membuat Kaasan terkadang juga menjadi obyek fantasiku. Entah kenapa aku tidak dapat menahan diri sehingga saat itu aku mengalami ereksi hanya dengan memikirkan tentang Kaasan.
"bagaimana?" tanya Tousan."kamu mau menolong Kaasanmu?"
Aku mengangkat bahu dan mengangguk, untuk menunjukkan bahwa seakan-akan aku agak malas melakukannya, tetapi aku menunjukkan bahwa aku bersedia. Tousan tersenyum. Katanya,
"kalau begitu ayo ke kamar Tousan, Kaasanmu sudah menunggu di sana."
Dengan dada berdebar aku mengikuti Tousanku masuk ke kamarnya. Ketika aku sampai di kamar Tousan, aku mendapati Kaasan telah tiduran telungkup di tempat tidur pijat yang bisa dilipat yang telah dibeli oleh Tousan ketika ia harus memijat Kaasan untuk terapi. Aku kaget ketika melihat bahwa daster kuning Kaasan sudah dan kini bagian atasnya telah ditnarutok ke bawah sehingga berjumbel di pinggangnya. Punggung Kaasan telanjang, namun aku melihat bh putih Kaasan tidak seluruhnya, melainkan hanya bagian belakang Kaasan kaitnya, sehingga aku tidak dapat melihat gundukan pinggir payudara Kaasan, selain karena masih ada bh, juga karena tangan Kaasan rapat di kedua sisi tubuhnya.
Namun, melihat punggung Kaasan yang putih dan mulus sontak membuat penisku perlahan menegang. Tousanku lalu menyuruh aku berdiri di samping Kaasan. Tempat tidur lipat itu lebih rendah dari selangkanganku, sehingga Tousanku dapat melihat gundukkan kemaluanku yang menonjol. Tetapi, Tousan sepertinya tidak memperhatikan, sehingga lama kelamaan aku menjadi sedikit lebih santai.
Tousan berdiri di sisi kiri Kaasan, sementara aku di sisi kanan. Ia mengambil lotion lalu mulai berbicara mengajarkan aku cara memijat Kaasan. Aku berusaha memperhatikan dan mendengarkan pengajaran Tousan, walaupun sering kali pikiranku teralihkan melihat punggung putih Kaasan yang sedang dipijit itu. Apalagi setelah dibaluri lotion yang menyebabkan kulit Kaasan tampak begitu mengkilat.
Setelah sekitar lima menit yang penuh siksaan birahi bagiku, tiba-tiba Tousan berhenti, lalu berkata,
"sekarang kamu coba pijat Kaasan, naru"
Aku meneguk ludah lalu memberanikan diri memegang punggung Kaasan. Kulit Kaasan begitu halus dan licin. Aku mulai memijat punggung Kaasan, perlahan-lahan namun dengan sedikit menekan, seperti yang kulihat Tousan lakukan sebelumnya. Pijatan yang dilakukan Tousan lebih mirip pijat siatshu di mana penggunaan telapak tangan yang membuka lebih sering diterapkan, berbeda dengan pijitan ala indonesia yang lebih mengutamakan kekuatan jari Aku menikmati tiap detik kehalusan punggung Kaasan yang aku pijit dengan telapakku. Penisku sekarang sudah mengeras secara maksimal. Terkadang aku lirik Tousanku, dan kulihat ia tersenyum dan kedua matanya terus memperhatikan kedua telapak tanganku yang sedang memijat istrinya.
"ingat ya, naru Pijatnya harus sekitar setengah jam. Lebih juga boleh. Tapi kamu jangan memaksakan diri kalau pegal."
Aku mengangguk namun terus konsentrasi, berusaha menikmati tiap usapan dan pijatanku di punggung wanita yang seksi di depanku ini. Lalu Tousan berkata bahwa ia akan keluar dari kamar untuk melakukan sesuatu (aku tidak terlalu konsen mendengar perkataannya), dan ia akan kembali sekitar setengah jam lagi.
Aku sedang asyik memijat punggung Kaasan sekitar sepuluh menit, ketika Kaasan berkata,
"jangan terlalu keras, sakit."
Aku mengurangi sedikit tekananku, namun Kaasan tetap berkata aku terlalu keras. Beberapa kali aku mengendurkan tekanan telapakku, hingga akhirnya Kaasan bilang bahwa pijatannya sudah pas. Aku amat senang dengan perkembangan ini, karena kini aku bukan memijat, melainkan lebih mengelus-elus punggung Kaasan. Kaasanpun tampak beberapa kali menggumam, tampaknya ia menikmati elusan tanganku. Sementara, aku mulai panas dingin, karena aku tidak dapat melampiaskan nafsu di selangkanganku. Ingin sekali aku masturbasi di situ. Kegiatan ini selain membuatku senang karena bisa mengelus Kaasan, tapi di lain pihak membuatku sebal karena libidoku tertahan.
Ketika setengah jam berlalu, kudengar pintu terbuka, entah kenapa aku menjadi takut dan kembali menekan punggung Kaasanku agak keras, sesuai dengan cara Tousanku sebelumnya. Tousanku melihatku masih memijat Kaasan lalu berkata,
"oke. Sudah cukup. Bagaimana, bu? Pijatannya cukup enak?"
Kaasan kini memalingkan wajahnya yang agak memerah dan berkata,
"naruto sudah bisa, kayaknya, tousan."
Tousan mengangguk-angguk senang, lalu menyuruhku keluar. Aku tak menunggu lama-lama segera bergegas ke kamarku untuk segera masturbasi ketika sampai di kamarku, sambil terus memikirkan punggung Kaasan yang seksi, putih dan halus itu.
Keesokan harinya kembali Tousan memanggil aku untuk memijat Kaasan. Kaasan telah siap seperti kemarin juga, dengan daster kuning berjubel di pinggang, dan bh yang terbuka bagian belakangnya saja. Aku memulai memijati Kaasan sambil berharap Tousan akan cepat keluar kamar agar aku dapat mengelus-elus Kaasan seperti kemarin lagi, tetapi hari ini Tousan tetap di kamar. Aku sebal sekali. Namun setelah lima menit, kulihat Tousan mengambil koran dan mulai membaca. Wajahnya tertutup koran.
Aku memberanikan diri untuk mulai memperlemah pijatanku di badan Kaasan, sambil terus melirik ke arah tempat Tousan duduk. Aku mengelusi punggung Kaasan dengan perlahan, karena aku memijati Kaasan sambil memperhatikan Tousan, maka aku tidak sadar bahwa saat itu selangkanganku yang masih memakai celana menyentuh pantat Kaasan. Posisi tempat tidur untuk pijat itu rendah, di bawah selangkanganku, sehingga ketika aku memijat, aku harus agak merunduk. Tiba-tiba saja selangkanganku menekan pantat Kaasan ketika aku terlalu konsen melihat Tousan sambil memijit Kaasan.
Tak ada reaksi apapun dari Kaasan, sementara aku menggerakan selangkanganku ke atas tubuh Kaasan, berhubung aku memakai celana pendek tipis, maksudku aku ingin merasakan kulit Kaasan telanjang dibanding hanya pakaiannya saja. Aku bergerak mengelus-elus pundak Kaasan sehingga aku harus beringsut naik, kemudian aku sengaja agak menyodongkan badanku maju sehingga selangkanganku mengenai punggung bawah Kaasan bagian kanannya yang telanjang, hampir dekat pinggangnya. Aku sedikit menekan penisku sambil tanganku kini meremas-remas pundak dan leher Kaasan yang halus.
Sekitar semenit aku tempelkan selangkanganku ke pinggir punggung Kaasan itu, aku tak tahan lagi. Aku mulai menggoyangkan pantatku perlahan menekan punggung Kaasan dan juga menggoyang pantatku hingga seakan selangkanganku mengebor punggungnya. Nikmat sekali menggeseki punggung halus Kaasan sambil mengelus-elus punggungnya. Sekitar lima menit atau kurang, aku merasakan akan orgasme, dan aku panik. Bila aku semprot di dalam celana, tentu akan ketahuan. Apakah yang harus aku lakukan?
Sambil terus melihat koran Tousan yang masih menutupi mukanya, aku menarik selangkanganku dari punggung Kaasan, dengan cepat aku tnarutok celanaku kebawah sehingga penisku terbebas. Entah kenapa aku begitu nekat saat itu, tapi aku kemudian menempelkan penisku ke punggung kanan Kaasan, menggesekki punggung itu dengan bantuan tangan kananku sebanyak lima kali untuk kemudian aku mulai ejakulasi, aku arahkan semburanku ke tengah punggungnya. Beberapa kali pejuku muncrat dan membasahi punggung putih dan halus Kaasan sampai akhirnya spermaku habis. Aku kemudian membersihkan kepala penisku dengan menekan kepala penisku itu ke punggung Kaasan dan menggesekkinya beberapa kali hingga tidak ada lagi sperma di penisku. Setelah itu aku segera memakai celana lagi.
Lalu aku secepat kilat mengusapi punggung Kaasanku yang penuh peju itu dengan kedua tanganku hingga lama kelamaan tidak terlihat lagi. Tiba-tiba saja bunyi koran diangkat, otomatis aku kembali memijit Kaasan dengan serius. Setelah itu, aku memijit Kaasan dengan serius karena Tousan sepanjang waktu memperhatikan pijatanku.
Tousan berangkat ke luar kota pagi-pagi keesokan harinya. Sementara aku masih harus sekolah. Ketika sore tiba, aku bersiap dengan memakai kaos longgar dan celana boxer saja. Baju yang santai dapat membuat burungku leluasa bergerak. Kaasan kemudian mendatangi kamarku dan berkata,
"naruto, kamu ke kamar Kaasan lima menit lagi ya. Kaasan mau siap-siap dulu."
Aku mengangguk dengan antusias. Lalu menunggu selama lima menit yang serasa setahun di pikiranku. Kuperhatikan jam dinding dengan seksama, gerakkan jarum menitnya kurasakan amat lambat dikarenakan aku yang sudah tidak sabar. Akhirnya waktunya tiba dan aku bergegas ke kamar orangtuaku.
Kaasan sudah berada di tempat tidur lipat untuk pijat itu. Ia kali ini memakai daster merah dengan bh krem yang terbuka di punggung, kuperhatikan kedua tangannya tidak terlalu rapat di sisi tubuhnya, sehingga terlihat sedikit tonjolan pinggir payudara Kaasan. Aku cepat-cepat mengambil lotion lalu mulai mengelus perlahan punggung Kaasan. Punggung yang halus itu kini kuelus dengan perlahan dan pelan. Terkadang aku usap dari daerah bahu ke pinggang, terkadang dengan gerakan memutar. Pada suatu saat ketika aku mengusap punggungnya dari bawah ke atas, kuberanikan diri mengusap Kaasan dengan ujung jari mengarah condong ke bawah sedikit sehingga ketika melewati bagian di mana ada tali bra-nya, ujung jari-jariku mengelus pinggir tubuhnya, tepat sebelum gundukan payudara Kaasan. Kaasan tidak bereaksi apa-apa. Aku pikir, kemarin saja aku menggeseki punggungnya tanpa ada protes dari Kaasan.
Ini membuatku menjadi berani untuk terkadang mengusap pinggir tubuh Kaasan. Sementara Kaasan sudah mulai menggumam lagi. Saat itu kuperhatikan rambut Kaasan disanggul sehingga menampakkan lehernya yang jenjang. Secara otomatis ketika tanganku bergerak ke atas, kedua tanganku mengusap belakang leher Kaasan. Untuk dapat menyentuh lehernya, aku harus mendoyongkan tubuhku maju. Saat itu aku secara sadar membuat selangkanganku menempel pinggir pantat Kaasan. Kaasan hanya menggumam lagi.
Setelah beberapa saat aku baru mencopot celanaku dengan cepat, dan menaruh penisku di pinggir punggung Kaasan lagi. Maka kini sambil mengelusi punggung telanjang Kaasan, penisku menekan punggungnya dan mulai kugesek-gesek perlahan. Kaasan hanya mengeluarkan suara desis perlahan ketika kedua tanganku mengelus-elus seluruh punggungnya yang putih dan halus itu.
Sambil terus menggesekkan burungku di bagian samping tubuh Kaasan, aku kini mulai berkeinginan meraba pantat Kaasan. Maka perlahan jariku ketika mengusap punggung Kaasan ke arah bawah, kususupkan di bawah daster. Aku tidak berani langsung ke pantatnya, melainkan hanya sedikit di bawah daster lalu kembali ke atas. Perlahan-lahan aku menggerakan jariku sedikit lebih jauh manakala tanganku menyelusup ke bawah daster yang berjumbal di bagian pinggang dan pantat Kaasan itu.
Makin lama jari-jariku tidak hanya mengelus sedikit di bawah daster Kaasan, melainkan bertambah sesenti demi sesenti. Entah berapa lama aku melakukannya, tetapi perlahan-lahan jari-jariku merasakan karet celana dalam Kaasan pada permulaan gundukan pantat Kaasan yang kurasakan memiliki kulit halus namun otot yang cukup kenyal. Proses penyusupan ke dalam celana dalam Kaasan itu berlangsung cukup lama, perlahan-lahan jari jariku menyusup semakin jauh ke dalam celana dalam Kaasan. Tidak ada penolakan dari Kaasan yang membuat tubuhku yang penuh dengan nafsu dan ketegangan mulai basah oleh keringat. Tubuh Kaasan juga mulai mengeluarkan keringat sehingga lama-kelamaan licin sekali punggung Kaasan karena lotionnya bercampur dengan keringat dari telapakku dan dari tubuh Kaasan sendiri
Melihat tubuh Kaasan yang berkeringat sehingga tampak mengkilat sementara penisku menggeseki pinggiran tubuhnya ditambah dengan tanganku yang sedang menjamahnya, membuat aku semakin bernafsu. Kedua tanganku sekarang asyik sekali mengelus-elus pantat Kaasan, tanpa kembali ke arah punggung seperti tadi. Seluruh telapak tanganku sudah masuk ke dalam celana dalamnya. Lama kelamaan kedua tanganku meremas kedua bongkah pantat Kaasan yang halus namun sangat kenyal itu. Kaasan mulai mendesah.
Aku mulai menekan pinggir kanan tubuhku Kaasanku dengan penisku, bila tadi hanya menggesek naik turun, kini aku menusuk pinggir tubuh Kaasan. Kaasan menggelinjang dan berkata sambil mengikik,
"jangan di situ... Geli..."
Rupanya karena penisku menusuk bagian atas pinggang kanannya, Kaasan menjadi geli. Bila aku turun ke bawah, maka Kaasan akan lebih geli lagi. Maka aku menggeser ke kanan, yaitu ke arah atas tubuh Kaasan mendekati ketiaknya. Tahu-tahu penisku menusuk bagian tubuh Kaasan yang kenyal dan membulat. Tadinya aku tidak memperhatikan, karena aku sedang memikirkan cara yang tepat untuk menurunkan celana dalam Kaasan tanpa mengagetkannya. Ketika aku melihat ke arah selangkanganku, ternyata penisku menusukki bagian bawah pinggiran payudara kanan Kaasan.
Saat itulah Kaasan mulai memutar-mutar dan menekan pantatnya ke arah matras pijit. Ia mengerang lirih, tampaknya Kaasan masturbasi dengan menggeseki vaginanya ke matras pijat ini. Kaasan tampak keenakan, sementara, aku merasa kurang bila hanya menggesek dan menusuk-nusuk tubuh Kaasan dengan penisku saja. Aku perlu yang lebih sekarang. Ingin sekali kutindih Kaasan saat itu, tapi aku takut tempat tidur lipat untuk pijat ini tidak begitu kuat.
Akhirnya, aku mendapatkan ide agar dapat melihat pantat Kaasan yang telanjang. Aku menghentikan gerakanku. Aku beringsut mendekat ke arah pantat Kaasan. Kaasan yang merasa tubuhnya tidak dielus lagi memalingkan wajah sehingga menatapku yang tak bercelana, matanya menunjukkan pertanyaan sementara pantatnya berhenti bergoyang. Aku menarik daster Kaasan sedikit ke atas agar celana dalamnya yang sedang dimasuki kedua tanganku terlihat jelas dan ada ruangan cukup agar manuverku berikutnya dapat dilakukan dengan mudah.
Aku keluarkan tangan kiriku dari celana dalam Kaasan, aku tarik karet celana dalam bagian pinggangnya, lalu aku selipkan penisku di situ. Aku lalu mulai mengocok penisku disitu. Begitu kenyal dan hangat pantat Kaasan, apalagi pantat itu bergoyang-goyang juga beberapa saat kemudian. Kaasan kembali mendesah kecil dan kembali menikmati aktivitas kami. Lama kelamaan penisku agak sakit juga menggeseki celana dalam Kaasan, maka aku mengambil lotion, menarik celana dalam Kaasan lalu mulai melumuri pantat Kaasan dengan lotion, sementara penisku kuselipkan di pinggulnya, menunggu selesainya seluruh pantat Kaasan dibaluri lotion.
Setelah pantat Kaasan licin, aku melumuri penisku juga dengan lotion, lalu merubah posisiku ke bagian bawah lagi. Aku memasukkan penisku ke dalam celana dalam Kaasan dari lubang kaki celana dalamnya. Posisi ini mirip sekali dengan doggy style, dan aku penasaran rasanya. Hanya saja, ketika penisku sudah masuk, aku hanya dapat menekan pantat kanan Kaasan, sementara aku ingin merasakan belahan pantat Kaasanku itu. Maka aku posisikan penisku ke belahan pantat Kaasan, tubuhku mau ga mau
Harus merangkak keatas Kaasan. Tak kupedulikan lagi apakah tempat pijit itu kuat atau tidak, karena nafsuku kini sudah membabi buta.
Setelah penisku bertengger di belahan pantat Kaasan dengan sukses, aku menindih Kaasan. Bibirku sejajar dengan pangkal leher Kaasan berhubung aku masih sedikit lebih pendek daripadanya. Namun saat itu Kaasan sedang asyik menggoyang pantatnya keras-keras dan kini tubuhnya agak melengkung ke atas dengan kepala terangkat ke belakang karena sedang menikmati ketabuan aktivitas kami dengan ditopang kedua tangannya yang membentuk siku. Aku benamkan kepalaku di rambut Kaasan di samping sanggulnya sambil menyusupkan tangan ke depan sehingga memegang kedua payudaranya.
Kaasan tiba-tiba saja mengerang lalu secara membabi buta menggoyang pantatnya. Dari mulutnya terdengar geraman demi geraman,
"heehh...heeeehhh...heeeeehhhh..."
Aku meremas payudara Kaasan yang mancung itu dan Kaasan semakin keras mengerang dan menggoyang pantatnya, membuat penisku bergoyang mengikuti iramanya. Aku juga menekan penisku di belahan pantat Kaasan kuat-kuat. Tak lama Kaasan mengejang-ngejang sambil menundukkan kepalanya. Aku yang sudah mau sampai juga melihat leher jenjangnya yang penuh keringat tampak begitu seksi sehingga aku menyedot leher belakang Kaasan kuat-kuat dengan memiringkan kepalaku saat penisku menyemprotkan pejunya ke dalam celana dalam Kaasan.
Aku menindih Kaasan selama beberapa menit sebelum Kaasan minta aku turun dari badannya. Ia mengucapkan terimakasih kepadaku dan memasuki kamar mandi. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan, sehingga akhirnya saat itu aku masuk kamar dan tertidur karena kecapekan.
Chapter 2
Okaasan membangunkanku saat waktunya makan malam. Ketika aku membuka mata, Kaasan memakai handuk saja, rambutnya basah karena baru saja mandi. Kaasan duduk di sampingku ketika membangunkan aku. Aku bnarungsut duduk dan mendapati bahwa Kaasan duduk sangat dekat denganku sampai aku mampu mencium wangi sabun dari tubuhnya. Bagian atas payudara Kaasan begitu sekal terlihat, dan aku tnarungat rasanya memegang payudara itu. Serta merta, walaupun mengantuk karena baru bangun, penisku sadar secara penuh.
Aku memegang pundak Kaasan yang telanjang. Tubuh Kaasan menggigil sebentar namun ia diam saja. Aku mulai mengelus-elus pundaknya.
"ngapain?" tanya Kaasan.
"mijit... Kan Kaasan harus dipijat..."
"sekali sehari kan sudah cukup menurut dokter," kata Kaasan.
"tapi kalo lebih dari sekali bukannya tambah bagus?"
"emang kamu maunya berapa kali?"
"berkali-kali. Demi kesehatan Kaasan, naru bersedia."
"emang kamu kuat berkali-kali?"
"kuatlah..."
Lalu Kaasan tidak berbicara lagi. Aku terus mengelusi pundaknya. Pundak halus yang agak lembab dan wangi sabun yang merebak.
"kalau mau pijet di kamar Kaasan donk, pakai tempat tidur lipat untuk pijat."
"tanggung ah... Kaasan tiduran di sini aja, biar naru mulai pijat."
Kaasan merebahkan diri telungkup masih dengan handuk yang dililit di depannya. Perlahan dengan tangan gemetar aku tari ke atas handuk itu. Kaasan mengangkat tubuhnya sebentar lalu aku dengan cepat menariknya sehingga kini Kaasan telanjang bulat di depanku walau masih dalam posisi telungkup.
"taruh di pinggul Kaasan aja handuknya. Jangan dilempar." kata Kaasan ketika aku melemparkan handuk ke tempat duduk disamping tempat tidurku. Di sana ada handukku yang lebih kecil. Maka aku bnarungsut lalu mengambil handukku itu lalu menaruh di pinggul Kaasan. Handuk itu hanya cukup menutup pinggang sampai setengah paha saja.
Aku membuka baju sampai telanjang.
"kok telanjang?" tanya Kaasan.
"biar ga keringatan kayak tadi sore."
Aku mulai mengelus-elus punggung Kaasan yang halus itu. Sungguh punggung Kaasan begitu sempurna di mataku, kehalusan kulit dan kekenyalan ototnya di tambah dengan warna kulit yang begitu putih adalah pemandangan tnarundah bagiku.
"lotionnya mana?" tanya Kaasan.
"di kamar Kaasan lah..."
"ga diambil dulu?"
"ga apa-apa ga pakai lotion kan? Nanti badan Kaasan bau lotion."
"emang kenapa kalau bau lotion?"
"kan baru mandi..."
Tanganku mengelus punggung Kaasan yang tidak tertutup handuk selama beberapa menit, sebelum akhirnya aku mulai menarik handuk itu. sehingga akhirnya handuk kecil itu tak lagi menutup tubuh Kaasan. Kaasan kini telanjang bulat didepanku, walaupun tubuhnya masih telungkup. Tidak ada protest lagi dari mulut kaasan.
Aku sudah tak sabar lagi, sehingga kini aku berlutut dengan kedua kaki di samping pinggul Kaasan, sehingga penisku kini menggantung di atas pinggul Kaasan, sementara aku mulai mengelus-elus seluruh punggung Kaasan, sementara mataku jelalatan melihat belahan pinggulnya, selain itu, lipatan bibir vagina Kaasan terlihat menyembul sedikit di sela-sela antara paha dan pinggulnya. Nafsuku begitu menggelora sehingga kupingku rasanya ditulikan oleh suara dentuman jantungku yang berdebar keras saat pertama kali melihat sebagian kemaluan Okaasan sendiri.
"pegel nih, bu," kataku setelah beberapa menit lewat lagi,"kalau naru duduk di paha Kaasan, Kaasan keberatan ga ya?"
"duduk aja..."
Dengan hati-hati aku menaruh pinggulku di kedua paha sebelah atas Kaasan sehingga penisku yang tegak itu seakan menunjuk langsung ke hadapan kemaluan Okaasan itu, walaupun belum bersentuhan. Namun, posisi penisku mungkin tinggal beberapa senti saja dari vagina Kaasan. Begitu dekatnya kemaluanku dengan kemaluan Kaasan, sehingga aku dapat merasakan hangatnya udara di sekitar selangkangan Okaasan.
Aku melanjutkan mengelus punggung Kaasan. Namun, karena posisiku, tanganku hanya mengelus punggung Kaasan saja, paling jauh sampai di antara belikatnya. Aku memutar otak untuk menentukan apakah yang harus aku lakukan selanjutnya ketika Kaasan berkata pelan,
"bahunya kok ga dipijit?"
Pucuk dicinta ulam tiba. Ini adalah momen yang kutunggu-tunggu. Dengan perlahan aku memajukan tubuh ke depan, tangan terjulur untuk meraih pundak Kaasan, namun yang terutama aku gerakan adalah pinggulku yang perlahan kugerakkan ke depan sehingga perlahan penisku mendekati lipatan bibir vagina Okaasan.
Ketika tanganku meraih pundaknya, penisku menyentuh bibir vaginanya. Kaasan mengeluarkan suara tertahan, dan tubuhnya tiba-tiba terdiam kaku. Aku tak tahu Kaasan sedang berpikiran apa, namun aku takut Kaasan marah padaku, karena ia terdiam saja. Maka aku menggerakan pinggulku kebelakang berbarengan dengan tanganku yang aku mengelus punggung Kaasan ke arah bawah hingga mencapai pinggangnya. Aku yang penasaran terus menarik tanganku hingga kini mengelus turun ke kedua bongkah pinggulnya yang begitu bulat dan kenyal.
Kaasan mendesis perlahan, yang membuatku berfikir bahwa Kaasan menikmati sentuhan erotisku. Tubuhnya kini sudah tidak kaku seperti tadi. Kaasan menjadi rileks, sehingga ketika tanganku naik ke atas lagi, aku uji nyali dengan memajukan lagi pinggulku. Aku sudah mengantisipasi benturan pelan antara kedua kelamin kami, sehingga aku dapat menahan nafsu ketika ujung pelirku menyentuh bibir vagina Kaasan yang rapat, membuat bibir vagina itu bergoyang pelan karena dorongan penisku.
Kurasakan tubuh Kaasan menggigil perlahan, mungkin karena efek sentuhan kemaluan kami. Ketika tanganku kutarik ke bawah, aku tidak menarik pinggulku sehingga kedua alat kelamin kami tetap bersentuhan pelan. Saat kedua tanganku memegang tepat di bongkahan pinggul Kaasan, aku menekan pinggul itu dan aku mulai menggesekkan penisku ke bawah sepanjang bibir vagina Kaasan. Gerakanku tanpa menambah tenaga sehingga bibir vagina Kaasan tetap merapat.
"jangan dimasukkin..." bisik Kaasan.
Sambil tertus menjadikan pinggul Kaasan tumpuan kedua tanganku, aku mengangkat pinggulku sehingga penisku kembali naik ke atas sepanjang lipatan bibir vagina Kaasan. Selama beberapa menit, penisku bergerak naik turun di sepanjang lipatan bibir vagina Kaasan yang makin lama makin melembab. Tiba-tiba saja bau tubuh Kaasan tercium oleh hidungku. Bau badan Kaasan itu menguar perlahan-lahan menjadi makin jelas, bagaikan ada orang yang menaikkan volume radio perlahan-lahan sampai suaranya keras, demikian pula dengan vagina Kaasan. Makin lama penisku menggeseki bibir vaginanya, maka vagina Kaasan mengeluarkan cairan kewanitaannya untuk melumasi pintu surgawi milik Kaasan itu.
Ketika aku merasakan ujung kepala penisku basah karena berlumuran air kenikmatan Kaasan, aku mulai menekan pinggulku ke depan karena aku sudah gemas dengan kehangatan selangkangan Kaasan. Alhasil, bibir vagina Kaasan merekah, menyebabkan penisku masuk ke vagina Kaasan walaupun tidak menerobos lubang vaginanya. Melainkan, penisku menggerus bagian dalam vagina Kaasan, area di mana dinding labia minoranya berada, dari arah lubang sehingga sampai ke klitoris Kaasan.
Kaasan berteriak kecil, namun suaranya tertutup oleh bantal, karena Kaasan membenamkan wajahnya ketika ia merasakan kepala penisku menyentuh klitorisnya. Aku semakin giat menggesekkan batang penisku di dinding vagina Kaasan dalam lipatan labia mayora Kaasan. Walaupun belum bisa dibilang menyetubuhi Kaasan, namun penisku telah dapat digesekkan pada dinding otot bagian dalam tempat labia minora Kaasan berada.
Tangan Kaasan meremas-remas sprei dan pinggulnya bergoyang mengikuti goyanganku, tubuh Kaasan mulai berkeringat seperti halnya tubuhku juga. Nikmat sekali dinding luar vagina Okaasan. Begitu hangat dan licin. Tetapi aku merasa kurang, dalam posisi ini, di mana aku memegang pinggul Kaasan sementara kelamin kami bergesekkan. Aku merasa ini kurang intim. Aku ingin lebih intim lagi.
Maka aku tindih punggung Kaasan yang basah itu. Kedua tanganku dengan cepat menyusup ke bawah, Kaasan menjawab dengan mengangkat badannya sehingga bagian atas bertumpu di kedua tangannya, membebaskan kedua payudara seksinya yang tadi terbenam di tempat tidur. Gerakan Kaasan membuat kedua tanganku secara cepat menemukan targetnya, yaitu menggenggam payudara Kaasan. Aku menciumi pundak Kaasan sambil menggesek-gesek penisku lebih keras di sekitar dinding labia minora milik Kaasan, klitoris Kaasan selalu tergesek kala aku menusuk ke bawah.
Bibirku mulai mengecup-ngecup pundak Kaasan sambil terkadang mengenyotnya perlahan. Kaasan kini mengerang-ngerang walau volume suaranya kecil. Lama kelamaan aku mengenyot-ngenyot dan menghisap-hisap pundak Kaasan. Tubuh kami kini sudah basah kuyup oleh keringat. Kaasan mengibaskan rambutnya ke kiri dan menolehkan kepala sedikit miring ke kiri, sehingga leher kanannya terbuka. Lalu perlahan aku mulai menyerang leher Kaasan. Kaasan menggelinjang ketika lidahku menyapu-nyapu di leher kanan sambil sedikit mengerang keras,
"ooooohhhhh... Gelliiiiii..."
Aku hisap kuat-kuat leher Kaasan. Kaasan menggoyangkan pinggulnya makin keras, sementara aku kini mulai mencolok-colokkan penisku ke depan dan belakang, tidak seperti tadi yang mendorong ke bawah dan ke atas. Pada suatu kesempatan kepala penisku menekan lingkar lubang vagina Kaasan dan ketika aku dorong kepala penisku itu menancap sedikit dan pada saat itu aku menekan pinggul ke depan sehingga kepala penisku masuk lebih jauh lagi, sekitar sepertiganya ke dalam lubang vagina Kaasan yang sudah super licin.
"ya narutooo!" teriak Kaasan. Tubuhnya mengejang-ngejang bagaikan kesurupan.
Aku kaget merasakan penisku menerobos lubang kencing Kaasan walau cuma sedikit. Sementara tubuh Kaasan, lebih tepatnya pinggul Kaasan bergoyang begitu liar. Aku tarik sedikit pinggulku sehingga penisku tertarik keluar dengan ujung masih di tepi lubang untuk siap-siap menghujam agar bisa nyetubuhi Kaasan. Namun Kaasan tiba-tiba membalikkan badan sehingga kami berhadapan, merangkulku erat dan kemudian menjatuhkan aku ke tempat tidur. Vaginanya menekan penisku yang kini melintang rata tergencet antara bibir vagina Kaasan dan perutku sendiri.
Kaasan sedikit menunduk dan bibirnya menyedot bibirku. Kami berkecupan dengan penuh nafsu. Sementara Kaasan menggoyangkan pinggulnya dengan gerakan memutar, dengan klitoris sebagai pusat tekan, menekan penisku. Kedua tangan Kaasan memegang wajahku keras-keras, sementara kedua tanganku memegang dua bongkah pinggul Kaasan yang kini begitu liar menggoyang dan menggesek penisku.
Sambil meremas pinggul Kaasan keras-keras, aku mulai mengeluarkan lidah dan menjilati mulut Kaasan yang asyik menciumiku. Kaasan tampaknya mengerti keinginanku dan ia mengimbangi lidahku yang nakal itu. Suara kecupan kami terdengar berkali-kali. Penuh dengan suatu impuls penuh birahi bibir kami berperang saling menukarkan ludah ke mulut satu sama lain.
Lalu tiba-tiba Kaasan menekan pinggulnya keras-keras. Vaginanya mengeluarkan cairan lebih banyak lagi, dan tubuh Kaasan sedikit mengejan. Mulutnya membuka dan berteriak,
"naruuuu... Kaasan puaasssss..."
Di pihak lain, orgasmeku juga sebentar lagi akan datang, sementara vagina Kaasan menekan tanpa menggoyang, membuat penisku belum berhasil ejakulasi. Dengan sekuat tenaga, aku memeluk Kaasan lalu memutar tubuh kami hingga kini aku menindih tubuh Kaasan yang telanjang. Aku beringsut ingin mengangkat pinggulku agar aku bisa memasukkan penisku ke dalam dinding dekat labia minoranya berharap masuk lubang kenikmatan Kaasan, namun saat itu kedua kaki Kaasan menjepit pinggulku dan pelukannya begitu keras, begitu susah aku menggerakkan selangkanganku.
Dengan susah payah aku menggoyangkan pinggulku sehingga penisku menekan-nekan bibir vagina Kaasan. Beberapa saat Kaasan mengendurkan pelukannya, namun aku yang mau sampai tetap memeluk tubuh Kaasan dengan kuat, dan pinggulku begitu cepat dan keras naik turun sehingga penisku menggeseki bibir vagina Kaasan dengan keras. Aku berusaha mengarahkan penisku dengan pinggulku agar ujung penisnya menancap lagi di liang vagina Kaasan, selama hampir dua menit penisku beraksi hingga akhirnya, kepala penisku nancap lagi di liang vagina Kaasan dan aku segera menambah kuat daya tekan pinggulku.
"jangan!" teriak Kaasan.
Namun liang itu begitu sempit hingga doronganku hanya membuat kepala penisku masuk setengah. Saat itu Kaasan memelukku erat-erat lagi. Vaginanya melepaskan lagi cairan kewanitaannya, dan cincin lubang vagina Kaasan meremas-remas penisku. Aku menarik penisku dalam usaha agar nanti menusukkannya lagi, tapi Kaasan menahan pinggulku dan berkata,
"jangan naru..."
"sekali aja kaasan... Tanggung nih... Mau keluar nih!"
"jangan! Nanti Kaasan hamil! Kaasan ga pakai kontrasepsi!"
Kaasan mendorong pinggulku hingga penisku lepas dari vaginanya. Lalu ia membalikkan badan sehingga posisinya berlutut berpegangan pada kepala tempat tidur dengan satu tangan terentang ke depan sembari satu tangan lain memegang batang penisku dan menariknya hingga aku mengikuti Kaasan di belakangnya, Kaasan kemudian menyelipkan batangku di dalam lipatan bibir luar vaginanya, bagian atas batang penisku menempel di lubang vagina Kaasan, namun bukan pada posisi yang aku inginkan. Ini posisi melintang sehingga gerakan menusukku takkan masuk ke tubuh Kaasan, melainkan menggeseki dinding dalam vagina Kaasan hingga ke klitoris, seperti posisi waktu kami menggesekkan kelamin yang pertama kali. Hal ini dikarenakan Kaasan yang dalam posisi berlutut.
"gesekkin lagi... Sampai kamu keluar..." bisik Kaasan yang sedang dalam berlutut itu.
Aku menggenggam payudara Kaasan yang mengacung lalu sambil menjilati punggung dan pundak Kaasan, aku gesekki lagi vagina Kaasan yang kembali basah itu. Punggung halus Kaasan aku cupangi dan jilati, payudara Kaasan aku remas dengan penuh nafsu, dan vaginanya aku gesek-gesek, dengan kekuatan yang makin lama makin kuat dan kecepatan yang semakin meningkat pula.
Mungkin karena tadi aku belum sempat ejakulasi dan terhenti, sehingga aku tidak merasa bahwa aku akan ejakulasi dalam waktu yang singkat. Aku menikmati penisku yang dijepit paha Kaasan dengan vagina Kaasan yang menempel di atas batang penisku. Kaasan menoleh kebelakang lalu kami berciuman cukup lama. Kami melakukan bersetubuh kering, atau bersetubuh tanpa penetrasi cukup lama. Sekitar sepuluh menitan sebelum akhirnya Kaasan tampak kelelahan, mungkin karena aktivitas kami yang non stop hampir satu jam ini.
Waktu itu Kaasan melunglai, dan tanpa direncanakan Kaasan menyenderkan kepalanya di kepala tempat tidur. Ini membuat ia harus mendoyong ke depan, dan walaupun posisi agak miring ke atas, tapi posisi Kaasan kini sudah hampir bisa di bilang doggie style. Kedua pahanya yang melemas tidak menjepit penisku lagi, aku terus menggeseki vaginanya sambil memandangi vagina Kaasan yang kini dapat kulihat. Dengan kaki dan tanganku aku menggeser kedua kaki Kaasan agar lebih membuka sambil berusaha tidak terlalu menyolok.
Entah berapa menit berlalu, Kaasan tampaknya cukup kuat lagi menggerakkan pinggulnya dan ia membalas gesekkanku dengan gesekannya sendiri. Walaupun posisi tubuhnya masih sedikit merangkak, Kaasan terus mengimbangi goyanganku. Makin lama selangkangan kami basah kuyup karena cairan vagina Kaasan. Ia mulai mendengus-dengus dan mengerang lagi.
Akupun mulai menambah kecepatan. Kubantu dengan kedua tangan yang kini memegang pinggul Kaasan. Setiap aku dorong pinggulku maka tanganku akan menarik tubuh Kaasan, agar gesekannya terasa lebih agresif. Juga sebaliknya, bila aku menarikkan pinggulku maka tanganku akan mendorong tubuh Kaasan ke depan. Lama ke lamaan kami menggesekkan kelamin makin keras dan cepat. Dan akupun merasakan bahwa akhirnya aku akan ejakulasi, dan dari dengusan dan erangan Kaasan yang makin keras, aku menyimpulkan bahwa Kaasanpun sebentar lagi orgasme. Timbullah ide brillianku.
Aku kini memegang kedua pinggul Kaasan dan dengan kedua jari jempol aku tarik bongkahan pinggul Kaasan ke samping sehingga terlihat lubang vagina Kaasan karena bibir luar vaginanya merekah. Pemandangan ini membuatku kehilangan kendali. Ketika aku menyadari bahwa tinggal beberapa saat lagi aku ejakulasi, aku pegang penisku dengan tangan kanan, menaruh kepala penisku di lubang vagina Kaasan yang terbuka itu, lalu menaruh kedua tangan di pinggul Kaasan, kemudian aku hujamkan penisku dalam-dalam.
Kaasan menjerit,
"tidaaaaaakkkkkkk..." bibir Kaasan menolak penisku masuk ke dalam vaginanya, namun tubuhnya berkata lain. Kaasan mendorong pinggulnya ke arah tubuhku dengan keras, membuat penisku amblas masuk sepenuhnya ke dalam vagina Okaasan diiringi bunyi plak! Yang keras tanda pinggul Kaasan menampar selangkanganku.
Sementara penisku merasakan sensasi baru yang belum pernah dirasakannya. Dinding vagina Okaasan menyelimuti sekujur batang penisku. Otot kemaluan bagian dalam vagina Kaasan begitu halus namun menjepit kuat, ditambahi rasa hangat dan licin, apalagi seluruh dinding Kaasan berkontraksi membuka menutup bagaikan mulut ikan yang sedang makan, membuat nafsuku yang memang sudah klimaks tak terbendung lagi. Selagi Kaasan terbenam dalam orgasmenya yang kedua, penisku mengirimkan semprotan demi semprotan sperma yang memenuhi liang vagina dan rahim Kaasan. Setiap aku ngecrot aku kuburkan penisku dalam-dalam di lubang surga dunia milik Okaasan itu.
Ketika kami berdua sudah lemas lunglai, kami terjatuh lemas di tempat tidur, dengan aku masih menindih Okaasan dan penisku masih terkubur di dalam vagina Kaasan yang sempit itu. Kurang lebih tiga menit kami terdiam. Herannya penisku masih keras dan masih gagah di dalam kemaluan Okaasan.
"naru..." kata Kaasan lirih.
"ya kaasan?"
"kita tidak boleh melakukan ini lagi... Kamu mengerti?"
Sebenarnya aku tidak setuju, namun aku pikir untuk saat ini biarkan sajalah. Biar waktu yang menentukan.
"iya, bu..."
"keluarin penis kamu." walaupun Kaasan tidak membentakku, tapi dapat kurasakan nada dingin yang keluar dari mulutnya. Dengan menyesal aku mencabut penisku, Kaasan memutar tubuhnya dan sambil mengangkang ia melihat vaginanya yang mengeluarkan banyak sekali air maniku. Ia mengambil handuknya lalu buru-buru menutup lubang vaginanya. Tak lama ia beranjak keluar kamar sambil berkata,
"udah jam berapa ini? Ayo kita makan malam..." kata Kaasan sambil menghindari tatapan mataku.
Entah kenapa penisku masih keras saja. Dapat kucium bau vagina Kaasan di penis itu. Tak ingin aku membersihkannya. Selain itu, aku masih ingin merasakan tubuh Okaasan yang nikmat dan indah itu. Maka dengan nekat aku menyusul Kaasan yang aku tahu pergi ke kamar mandi untuk mengeluarkan spermaku dari lubang vaginanya.
Untungnya kamar mandi tidak dikunci. Entah Kaasan sedang terburu-buru ataukah memang sengaja membiarkan pintu itu tak terkunci aku tidak tahu, namun aku menjadi amat senang. Kubuka pintu kamar mandi, Kaasan kaget dan melihatku, sementara aku menatap selangkangannya. Kaasan sedang berdiri di bawah shower, sementara tangan kanannya memegang selang shower yang menyala, yang diarahkan ke lubang vaginanya yang saat itu terbuka karena tangan kiri Kaasan membuka bibir vaginanya.
"kok ga pake baju?" tanya Okaasan sambil mengerutkan kening. Wajah Kaasan tambah menarik saja di mataku. Aku bingung mau bilang apa. Aku terdiam tak berbicara, namun mataku menjelajahi lekuk tubuh telanjang Kaasan.
Tak lama Kaasan selesai membersihkan kelaminnya, dan ketika ia telah menaruh gagang shower di tempatnya dan berjalan hendak melewatiku, aku memeluk tubuh Kaasan yang telanjang dengan cepat dan dengan gemas kurangkul erat Kaasan yang bugil itu. Kuciumi leher Kaasan, karena bibirku hanya sampai di lehernya saja berhubung aku lebih pendek daripada Kaasan. Kaasan memelukku perlahan.
"sudah malam, naru… Kita makan dulu."
"naru ga mau ngelepasin Kaasan. Naru ingin memeluk dan mencium Kaasan terus," timpalku sambil terus mengecupi lehernya yang halus dan harum.
"tapi kita harus makan..."
"naru ga mau ngelepasin Kaasan. Nanti ga bisa lagi..."
"masa kamu mau begini terus? Ga mau makan?"
"hmmmm... Boleh ga makan sambil pelukan sama Kaasan?"
"gimana caranya?"
"kan Kaasan bisa nyuapin naru..."
"ah... Kamu kolokan banget... Ya udah... Sekarang kamu lepasin dulu. Kita ke kamar makan."
"tapi... Tapi Kaasan jangan pake baju ya... Naru lebih senang kita pelukan sambil telanjang, kaasan..."
"ya udah... Lepasin dulu..."
Kami akhirnya melepaskan rangkulan kami. Kaasan jalan duluan ke kamar makan sementara aku mengintil di belakang sambil terus menjelajahi tubuh bugil Kaasan dengan kedua mataku.
"kaasan, kita makan di sofa aja biar lega," kataku sementara Kaasan mengambil nasi dari rice cooker, aku masih di belakang Kaasan dan kulingkarkan kedua tangan di perut Kaasan lalu mulai menciumi punggung Kaasan ketika Kaasan tidak berjalan lagi untuk mengambil nasi.
"kamu ini ciumin badan Kaasan mulu... Ngapain sih..."
"Kaasan, naru kan sedang memijat Kaasan memakai bibir. Ini supaya Kaasan cepat sembuh..."
Kaasan perlahan berjalan ke meja makan. Aku tetap menempel Kaasan dan bibirku juga masih asyik menciumi tubuh Kaasan, kini ketika Kaasan berhenti di meja makan, kakiku terlambat kuhentikan sehingga penisku kini menempel ditengah selangkangan Kaasan, ini menyebabkan bagian atas batang penisku menempel di bibir vagina Kaasan. Gairahku seakan meletup-letup, sehingga kedua tanganku kini malah menggerayangi kedua buah payudara Okaasan yang kenyal, sementara penisku mulai menggeseki bibir vagina Kaasan.
Kaasan seakan tak merasa, karena ia terus mengambil lauk dan sayur selama beberapa saat. Di ambilnya gelas dan diisinya air putih juga dan ia melakukannya tidak tergesa sehingga aku menciumi, menggerayangi, dan menggesekkan kelamin pada tubuh Kaasan selama kurang lebih dua menitan, membuatku knarungat dingin merasakan birahi yang menggelegak. Baru setelah itu Kaasan akhirnya mengangkat piring dan gelas lalu berkata,
"mau duduk di mana?"
"sofa aja... Biar muat..."
Maka Kaasan berjalan dengan cepat dan tiba-tiba sehingga rangkulanku lepas. Kalau dipikir, bila tetap kurangkul maka nanti perlu berapa lama kami berjalan ke ruang tamu bila aku menempeli Kaasan terus? Tadi saja berjalan dari rice cooker ke meja makan hampir semenit karena harus dilakukan pelan, padahal jaraknya dekat sekali.
Kaasan belum sempat duduk, karena menaruh gelas di meja terlebih dahulu. Aku segera tidur di sofa. Kaasan yang hendak duduk dengan heran bertanya,
"Kaasan di mana?"
"piringnya taru di meja saja," kataku.
Kaasan menuruti kemauanku. Lalu aku berdiri ke samping Kaasan. Kataku,
"mari kita tarik hingga mejanya menempel sofa."
Maka kami menarik meja itu sehingga menempel sofa, dan tentunya kami harus menaruh kaki di sofa ketika meja tersebut sudah dekat. Lalu aku geser piring itu sehingga kini terletak di bagian kiri depan sofa. Akupun menaruh kepala di tangan sofa sebelah kiri. Piring di meja itu sejajar dengan dadaku. Sementara, kedua kakiku terlipat karena Kaasan duduk di ujung sebelah sana.
"naru akan meluruskan kaki, Kaasan duduk di paha naru, ya..."
Kaasan sedikit mengangkat alisnya, namun kulihat ia masih penasaran sehingga ia menurut saja, ia ingin melihat kira-kira mauku apa. Maka Kaasan menduduki pahaku, lalu aku tarik kedua tangan Kaasan sehingga akhirnya dada kami menempel. Kurasakan pentil Kaasan yang mengeras perlahan berdempetan dengan dadaku. Lalu ketika wajah Kaasan sudah dekat aku mencium bibirnya.
Kaasan membalas ciumanku dan mulai mengeluarkan lidahnya. Lidahku pun ikut turun ke medan percumbuan. Kami menukar ludah kami dalam gerakan silat lidah. Dapat kucium bau nafas Kaasan yang perlahan mulai memburu.
"kapan makannya?" kata Kaasan disela-sela pertarungan kedua mulut kami.
Aku berhenti mencium Kaasan. Kataku,
"ambil sesuap, kaasan..."
Kaasan sedikit mengangkat badannya lalu mengambil sendok makan dan menyendok nasi dan sedikit sayur. Ia hendak menyuapi aku. Aku menggeleng, maka Kaasan menyuapkan sendok itu ke mulutnya sendiri. Setelah selesai, ia mengambil lagi satu suap lalu hendak disuapkan lagi kepadaku, namun aku menggeleng. Maka Kaasan kembali mengunyah makanan itu, barulah aku berkata,
"jangan ditelan ya... Kalau udah halus suapin langsung ke mulut naru..."
Alis Kaasan terangkat begitu mengetahui maksudku dengan tiduran di sofa. Namun aku melihat ada kilatan birahi di matanya. Tampaknya apa yang kuminta dari Kaasan tidaklah dianggap buruk oleh Kaasan, bahkan Kaasan kayaknya terangsang dengan permintaan anehku ini.
Setelah beberapa saat Kaasan mendekatkan wajahnya kepadaku sambil terus mengunyah. Aku membuka mulutku lebar-lebar dan mengeluarkan lidahku. Kaasan memonyongkan bibirnya dan mengeluarkan isi mulutnya yang berupa makanan yang sudah dikunyah olehnya secara perlahan, agar semuanya jatuh di mulutku dan tidak ada yang tumpah keluar. Makanan yang sudah dikunyah Kaasan itu yang terdiri dari sayur dan nasi sudah berair dan lembek. Tiap kali gumpalan bubur dari mulut Kaasan terjatuh di lidahku, aku mengulumnya sebentar sebelum langsung kutelan. Bau mulut Kaasan yang tercampur bau nasi dan sayur begitu wangi bagiku.
Setelah habis, Kaasan berkata,
"daripada satu suap gantian, lebih baik setiap kali Kaasan makan, setengahnya untuk kamu, setengahnya untuk Kaasan, gimana?"
Aku mengangguk dengan antusias. Lalu Kaasan mencampurkan seluruh nasi, lauk dan sayur dengan cara mengaduk sehingga rata. Kini aku yang penasaran dengan apa yang dilakukan Kaasan. Kira-kira apa mau beliau, ya?
Setelah makanan di piring teraduk rata. Kaasan menaruh sendok di samping piring, kemudian ia menarik piring agar lebih dekat lagi menempel di sofa. Kemudian Kaasan membuatku kaget ketika kulihat ia mengambil makanan langsung dari piring, mirip bila anjing atau kucing makan dari piring. Kaasan memalingkan wajah dari piring sehingga menghadapku lagi, kulihat ada sedikit nasi dan sayur yang menghiasi pinggir bibir dan pipinya. Aku langsung menjilati makanan yang mengotori wajah Kaasan.
Kaasan mengunyah makanan dengan mulut tertutup sementara bibirku mengunyahi mulut dan pipi Kaasan dengan lidah dan mulutku, tentu tanpa gigi. Aku asyik mengenyot dan menjilat mulut Kaasan yang berminyak, ketika tak lama Kaasan membuka mulut. Kami berciuman dengan hot sementara sedikit demi sedikit makanan dari mulut Kaasan memasuki mulutku. Setelah kurang lebih setengah, maka kami menghentikan ciuman kami untuk menelan makanan itu.
Kaasan kembali mengambil makanan langsung dengan mulutnya, yang diikuti dengan aku yang menyelomoti pipi dan mulutnya untuk mengambil sisa-sisa makanan yang menempel untuk kemudian mulutku menjilati dan menghisapi sekeliling bibir Kaasan. Kaasan lalu membagi makanan di mulutnya langsung ke mulutku seperti tadi. Barulah kemudian kami menelan lagi makanan yang sudah dikunyah Kaasan itu.
Entah berapa lama aku makan langsung dari mulut Kaasan, yang jelas penisku yang terjepit oleh perutnya makin lama makin terasa sakit bukan sakit fisik, melainkan mental, karena ingin sekali aku menyetubuhi Okaasan lagi.
Untung saja ketika isi piring yang kami makan hampir habis, ada jalan yang terbuka bagiku. Ketika Kaasan mengambil makanannya dengan mulut, ada nasi yang menempel di lehernya.
"hmmm... Leher Kaasan ada nasi," kataku sambil langsung menyelomoti leher Kaasan, aku menggeser tubuhku ke bawah dengan memegang pinggul Kaasan dengan alasan nasi di leher Kaasan tidak bisa dijangkau. Nasi tersebut terjangkau ketika penisku masih terjepit badan kami, tepatnya kini setengah batangku menempel di jembut Kaasan. Aku pura-pura bodoh saja untuk lalu kembali menggeserkan tubuh ke bawah, sementara bibirku terus menghisapi lehernya dan turun ke bawah hingga daerah tulang selangka Kaasan dekat pangkal dadanya. Saat itu penisku melejit karena lepas dari jepitan dan berdiri tegak.
Perlahan aku menggerakkan badan naik, agar tubuh Kaasan yang menindihku tidak ikut naik, kini kedua tanganku memegang pundaknya dari belakang. Aku seakan tanpa dosa kembali mencium ke arah atas sehingga mencapai dagu Kaasan. Saat itu penisku sudah menempel di bibir vagina Kaasan, sehingga aku tidak bisa mensejajarkan bibirku dengan bibir Kaasan. Kaasan tampaknya mengerti hal ini, sehingga ia menunduk hingga mulut kami menempel dan ia mengeluarkan lagi bubur makanan dari mulutnya. Aku mennarumanya dengan antusias.
Setelah makanannya kami telan, Kaasan bnarungsut lagi mengambil makanan dari piring. Momen itu aku manfaatkan dengan baik, dengan tangan kananku aku arahkan penisku agar mengarah ke lubang vagina Kaasan. Saat itu Kaasan agak lama mengambil makanan, entah kenapa, ketika kulihat, tampak Kaasan mengunyah di atas piring, berbeda dengan tadi yang dilakukan di hadapanku. Tapi itu membuat ujung pala penisku akhirnya dapat menekan lubang vagina Kaasan setelah aku coba geser ke sana kemari menggunakan tanganku, maklum tanpa bantuan penglihatan sehingga susah sekali dilakukan.
Saat itu Kaasan tiba-tiba beringsut ke bawah, tanpa menunduk, melainkan ia menggeser tubuhnya ke bawah setelah memegang pundakku, sambil membuka mulutnya untuk menciumku dengan mulut penuh makanan.
Ketika mulut Kaasan tersambut mulutku yang terbuka sehingga beberapa gumpalan makanan berpindah tempat, kurasakkan penisku tiba-tiba pula ditelan oleh gua hangat yang sudah basah dan licin, namun sempit. Aku tak kuasa menahan tubuh untuk tidak bergerak maju, sehingga tahu-tahu seluruh penisku amblas di dalam lubang vagina Kaasan.
Kaasan mengerang, sehingga makanan di mulutnya berhamburan di wajahku, sementara ada butiran makanan di sekeliling bibirnya. Aku memeluk erat tubuh Kaasan dan Kaasan juga merangkul kepalaku dengan keras, membuat leher Kaasan belepotan makanan yang ada di wajahku yang kini menempel di leher.
Vagina sempit Kaasan bagaikan megap-megap membuka tutup membuat aku seakan ada di surga ketujuh. Kenikmatan vagina Kaasan memang tiada tandingnya! Kami terdiam beberapa saat menikmati indahnya perasaan baik mental maupun fisik akibat penyatuan dua alat kelamin yang terlarang satu sama lain. Vagina seorang Kaasan yang hanya boleh dilewati sekali saja oleh anak ketika melahirkan, kini telah dua kali dilewati oleh penis anak tersebut.
Setelah sensasi yang begitu dahsyat sebentar aku nikmati, aku mulai menjilati leher Kaasan yang dihiasi makanan itu. Setelah leher Kaasan bersih, aku melanjutkan ke arah mulutnya, Kaasan menunduk dan ia juga menjilati mulutku karena wajahku juga cemong oleh makanan.
Setelah kedua wajah kami bersih dari makanan, Kaasan menggenjot penisku menggunakan vaginanya dengan keras sehingga terdengar bunyi selangkangan kami beradu dengan sengit.
"kita ga boleh begini, naruu... Ini yang terakhir ya...?"
Aku hanya mengiyakan Kaasan saja, namun aku memperhebat kocokan penisku di dalam lubang vagina Okaasan. Kurasakan sebentar lagi aku akan orgasme, sementara Kaasan mengerang-erang keras sambil membalas kocokanku dengan gerakan yang tak kalah cepat dan kuatnya, menunjukkan Kaasan juga akan mencapai klimaksnya.
Aku berusaha menahan agar tidak ngecrot duluan, dengan gemas aku sedot leher Kaasan kuat-kuat.
"jangan dicupaaannggg..." teriak Kaasan," nanti kelihatan sama tousaanmu..."
Namun aku terus menyedot leher Kaasan kuat-kuat sehingga tak lama tubuh Kaasan mengejang di atasku membuat vagina Kaasan lebih keras lagi memijit-mijit batang penisku yang membuat aku tak tahan dan kembali menyemprotkan pejuku ke rahim Kaasan untuk kedua kalinya hari itu. Leher Kaasan terus kucupang, bahkan ketika dengan lemas kami berdua berpelukan dan penisku mengecil.
Kaasan harus mendorong kepalaku ketika ia beranjak dari atas tubuhku, sekitar lima menit kemudian, karena aku terus menyedot lehernya tanpa kulepas. Setelah lepas, leher Kaasan bukan kemerahan, warnanya agak keunguan tandap cupanganku yang begitu dahsyat dan lama. Kaasan berdiri lalu minum. Di tangan yang satu ia memegang piring yang hampir habis makanannya, sementara, pejuku mengalir keluar dari vagina Kaasan dan mengalir di pahanya untuk terus ke betis dan ada yang jatuh di lantai.
Kaasan kemudian ke dapur untuk cuci piring dan beres-beres. Pejuku berceceran di kaki dan juga di lantai, yang anehnya membuat penisku keras lagi. Pemandangan di mana seorang Kaasan dientot anaknya dan rahimnya disemprot peju anaknya sendiri, peju yang memenuhi rahim dan vagina hingga keluar juga dari vagina sang Kaasan. Sebenarnya aku ingin mebersetubuhi Kaasan lagi, tapi badanku lemas sekali. Mungkin sebentar lagi akan kusetubuhi Kaasan. Tapi bukan sekarang, pikirku.
Kaasan langsung ke kamar tidur meninggalkan ceceran maniku sepanjang jalan. Aku yang sudah merasa segar lagi, menyusul Kaasan. Kaasan sedang tidur telentang. Aku menciumi wajahnya.
"udah, naru... Kaasan lelah..." kata Kaasan sambil membalikkan badan hingga telungkup. Kulihat vagina Kaasan masih basah dan pejuku masih terlihat keluar sedikit-sedikit. Masih basah, pikirku.
Kulebarkan kaki Kaasan, dan aku segera menusuk lagi vagina Kaasan. Vaginanya masih licin karena pejuku sehingga penisku kini leluasa kusodok-tarik sepanjang lubang vagina Kaasan. Kaasan hanya mendesah seperti kepedasan, tapi tampaknya ia kecapekan karena ia tidak ikut bergoyang. Aku mebersetubuhi Kaasan yang telungkup dengan memegang kedua bongkah pinggulnya. Timbul suatu ide.
Aku cabut penisku, lalu aku membuka pinggul Kaasan ke samping hingga lubang anal Kaasan terlihat. Aku menjilati lubang itu dengan perlahan. Ada rasa aneh namun penuh sensualisme ketika lidahku menyapu lingkar anus Kaasan. Dengan kedua jempol, aku tarik pinggir anus Kaasan ke samping hingga lubang pinggul Kaasan yang merah muda terlihat.
Aku benamkan lidahku sedalam yang aku mampu. Lalu aku gerakan lidahku ke kanan kiri dan kadang menjilat ke atas. Lidahku mennaruma sensasi panas dari lendir yang ada di lubang anus Kaasan. Agak sedikit pahit namun entah kenapa membuat aku bernafsu lagi. Kini lidahku makin ganas menjelajah lubang pinggul Kaasan, bahkan kadang-kadang mulutku menghisap-hisap, agar aku dapat mengenal rasa lubang pinggul Kaasan. Walaupun aku sedang horny berat, namun berhubung baru kini aku merasakan lubang pinggul Kaasan, untuk sementara kutahan dulu nafsu seksualku itu. Kunikmati sensasi yang dirasakan lidahku ketika menjilati liang tahi Okaasan itu.
"ohhh... Geli tapi enak, naru... Terus..." kata Kaasan dalam desahan yang pelan. Rupanya akibat lubang pinggulnya kujilati, Kaasan mulai horny juga, buktiknya tangan kanannya kini sudah ditaruh diselangkangannya sendiri dan jari tengahnya mulai mengusap-usap klitorisnya sendiri. Aku bertambah semangat dan terus menjilati dubur Kaasan yang kini sudah sangat licin karena dibasahi oleh air liurku.
Suara Kaasan mengerang kembali terdengar. Vaginanya kini mengeluarkan wangi menyengat, dan kurasakan daguku basah terkena cairan yang keluar dari vaginanya itu. Terkadang kujilati bibir vagina Kaasan yang basah agar aku dapat mengetahui cairan vagina Kaasan itu bagaimanakah rasanya. Vagina Kaasan dan anus Kaasan sungguh nikmat, aku tidak tahu mana yang lebih nikmat, berhubung akalku kini hanya berkonsentrasi menikmati rasa selangkangan Kaasan.
Setelah sekitar limabelas menit, Kaasan berteriak mengerang dan tubuh bawahnya bergetar mengejang disertai cairan vagina Kaasan yang membanjiri selangkangannya yang sedang asyik aku cumbu.
Bau tubuh Kaasan dan erangan yang keluar dari mulut Kaasan kini membuat aku tak tahan lagi, aku segera memasukkan penisku ke dalam vagina Kaasan dalam satu gerakan tusukkan sehingga seluruh penisku amblas di kemaluan Okaasan. Dengan cepat aku menyetubuhi vagina Kaasan yang basah dengan pinggul Kaasan sebagai tumpuannya. Setelah kurang lebih dua menit, dan aku yakin bahwa penisku sudah basah seluruhnya, aku cabut penisku. Kutaruh kepala penisku di lubang anus Kaasan yang juga basah kuyup, lalu menggunakan kedua tanganku di pinggul Kaasan, aku tindih pinggul Kaasan sekuat tenaga sehingga tiba-tiba saja penisku memasuki lubang anus Kaasan yang sangat amat sempit. Gerakanku begitu kuat sehingga aku seakan merasakan penisku membelah sesuatu yang amat ketat menjepit penisku.
"aaaaahhhhhhh... Naru... Kaasan belum pernaaaaahhhhh... Sshshsssshhhh... Sakiiiiit, narutoo..."
Aku menghempaskan tubuhku di punggung Kaasan sementara penisku sudah terkubur dalam di lubang pinggul Kaasan yang begitu sempitnya. Aku menyedot-nyedot dan menjilati punggung Kaasan dengan rakus, sehingga tak lama kemudian punggung Kaasan dihiasi oleh cupanganku di sana-sini. Lewat beberapa menit, lubang Kaasan yang tadi mencengkram, kini sedikit melonggar, walaupun tetap menjepit keras batang kemaluanku. Ini pertanda bahwa Kaasan sudah mulai rileks sehingga duburnya pun menjadi normal dan tidak mencengkram hebat.
Aku mulai menggoyang pinggulku maju mundur. Pinggulku yang mengulek-ulek saja, aku tidak membantu dengan gerakan pinggul sehingga hujaman penisku tidak begitu jauh di dalam anus Kaasan, melainkan gerakan masuk keluarnya hanya sekitar dua senti saja. Aku ingin agar Kaasan terbiasa dulu, barulah nanti akan kuewe sekuat mungkin ketika Kaasan sudah beradaptasi dengan penisku di lubang pinggulnya.
Kaasan mulai mengusap-usap klitorisnya sendiri lagi. Kaasan kini mendengus-dengus, bukan mendesah. Tampaknya antara sakit dan nikmat membuat Kaasan mengeluarkan suara seperti itu. Penisku kini mulai menyetubuhi anus Kaasan dengan cepat dan keras. Aku sudah memakai pinggul, sehingga gerakan maju mundurku semakin jauh yang mengakibatkan kini terdengar suara benturan selangkanganku dengan pinggul Kaasan yang bohay itu.
Lubang pinggul Kaasan begitu sempit dan panas, sensasinya sungguh berbeda dengan berkelamin. Sensasi jepitan dubur Kaasan membuatku lebih cepat mencapai kenikmatan ini. Aku semakin kuat dan cepat mebersetubuhi anus Kaasan. Tubuh kami berdua kini sudah banjir keringat. Tubuh Kaasan begitu berkilat dan terang. Aku kembali menjilati dan mencupangi punggung telanjang Kaasan sementara penisku terus mengaduk-aduk lubang anal Kaasan, menumbuki lubang itu bagaikan piston bergerak dalam blok mesin.
Tadinya aku pikir aku yang akan sampai duluan, ternyata Kaasan dulu yang sampai. Kurasakan tubuh Kaasan mengejang beberapa saat sebelum dengan lemas terkulai di atas tempat tidur. Tak lama, akupun mencapai orgasme.
Ketika kurasakan pejuku sudah siap dikeluarkan, aku mencabut penisku, menaruhnya di vagina Kaasan dan lalu menghujamkannnya dalam-dalam bertepatan dengan burungku yang langsung muntah di dalam vagina Kaasan saat ujung penisku menekan mulut rahim Kaasan. Pejuku langsung tercurah ke dalam rahim Okaasan. Setelah itu, aku menindih Kaasan dengan lemas.
"kok kamu ejakulasi di vagina Kaasan?" tanya Kaasan.
"siapa tahu Kaasan hamil, nanti..."
"Kok kamu ejakulasi di vagina Kaasan? kan Kaasan udah bilang Kaasan ga pake Kontrasepsi..." tanya Kaasan.
"iya dong kaasan... Naru mau merasakan menjadi seorang Ayah. Naru mau menghamili Kaasan. Dengan begitu kejantanan naru sudah terbukti menghasilkan..."
"ada-ada saja..." kata Kaasan. Itulah kalimat terahkir dari Kaasan di malam pertama kali kami bersetubuh.
Sehabis itu, kami berdua selalu telanjang bulat di rumah. Aku menyetubuhi Kaasan kapanpun aku mau. Bahkan bila Kaasan haid, aku akan mebersetubuhi anus Kaasan. Jadi bagiku, tiada hari tanpa persetubuhan. Yang aku paling suka adalah ketika pulang sekolah. Aku akan buru-buru buka baju dan menaruh pakaian kotor di tempatnya, sementara aku akan mencari Kaasan. Biasanya jam segitu Kaasan akan sibuk di dapur, tetapi semenjak kami menjadi kekasih, maka setiap kali aku pulang sekolah, Kaasan akan menungguku di kamar tidurnya. Kami akan bersetubuh dahulu satu kali, kemudian dengan bertelanjang Kaasan pergi ke dapur sementara aku menunggu di sofa. Kaasan akan membawa satu piring makanan, dan kami akan makan siang. Kaasan selalu meyuapiku untuk makan setelah kami menjadi kekasih. Kaasan akan mengunyah makanan dan membagi makanan itu kepadaku dari mulut ke mulut.
Setelah makan siang, maka kami kembali akan bersetubuh hingga sore hari. Kami akan mandi, dan kadang kami melakukannya lagi. Setelah itu kami akan menunggu makan malam dengan menonton tv, yang kadang diselingi dengan hubungan badan. Setelah itu aku akan buat pr. Barulah setelah itu aku akan mendatangi Kaasan dan melakukan persenggamaan terakhir pada hari itu sebelum akhirnya kami berdua tidur karena kelelahan.
Ketika tousan pulang, aku sebal karena kupikir jatahku akan berkurang. Pulang sekolah aku bergegas ke kamar tidurku, mendapati Kaasan yang sedang telanjang bulat!
"Kaasan! tousan di bawah lagi nonton tv!"
"Kaasan lupa bilang ke kamu ya? Sebenarnya, ini semua ide tousan kamu. tousanmu sudah tidak mampu lagi memuaskan Kaasan. Dia itu impoten. Kaasan sudah menawarkan cerai, tetapi minato tidak mau. Akhirnya minato mengusulkan agar Kaasan selingkuh saja. Tapi, Kaasan tidak mau berhubungan badan dengan orang lain. Kaasan tidak mau merusak keluarga ini. Maka tousanmu akhirnya menawarkan bagaimana kalau Kaasan selingkuh dengan kamu saja?
"pada awalnya Kaasan menolak. Namun akhirnya setelah berbulan-bulan, Kaasan butuh sekali melampiaskan nafsu birahi ini. Akhirnya Kaasan setuju dengan rencana tousanmu. minato mengusulkan agar menggunakan alasan minta dipijat saja, karena dengan menggunakan akal itu, maka kamu akan melihat dan meraba-raba Kaasan yang nyaris telanjang. Setelah itu, maka kamu pasti ga akan kuat menahan birahi ini."
Lalu dengan senyum manis ia berkata,
"sekarang Kaasan ini sudah jadi milikmu seutuhnya. Tidak ada lelaki lain bagi Kaasan. Apalagi sekarang Kaasan sudah hamil dua minggu. Maka Kaasan dan Ayah dari anak yang dikandung Kaasan ini sudah seharusnya berpesta!"
"omg... Hello? Kaasan hamil! Yes! Aku jadi ayah sekarang!"
Kaasan melebarkan kedua pahanya dan berkata dengan suara bernada penuh kenakalan,
"ayo, anata... Mulai dong pestanya..."
Berhubung aku anak yang taat pada orangtua, maka aku secepat kilat membuka seluruh pakaianku. Sungguh, inikah yang namanya surga dunia?
