Lirih alunan music terdengar dari pojok ruangan. Lagu Emerald dari RINI terputar. Liriknya penuh dengan pemujaan pada sosok tersayang. Sama seperti si pemilik playlist yang memuja sosok yang masih terbaring lelap pada ranjangnya.
Chanyeol hanya menatap diam dari pojok ruangan. Ini baru fajar, matahari pun belum sepenuhnya menggeliat. Dia terbangun terlalu pagi, masih menikmati sisa-sisa euphoria semalam dari kegiatan yang tak perlu terlalu jauh dijelaskan.
Kiss and make up, they says.
Senyum tipis dia tampilkan saat ingat satu dua kecup yang mereka bagi pada pertengahan malam.
Baiklah, berhenti memikirkan yang telah lalu dan ayo pikirkan hal lain.
Chanyeol baru kembali kemarin siang dari kepulangannya ke rumah orang tua. Baekhyun menemuinya baru pada sore hari. Berkeliling mencari makan pada pukul tujuh, lalu kembali ke kamar kosannya pada pukul delapan.
Tak terlalu banyak obrolan penting yang mereka bagi. Masih hanya sebatas obrolan ringan tentang kesibukkan diri.
Mereka masih belum membahas terkait kelanjutan hubungan. Chanyeol pun semalam belum ingin memperjelas dengan pasti. Masih ingin melepas rindu katanya.
Barulah pagi ini dia terpikir. Selang sepuluh menit setelah bangun dari tidurnya, sambil mencuci muka, dia terpikirkan soal hubungan yang masih belum miliki kepastian.
Tingkah keduanya telah jelas menggambarkan sebagaimana rasa yang masing-masing miliki. Masih secinta itu, masih seingin itu untuk kembali.
Mereka berdua terlalu banyak berandai sejak kemarin.
"Besok kalau balikan, aku mau ajak kamu ke pantai,"
Pada satu momen Chanyeol berkata begitu.
"Kalau balikan aku mau minta dibelikan sepatu baru untuk hadiahku,"
Pada momen lain Baekhyun berkata.
"Saat sudah balikan, aku mau panggil kami Biibii sebagai panggilan kesayangan,"
Itu Chanyeol yang mengatakan.
Terlalu banyak pengandaian hingga mereka tak sadar, kapan saat yang tepat untuk membuka jalan supaya andai itu jadi kenyataan?
Pula soal bagaimana kepercayaan harus kembali terjaga. Dulu mereka pernah percaya, pada apapun keputusan yang pasangannya buat. Pada setiap ucap yang dijanjikan.
Namun pada akhirnya semua terkikis oleh kesalahan. Sebuah ketidaksengajaan yang berujung kehancuran.
Kecerobohan Chanyeol merobohkan dinding kepercayaan yang selalu Baekhyun pertahankan.
Chanyeol menggeleng. Coba usir segala pikiran buruk yang mulai menghantui pembuka harinya.
Sekali lagi dia tatap Baekhyun yang masih terbaring di sana. Menelungkup dengan satu tangan sedikit malas menutup telinga. Napasnya pelan, terlihat dari bagaimana punggung itu naik turun.
Masih lelap dan Chanyeol tenggelam dalam keindahannya.
Pemuda kecil itu adalah orang yang sama yang menopangnya saat kesalahan besar dia perbuat. Pemuda yang sama yang masih bertahan meski pernah dikecewakan. Pemuda yang sama yang mau memaafkan meski hati pernah tergores sangat dalam.
Chanyeol tak akan lagi menyia-nyiakan. Dia akan mempertahankan hingga definisi akhir bahagia bisa dia dapatkan.
Langkahnya dia bawa untuk hampiri sang mantan. Dengan hati-hati dia usap puncak kepala Baekhyun.
Baekhyun masih belum terusik. Chanyeol tak punya niat untuk membangunkannya dengan terburu. Oleh karena itu, dia terus lakukan hal tersebut. Sesekali usapannya berpindah pada daun telinga, leher, dan punggung yang masih naik turun dengan tenang.
Lama-kelamaan Baekhyun terusik juga. Gangguan yang meski lembut itu, terus-menerus menyerang. Menarik dirinya dari kenyamanan mimpi yang lebih indah dari kenyataan.
Mengerang, Baekhyun bangun dengan perasaan tak senang.
Pengganggunya justru hanya tersenyum dengan tak tahu dosa. Baekhyun hanya memutar punggung. Berusaha berpaling dari pengganggu yang entah mengapa pagi ini tampak lebih menawan.
Ahh Baekhyun seperti tak ingat saja apa yang dia berikan semalam.
Tak terlalu lama Baekhyun hadapkan punggungnya pada Chanyeol, karena detik kelima dia bangun secara mendadak. Chanyeol bahkan sampai terhenyak saat Baekhyun tiba-tiba telah duduk sejajar dihadapannya.
Matanya meneliti muka bantal yang terpampang nyata didepannya. Lalu dengan jahil berkata, "Belekmu banyak," yang dihadiahi sentilan keras didahi.
Baekhyun berlalu ke kamar mandi tanpa banyak basa-basi.
Ya, tidak ada pelukan. Tidak ada kecupan. Atau apapun itu lah yang kalian harapkan.
Baekhyun realistis untuk tak bagi napas yang belum tentu enak untuk dihirup penciuman Chanyeol. Mereka baru saja tidur semalaman, apa yang diharapkan? Napas segar seperti baru menelan satu box pasta gigi?
Pun Chanyeol tak harap untuk dapat pelukan. Baekhyun mungkin masih tidak nyaman dengan tubuh yang terbalut keringat sisa semalam. Jadi dia hanya biarkan Baekhyun berlalu untuk lakukan entah apa di kamar mandi.
Sambil menunggu, Chanyeol putuskan untuk berlalu barang sebentar. Meraih kaos yang menggantung malas di kursi, Chanyeol hendak berlalu cari sarapan.
"Baek, aku cari bubur!!!" teriaknya sambil memakai sandal. Pamitnya hanya disahuti iya yang tak kalah keras.
Pada sisi lain, Baekhyun masih termenung diam di kamar mandi. Berpikir tentang ini dan itu. Salah satunya terkait semalam yang mereka lakukan tanpa adanya status hubungan yang jelas.
Entah bodoh atau buta, mau-maunya saja dia melakukannya tanpa terlebih dahulu membicarakan.
Baginya saat ini sebuah status sangat riskan untuk diabaikan. Setelah ketidakjelasan yang keduanya lalui selama hampir setahun, apa iya masih akan berlanjut ketidakjelasan ini?
Baekhyun masih berdiri tegak disamping Chanyeol saat pemuda itu berada dititik terendahnya. Masih menopangnya dengan sukarela meski status tak lagi sama.
Namun hal tersebut tak bisa jadi jaminan. Bahwa Chanyeol pun akan lakukan hal yang sama. Berdiri di sisi pada titik terendah yang mungkin datang di masa depan nanti.
Keraguan itu entah kenapa tiba-tiba saja menyerang. Menghancurkan keyakinan yang tadinya telah seteguh dinding perbatasan negara. Nyatanya untuk kembali bersama tak semudah menyatukan dua raga dalam sekali hentak.
Tapi ini mungkin wajar. Sebagai pihak yang pernah dikecewakan, Baekhyun merasa berhak untuk meragu. Mempertanyakan benarkah nanti Chanyeol tak akan buat kesalahan sebagaimana yang lalu? Atau lebih parah, dia buat kesalahan baru.
Entah mengapa pemikiran itu membuat dirinya merinding dalam aliran air yang masih membanjiri sekujur tubuh. Berusaha untuk membuang segala kusut yang makin semrawut, Baekhyun menengadahkan muka supaya aliran langsung menampar mukanya.
Siapa tahu dengan begitu pemikiran buruknya bisa hilang dan ragu itu tak kembali datang.
Baekhyun telah selesai dengan segala rutinitas mandi paginya dan Chanyeol belum juga kembali. Mungkin pesanannya harus mengantri.
Jadi dia putuskan untuk sedikit membenahi kamar yang entah kenapa terasa sangat berantakan.
Chanyeol kembali saat Baekhyun masih sibuk membenahi sprei baru yang masih belum terpasang dengan benar. Di tangannya ada sekantung bubur dan dua gelas teh hangat.
Tanpa banyak bertanya, dia bergerak untuk ambilkan perlengkapan makan. Sedang Chanyeol hanya duduk bersila memperhatikan.
Dilihat-lihat mereka seperti sedang gladi resik berumah tangga ya?
Sebuah geleng coba Chanyeol lakukan untuk usir bayang yang mulai meliar. Tak ingin segala angan yang terlalu muluk itu merebut kewarasannya.
Baekhyun kembali, dengan segala sajian yang siap tinggal telan. Bubur dengan uap yang masih mengepul dan teh jadi pendamping. Sajian sederhana sangat khas mahasiswa. Sebuah sajian bagi mereka yang terlalu malas untuk buat sendiri sarapan.
Chanyeol telah biasa dengan pola ini, sarapan sederhana ini, kebersamaan ini. Entah hari keberapa sejak mereka berdua memutuskan bertukar sapa. Tak menghitung dan tak ingin coba hitung.
Yang dia tahu, proses ini adalah sebuah langkah yang harus dia nikmati. Naik turunnya hubungan, amarah yang seringkali dilempar, serta kekecewaan yang pernah buat kandas hubungan. Dia harus nikmati semua, tak hanya bahagia, lara pun juga.
Chanyeol tersenyum. Lalu tiba-tiba saja tangannya terulur dan usap puncak kepala Baekhyun dengan pelan.
Tak ada aba dan Baekhyun mengerjap tak duga. Ini anak kenapa? Begitu batinnya.
Wajahnya maju, menyentuhkan ujung hidung pada hidung Baekhyun. Mengerut seperti muka merajuk, lalu usak beberapa kali kedua ujung hidung yang bertemu tersebut.
Ah gila, manisnya.
Untung Baekhyun tak sedang mengunyah. Coba saja mulutnya isi, pasti sudah tersembur karena sikap Chanyeol yang sering tak bisa diterka.
Baekhyun hanya biarkan. Coba tak beri atensi pada Chanyeol yang semakin bertingkah dengan meletakkan sendoknya dan genggam salah satu tangannya. Genggaman itu terasa hangat seiring dengan dua tangan yang menangkupnya gemas.
Baekhyun intip sedikit. Raut itu perlahan berubah. Semula merengut gemas, lama-kelamaan luntur. Senyum tipis kini jadi pandangan utama. Tersaji didepan mata dan Baekhyun jadi penikmatnya.
Chanyeol kembali mendekat. Kini dahi jadi tujuan. Sebuah kecup singgah sebentar. Lembut dan tanpa ada tuntutan. Baekhyun total bisu.
Kemudian pemuda tinggi itu bangkit. Meninggalkan Baekhyun yang masih pusing sedikit.
Kembali setelah beberapa detik, Baekhyun masih menatapnya dalam bisu yang tak berkesudahan.
Hal yang tak pernah Baekhyun kira adalah tindakan yang Chanyeol lakukan setelahnya. Dia tahu Chanyeol seringkali lakukan hal tanpa diduga, tapi kali ini benar-benar tak disangka. Tak pernah masuk diperkiraannya.
Chanyeol duduk bersila dihadapannya. Pandangannya lurus tepat ke retina Baekhyun. Sebuah harap sedikit banyak mengintip dibalik bola mata itu. Kadang Baekhyun takut pada sebuah pengharapan.
Terlebih lagi pengharapan yang tersirat dari sebuah lingkar yang harusnya bertengger pada ruas jari.
Cincin.
Chanyeol mengajukan pengharapannya lewat cincin.
"I know, its too early. But Baekhyun, here I'm. Aku, Park Chanyeol yang pernah mengecewakanmu, ingin mencoba sekali lagi menjadi sosok penting dalam hidupmu. Sebagai sebuah sandaran, sebagai penopang, sebagai pendamping. Izinkan aku sekali lagi mengambil peran sebagai prioritasmu. Aku tak punya janji untuk tak mengecewakanmu dua kali. Aku hanya berjanji untuk memperbaiki diri. Aku tak bisa tawarkan kesempurnaan. Tapi aku ingin berusaha jadi sempurna dengan kau disisi. Baek, lets get old together. Lets spend your forever with this stupid person,"
Baekhyun tentu saja terharu. Terhanyut pada kalimat yang Chanyeol lontarkan. Tentang bagaimana diri itu mengakui kesalahan dan ingin mengusahakan.
Baekhyun hampir saja menangisi moment. Tapi realitas menarik kesadaran. Dia hanya tersenyum, menurunkan tangan Chanyeol yang masih menggenggam cincin indah tersebut. Memindahkannya pada tangan Chanyeol yang dibukanya, lalu menutupnya. Membiarkan cincin itu tersimpan dalam balutan tangan Chanyeol sendiri.
"Like you says, its too early. Aku mengizinkanmu untuk kembali mengambil tempatmu, kembali menduduki tahtamu. Mari saling bersandar, mari saling menopang. I want to grow with you too, lets spend time together. Tapi semua tidak semudah itu, Chan. Aku ingin kita melalui beberapa proses lagi. Langkah kita masih terlalu dini untuk membangun hal yang kau ingini,"
Chanyeol menatap nanar kepalan tangannya yang diusap oleh Baekhyun. Kepalan yang menyimpan cincin dalam bisunya.
Baekhyun belum berdiri pada titik yang sama dengannya.
"Aku tahu apa yang ada di otakmu. Berhenti berpikir begitu. Aku ada disana, bersamamu. Pada tujuan yang sama. Hanya saja, kupikir sekarang bukan waktu yang tepat untuk membangun sebuah rumah tangga,"
Baekhyun mengangkat wajah Chanyeol dengan jarinya. Menariknya pelan untuk saling menatap.
"Lihat aku. Aku bukan meragu. Bukan pula kecewa yang masih membelenggu. Mari pikirkan ini dengan baik-baik. Chan, aku ingin kita berdiri dengan kedua kaki kita sendiri. Tanpa harus mengandalkan kedua orang tua kita. Mari lulus bersama, berkutat dalam pencarian kerja, lalu mengumpulkan semua jerih kita untuk menggelar sebuah pesta. Aku ingin merasakan proses itu. Bukan menginginkan sesuatu yang instan,"
Pada titik ini, Chanyeol benar-benar tak habis pikir. Segala ucap maupun tindakan yang Baekhyun lakukan selalu buatnya kagum. Pemuda yang dicintainya itu bisa gunakan realitas dalam segala keputusan, sekalipun itu perkara hati dan perasaan.
Chanyeol membenarkan apa yang diinginkan Baekhyun, mengerti betul apa maksud dari setiap ucap yang dia sampaikan.
Tak ada sesal sedikitpun telah coba nyatakan keinginannya. Sekalipun telah mengantongi izin dari orang tua, Chanyeol tak ingin lakukan bila Baekhyun belum berkehendak.
Jadi disini dia hanya bisa tarik sosok yang kini kembali menjadi kekasih, dan tak menutup kemungkinan untuk lebih, itu ke dalam pelukan. Membisikan ratusan untaian cinta dan sampaikan seribu rasa terimakasih.
Mungkin kemarin adalah sebuah kesalahan yang timbulkan sebuah kekecewaan. Tapi esok adalah sebuah harapan yang ingin diwujudkan jadi sebuah kebahagiaan.
Chanyeol dan Baekhyun meyakini bahwa esok bukanlah sebuah hal yang ditakutkan. Bukan lagi sebuah bayang kekecewaan. Tapi esok adalah pengharapan atas proses menuju bahagia bersama.
Kini biarkan dua sosok yang akhirnya kembali pada satu kejelasan hubungan. Biarkan mereka untuk kembali jalin status yang jelas. Mengembalikan rasa percaya mereka dengan coba rajut melalui sebuah kecup yang saling bersambut.
Pagi itu, dua mangkuk bubur serta dua gelas teh hangat jadi saksi. Tentang cinta yang kembali bertaut. Tentang dua pemuda yang kembali dimabuk.
Akhirnya, Chanyeol dan Baekhyun bukan lagi mantan.
END
Finally!!!! We're in the end of the story. Gila ini berapa tahun namatinnya? Bener2 nemenin aku dari awal kuliah. Sorry yaa jarang update. Tapi kan pada akhirnya end hehew.
Aku mau berterimakasih ke kalian yang masih setia nunggu. Masih mau baca. Masih mau ngasih review. I love you all.
Aku masih ga nyangka kalau liat angka pengikut cerita ini. Bener2 banyak bgt huhuhu. Terharu.
Btw, aku lagi on process buat suatu project ff chanbaek. Ditunggu aja nanti aku publish disini kok. Jangan lupa review ya disana nanti.
Aku suka bgt baca review kalian yg panjang2. Apalagi yg suka curhat di kolom review. Mau balas tp bingung caranya. So buat kalian yg pengen keep in touch with me, silahkan dm twitter aku baerryriana. Pasti aku balas kok.
Sekali lagi terimakasih. Sampai bertemu di judul ff lainnya wkwk.
Phay phay!!
