Title: A Break
Genre: Romance
Rating: T
Words: 2k+
Seperti biasa, Draco dan Harry akan menghabiskan waktu mereka untuk berduaan di Kamar Kebutuhan. Mengingat jika sekarang mereka sudah menjadi murid tahun ketujuh, setiap kesempatan untuk bertemu begitu berharga.
"Kudengar tadi siang kau mengganggu anak tahun ketiga," kata Harry sambil mengelus rambut Draco yang kini berbaring nyaman di pangkuannya.
"Dia menggangguku duluan," balas Draco yang fokus pada buku yang dibacanya.
Harry menghela napas. "Aku tau sikap aroganmu tidak akan bisa hilang, tapi setidaknya cobalah untuk tidak terlalu menyiksa orang yang bahkan hanya sekedar lewat di depanmu,"
"Aku sudah bilang, dia yang menggangguku duluan," Draco bersikeras.
"Tapi yang kudengar, dia hanya lewat di depanmu dan bahkan tidak menoleh,"
"Dia terlalu berisik, itu menggangguku,"
Harry menarik tangannya dan menatap Draco tajam. "Draco Malfoy!"
"Oh, please," desah Draco sambil bangun dan duduk menghadap Harry, "bukankah ini sudah bisa dibilang luar biasa? Aku tidak sampai membuatnya masuk Hospital Wings atau pun mengutuknya dengan mantra mantra aneh,"
"Kau juga bilang begitu tahun lalu, itu artinya tidak ada yang berubah," balas Harry masih menatap Draco tajam.
"Apalagi yang kau mau?" Draco mengernyit. "Aku sudah berusaha, Harry, aku berhenti memanggil Granger Moodblood, aku tidak mengejek Weasley sesering dulu lagi dan aku berusaha untuk tidak memandang rendah orang lain,"
"Tapi banyak hal lagi yang harus kau ubah," balas Harry. Harry tidak tau sudah berapa kali ia mengatakan hal yang sama.
Draco dan Harry sudah berkencan selama empat tahun dan tentu hubungan mereka tidak selalu berjalan baik. Banyak hal yang harus mereka lewati, berkencan diam-diam agar tidak ada satu orang pun yang tau hubungan mereka, berusaha sekuat tenaga untuk saling membenci, berada di sisi yang berbeda dan tentu saja, Harry yang selalu mengeluh dengan sifat Draco.
Draco bukannya tidak mau berubah. Bahkan menurutnya, ini sudah bisa dibilang pencapaian besar. Ia tidak merundung anak-anak lain seperti dulu, ia dengan susah payah menahan emosinya di depan umum. Dan ia masih tidak percaya jika Harry masih menuntut banyak padanya.
"Bukankah permintaanmu makin menyusahkan sekarang?" tanya Draco dengan nada kesal mendengar omelan Harry padanya.
"Aku tidak meminta apa pun, aku hanya memberitahumu bagaimana caranya menghilangkan sikap menyebalkanmu itu," Harry menekankan setiap perkataannya.
Draco menggeleng, ia membalas perkataan Harry dan hal itu terjadi lagi. Perdebatan panjang yang tak pernah berakhir.
"Baiklah!" teriak Harry menyela Draco yang ingin bicara lagi. Harry menarik napas dan menatap Draco tenang. "Sepertinya ini tidak akan berhasil. Kau tidak mau mendengarkanku dan aku juga tidak mau mengalah. Bagaimana jika kita berjauhan dulu? Maksudku, kita tidak putus, hanya..."
"Ya, aku mengerti," kata Draco yang terdengar begitu yakin.
"Okay, then," ucap Harry mengangguk, "we take a break, just two weeks, and it will not be long,"
Besoknya, Harry dan Draco langsung berjauhan. Benar kata orang-orang, tiap hubungan butuh waktu istirahatnya. Mereka benar-benar menjadi Harry Potter dan Draco Malfoy yang diketahui banyak orang, tidak memiliki hubungan khusus.
Sekitar satu minggu berjauhan, Harry dan Draco bisa merasakan jika mereka sedikit lebih tenang.
Harry tidak terlalu peduli saat Draco melewatinya, namun ia akan tetap memarahi Draco ketika pemuda Malfoy itu mengganggu orang lain. Dan tentu saja, Draco melayaninya dengan sifat arogannya seperti biasa.
"Belajar, Harry?" Hermione yang baru saja masuk ke perpustakaan langsung duduk di depan Harry yang hanya membolak-balik halaman buku.
"Hn," balas Harry yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan Hermione.
"Apa ada yang kau pikirkan?" tanya Hermione bingung melihat Harry yang tampak lesu.
"Tidak ada," balas Harry yang masih tidak mau balas menatap Hermione karena gadis itu sepertinya benar-benar menyadari jika Harry sedang memikirkan sesuatu sekarang.
"Oh— I'm sorry, Malfoy!"
Suara seorang gadis yang terdengar gugup sekaligus panik menarik perhatian Harry. Ia mengangkat kepalanya dan mendapati dua orang gadis yang berdiri tidak jauh darinya berhadapan dengan Draco Malfoy. Sepertinya salah seorang gadis itu tidak sengaja menabrak Draco yang lewat.
"Tch," decih Draco yang kemudian menghela napas dan pergi begitu saja.
Bukannya langsung pergi, kedua gadis itu malah berbalik untuk menatap Draco yang baru saja melewati mereka. Dan anehnya, Harry juga tidak bisa mengalihkan perhatiannya.
"Bukankah menurutmu Malfoy itu cukup tampan?" kata salah seorang gadis.
"Tidak," balas gadis yang tadi menabrak Draco, "bukan hanya cukup tampan, dia memang tampan,"
"Ya, aku setuju." Temannya mengangguk menyetujui. "Kalau saja bukan karena perilakunya, mungkin aku sudah tergila-gila padanya,"
"Tapi bukankah Malfoy sudah sedikit berubah sekarang? Maksudku, dia memang menyebalkan, tapi tidak seburuk yang dulu. Tadi saja dia tidak balas mengumpat padaku, luar biasa bukan?"
Dan banyak lagi pujian yang mereka berikan pada Draco sambil berjalan menjauh dari tempat Harry dan Hermione. Harry masih bingung, kenapa ia harus mendengarkan pembicaraan tidak berguna itu?
Harry tidak keberatan mendengar pujian-pujian yang orang berikan pada Draco, malah ia merasa senang. Harry akui, setelah banyaknya bantuan yang telah diberikan keluarga Malfoy selama perang, penggemar Draco makin bertambah. Harry tidak keberatan, sungguh.
"Harry? Harry!"
"Yes?" jawab Harry terkejut.
"Ada apa sih?" tanya Hermione heran sambil mencoba mencari tahu hal apa yang terus dipandangi Harry hingga melamun, namun ia melewatkannya.
"Ayo kembali ke asrama," ajak Harry ingin meninggalkan perpustakaan secepat yang ia bisa.
Hari terakhir untuk istirahat dua minggu hubungan mereka, namun Draco tidak melihat Harry sedari pagi. Bahkan saat Ron dan Hermione sarapan, Harry tidak ada di sana.
"Draco, ayo, kelas akan dimulai," ajak Pansy yang sudah berdiri di depannya.
"Hm," Draco berdiri dan kemudian berjalan duluan seperti biasa.
Akhirnya manik kelabu Draco menemukan pemuda Gryffindor yang kini sudah duduk di kursi paling belakang kelas. Draco tidak sempat melihat sepasang netra emerald yang terbingkai kaca mata itu karena Harry hanya menunduk membaca buku di depannya. Melewatinya begitu saja, Draco memilih duduk di kursi paling depan.
Setelah kelas berakhir, Draco segera keluar dari kelas tanpa mempedulikan Pansy dan Blaise yang tertinggal di belakangnya. Ia menoleh sekilas pada Harry yang berjalan di antara Ron dan Hermione. Draco tidak tau, kenapa ia memilih untuk pergi dari pada menyapa pemuda Potter itu.
"Finally free!" teriakan Ron memenuhi ruang rekreasi Gryffindor dan langsung di sambut dengan sorak sorai anak-anak Gryffindor lainnya.
Hermione menggeleng melihat Ron, Harry, dan murid tahun ketujuh lainnya melompat-lompat di setiap sudut. "Dasar, kalian baru selesai ujian, kita masih belum tau bagaimana hasilnya,"
"Tidak masalah!" balas Ron yang tiba-tiba sudah berada di belakang Hermione. "Yang penting kita sudah bebas belajar!"
Hermione menutup telinganya saat Ron tidak henti-hentinya berteriak di dekatnya. Hermione segera memilih untuk duduk di samping Harry yang sedang mengobrol dengan Neville. "Oh, Harry, bisakah kau minta sahabatmu itu untuk diam sebentar saja?"
"Ayolah Hermione, jangan terlalu kaku. Bersantailah!" balas Harry yang makin membuat Hermione kesal.
"Awas saja dia, tidak akan aku ajak ke pesta dansa!" ancam Hermione dengan tangan terlipat di dada.
"Kalau begitu pergi denganku saja!" Neville menawarkan diri.
Baru saja Hermione ingin membalasnya, Ron tiba-tiba sudah berada di belakang dan memeluk Hermione. "Enak saja! Hermione pergi denganku!"
Hermione memutar mata malas, "Tidak, aku ingin pergi dengan Neville kali ini,"
"Hermione!" Ron merengek.
Neville hanya tertawa melihat pertengkaran sepasang kekasih yang kekanak-kanakan itu, hingga ia menyadari jika Harry sudah tidak ada lagi di antara mereka. Kepalanya bolak-balik kanan-kiri mencari Harry di seisi asrama, dan mendapatkan pemuda berkacamata itu berada di belakang lukisan Fat Lady. "Harry, mau ke mana?"
"Cari angin!" jawab Harry tanpa menoleh dan segera meninggalkan asrama.
Di luar, Harry benar-benar hanya berjalan di sepanjang koridor. Ia yang awalnya hanya melamun sambil duduk diam di tangga mengalihkan perhatiannya saat mendengar suara Pansy Parkinson dari bawah. Harry menoleh ke bawah dan mendapati gadis Slytherin itu memohon pada pemuda berambut platina di depannya, Draco Malfoy.
"Please, Draco, ayo kita ke pesta bersama," mohon Pansy yang tidak dibalas apa pun oleh Draco. Namun Pansy masih bersikeras agar pemuda Malfoy itu menuruti keinginannya.
Harry menghela napas. Setelah melihat Draco ia jadi teringat dengan hubungan mereka yang sudah tidak jelas. Dua minggu, itu kesepakatan mereka, namun tanpa disadari, ini sudah hampir tiga bulan berlalu.
"Lalu kenapa aku tidak menemuinya?" Harry bertanya pada dirinya sendiri sambil menatap langit-langit. Tidak ada jawaban, karena ia sendiri tidak mau menjawab.
Harry berdiri dan berbalik, kembali ke asrama berharap keributan yang dibuat teman-temannya bisa membuatnya melupakan masalahnya dengan Draco.
Pesta dansa kali ini tidak kalah meriah, hanya saja sedikit berbeda bagi Ron. Ia sedari tadi tidak berhenti merengek pada Hermione yang benar-benar tidak mau menjadi pasangannya malam ini.
Harry hanya bisa tertawa. Hermione memilih pergi ke pesta dengannya daripada dengan Ron. Bayangkan jika Hermione benar-benar pergi dengan Neville, mungkin Ron sudah menangis di kamar.
Saat Harry hanya sekadar melepaskan pandangannya pada seisi ruang dansa, ia baru menyadari jika pemuda Malfoy itu tidak ada di sana. Padahal Harry yakin jika beberapa saat lalu ia masih melihat Draco dipaksa untuk berdansa oleh Pansy.
"Harry! Kau jangan diam saja dong!" teriak Ron masih merengek.
"Lalu aku harus apa?" balas Harry yang lagi-lagi tertawa.
"Cari pasangan yang lain supaya aku bisa berdansa dengan Hermione!"
Harry tertawa lepas, membuat beberapa pasang mata melirik ke arahnya. "Baiklah, baiklah." Harry memilih mengalah. "Lagipula aku tidak terlalu suka berlama-lama di sini," ucap Harry yang langsung di sambut senyum lebar oleh Ron.
Hermione memutar mata malas. "Oh Harry, percayalah jika aku begitu membencimu sekarang,"
Harry tidak peduli dan kemudian segera meninggalkan kedua sahabatnya. Ia segera meninggalkan ruang dansa yang berisik itu. Harry tidak langsung kembali ke asramanya, ia lebih memilih untuk berjalan-jalan ke mana kakinya membawa.
Langkah Harry yang pada awalnya terburu-buru langsung berhenti saat ia mendapati Draco Malfoy berdiri tidak jauh di depannya. Bersandar sambil menunduk termenung. Beruntung Draco membelakanginya jadi pemuda Malfoy itu tidak langsung menyadari keberadaannya.
'Berbalik Harry!' seru Harry pada dirinya sendiri. Tapi tubuhnya melawan keinginannya. Atau mungkin, malah pikirannya yang melawan keinginannya. Ia tidak ingin pergi.
Harry pada akhirnya hanya berdiri diam saja di sana. Ia tidak berniat untuk pergi, dan ia juga tidak berani untuk memanggil pemuda di depannya.
Ketika Harry bingung dengan dirinya sendiri, Draco sudah terlebih dahulu berbalik. Ia begitu terkejut melihat Harry yang masih terdiam. Sudah lama manik emerald itu tidak menatapnya.
"Harry," panggilnya pelan. Kenapa ia ragu memanggil nama itu?
Harry membalas sapaannya dengan sebuah senyum tipis. Dengan langkah kecil, Harry segera mengambil tempat di samping Draco.
Keduanya diam untuk waktu yang lama. Bahkan untuk berdiri berdampingan seperti ini saja mereka canggung sekali.
"Kesulitan, Harry?" tanya Malfoy memecah keheningan. "Aku lihat Weasley terus saja merengek karena kau ke pesta dengan Granger,"
Harry terkekeh kecil. "Ya, begitulah," jawabnya, "tapi menyenangkan juga, mereka benar-benar penghibur terbaik bagiku. Kau sendiri, sepertinya Parkinson tidak menyerah untuk mengajakmu bersenang-senang,"
Draco menghela napasnya. "Ah, dia menyebalkan, lagipula tidak ada yang menyenangkan dari sebuah pesta dansa. Sangat membosankan."
Harry menggigit bibir bahwahnya, bicara dengan ragu, "Dan ... um ... apakah masih membosankan saat aku datang? Atau malah makin membosankan?"
Draco terdiam sesaat memikirkan pertanyaan Harry. Bingung kenapa pemuda itu bertanya hal seperti itu.
"Tidak," jawabnya lugas. Draco menatap Harry yang juga menatapnya. Untuk pertama kalinya mereka baru bertanya, kenapa baru sekarang mereka bicara? Bukankah kita bisa bicara seperti biasanya?
Draco sedikit membungkuk mendekat ke arah Harry. "Aku senang kau ada di sini," bisiknya di telinga Harry. "Sangat senang," ulangnya.
Harry tidak bisa menyembunyikan senyumnya. "Ya, aku juga begitu senang, dan ... begitu merindukanmu,"
"Aku juga merindukanmu," ucap Draco menarik napas dalam, "dan maaf karena aku lebih memilih menjadi pengecut. Seharusnya aku menemuimu saat itu. Tapi aku memilih kabur,"
Harry menggeleng. "Aku juga sama. Aku yang bilang jika ini hanya dua minggu. Tapi aku sendiri tidak berani untuk menemuimu,"
Draco mengelus pipi Harry lembut. Sungguh, Harry merindukan sentuhan hangat dari tangan dingin itu.
Draco mencium bibir Harry sekilas. Hanya sekilas, karena Harry mendorongnya. Draco menatapnya bingung.
"Tunggu, jangan di sini," kata Harry sambil memandang sekeliling. "Bagaimana jika ada yang melihat?"
Draco berpikir sejenak. "Kalau begitu ayo pindah," Draco segera menarik tangan Harry untuk mengikutinya. Harry terpaksa hanya mengikuti saja karena Draco tidak bilang mereka mau ke mana.
Baru satu menit mereka berjalan, Harry menyadari sesuatu. "W-wait!" Harry memaksa Draco berhenti.
Draco menoleh pada Harry karena bingung.
"Kenapa malah kembali?" tanya Harry keheranan saat Draco ternyata membawanya kembali ke pesta dansa.
Draco hanya tersenyum dan kembali menarik Harry. Harry menolak tentunya, tapi Draco tidak membiarkannya untuk melepaskan genggamannya.
Harry yang dari tadi tidak berhenti mencoba menepis tangan Draco mulai tertunduk dan diam saat mereka melewati beberapa orang. Dan sekarang, semua pasang mata yang beberapa saat lalu masih berdansa bingung sekaligus terkejut melihat Harry dan Draco yang sudah berada di tengah lantai dansa.
"Dray, semua orang tidak berhenti menatap kita!" bisik Harry menatap Draco tajam namun sama sekali tidak mengintimidasi karena wajahnya yang sudah memerah.
Draco hanya terkekeh kecil dan segera memeluk pinggang Harry. "Tidak apa-apa, aku suka ini," Draco balas berbisik, "dan perhatikan langkahmu, dear,"
Harry mau tidak mau harus membiarkan kedua kakinya yang sudah lemas mengikuti langkah Draco. "Kau benar-benar menyebalkan." Harry masih belum mau mengangkat wajahnya. Tapi Harry yakin jika semua orang masih menatap mereka.
Draco tersenyum. "Kita terlalu lama bersembunyi," ucapnya lembut, "bukankah hal itu yang membuat kita seperti ini? Kita ingin saling memahami, tapi kita terlalu sering menghindar sehingga kita tidak bisa bicara banyak. Kita terlalu peduli apa kata orang, padahal mereka tidak tau apa-apa tentang kita. So silly, isn't it?"
Harry akhirnya mengangkat kepalanya, hanya untuk balas menatap manik kelabu Draco. "Ya, kau benar. Aku terlalu memaksamu untuk berubah. Padahal tergantung tiap orang bagaimana mereka akan memandang kita."
"Berada jauh darimu menyiksaku, Harry," ucap Draco dengan langkah dansa yang tak berhenti. "Aku tidak suka saat kau lebih dekat dengan orang lain, aku benci saat melihatmu bersama orang lain dimana saat itu seharusnya menjadi waktu kita. Namun saat aku mulai ingin kembali padamu, aku takut. Aku takut jika nanti orang-orang tau, mereka akan menganggap jika aku tidak pantas untukmu. Aku takut mereka akan mengambilmu dariku," Draco menarik napas, "tapi aku sadar jika kita seharusnya menjadi apa yang kita inginkan tanpa harus mendengarkan apa kata orang lain,"
Harry tersenyum lembut. "Tentu, semua orang boleh bicara apa saja tentang kita. Dan kita boleh memilih untuk tuli. Semua hubungan punya waktu dimana kita tidak bisa bersama terus. Dan kita baru melewati permulaannya. Fase bosan yang dialami semua pasangan, aku tau jika kita akan mengalaminya juga. Dan saat itu ... "
"Ayo kita melewatinya bersama," potong Draco ikut tersenyum. "Tentu, Harry. Apa pun yang terjadi nanti, aku akan tetap bersamamu. Jika aku melupakan kata-kataku, ingatkan aku. Walau aku tau jika perasaan kita akan terus kembali lagi tanpa perlu kita minta,"
Harry tersenyum lebar. "Thanks, Dray," bisiknya makin mendekatkan tubuh mereka yang masih berdansa.
"Lihat, kau sekarang tidak peduli lagi saat seisi sekolah masih menatapmu,"
Kedua pipi Harry kembali menghangat. Ia menatap Draco cemberut. "Aku masih malu tahu!"
Draco terkekeh pelan. "Kalau begitu kau harus bersiap. Bukan hanya dua atau tiga, tapi ratusan pertanyaan yang harus kau hadapi nanti,"
Harry menggeleng tidak setuju. Ia tersenyum lebar seolah menantang Draco. Dan detik berikutnya, Draco yang kini menerima kejutan dari Harry. Bagaimana dia tidak terkejut, Harry yang tadi masih malu tiba-tiba menciumnya tepat di bibir. Draco sendiri mematung setelah pemuda berkaca mata itu melepaskan ciumannya dan tertawa kecil melihat reaksinya.
"Kau harus menemaniku kalau begitu, jangan kabur!" Harry memberinya peringatan.
Draco akhirnya menampilkan kembali seringainya setelah sekian lama. "Baiklah. Tapi jangan harap aku akan menjawab mereka dengan ramah," ucapnya menyatukan dahi mereka dan kembali memeluk pinggang Harry. Melanjutkan dansa yang sempat terhenti.
Kedua pemuda itu sama sekali tidak peduli dengan puluhan orang yang menyaksikan mereka. Keduanya mengabaikan semua perhatian. Karena sekali lagi, mereka tidak peduli. Apa kata orang nanti, setidaknya mereka akan menerimanya bersama.
Seperti Ron dan Hermione yang harus menerima kenyataan jika Harry dan Draco benar-benar berdansa bahkan berciuman di depan publik. Sekali pun mereka tau jika Harry selalu memberikan kejutan, untuk yang satu ini mereka lebih setuju untuk menyebutnya sebagai keajaiban dunia.
Ron menggeleng, ia masih belum bisa mengalihkan perhatiannya dari Harry dan Draco. "Astaga, kenapa mereka harus coming out di tengah-tengah pesta? Get a room guys!" teriak Ron yang dapat didengar oleh semua orang terkecuali pasangan yang tengah bermesraan tak tahu tempat itu.
Hermione lagi-lagi hanya bisa menghela napas saat kekasihnya itu lagi-lagi tidak bisa membaca suasana. Namun ia kemudian tertawa, membuat Ron menoleh padanya.
"Ada apa?" tanya Ron bingung melihat Hermione yang tertawa.
"Nothing!" jawab Hermione. Tapi ia malah makin tertawa kencang. Ya, tidak peduli sebanyak apa kejutan yang akan diberikan oleh Harry nanti, Hermione yakin jika Ron hanya akan membuatnya tertawa lagi dan lagi.
A Break — Completed
.
.
.
A/N
Halo halo halo semua~ lama gak ketemu... Maaf karena baru bisa up sekarang, selama puasa tingkat kemalasanku makin meningkat /plak
Dan chapter kali ini bisa dibilang sebagai pelampiasanku yang sudah terlalu lelah menunggu masa 18 bulan berakhir (buat yang tau aja:))... Mungkin ada beberapa dari kalian yang juga lagi menunggu hal sama denganku?
That's all untuk kali ini! Hope you like it!
See ya!
