FINAL FANTASY VERSUS
080
Merah dan panas─dua hal pertama yang dirasakan indra Noctis. Jika kau melihat EXINERIS dari luar, dia tampak seperti menara putih yang membelah awan. Lain hal jika kau berada di dalam. Mendengar ringkasan informasi dari Jeanne, EXINERIS memiliki dua puluh lima lantai: dua belas lantai bawah tanah (dikenal sebagai lantai -12/bawah tanah 12 sampai -1/bawah tanah 1), satu lantai dasar (dikenal sebagai lantai D/dasar), dan dua belas lantai atas (dikenal sebagai lantai 1/atas 1 sampai 12/atas 12). Setiap lantai tingginya mencapai tiga puluh meter dengan luas tiga ratus meter persegi. Desain EXINERIS dapat dianalogikan sebagai sedotan di dalam botol. Lantai bawah tanah EXINERIS adalah botol dan lantai atas adalah sedotan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa lantai bawah tanah dua kali lipat lebih luas daripada lantai atas.
Lantai bawah tanah EXINERIS hanya berupa semen abu pucat yang dibagi menjadi tiga sektor. Di sudut-sudut area setiap sektor tersimpan banyak drum, pipa, tumpukan besi panjang, tangga lipat, traktor, kotak muatan barang berukuran besar dan kabel-kabel yang memanjang tak beraturan di lantai. Segalanya tampak sudah lama terbengkalai diukur dari debu yang menumpuk di atas benda-benda tersebut.
Begitu menginjakkan kaki di lantai -12, dari pintu masuk Noctis dapat langsung melihat sebuah reaktor berukuran superjumbo yang memancarkan sinar merah membara─menandakan bahwa reaktor sedang aktif mengonversi uap panas meteorit menjadi daya listrik. Satu reaktor mampu memproduksi sepuluh ribu megawatts daya listrik. Secara keseluruhan ada empat reaktor di EXINERIS, tapi dari jarak pandang ini Noctis hanya dapat melihat satu.
Satu reaktor dilengkapi oleh generator turbo berpendingin hidrogen. Kelompok generator turbin ini terdiri dari dua komponen yaitu turbin uap berupa pipa mengular berwarna biru dan generator listrik yang seperti atap rumah kaca lengkung berwarna kuning. Terdengar bunyi berisik dari rotor yang berputar kencang membahana. Rasanya seperti sedang berdiri di dekat pesawat terbang yang tengah beroperasi.
Temperatur di ruangan ini superpanas. Lantai bawah tanah EXINERIS dijepit oleh kawah yang di dindingnya menempel sejumlah besar meteorit yang menguarkan uap panas. Ditambah lagi mereka amat dekat dengan reaktor yang sedang bekerja penuh, menghasilkan uap panas yang sebagian menghambur keluar dari pipa pembuangan. Dalam sekejap Noctis dibanjiri peluh. Ia ingin menyeka keringat yang berkali-kali menetes dari ujung rambutnya ke pipi dan bibir, tapi mustahil ketika ia mengenakan helm yang menutup seluruh kepalanya.
"Astaga, panasnya serasa melelehkan dagingku!" Terdengar suara Prompto yang terhubung melalui pelantang suara yang dipasang di helm mereka. Seragam mereka berlima telah dikalibrasi Jeanne sedemikian rupa sehingga mereka bisa mendengar suara antaranggota kelompok, ditambah suara Jeanne yang menunggu mereka di luar. "Aku tidak menyangka bakal berkata ini, tapi aku ingin kembali ke Greyshire Glacial Grotto. Daripada mati terpanggang, aku lebih suka mati membeku karena kau hanya merasa mengantuk secara perlahan dan akhirnya kau mati tanpa kau sadari."
"Kedengarannya kalian bersenang-senang bertiga tanpaku," balas Gladio. "Apa yang kalian lakukan selama aku pergi?"
"Kami baru saja menemukan satu Royal Arm lainnya di sebuah gua yang tersembunyi di balik air terjun di dekat sini," jawab Ignis. Noctis bisa membayangkan sang penasehat kesulitan untuk melihat karena embun yang kerap menempel di kacamatanya.
"Huh, ternyata kalian bisa bekerja dengan baik tanpa bantuanku," keluh Gladio, berkacak pinggang. "Aku jadi berpikir bahwa ujian yang susah payah kulalui tidak akan begitu bermanfaat nantinya."
"Ujian? Apa maksudmu dengan ujian?" Prompto menyenggol bahu Gladio. "Sepertinya ceritamu jauh lebih menarik daripada kami. Kau tahu, cerita kami tidak ada bedanya dengan pengalaman mencari Royal Tomb yang sudah-sudah: kau pergi ke tempat eksentrik yang terpelosok, berputar-putar tujuh keliling di dalamnya, melawan daemon, mencapai Royal Tomb, mengklaim Royal Arm. Tamat deh."
"Kita bisa bertukar cerita lain kali. Sekarang fokuskan perhatian kalian pada tugas yang menanti di depan," perintah Cor. Mereka berlima saling merapat dan membuat lingkaran kecil untuk berdiskusi. "Karena ruangan ini sangat luas, besar kemungkinan kita akan tersesat. Seperti yang sudah disepakati, Jeanne akan memandu kita hingga kita sampai di pintu keluar utama dan juga ruang kontrol primer untuk menolong Holly. Jeanne, ini Cor, kau bisa mendengarkan aku? Ganti."
[Jeanne di sini. Ya, aku bisa mendengarmu. Seperti yang sudah kujelaskan tadi, sekarang kalian berada di lantai paling dasar, yaitu lantai -12. Kalian memiliki dua misi. Pertama, kalian perlu mencari lift untuk naik ke lantai D. Di lantai D ada satu pintu keluar utama yang langsung terhubung dengan Lestallum. Kedua, aku membutuhkan bantuan kalian ke ruang kontrol primer yang berada di lantai teratas, yaitu lantai 12 dan membebaskan Bu Holly yang disekap kekaisaran di sana.]
Ignis melipat kedua tangan di depan dadanya, tengah berpikir. Berselang semenit, dia berkata, "Akan lebih baik jika kita tetap bersama-sama sebagai satu kelompok sampai tiba di lantai D dan menemukan pintu keluar. Dari titik itu, kelompok akan dipecah menjadi dua. Kelompok pertama akan keluar melalui pintu utama dan menolong Luna dan Talcott yang disandera Verstael di Leville. Kelompok kedua akan naik lift hingga mencapai lantai teratas, masuk ke ruang kontrol primer dan menolong Holly. Apa kalian setuju dengan usulan ini?"
"Ide yang rasional. Aku menyukainya," jawab Gladio.
"Yeah, kurasa itu strategi terbaik yang bisa kita lakukan," imbuh Prompto.
"Aku akan mengikuti kemauan Yang Mulia. Sepanjang dia menyetujuinya, aku tidak akan mengeluh," ujar Cor.
Lantas semua orang memandang Noctis. Ia tahu mereka menunggu keputusannya. Ia berpikir sejenak, meskipun sulit karena otaknya terasa sedang dipanggang. "Oke, kita akan mengikuti strategi Ignis."
"Yang tersisa sekarang adalah pembagian kelompok. Siapa yang sebaiknya bergabung ke kelompok satu dan dua," kata Ignis.
"Kuserahkan pembagian tim kepadamu, Iggy. Aku percaya kau yang paling mengerti kelebihan dan kekurangan setiap orang di sini. Kelompok buatanmu adalah pilihan terbaik," Noctis memutuskan.
"Tanpa perlu kuusulkan, aku tahu bahwa kau ingin masuk ke dalam kelompok satu, Noct," goda Prompto. "Kaulah yang memiliki dorongan terbesar untuk menyelamatkan Luna."
"Semua orang bersedia melakukan apa pun demi orang yang dicintainya, huh?" Gladio mendesah.
Noctis ingin merengek, tapi Ignis sudah angkat suara hingga mengurungkan niatnya.
"Prompto benar. Noctis akan masuk ke kelompok satu. Mengingat kondisi di dalam kota yang ricuh, Noctis membutuhkan seseorang yang dapat mengawasi sekelilingnya dari jarak jauh. Orang itu bertugas menjadi mata ketiga Noctis untuk melumpukan musuh yang hendak melukainya secara sembunyi-sembunyi dari balik kerumunan. Karena itu, Prompto adalah orang yang paling tepat mengemban tugas yang membuthkan keahlian pengintaian ini."
"Aku siap, sayangku!" Prompto merangkulkan satu tangannya ke bahu Noctis. "Anggap saja ini seperti tugas kelompok di zaman sekolah versi ekstrem."
Noctis menyibak rangkulan Prompto. Ia tak butuh kehangatan tubuh tambahan di ruangan superpanas ini. "Jumlah kita ganjil, jadi kita hanya bisa membagi kelompok menjadi dua dan tiga orang. Kurasa aku akan baik-baik saja berdua dengan Prompto."
[Sebagai informasi yang kurasa vital, para tentara kekaisaran sudah menjajah lantai D sampai 12. Kalian membutuhkan lebih banyak tangan untuk mencapai ruang kontrol primer.]
"Maka dari itu, tuntas sudah pembagian kelompok ini. Aku, Gladio dan Marshal akan bergabung ke dalam kelompok dua. Aku yakin dengan adanya Gladio—dan terutama Marshal—akan memudahkan kita dalam memenangkan pertempuran yang tak terelakkan dengan kekaisaran," simpul Ignis.
"Apa maksudmu dengan 'terutama' Marshal?" tanya Gladio, intonasinya sedikit menohok. "Asal kau tahu, aku baru saja membuktikan bahwa aku bisa menang beradu pedang dengan Marshal."
"Aku hanya berkata sesuai fakta. Marshal memiliki pengalaman yang lebih panjang di medan perang daripada kita semua," komentar Ignis, tetap tenang.
"Uh, teman-teman? Kalian ingat kita punya misi, kan?" tanya Prompto, berusaha meredakan atmosfer yang memanas.
[Area paling dekat dengan pintu masuk adalah sektor A1. Kalian harus melewati sektor A2 untuk mencapai A3. Di sanalah lift berada.]
"Baiklah. Saatnya kita bergerak," Noctis mengumumkan.
Mereka berlima berlari melalui sektor A1-1. Suara derap kaki melawan lantai semen mengisi perjalanan mereka di samping suara bising rotor yang berputar. Di langit-langit ruangan Noctis menemukan banyak lampu pijar yang bersinar terang, tapi cahaya merah dari reaktor sudah lebih dari cukup untuk menerangi ruangan ini. Noctis mengandalkan tulisan A1-1 berukuran besar dan berwarna merah yang tertera di dinding sebagai patokan. Mereka tidak boleh tersesat karena dikejar waktu. Semakin lama mereka berkeliaran di sini, semakin besar pula kemungkinan kekaisaran akan kehabisan kesabaran dan mulai menyakiti Luna dan Talcott.
Berselang sepuluh menit, mereka tiba di sektor A1-2. "Sektor A2 melalui sini, kan?" tanya Gladio. Jalan mereka terhalang oleh gerbang besi yang tinggi dan terlihat berat. Di atas gerbang ada plang kuning bertuliskan AREA TERBATAS: KHUSUS PERSONIL SAH—KEBERADAAN YANG TIDAK SAH MERUPAKAN PELANGGARAN KEAMANAN. Di sisi kiri dinding tertempel sebuah panel persegi dengan monitor hijau yang menampilkan teks BUKA dan TUTUP. "Seharusnya panel tersebut bisa membuka gerbang ini."
Noctis mendekati panel itu dan menekan tombol BUKA. Setelah menunggu selama lima detik, gerbang itu tetap bergeming.
Sial, sepertinya butuh lebih banyak perjuangan dari yang kupikirkan untuk mencapai lift.
"Tidak berfungsi, Noct?" Prompto menundukkan kepala ke panel.
"Kutebak dia butuh daya," jawab Ignis, mewakili Noctis. "Lihat lampu suplai daya di atas panel itu yang padam."
Cor meneliti seisi ruangan dan perhatiannya terpaku pada sebuah ruangan kecil di sisi timur dari sektor A1-2. Dia menunjuk ke arah ruangan itu dan perhatian semua orang tertuju ke sana. "Sebaiknya kita periksa ruangan itu. Aku bisa melihat plat Ruang Kontrol di atas pintu."
"Pastinya itu berbeda dari ruang kontrol yang dimaksud Jeanne?" terdengar suara Prompto yang penasaran.
[Ah, maaf. Aku lupa bilang kalau terdapat ruang kontrol sekunder untuk mengatur arus daya listrik generator dan alat-alat elektronik lainnya yang dipasang di setiap lantai. Ketika aku melarikan diri dari EXINERIS, panel gerbang itu masih berfungsi. Aku mencurigai ada yang mengutak-atik kendali listrik untuk menghalangi orang lain yang hendak menuju lift.]
"Kemungkinan besar antek-antek kekaisaran yang melakukannya," respon Gladio.
"Ayo kita cek ruang kontrol sekunder itu," ajak Ignis.
Dari gerbang mereka berbelok ke kanan, lalu mengambil jalan panjang di ujung kiri. Di penghujung jalan terdapat tangga sempit metalik setinggi kurang lebih tiga meter yang langsung terhubung ke pintu masuk ruang kontrol sekunder.
Satu per satu dari mereka mulai memanjat tangga tersebut, dimulai dari Cor, Gladio, Ignis, Prompto dan diakhiri Noctis. Sesudah melewati pintu yang terbuka, Noctis bisa melihat sebuah ruangan berukuran lima kali lima meter. Ada sebuah panel panjang dengan puluhan tombol dan satu buah monitor berukuran besar dan tiga monitor kecil di atasnya. Monitor yang besar memperlihatkan teks Sirkuit Suplai dan peta biru empat reaktor. Sedangkan tiga monitor kecil menampakkan berbagai grafik yang sepertinya mengukur tingkat aliran daya listrik.
"Walaupun aku tidak mengerti, tapi ini terlihat tidak bagus," komentar Gladio sambil mengamati monitor di depannya.
Noctis mempelajari peta aliran listrik yang ditampilkan di monitor besar. Reaktor 1 mengalirkan listrik ke enam generator dan lift jika dilihat dari garis yang menyala hijau, tapi di percabangan utama garis yang menuju gerbang terputus dan ada teks Kurang Daya dalam kotak merah. Karena berbahaya memencet sembarang tombol di panel, tiba saatnya untuk berkonsultasi dengan Jeanne lagi. "Jeanne, bisakah kau membantu kami mengoperasikan panel ini?"
Tak ada jawaban yang terdengar selama tiga menit selain suara sinyal statis yang berdengung di gendang telinga Noctis.
"Uh, sepertinya ada gangguan pada sinyal pelantang suara," komentar Prompto. "Kita terpaksa bekerja sendiri tanpa panduan Jeanne."
Noctis menghela napas kesal. Ia melihat satu per satu tombol di panel dan menemukan satu tombol merah yang bertuliskan Gerbang. Asal menebak, sepertinya itu tombol untuk mengalirkan listrik dari reaktor ke gerbang. Dipencetnya tombol itu, dan hasilnya terdengar suara seorang wanita yang telah dimodifikasi oleh komputer yang menyatakan, "Eror. Tidak cukup daya."
"Tentu saja eror," keluh Noctis.
"Teman-teman, lihat kemari," kata Ignis yang berdiri di kiri ruangan. Dia menunjuk sebuah poster yang tertempel di dinding. "Instruksi untuk mengatasi kekurangan daya."
Poster itu bertuliskan:
DALAM KEJADIAN KEKURANGAN DAYA
(Malfungsi Elektronik)
1. Prioritas daya yang dialirkan untuk operasional generator dan lift bisa dipadamkan.
2. Untuk menyalakan lift dan/atau gerbang, padamkan generator.
3. Semakin besar lift dan/atau gerbang yang hendak dioperasikan membutuhkan lebih banyak pemadaman generator.
"Padamkan generator dan kita akan memperoleh aliran daya untuk membuka gerbang dan lift," Ignis menekankan poin kedua. "Kalau mengikuti penjelasan Jeanne, generator itu berbentuk seperti atap rumah kaca melengkung berwarna kuning."
"Kurasa tadi aku melihat satu generator yang bentuknya seperti itu di belokan dari sektor A1-1 ke A1-2," kata Prompto.
"Kalau begitu tunjukkan jalannya. Aku akan pergi bersamamu." Noctis melirik kepada Ignis, Gladio dan Cor. "Kalian bertiga tunggu di sini. Perhatikan monitor besar itu dan pastikan daya mengalir ke gerbang setelah aku dan Prompto mengutak-atik generator itu. Segera infokan kami jika berhasil maupun gagal. Jika gagal, kita akan mencari cara lainnya untuk membuka gerbang itu."
"Baiklah, kami akan tinggal di sini," balas Cor patuh, mewakili kelompok itu.
Noctis dan Prompto keluar dari ruang kontrol sekunder, menuruni tangga dan tiba di gerbang. Dari sana, Prompto menjadi pemandu jalan menuju generator yang dilihatnya tadi. Mereka tiba di perduaan sektor A1-1 dan A1-2 dan menemukan generator kuning bertuliskan Generator 3. Di samping generator itu terdapat sebuah kotak panel distribusi listrik berbahan aluminum. Ada satu lampu setengah bola yang berkedip merah, sebuah meteran listrik yang jarumnya berhenti di area ON dan sebuah tuas hitam yang terangkat.
"Kutebak kita hanya perlu menurunkan tuas untuk memadamkan generator ini?" Prompto memberi ide.
Noctis menurunkan tuas tersebut ketika Prompto memintanya berhati-hati karena takut generator itu tiba-tiba meledak. Lampu di kotak panel padam dan jarum pada meteran listrik bergerak ke kiri dan berhenti di area OFF. Terdengar suara robotik perempuan yang menggema di ruangan luas itu yang mengumumkan, "Mengonfirmasi suplai daya dalam keadaan darurat. Melepaskan mekanisme pengunci gerbang."
"Kerja bagus, Noct. Aku bisa mengonfirmasi bahwa daya telah mengalir ke gerbang. Teks Kurang Daya telah berpindah ke generator 3 seperti yang terlihat di monitor," kata Ignis.
"Kita berkumpul lagi di depan gerbang."
Noctis dan Prompto kembali ke depan gerbang. Tiga rekannya yang lain sudah sampai lebih dulu. Mendekati panel, Noctis melihat lampu suplai daya telah menyala hijau, menandakan bahwa listrik telah mengalir ke gerbang tersebut. Ia menekan tombol BUKA di panel di bawah lampu. Serta-merta gerbang besi tinggi itu mulai terbuka.
"Perhentian selanjutnya: sektor A2," kata Cor.
"Setelah itu: sektor A3," imbuh Gladio.
"Dan terakhir: lift!" teriak Prompto kegirangan.
"Tidak semudah itu," Ignis berkata ketika gerbang yang terbuka memperlihatkan ruangan luas dan tinggi lainnya. Sarang laba-laba tebal menempel di tiap sudut ruangan, menimbulkan atmosfer mencekam hanya dari melihatnya saja. Noctis menyipitkan mata dan dari kejauhan tiga puluh meter melihat lima tarantula—daemon berbentuk laba-laba berkaki enam dengan kepala kecil dan perut bulat berwarna abu-abu.
"Oh, kumohon jangan membuatku berurusan dengan serangga lagi. Sudah cukup untuk hari ini!" suara Prompto bergetar.
"Aku yakin kalau daemon akan menyambut kita dengan hangat seperti di gua es tadi siang," kata Noctis ironis. Mau bagaimanapun, lantai bawah tanah EXINERIS tampak terbengkalai seperti Glacial Greyshire Grotto. Dan daemon menyukai tempat-tempat angker.
Mereka masuk ke ruangan selanjutnya. Dari tulisan besar berwarna merah di dinding kanan, Noctis tahu bahwa mereka telah tiba di sektor A2-1. Melangkah tiga puluh meter, mereka tiba di sektor A2-2. Sekelompok tarantula yang sedang berkeliaran atau membuat sarang baru mengalihkan perhatian mereka kepada kelompok pria tersebut, lalu menghentikan aktivitas mereka dan langsung berderap dengan keenam kaki—yang membuat kulit Noctis gatal hanya dengan melihatnya—untuk menyerang.
"Tak perlu menghiraukan, kami hanya menumpang lewat!" seru Gladio, mematerialisasikan mahapedangnya. Teman-temannya yang lain turut memunculkan senjata dan langsung menyerbu ke kelompok tarantula itu. Lima pria melawan lima daemon menjadikan pertarungan itu imbang. Bahkan cepat selesai. Becermin dari pengalamannya ketika bertarung hanya bertiga di Greyshire Glacial Grotto, Noctis bersyukur atas kehadiran Gladio dan Cor karena mereka membuat hidupnya terasa lebih mudah. Pertarungan itu bermula dan berakhir dalam sekejap mata.
Berkeliling di dalam EXINERIS mulai terasa membingungkan karena banyaknya percabangan sektor. Dari sektor A2-2, jalan terbagi menjadi dua: sektor A2-3 di kiri dan A2-4 di kanan. Desain interior yang serupa menambah tantangan. Ia berusaha menjangkau Jeanne untuk meminta panduan, tetapi yang terdengar hanya dengung statis. Masih ada gangguan koneksi dengan Jeanne.
Berhenti di pertigaan, Noctis berpaling ke teman-temannya dan bertanya, "Ada usul jalan mana yang mau kita ambil?" Ia ingin mengandalkan insting liarnya, tapi telah terbukti bahwa instingnya selalu keliru dalam menentukan rute yang tepat.
"Aku berpikir adegan ini seperti déjà vu. Seperti di gua es barusan, kita terjebak di tempat yang bagaikan labirin," komentar Prompto.
"Tidak ada cara lain selain memeriksanya satu per satu," tambah Ignis.
"Aku berekspektasi ada petunjuk jalan manual di PLTM sebesar ini," kata Gladio. "Wajar kalau orang-orang yang bukan pegawai EXINERIS tersesat berada di dalam sini tanpa panduan."
"Sepengetahuanku para pegawai EXINERIS telah lama mengabaikan lantai-lantai bawah tanah. Mereka lebih banyak beroperasi di lantai dasar dan atas," Cor menginformasikan. "Wajar bila kekaisaran tidak memblokir pintu bawah tanah karena mereka beranggapan bahwa tidak akan ada orang yang bakal menggunakannya."
"Marshal benar. Kita tidak boleh mengeluh karena kita telah diberikan kemudahan dalam hal akses alternatif ke Lestallum. Akan jauh lebih merepotkan jika hanya ada satu jalan keluar-masuk ke Lestallum dan kekaisaran telah memblokirnya," kata Ignis.
Noctis menghela napas. "Terpaksa kita ambil jalan ke sektor A2-3, lalu kita periksa setiap sudut sampai ke ujung." Keempat lelaki lainnya mengangguk. Mereka mulai bergerak lagi dalam jarak berdekatan. Sesekali mereka berakhir di area yang menjadi kandang para tarantula. Pertarungan pun tak terelakkan. Mereka semakin kebingungan ketika jalan bercabang menjadi tiga: A2-5 di kiri, A2-6 di tengah, dan A2-7 di kanan. Alhasil, sesuai kesepakatan awal, mereka mengecek satu per satu jalan. Setelah berputar-putar, kesialan menimpa ketika ketiga jalan itu ternyata buntu. Mereka pun terpaksa kembali ke titik awal, yakni sektor A2-2 untuk mengambil jalan ke A2-4.
Dalam perjalanan ke A2-4, Prompto bertanya, "Aku jadi penasaran cincin apa yang ingin dititipkan Luna kepada Iris untuk Noctis. Apa jangan-jangan itu adalah… cincin pernikahan?" Dia terkekeh menggoda.
Oh, sial. Dia menyinggung tentang Ring of Lucii, keluh Noctis. Ia ingin menyembunyikannya lebih lama lagi, tapi sadar bahwa lambat laun rahasia ini akan terbongkar.
"Jika Luna yang menyimpannya dengan begitu hati-hati, maka jelas itu bukanlah cincin pernikahan atau aksesoris yang tidak berguna…," gumam Ignis. "Noct, apa prediksiku benar bahwa cincin tersebut adalah Cincin Lucii?"
"Apa?! Luna menyimpan Cincin Lucii?" tanya Gladio, intonasinya mendesak. "Kenapa dia tidak menyerahkannya begitu bertemu dengan Noct? Kenapa dia menyimpannya sendiri? Kau telah membahayakan Luna karena kecerobohan ini, Noct!"
"Tolong, Gladio. Izinkan Noctis menjelaskan sebelum kita menyimpulkan," pinta Ignis. Ketika Gladio berhenti berbicara, dia melanjutkan, "Silakan, Noct."
Secara mental menyatakan rasa terima kasih kepada Ignis, Noctis mencoba mencari kalimat yang tepat untuk mengutarakan alasan Luna menyimpan Cincin Lucii. Ia mencoba sebisa mungkin menjawab secara ringkas dan padat.
"Sebelum kematiannya, ayahku memberikan cincin itu kepada Luna untuk diamankan sehingga Luna bisa memberikannya kepadaku. Dia sudah mencoba menyerahkannya kepadaku ketika kita berada di Royal Tomb di Keycatrich Trench. Akulah yang memohon kepada Luna untuk menyimpannya untukku."
"Dan kenapa kau melakukan itu?" Suara Gladio jelas frustasi akan keputusan bodoh Noctis. "Cincin itu diciptakan untuk dikenakan Raja Lucis. Bukan untuk dibawa ke mana-mana oleh sang Oracle."
"Tidak perlu bersikap antagonis kepada Noctis," kata Ignis persuasif. "Walau kuakui, aku berharap kau memberitahu kami lebih awal tentang cincin tersebut. Cincin itu barangkali tidak ada manfaatnya untuk siapa pun selain keturunan Klan Caelum, tapi jika jatuh ke tangan kekaisaran, pekerjaan kita akan berkali-kali lipat semakin sulit."
"Semuanya menjadi masuk akal. Alasan kekaisaran menginvasi Lestallum adalah untuk merebut Cincin Lucii dari Nona Lunafreya. Maafkan aku, Yang Mulia, tapi aku sependapat dengan Gladio dan Ignis bahwa menitipkan benda sepenting Cincin Lucii kepada Nona Lunafreya bisa membahayakan nyawanya, terlebih lagi nyawamu," Cor menyimpulkan sepihak. Meskipun pernyataannya menyakitkan hati Noctis, dia tetap bersuara setenang angin semilir.
"A—Ayo kita lupakan perihal cincin ini!" potong Prompto. Meskipun seluruh wajahnya ditutupi helm, Noctis tahu bahwa sahabatnya itu merasa bersalah telah mengungkit topik ini. "Prioritas kita adalah menyelamatkan Luna dan Talcott, mengusir kekaisaran dari Lestallum, lalu setelah kondisi stabil, Noct bisa dengan mudah mengambil cincin itu dari Iris."
Gladio dan Ignis memaku pandangannya pada Prompto. Akhirnya Gladio mengangguk. "Kau benar, Prompto. Kita bisa membicarakan cincin itu lain waktu."
Ignis menepuk bahu kanan Prompto, mengapresiasi usaha temannya. "Sekarang kita perlu fokus mencari jalan menuju lift dari sini."
Setibanya di sektor A2-2, mereka mengambil jalan di kanan menuju A2-4. Mereka tidak ada yang berbicara, suara rotor yang berisik menggantung di udara. Berbelok ke kiri dua kali, lalu kanan sekali, akhirnya mereka tiba di sektor A2-8. Sebuah gerbang besi tinggi dan tebal memblokir jalan mereka sekali lagi.
"Oh, sialan. Jangan bilang kalau gerbang ini terkunci lagi," kata Prompto sambil menggeleng-geleng kepala.
Noctis melihat lampu di atas panel berkedip-kedip hijau. "Nah, kurasa kita tidak perlu kembali ke ruang kontrol sekunder untuk menyetel ulang arus listrik." Ia menekan tombol BUKA di panel. "Semoga aku tidak keliru."
Sesuai harapannya, gerbang itu terbuka otomatis. Noctis mengira akan menemukan tarantula lagi atau daemon lainnya, tapi yang tampak jauh di luar imajinasinya. Sebuah kabut hijau tebal menyusup keluar melalui celah gerbang yang terbuka semakin lebar. Tercium bau tidak sedap yang menyengat hidung, seperti campuran bau logam, bangkai hewan dan tumpukan sampah basah yang membusuk.
"Apa-apaan bau ini?" gerutu Gladio. Dia menengok ke dalam ruangan dari tepi gerbang, mengamati isi ruangan sambil menyibak-nyibakkan kabut hijau yang mengganggu pandangannya. Setelahnya, dia menengok ke arah kelompok yang menunggu di depan gerbang. "Aku bisa melihat tulisan sektor A3. Walaupun ruangan itu tampak berbeda, aku bisa mengonfirmasi bahwa rute kita sudah benar."
[Tes, tes. Halo? Kalian bisa mendengarku?]
"Jeanne!" seru Prompto bahagia. "Kami sangat merindukanmu."
[Telah terjadi gangguan pada sinyal pengeras suara yang tidak kuantisipasikan. Aku berusaha memperbaikinya secepat mungkin. Selama aku menghilang, aku telah melewatkan banyak hal, ya?]
"Tidak juga, selain membuat kami sedikit tersesat selama di sektor A2," jawab Noctis. "Kami telah sampai di depan gerbang sektor A3."
[Kalian pasti kaget ketika melihat ruangan di balik gerbang itu. Sebagian besar sektor A3 dikhususkan sebagai ruangan pengolahan limbah sebelum dibuang ke lautan. Maka dari itu, ruangan itu selalu berbau busuk karena cairan limbah. Gunakanlah jembatan besi sebagai satu-satunya jalan pijak. Berhati-hatilah untuk tidak terpeleset ke dalam cairan limbah karena cairan itu mengandung natrium hidroksida yang bersifat korosif. Seragam yang kalian kenakan tidak mampu melindungi kalian dari kerusakan fatal yang bisa ditimbulkan dari interaksi langsung dengan cairan limbah tersebut.]
"Terdengar menantang," komentar Gladio. "Tidak adakah jalan lain yang lebih mudah untuk mencapai lift?"
[Sayangnya tidak. Lift terdapat di sektor A3-9, jadi kalian terpaksa harus melewati sektor-sektor A3 yang lebih rendah. Tenanglah. Aku tahu ruangan itu tampak mengerikan, tapi aku berjanji akan memandu kalian untuk melewatinya tanpa terluka sama sekali.]
"Bagus. Kupegang kata-katamu, Jeanne," ujar Cor.
Kelompok itu melewati gerbang dan menginjakkan sepatu di jembatan panjang sektor A3-1. Ada pegangan besi setinggi dada pria dewasa di kiri dan kanan sebagai pengaman agar penyeberang tidak jatuh ke dalam cairan limbah yang menggenang di kedua sisi. Ketika berderap di jembatan, Noctis menoleh ke kanan, ke cairan limbah di bawah jembatan dan memperkirakan kedalamannya mencapai lima meter. Membayangkan seseorang tenggelam di dalamnya membuat bulu kuduknya meremang. Pasti rupanya akan seperti daging merah yang melepuh akibat disiram air keras.
Dengan tekun mereka mengikuti panduan Jeanne sehingga mereka tidak tersesat dan tiba di seksi A3-4.
[…belok ke kanan. Kalian akan menemukan sebuah area dengan tiang beton tinggi berwarna hitam. Dari sana, ambil jalan ke kiri, lewati jembatan panjang, lalu kalian akan sampai di seksi A3-7…]
Langkah mereka terhenti ketika seluruh lantai area yang dikatakan Jeanne diselimuti lapisan serat tebal berwarna putih. Ketika melangkah di atas lapisan itu, sepatu bot Noctis terasa berat seolah ia menginjak lem. Kabut hijau tidak membantu untuk menunjukkan sang pembuat lapisan serat itu.
Tiba-tiba saja Cor berteriak, "Awas, Yang Mulia!" Bahu Noctis ditarik Cor dengan kasar hingga keseimbangannya goyah dan ia terjatuh ke lantai. Dari balik helm, samar-samar Noctis melihat Cor mematerialisasikan katananya dan menyabet diagonal di udara entah kepada siapa atau apa. Suara daging segar terbelah terdengar diikuti percikan darah hitam memuncrat ke helm Noctis. Ketika Noctis berusaha bangkit, sebuah kaki laba-laba panjang berwarna abu dengan kuku merah melengkung di ujungnya mendarat di dekat tangan kanannya.
"Lagi-lagi kita tiba di sarang daemon!" seru Gladio. Dia berderap berat di atas lapisan serat putih dan segera bergabung dengan Cor yang tengah bertempur. Prompto diam di belakang Noctis, mematerialisasikan pistolnya dan mulai menembak dari kejauhan.
Ignis membantu Noctis berdiri dan dengan cepat membersihkan serat-serat putih yang menempel di sekujur seragamnya. "Kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja," jawab Noctis. Setelah berdiri tegap, akhirnya ia melihat bahwa musuh yang menyerangnya adalah sesosok daemon bernama kokyangwuti. Dari rupanya, daemon ini amat mirip dengan tarantula: berkepala kecil, berkaki enam dan perut gempal dengan warna abu-abu mendominasi tubuhnya. Yang membedakan adalah kokyangwuti memiliki sepasang sayap di punggungnya, memampukan mereka terbang seperti lalat raksasa. Menghitung dengan cepat, ada tujuh ekor kokyangwuti yang terbang di sana.
"Aku amat sangat benci serangga! Matilah kalian semua!" teriak Prompto, suaranya meninggi dua oktaf. Dia menembak dengan membabi-buta, tapi kabut hijau menyulitkannya untuk menembak tepat sasaran. "Apalagi serangga besar yang bisa terbang. Pulanglah kalian semua ke neraka, tempat kalian berasal!"
"Aku juga sudah lelah menghadapi serangga yang tidak ada habis-habisnya," keluh Noctis. Ia mematerialisasikan tombak di satu tangan, melemparnya lurus ke seekor kokyangwuti yang hendak menyerang Gladio dari belakang dan melancarkan warp-strike. Dunia menghilang dan muncul kembali melebihi kecepatan cahaya, memindahkan posisi Noctis ke dekat Gladio dan Cor yang sedang bertarung. Tombaknya tertusuk cukup dalam ke perut kokyangwuti, darah mengucur dari lubang di perutnya. Ia mencabut tombak itu, lalu menggantinya dengan mahapedang. Kokyangwuti itu terbang sempoyongan karena kesakitan, memberi kesempatan bagi Noctis untuk menghabisinya dengan satu tebasan mahapedang.
Dengan sepasang belati di kedua tangan, Ignis sengaja bertempur di antara Prompto dan Noctis agar para kokyangwuti tidak dapat mencapai sang penembak di kejauhan. Dia menusuk-nusukkan pisaunya ke seekor kokyangwuti yang terbang cepat ke arah Prompto. Tanpa perlu diberi tahu, Noctis tahu bahwa Ignis tidak ingin mengulangi kesalahan serupa ketika mereka di gua es yang menyebabkan Prompto terluka akibat kelalaiannya.
Noctis tidak dapat menghitung berapa lama waktu yang mereka habiskan untuk membantai para kokyangwuti. Seharusnya tujuh kokyangwuti yang dilihatnya tadi sudah mati semua, tapi entah mengapa mereka terus saja bermunculan. Ketika satu kongkyangwuti mati, muncul dua ekor yang baru sebagai pengganti. Dan pola yang sama terus terulang sampai membuat kelima pria itu kelelahan.
"Kenapa mereka tidak ada habis-habisnya?" tanya Gladio, napasnya terengah-engah, diikuti dengan bunyi logam menembus daging.
"Pasti ada sarang di sekitar area ini sebagai tempat persembunyian mereka," kata Cor, tidak berhenti menyabetkan katananya. "Yang Mulia, mundurlah dari pertarungan ini dan temukan sarang tersembunyi itu."
"Kuserahkan para daemon ini kepada kalian," balas Noctis. Ia melempar tombak ke tiang beton hitam yang disinggung Jeanne di area tersebut dan berteleportasi begitu tinggi hingga mampu menyentuh langit-langit ruangan. Dengan kedua matanya yang menyipit, ia memindai area tersebut. Pada kejauhan lima puluh meter ke timur, ada sebuah tiang beton lainnya yang terbungkus seluruhnya oleh serat putih sehingga tampak seperti sebuah pohon pucat. Di atasnya melekat sebuah sarang berdiameter kurang lebih setengah meter, seperti gumpalan kapas putih raksasa dan dari sanalah para kokyangwuti keluar. "Aku menemukan sarang mereka. Masalahnya adalah bagaimana caraku menghancurkan sarang itu karena mereka berada di ketinggian yang mencapai langit-langit."
"Aku tidak menganjurkan kau menghancurkannya menggunakan serangan manual karena para kokyangwuti akan mengerumunimu layaknya lebah jika mereka mendeteksi bahaya yang mengancam sarang mereka," imbau Ignis. "Sengatan beracun mereka bisa melumpuhkan sarafmu."
"Bagaimana kalau kau gunakan sihir? Kau bisa menembakkannya dari ketinggian itu, kan?" usul Prompto, diikuti suara dor! yang bising.
"Aku setuju dengan Prompto," kata Gladio. "Cepatlah, Noct! Kami tidak dapat menahan serangan bertubi-tubi ini lebih lama lagi!"
Noctis memikirkan opsi sihir yang sebaiknya dia gunakan. Monster yang bisa terbang berelemen udara, dan udara lemah terhadap petir. Jika mengikuti teori, sihir Thunder adalah yang terbaik. Pertimbangan lain yang perlu dipikirkan adalah level sihir Thunder. Ia ingin menghancurkan sekumpulan kokyangwuti itu dengan sekali tembak, jadi ia perlu menggunakan sihir dengan cakupan areal yang luas. Perlukah ia menggunakan Thundaga? Ia mengkhawatirkan cairan limbah di bawahnya yang akan bereaksi jika terkena sambaran sihir petirnya. Jika terkena petir yang bisa menimbulkan percikan api, natrium hidroksida akan meledak.
"Kalian berkumpullah ke tengah ruangan. Merapat dan buat lingkaran kecil, buat jarak dari cairan limbah sejauh mungkin. Cor, persiapkan sihir pelindung untuk melindungi kalian berempat untuk berjaga-jaga agar cairan limbah tidak mengenai kalian," perintah Noctis. "Aku akan menggunakan Thundaga untuk menghancurkan sarang daemon ini."
"Aku mengerti, Yang Mulia," sahut Cor patuh.
Noctis memperhatikan teman-temannya dari ketinggian. Setelah memastikan bahwa mereka telah melaksanakan perintahnya, dengan tangan kiri yang masih menggenggam gagang tombak untuk menyangga tubuhnya di ketinggian, ia meluruskan tangan kanan tepat ke arah sarang kokyangwuti di kejauhan lima puluh meter. Percikan petir muncul di telapak tangannya, berdansa seperti kembang api. Kemudian ia menembakkan Thundaga ke targetnya, ledakannya dahsyat seperti meriam.
Sarang daemon itu spontan tersulut api, para kokyangwuti yang bersembunyi di dalamnya berserakan terbang keluar dari sarang dengan tubuh yang juga terbakar. Seperti lalat, mereka mati dan berjatuhan ke permukaan, jumlahnya ada puluhan seolah Noctis baru saja mengadakan pesta petasan. Tubuh-tubuh daemon tak bernyawa itu menimpa para kokyangwuti yang terbang berkeliaran di bawah sana, sebagian terpental jauh dan tenggelam ke dalam cairan limbah. Seperti yang ditakutkan Noctis, cairan limbah tersebut bergolak ketika berinteraksi dengan bangkai kokyangwuti yang tersulut api.
Menyadari bahaya yang akan terjadi, Cor merapalkan sihir pelindung berupa bola kaca berpola heksagonal. Cairan limbah bergolak semakin intens dan memunculkan lima ledakan tinggi yang memuncratkan cairan kimiawi berbahaya ke area tersebut. Sekelompok kokyangwuti yang masih berkeliaran terkena semburan cairan limbah, mereka mengepak-ngepakkan sayapnya karena kesakitan, tercium bau daging gosong. Berselang dua puluh detik, para daemon itu mati karena luka bakar yang membuat kulit mereka menjadi sehitam arang.
Cor melindungi Gladio, Ignis, dan Prompto di dalam sihir lingkaran pelindung yang terbentang dari kedua tangannya yang terangkat tinggi ke udara. Gladio, Ignis dan Prompto berjongkok. Semburan cairan limbah mengenai sihir lingkaran pelindung mereka, tampak refleksi kaca heksagonal berkali-kali─tanda bahwa cairan limbah tersebut memang bersifat merusak dan akan menghancurkan apa pun yang berinteraksi langsung dengannya. Namun mereka berempat aman dalam sihir lingkaran pelindung itu. Begitu pula Noctis yang berada jauh di ketinggian langit-langit.
Pada akhirnya area itu menjadi hening ketika cairan limbah berhenti menyembur dan tak ada seekor kokyangwuti yang masih bernapas, semuanya telah dimusnahkan oleh kombinasi Thundaga dan natrium hidroksida.
Noctis berteleportasi ke permukaan area, tepat di sebelah bola sihir Cor. Setelah memastikan seluruhnya aman, Cor menghilangkan sihir pelindungnya. Serta-merta Gladio, Ignis dan Prompto berdiri tegap.
"Kuakui strategimu sangat efektif, tapi sangat berisiko melukai kami, Noct," komentar Ignis, yang terdengar pedas di telinga Noctis. "Kalau saja Marshal tidak sigap, entah apa yang akan terjadi pada kami. Lain kali kau harus memikirkan strategi yang lebih aman."
"Oh, ayolah, Iggy. Kurasa kau perlu memberi Noct pujian!" seru Prompto. "Dia telah menolong kami. Dan yang terpenting semua serangga menjijikkan itu sudah mati."
"Kau merasa senang, Noct? Jarang-jarang kau bisa memamerkan keahlianmu kepada kami, apalagi kepada Marshal," puji Gladio sarkastik.
"Tidak perlu memujiku pun aku tahu kalau aku keren," balas Noctis. Dalam hatinya ia lega semua temannya baik-baik saja. Ia selalu ragu menggunakan sihir karena sihir tidak memandang bulu; sihir akan melukai siapa pun yang berada dalam jangkauan serangan selain dirinya sendiri.
[Aku mendengar suara ledakan dahsyat. Apa yang terjadi?]
"Bukan apa-apa. Ada sedikit masalah dengan daemon yang harus kami tuntaskan," balas Noctis. "Dari area ini, kami harus mengambil jalan di kiri, benar begitu?"
Setelah Jeanne membenarkan pernyataan Noctis, mereka berlima pun meninggalkan area-yang-tadinya-sarang-kokyangwuti menuju jembatan panjang di sebelah kiri. Noctis memimpin di depan, melewati jembatan panjang dan tiba di sektor A3-7.
"Jeanne, kami telah sampai di sektor A3-7. Sekarang apa yang harus kami lakukan?" tanya Noctis sambil mengamati area berbentuk kotak yang ditimbuni oleh tumpukan batangan-batangan besi panjang dan kotak-kotak kayu lapuk. Teman-temannya mengamati seluruh area tersebut. Ada tiga jalan yang dapat ditempuh: barat, utara dan timur. Prompto tertegun melihat reaktor jumbo yang berada di tengah ruangan, objek yang menyita sebagian besar lahan area tersebut. Reaktor itu berbentuk silinder memanjang ke langit-langit, menembus sampai ke ketinggian puncak EXINERIS.
[Ambillah jalan ke barat, lewati jembatan pendek yang akan membawa kalian ke sektor A3-9 dan akhirnya: lift.]
"Um, teman-teman. Apa kalian tidak merasakan ada yang aneh dengan reaktor ini?" tanya Prompto, menyita perhatian mereka semua.
"Aneh bagaimana?" timpal Gladio.
"Suara itu… membuatku benar-benar tidak nyaman," jawab Prompto.
Memang terdengar suara tet-tet-tet yang menggema bak alarm peringatan kebakaran. Noctis tahu dari teks besar yang dicetak di permukaan aluminumnya bahwa itu adalah Reaktor 4. Pada lekukan di silinder tersebut terdapat sebuah lampu tabung merah yang berputar-putar dan mengeluarkan suara peringatan tanda bahaya.
[Aku punya firasat buruk. Kumohon, siapa pun di sana, ada yang bisa membantuku mengecek Reaktor 4 tersebut?]
"Biar aku saja yang memeriksanya." Noctis mendekat ke tepi reaktor, panasnya begitu menyengat. "Apa yang mesti kuperiksa?"
[Ada sebuah panel hitam persegi panjang dengan deretan lima angka. Beri tahu aku angka yang ditunjukkan oleh panel itu.]
Noctis membaca, "03400. Dan dia terus bertambah setiap tiga detik. Sekarang dia menjadi 03500."
Jeanne terdiam beberapa saat. [Ini berbahaya sekali. Reaktor 4 dirancang bekerja stabil di 3.000 megawatt. Tapi sekarang tekanannya meningkat. Pasti seseorang dari kekaisaran telah sengaja mengutak-atik panel pengatur tekanan uap di ruang kontrol primer.]
Ketika Jeanne menjelaskan, panel Reaktor 4 telah menunjukkan angka 04000. Keringat dingin membasahi kening Noctis. "Dan… dan apa yang akan terjadi kalau tekanan terus meningkat?"
Jeanne terdiam lagi. Noctis menelan ludah yang terasa berat seolah ia tidak sengaja menelan permen karet.
[Ada dua hal yang terjadi di dalam reaktor meteorithium. Reaktivitas yang menghasilkan daya, baik daya naik maupun turun. Tugas kami sebagai operator adalah menjaga keseimbangan antara tiga unsur. Pertama, bahan bakar meteorithium. Saat atom meteorithium terpecah dan bertumbukan, reaktivitas akan naik. Lalu boron yang berfungsi mengurangi reaktivitas seperti rem pada mobil. Tapi masih ada faktor ketiga yang berpengaruh, yaitu air. Air dingin mengeluarkan panas dari sistem. Ketika itu terjadi, air menjadi uap. Jika tekanan ketiga unsur ini tidak diseimbangkan, reaktivitas terus meningkat. Makin banyak uap yang dihasilkan, maka semakin tinggi reaktivitasnya. Yang artinya makin panas, makin banyak uap. Ini adalah siklus yang mengerikan. Jika dibiarkan begitu, Reaktor 4 EXINERIS tidak ada bedanya dengan bom nuklir yang menunggu waktu untuk meledak.]
Noctis teringat penjelasan rumit Holly ketika ia menjalani tur singkat mengelilingi Lestallum bersama Iris. Waktu itu satu stabilisator rusak dan Cindy membawa penggantinya. Holly berkata bahwa jika tegangan reaktor tidak diimbangi dengan keluarnya uap melalui pipa-pipa yang diatur dengan stabilisator maka akan terjadi lonjakan tegangan pada reaktor dan pada akhirnya reaktor akan meledak. Ledakan tersebut akan menimbulkan bencana berskala masif atas Lucis dan para warga. Masalah yang mereka hadapi sekarang tidak ada bedanya dari kerusakan stabilisator yang telah ditangani, malah bisa dikatakan jauh lebih buruk karena sumbernya langsung berasal dari reaktor itu sendiri.
"Aku tidak mengerti keseluruhan penjelasan itu, tapi bisa kusimpulkan bahwa itu sangat berbahaya, bukan begitu?" tanya Prompto.
"Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah ledakan Reaktor 4?" tanya Ignis.
[Di ruang kontrol primer ada satu tombol dengan satu fungsi tertentu untuk menonaktifkan seluruh reaktor. Tombol ini dinamakan AZ-5. Jika AZ-5 ditekan, semua reaktor akan mati dalam sekejap.]
"Cukup melegakan. Setidaknya cara itu terbilang mudah," komentar Gladio.
"Pertanyaannya adalah berapa lama waktu yang kita miliki sebelum Reaktor 4 kehilangan daya tahannya selama tekanan uap terus meningkat?" tanya Cor.
[Aku tidak tahu secara pasti, tapi kuperkirakan kalian hanya memiliki dua jam sebelum Reaktor 4 meledak…]
Panel Reaktor 4 menunjukkan angka 05100.
"Beginilah cara kotor kekaisaran untuk menghancurkan Raja Lucis yang mereka incar. Menguburnya bersama para Lucian yang dipimpin sang Raja melalui bencana yang mereka kendalikan dari kejauhan," kata Cor prihatin.
"Kalau begitu, kita harus cepat-cepat sampai ke lantai puncak. Setiap detik yang berlalu menandakan semakin tinggi kemungkinan Reaktor 4 akan meledak," kata Gladio. "Tinggal sedikit lagi kita akan sampai di lift. Ayo bergerak!"
Segera saja mereka mengambil jalan ke barat. Mereka berlari secepat yang mereka bisa. Derap kaki mereka yang berdentum dengan jembatan besi bergema di ruangan. Suara napas mereka yang terengah-engah saling bertukar sapa melalui pelantang suara. Tak lama kemudian, mereka tiba di sektor A3-9. Sebuah area berbentuk kotak berukuran empat ratus meter persegi. Pemandangan mengerikan menyambut mereka karena area itu dipenuhi dengan sarang laba-laba yang begitu tebal, beberapa membentuk humanoid setinggi pria dewasa di lantai, beberapa lainnya menggantung di langit-langit. Telur-telur besar yang tak terhitung jumlahnya bergetar-getar seolah akan menetas tak lama lagi.
"Tidak, jangan katakan kalau kita sampai di kandang daemon laba-laba lagi," kata Prompto ketakutan.
Tepat di depan mereka, ada sebuah lift dengan dua daun pintu berwarna silver metalik yang tak tersentuh oleh sarang laba-laba.
"Sedikit lagi kita hampir sampai di lift!" seru Noctis, kehabisan kesabaran karena dikejar waktu. Adrenalin mengalir deras ke sekujur tubuhnya. Seluruh ototnya menegang, kepalanya berdenyut-denyut. Nasib seluruh Lucian ada di tangannya. Sebagai seorang Raja Lucis, ia bertanggung jawab atas keselamatan warganya. Itu adalah kewajiban seorang raja yang tak terbantahkan. Selain itu, jika EXINERIS meledak, Luna pun turut menjadi satu dari jutaan korban potensial. Ia tak dapat membayangkan penderitaan Luna yang mati perlahan karena efek radiasi dari ledakan EXINERIS.
Tersisa lima belas meter ke lift...
Sepuluh meter…
Lima meter…
Dan ketika pintu lift nyaris berada dalam jangkauan Noctis, terdengar suara desisan wanita diikuti oleh derap kaki tap-tap-tap seolah berasal dari makhluk berkaki banyak yang melangkah serentak. Suara itu datangnya dari langit-langit.
Ia menemukan seekor ariadne melata di sana. Ariadne itu menjatuhkan diri tepat di antara ia dan pintu lift. Menghadapi ariadne—varian arachne yang jauh lebih berbahaya—akan memakan terlalu banyak waktu. Ia tidak punya waktu untuk disia-siakan.
Ariadne itu melolong panjang. Dan pada akhir lolongannya, telur-telur menetas secara bersamaan. Puluhan tarantula dan kokyangwuti keluar dari cangkang telur mereka, lalu dengan insting membunuh mengikuti induknya, mereka berlari dengan keenam kaki mereka menuju kelompok para pria itu.
"Aku tidak ada waktu untuk… ini!" teriak Noctis. Ariadne di hadapannya mengangkat satu kakinya dengan kuku tajam melengkung ke dada Noctis, hendak menusuknya. Segera saja Noctis mematerialisasikan mahapedangnya.
Namun ketika ia hendak menangkis serangan ariadne, sebilah katana telah membelah kaki si induk daemon laba-laba. Ariadne berteriak kesakitan, darah hitam memuncrat dari daging yang terpotong. Secepat angin, Cor telah berdiri di antara Noctis dan ariadne.
"Kalian berempat cepat pergi dari sini!" teriak Cor sambil menebas seekor kokyangwuti yang terbang menerjangnya. "Serahkan pertarungan ini padaku!"
"Bagaimana bisa aku meninggalkanmu melawan puluhan daemon ini?" balas Noctis, menendang tarantula yang hendak merayap ke atas kakinya.
"Kubilang cepat pergi!" teriak Cor sekali lagi.
Ignis berlari ke depan pintu lift dan menekan tombol BUKA. Prompto mengejarnya. Tiga ekor kokyangwuti terbang ke dekat mereka. Ignis menusuk-nusukkan belatinya dan Prompto menembakkan senapan kepada para daemon itu.
"Noct, cepat kemari! Serahkan urusan ini pada Marshal!" teriak Ignis. Ketika pintu lift terbuka lebar, Ignis dan Prompto langsung masuk ke dalamnya.
"Tapi aku tidak bisa meninggalkan Marshal sendirian!" balas Noctis. Tiga ekor tarantula menerjangnya hingga membuatnya terjatuh ke belakang. Dengan satu kakinya, seekor tarantula hendak menghancurkan kaca helm Noctis. Tak sempat berdiri dan mematerialisasikan senjata, ia hanya bisa mengayun-ayunkan tangannya untuk mengusir daemon itu.
Darah hitam memuncrat di kaca helmnya ketika tarantula itu terbelah menjadi dua karena tebasan mahapedang Gladio. Sang Tameng menarik tangan kanan Noctis dan memapahnya menuju lift. "Percayakan pertarungan ini pada Marshal. Dia tidak akan mati dengan mudah. Kau ingat apa julukan Marshal? Dia adalah sang Abadi!"
Noctis terperangah sampai tidak mampu berkata-kata. Ketika mampu berdiri sendiri, ia melepaskan diri dari Gladio dan berlari ke dalam lift. Setelah mereka berempat telah berada di dalam lift, Ignis segera memencet tombol TUTUP dan lantai D. Ariadne mengalihkan perhatiannya dari Cor kepada kelompok mereka dan menghunuskan kaki berkuku tajamnya ke dalam lift, tepat ke wajah Noctis.
Namun kaki ariadne itu terjepit di antara dua daun pintu yang sedang menutup rapat. Dengan jijik, Gladio menendang potongan kaki itu ke luar lift.
Melalui celah selebar sepuluh sentimeter dari dua daun pintu lift yang masih terbuka, Noctis menyaksikan Cor berjuang sendirian sebelum dikerumuni tarantula dan kokyangwuti. Ariadne yang kehilangan Noctis mengubah targetnya kepada Cor. Hal terakhir yang dilihat Noctis sebelum lift tertutup seluruhnya adalah satu tangan Cor yang terentang tinggi ke udara ketika tubuhnya lambat laun tertelan kerumunan puluhan daemon yang berusaha mencabik-cabik setiap jengkal tubuhnya.
