[Antagonist]

NCT belongs to themselves

"Antagonist" belongs to Lexa Alexander

Inspired by: Caste Heaven by Chise Ogawa

Main Pair: TaeTen

Other Pair: JaeDo, JohnIl


Jalan pikiran Ten memang tidak biasa.

Mengalahkan tokoh utama, katanya? Seumur hidupnya, Taeyong belum pernah menemukan sebuah cerita di mana tokoh antagonisnya mengalahkan sang tokoh utama. Atau setidaknya, berakhir bahagia saja tidak. Yang pernah ditemuinya hanyalah tokoh antagonis yang berakhir dalam penyesalan dan tunduk pada tokoh utama, mendapatkan akhir yang menyedihkan atau bahkan kehilangan nyawanya.

Semuanya berakhir dengan mengenaskan, menurut Taeyong.

Maka dari itu, mustahil rasanya mengalahkan tokoh utama yang tak terkalahkan itu.

"Bukankah itu mustahil?" tanya Taeyong ketika keduanya sedang dalam perjalanan menuju sekolah, berjalan kaki dari halte bus terdekat bersama murid-murid lain.

Ten yang sedang meminum susu kotak menoleh ke arah sahabatnya dengan pandangan bertanya, kemudian setelah beberapa saat, barulah dia mengerti apa yang ditanyakan Taeyong. "Terdengar mustahil karena memang belum ada yang melakukannya. Kalau begitu, bukankah bagus jika kita menjadi yang pertama?"

Seringai Ten menunjukkan bahwa anak itu benar-benar serius akan melakukan apa yang dikatakannya barusan, dan tentu saja dia akan menyeret Taeyong bersamanya. Sejujurnya, Taeyong tidak keberatan. Dia justru tertarik untuk melakukan itu juga. Namun keraguan terus memenuhi dirinyamasih teringiang dalam kepalanya kata-kata 'bijak' dari orang-orang bahwa setiap perbuatan jahat akan mendapat balasan yang sama buruknya.

"Kau masih ragu, kan?" tanya Ten ketika menyadari apa yang membuat Taeyong terdiam dan tidak membalas ucapannya tadi. Pertanyaan itu menarik Taeyong dari lamunannya. Setelah itu, Ten melanjutkan, "Tidak perlu terburu-buru. Terkadang kau memang perlu suatu alasan untuk melakukan sesuatu, karena memang setiap orang memiliki setidaknya satu alasan untuk setiap apa yang mereka lakukan." Ten tersenyum pada Taeyong, "Meskipun terkadang tidak semua orang memerlukan alasan logis ataupun kuat untuk melakukannya."

Memasang raut kebingungan, Taeyong bertanya, "Apa maksudnya?"

Ten tidak langsung memberikan jawaban, justru memasang wajah jahil dengan senyuman miring di wajahnya, membuat perasaan Taeyong menjadi semakin tidak enak. "Melakukan sesuatu hanya untuk bersenang-senang, misalnya?"

Jawaban dari Ten memang tidak jelas dan sama sekali tidak dapat Taeyong pahami. Memikirkan apa maksud dari ucapan sahabatnya yang seolah memiliki berbagai makna di baliknya justru membuat Taeyong semakin sakit kepala sehingga Taeyong memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut. Biarkan saja, mungkin suatu saat nanti dia akan paham dengan sendirinya.

Kelas mereka ada di lantai satu, menghadap taman bagian dalam yang begitu cantik dan memanjakan mata. Di sana ada berbagai tanaman, kolam, dan juga jalan setapak yang dihias bebatuan dengan apik dan juga beberapa kursi taman. Luas, namun tidak seluas taman belakang yang entah berapa kali lipat lebih luas dari itu.

Masuk ke kelas, Taeyong memperhatikan ruang kelasnya untuk setahun ke depan. Meja dan kursi yang bersih dan terlihat seperti baru dengan deretan loker dan sebuah papan tulis kosong di bagian belakangentah digunakan untuk apadan juga papan tulis yang lebih besar di depan kelas, dengan sebuah meja podium di tengahnya. Ada tabel untuk jadwal piket dan jadwal mata pelajaran juga. Seperti kelas biasanya, namun kelasnya kali ini terasa berbeda dengan kelasnya ketika SMP dulu.

Memang, dalam diamnya Taeyong merasa gugup luar biasa meskipun dari raut wajahnya sama sekali tidak terlihat. Ujung jemarinya mulai terasa dingin, namun Taeyong terus mengingatkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

'Selama kau tidak menunjukkan kelemahanmu, semuanya akan baik-baik saja.'

Itu yang Ten katakan padanya ketika liburan.

Dalam kepalanya, Taeyong terus mengulang-ulang ucapan Ten sembari menyiapkan dirinya yang dalam waktu kurang dari satu menit harus menunjukkan pada semua orang sosok 'sempurna' dirinya yang sekiranya tidak akan dipandang sebelah mata. Sosok yang seolah tidak memiliki sedikit pun kekurangan, yang tidak akan meringkuk di dasar piramida kasta.

Tepukan pelan Ten di punggungnya membuat Taeyong tersadar. Menoleh, Taeyong mendapati Ten tersenyum padanya. Sebuah senyuman tipis yang membuatnya jauh lebih tenang, meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Selama ada Ten di sisinya, semuanya akan baik-baik saja.

"Ayo masuk."

Mengikuti Ten, Taeyong memilih untuk duduk di meja yang ada di baris kedua dari belakang, sementara Ten yang duduk di meja lain yang berada di sisi kanannya.

Tidak banyak meja di kelas mereka. Kalau Taeyong tidak salah hitung, total semuanya hanyalah empat belas set meja dan kursijumlahnya bahkan tidak sampai setengah dari jumlah siswa dalam satu kelas biasa. Namun tidak membutuhkan waktu lama bagi Taeyong untuk mengerti bahwa jumlah siswa dalam satu kelasnya sama seperti jumlah kartu yang kemarin Ten tunjukkan padanya.

Dari empat belas orang, akan ada yang berperan sebagai King, Queen, Jack, Pleaser (10), Wannabe (9), Prep (8), Messenger (7), Slacker (6), Geek (5), Goth (4), Brain (3), Floater (2), Bad Boy (As), dan tentu saja, Joker.

Taeyong hampir saja melupakannya.

Joker. Tentu saja, bagaimana dia bisa melupakannya dan bersantai, dengan penuh percaya diri yakin sekali bahwa dia akan mendapatkan kartu bagus seperti Jack atau bahkan King?

Untuk sesaat, pikiran Taeyong kembali dipenuhi rasa takut. Membayangkan dirinya mendapat kartu Joker, lalu ditindas selama setahun penuh, Taeyong tidak ingin merasakan itu lagi untuk yang kedua kali. Bayangan-bayangan tentang kejadian tahun lalu kembali terulang di kepalanya, mengingatkannya akan rasa takut yang bahkan tidak dapat dijelaskannya dengan kata-kata.

Memang tidak menjadi bahan tertawaan seperti peran yang harus Joker lakukan, tetapi yang namanya ditindas itu semuanya sama saja.

"Tae?"

Taeyong melihat Doyoung melambaikan tangannya di depan wajahnya. Wajah Doyoung terlihat kebingungan dan sedikit khawatir. Begitu Taeyong tersadar dari lamunannya, Doyoung tersenyum cerah. "Hei, aku duduk di sini," katanya, kemudian menunjuk bangku kosong di belakang Taeyong dan berkata, "Jaehyun duduk di sana, tapi sekarang dia sedang ke kantin untuk beli minum."

"Oh ..." Taeyong tidak tahu harus membalas bagaimana. Pikirannya masih kabur, sebagian besar masih berada di ingatan tentang masa di mana dia berada dalam posisi yang ditindas.

Tiba-tiba, Ten menggeser kursinya mendekat ke meja Taeyong dan ikut mengobrol dengan dua temannya, sedikit merengut karena Doyoung tidak mengajaknya mengobrol. "Hei, aku mau tanya."

"Apa?"

"Tentang peran Joker. Sebenarnya, apa perannya? Atau, apa yang sebenarnya menjadi tugasnya?" tanya Ten, menatap dua temannya bergantian. Yang dilempar pertanyaan hanya saling melempar tatapan kebingungan sebelum salah satunya menjawab, "Tidak tahu."

Ten mendengus begitu Doyoung menjawab pertanyaannya dengan sebuah jawaban yang tidak memuaskan.

Doyoung menatap Ten sengit, menjitak kepalanya pelan sebelum berkata dengan nada yang naik sekian oktaf, "Aku tidak tahu!" katanya, "Yang tertulis di kertas, perannya hanya menjadi 'yang menghibur semuanya.' Aku tidak tahu maksud dari 'menghibur' itu bagaimana."

"Seperti komedian?" tanya Taeyong, membuat Ten dan Doyoung tertawa terbahak.

"Tidak, tidak, kurasa tidak begitu." Doyoung memegang perutnya, entah mengapa pertanyaan Taeyong yang barusan begitu membuatnya geli. Rasanya Taeyong terlalu polosatau bodohuntuk memahami makna 'menghibur' yang biasa dipahami oleh murid-murid lain. "Tapi, bisa juga," kata Doyoung setelah tawanya berhenti. "Yang ditulis di kertas hanya 'menghibur.' Itu bisa jadi 'menjadi bahan tertawaan' atau yang lainnya."

Ten mengangguk menyetujui ucapan Doyoung, kemudian berkata, "Kalau Jaehyun mendapat peran Joker, aku akan menyuruhnya menyanyi tiap hari. Suaranya bagus, sih. Lumayan, dapat hiburan gratis setiap hari." Setelahnya, dia kembali tertawa terbahak. Kali ini tawanya lebih keras dari sebelumnya karena membayangkan Jaehyun harus menyanyi setiap hari selama satu tahun.

Tapi tawa Ten langsung berhenti begitu sebuah kaleng minuman dilempar ke arahnya. Begitu ditangkap, ternyata itu cokelat hangat. "Oh, terima kasih, Jae."

Jaehyun mendengus, mengabaikan Ten dan memberikan kaleng minuman lain untuk Doyoung dan Taeyong. Jus jeruk untuk Doyoung dan kopi hitam untuk Taeyong. Melihat kaleng kopi hitam Taeyong, Ten langsung protes, "Jae! Aku juga mau kopi hitam!"

'Sudah bagus kubelikan,' Jaehyun hanya bisa membatin, meskipun terlihat dari wajahnya kalau dia baru saja mengeluh dalam hatinya. Sedangkan Ten tidak peduli, tetap merengek pada Jaehyun untuk bertukar minuman.

"Ayolah, aku tahu kau lebih suka cokelat dari pada kopi yang pahit."

Tidak ingin berdebat lebih lama dengan Ten, Jaehyun mengalah dan memberikan kopi hitamnya pada Ten. "Nih."

"Yeay, Jaehyun terbaik!" Ten segera membuka kalengnya dan meminumnya sedikit, merasakan pahit kopi memenuhi indera pengecapnya. Berharap kantuknya sedikit menghilang dari efek kafein.

Doyoung yang memperhatikan Ten mengernyitkan dari, "Semalam, kau begadang lagi?" tanyanya setelah menyadari kantung mata Ten yang sedikit menghitam. "Kau tidur jam berapa?"

Melirik Doyoung sekilas, Ten menjawab, "Tidak tidur sama sekali."

Jawaban itu membuat Taeyong memberi lirikan tajam padanya, namun sayang sekali Ten memang tidak peka. Mengabaikan lirikan tajam Taeyong, Ten terus mengoceh tentang apa saja yang membuatnya tidak tidur semalaman. Menurut pengakuannya, dia tidak bisa tenang memikirkan apa yang akan terjadi di hari penentuan ini.

"Tapi aku yakin sekali kalau aku mendapat kartu bagus." Ten mengakhiri ceritanya dengan wajah sombong, membuat Doyoung menatapnya sengit.

"Percaya diri sekali."

Ten menjulurkan lidah, mengejek Doyoung. "Sejelek-jeleknya keberuntunganku, mungkin hanya Pleaser."

"Sombong!" Doyoung berdiri dari duduknya, sudah tidak tahan untuk menghajar Tenmain-main, tentu saja.

Lagi, Taeyong hanya tertawa melihat keributan di depannya. Sementara Jaehyun hanya menatap keduanya datar, menghabiskan cokelat hangatnya dalam diam. 'Cokelat ini enak juga,' pikir Jaehyun. Karena merk baru, awalnya Jaehyun sedikit ragu dengan rasanya. Tetapi ternyata rasanya tidak buruk. Ingatkan Jaehyun untuk memasukkan merk itu ke dalam daftar 'minuman kalengan yang enak' miliknya.

Keributan Ten dan Doyoung tidak berlangsung lama. Ketika bel tanda dimulainya pelajaran telah berbunyi, mereka segera merapikan meja dan membuang kaleng-kaleng minuman yang telah kosong ke tempat sampah yang ada di lorong. Tidak sampai dua menit, seorang wanita berambut hitam dengan highlight biru masuk ke dalam kelas dengan membawa buku bersampul biru dengan simbol Spade perak di sampulnya dan juga sebuah kotak dengan simbol yang sama.

"Selamat pagi," sapanya disertai seulas senyum. Salamnya langsung dibalas oleh seisi kelas. Wanita itu mengenalkan dirinya sebagai wali kelas mereka, kemudian setelah menjelaskan tentang agenda mereka pagi itu dan apa saja yang perlu siswa baru ketahui tentang peran-peran yang ada, kotak yang di dalamnya berisi empat belas amplop itu diedarkan.

Amplop itu berisi kartu, tentu saja.

Taeyong menatap amplop di tangannya was-was, benar-benar takut jika dirinya mendapat peran terburuk—Joker. Meskipun Ten berkata padanya untuk tenang karena peran yang akan didapatkannya tidak akan lebih rendah dari Pleaser, namun Taeyong tidak bisa berbohong bahwa masih ada rasa takut di dalam hatinya.

Perbandingannya 1:14.

Itu kecil sekali, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi Taeyong untuk mendapat kartu sial itu.

"Sekarang, kalian bisa membukanya."

Serentak, empat belas siswa itu membuka kartu mereka. Sebagian besar memasang wajah lega karena setidaknya mereka tidak mendapat peran terburuk, sebagian kecewa karena tidak mendapat kartu yang cukup tinggi seperti apa yang mereka inginkan, dan satu orang berwajah pucat.

Ketika wali kelas mendata peran yang mereka dapatkan dan giliran peran Joker disebut, bahkan seorang Jung Jaehyun pun tidak dapat menyembunyikan raut terkejutnya.

"Saya, Kim Doyoung."

Belum ada sepuluh menit sejak Taeyong menghela nafas lega karena dia tidak mendapatkan kartu sial itu, kini Taeyong bahkan lupa untuk mengontrol ekspresinya. Tidak hanya Jaehyun atau Taeyong, Ten juga sama terkejutnya. Dalam kepalanya, tiga orang itu langsung menyusun berbagai skenario agar Doyoung tidak terlalu terbebani dengan perannya. Beruntung mereka bertiga menduduki kursi Royal Class sehingga dapat bebas melakukan apa saja.

Doyoung mendapat kasta terbawah adalah sesuatu yang buruk.

Lagi pula, orang mana yang tega melihat teman baiknya sendiri menderita sementara dirinya duduk dengan nyaman di puncak? Siapapun itu, yang jelas orang itu bukanlah Taeyong, Ten, Jaehyun, Johnny, atau Taeil.

"WHAT THE F—"

Taeyong buru-buru menutup mulut Johnny sebelum laki-laki jangkung itu mengumpat lebih banyak. Johnny memberontak dan protes agar Taeyong melepaskan tangannya, namun Taeyong tidak berniat menyingkirkan tangannya dari mulut Johnny sebelum anak itu lebih tenang dan dapat duduk manis tanpa membanting meja sembari mengabsen seluruh daftar umpatan yang dia tahu.

Sementara di sebelah Jaehyun yang tidak tahu harus berkata apa, Taeil hanya diam, menatap Doyoung yang sekarang sedang memakan kue cokelatnya dengan tenang. "Kau tidak apa-apa?" tanya Taeil setelah keterdiamannya yang cukup lama.

Pertanyaan Taeil dijawab dengan anggukan yakin oleh Doyoung. "Mereka baik, kok, hyung," kata Doyoung, menoleh pada Ten dan Ten memberi gestur setuju dengan sebelah tangannya yang tidak memegang sendok. Keduanya masih fokus dengan berbagai kue yang tersaji di atas meja.

Mereka tidak sedang di toko kue atau di kedai, ngomong-ngomong. Sekarang mereka ada di halaman belakang kediaman Lee, mengiyakan ajakanpaksaanTaeyong untuk berkunjung ke rumahnya sembari membicarakan masalah Doyoung. Meskipun Doyoung berkata dirinya baik-baik saja, tetapi Taeyong tidak yakin dia benar-benar 'baik-baik saja'.

"Serius?" Taeil bertanya pada Taeyong yang sekarang sedang mengelap tangannya menggunakan tisu basah pasca membekap mulut Johnny. DiaTaeilbukan dari kelas Spade, jadi dia tidak tahu apa yang terjadi di kelas itu; terutama kesepakatan yang mereka buat.

"Yah," Taeyong menatap Doyoung sekilas, "sebenarnya, kelas kami sudah sepakat untuk tidak melakukannya secara berlebihan. Kami juga sudah bilang pada Doyoung agar dia memberi kode pada kami untuk berhenti, seandainya apa yang kami lakukan terlalu berlebihan baginya."

"Oh, itu bagus," komentar Taeil, kemudian beralih pada Doyoung, "Teman-teman sekelasmu juga baik padamu, kan?" tanyanya.

Doyoung mengangguk, "Aku jadi tidak terlalu khawatir. Lagipula ini hanya akting dan kita hanya perlu melakukannya di sekolah." Doyoung tertawa, kemudian menunjuk Taeyong, Ten, dan Jaehyun dengan garpu di tangannya sembari berkata, "Aku juga yakin mereka bertiga tidak akan melakukannya dengan berlebihan. Aku percaya pada mereka bertiga."

Ten ikut tertawa, "Percaya padaku, Do-ie! Aku akan membuatmu menyanyi di depan kelas setiap hari. Suaramu bagus, kan?"

"Katamu kau akan melakukan itu pada Jaehyun?!"

"Tapi Jaehyun bukan Joker~" Ten merengut, "Gantinya kau saja. Suaramu juga bagus sekali, kan?"

"Sial. Akan kuingat ini, Ten."

Ten dan Taeil tertawa, sementara tiga lainnya hanya terdiam setelah menghela nafas.

Setelah makan malam, Jaehyun mengantar Taeil, Ten, dan Doyoung pulang. Tidak lama kemudian dia kembali, mendapati Johnny masih berada di sana, sedang berbicara dengan Taeyong di ruang perpustakaan. Taeyong menyuruh Jaehyun untuk masuk dan bergabung dengan mereka, tidak melepaskan pandangannya dari Jaehyun.

"Tuan Muda"

"Taeyong," yang dipanggil menyela.

"Taeyong," koreksi Jaehyun, lalu menghela nafas, "Ada apa?" tanyanya.

Taeyong menunjuk-nunjuk Jaehyun dengan sendok yang dia gunakan untuk mengaduk kopinya, "Aku yang seharusnya bertanya padamu 'ada apa?', bukan begitu?"

Yang duduk di seberang Taeyong menutup mulut, tidak menyangka Taeyong dapat menyadarinya.

"Kau lebih banyak diam hari ini," kata Taeyong lalu melirik Johnny, "kau juga."

"Itu yang ingin kubicarakan denganmu, Tae." Johnny lebih dulu berbicara, mengatakan alasan mengapa dia masih berada di sana untuk membicarakan suatu hal bersama Taeyong. "Rasanya ada yang aneh."

"Tentang?"

"Taeil hyung."

Sebelah alis Taeyong terangkat. Taeyong ingat hari ini Taeil bercerita bahwa dirinya mendapat peran dari tingkat tinggisangat tinggi, malah.

Queen.

Tidak ada yang harus Johnny khawatirkan, sebenarnya. Jadi, Taeyong tidak mengerti apa yang membuat Johnny tidak tenang.

"Aku mengerti Jaehyun sangat khawatir pada Doyoung karena dia mendapat Joker—" di sini Jaehyun memberi tatapan tidak terima pada Taeyong, meskipun Taeyong tidak peduli, "tapi Taeil hyung mendapat Queen. Itu kartu Royal Class dan seharusnya dia baik-baik saja." Taeyong melihat Johnny menghela nafas, terlihat sekali dia tidak tenang. "Jadi, John, apa yang mengganggumu?"

"Aku tidak tahu."

"Sorry—?"

"Aku tidak tahu," ulang Johnny. "Seperti katamu, Taeil hyung mendapat kartu Royal Class dan seharusnya dia baik-baik saja. Tapi ada sesuatu yang mengganjal, seolah akan ada sesuatu yang terjaditetapi tidak sekarang."

Taeyong menyimak perkataan Johnny, lalu mengangguk mengerti. Kemudian tatapannya beralih ke Jaehyun, memintanya untuk mengatakan apa yang membuatnya resah.

"Doyoung hyung mendapat kartu Joker," mulai Jaehyun, "Kita bertiga memang mendapat Royal Class; Tuan Mumaksudku, Taeyong, kau mendapat Jack, aku Queen, dan Ten mendapat King. Kita bisa saja melindungi Doyoungdan itu sudah pastitapi seperti ada yang aku lewatkan hari ini." Jaehyun terdiam, mengingat kembali apa yang terjadi tadi pagi untuk menemukan apa yang dia lewatkan, namun nihil. "Rasanya aku melewatkan sesuatu dan itu bisa menjadi masalah."

Taeyong melayangkan tatapan bertanya pada Jaehyun, dalam diamnya bertanya apa yang sekiranya Jaehyun lewatkan, namun Jaehyun sendiri tidak tahu apa yang dilewatkannya hari itu. Akhirnya Taeyong hanya menghela nafas, "Untuk sekarang, Taeil hyung baik-baik saja karena posisinya cukup tinggi dan Doyoung akan baik-baik saja karena aku, Ten, dan kauJaehyundapat melindunginya dengan posisi kita," katanya, menatap Johnny dan Jaehyun secara bergantian, "Kalian awasi saja Taeil hyung dan Doyoung. Jika ada sesuatu yang tidak beres, kita bisa mencari solusinya bersama."

Begitu katanya. Namun setelah mendengar apa yang Jaehyun katakan tentang dia yang melewatkan sesuatu, Taeyong jadi merasa dia juga melewatkan suatu hal yang cukup penting hari ini. Mungkin ini hanya perasaannya, tapi dia harus mewaspadai sesuatu atau hal buruk akan terjadi. Meskipunseperti apa yang dikatakannya tadiTaeil dan Doyoung aman, dan dia tidak perlu mengkhawatirkan akan terjadi sesuatu pada Ten karena Ten jauh lebih waspada dan licik dari apa yang bisa dibayangkan.

Pikirannya mulai kacau.

"Ngomong-ngomong, bisa temani aku bermain?" tanya Taeyong setelah Johnny dan Jaehyun sedikit tenang. Dua orang yang ditanyainya saling pandang sebelum bertanya apa yang akan dimainkannya. "Catur," jawab Taeyong, membuat Johnny menunjukkan wajah lelahnya.

"Kenapa kau mengajak kami?" Johnny jelas menolak.

"Kau bisa mengajak Tuan Besar," kata Jaehyun, menghindari tatapan tajam Taeyong, "meskipun kau baru menang dua kali dari entah-berapa-banyak-pertandingan, tapi kurasa itu jauh lebih berguna daripada mengajakku atau Johnny."

Taeyong butuh sedikit menjernihkan pikirannya sehingga setelah dia menyuruh Johnny untuk menginap, dia langsung pergi sembari mencari ayahnya dan mengajaknya bertanding.

Ada sesuatu yang harus dia temukan. Jika dia tidak segera menyadarinya, mungkin semuanya akan kacau. []