FINAL FANTASY VERSUS


082


Ignis menyaksikan monitor lift yang berangsung berubah dari 8… 9… 10… hingga lift berhenti mendadak sampai membuat ia nyaris terjatuh. Seketika lampu di dalam ruangan itu padam. Segalanya menjadi hitam pekat.

"Apa yang terjadi?" tanya Gladio. "Padam listrik?"

Jika benar padam listrik, maka seharusnya listrik akan kembali menyala dalam waktu singkat. Namun setelah menunggu lima menit, lift masih berhenti total. Apakah kekaisaran mengetahui keberadaan mereka? Padahal Ignis telah menghancurkan CCTV lift sesuai saran Noctis. Selain itu, EXINERIS sebagai sebuah pembangkit listrik sewajarnya memiliki cadangan listrik yang bisa digunakan ketika sumber listrik utama padam.

"Aku menebak kekaisaran yang sengaja menonaktifkan lift."

"Sialan. Bagaimana cara kita keluar dari sini?"

"Jeanne, apakah listrik EXINERIS padam total jika dilihat dari luar?"

[Tidak. Semua lampu di luar sini menyala normal. Apa yang terjadi?]

"Kami terjebak di dalam lift. Adakah yang bisa kami lakukan untuk keluar dari sini?"

[Astaga, kuharap tidak ada dari kalian yang mengidap klaustrofobia. Ada pintu darurat di langit-langit lift. Letaknya di arah jam tujuh.]

"Gladio, apakah kau bisa mencapai pintu darurat itu?" Dengan tinggi nyaris dua ratus sentimeter, Gladio adalah anggota tertinggi di dalam kelompok mereka. Jika dia tidak dapat mencapainya, maka tentu Ignis pun tidak akan mampu.

"Sebentar. Sulit sekali untuk mencari letak pastinya di dalam ruangan gelap begini." Gladio sepertinya sedang meraba-raba langit-langit, jika didengar dari bunyi sarung tangan plastik yang bergesekan di permukaan logam. "Aku bisa merasakan jariku tersendat di sebuah katup. Sepertinya aku telah menemukan pintu darurat itu."

[Bagus. Sekarang putar katup itu berlawanan dengan jarum jam hingga mengunci dan tarik ke luar.]

Gladio mengikuti instruksi tersebut. Terdengar decit bunyi logam berat dan suara udara yang berhembus ke dalam lift. Secercah cahaya lampu putih menyelinap dari pintu darurat yang terbuka. Ignis bersyukur atas datangnya cahaya yang telah mengembalikan sedikit penglihatannya.

"Iggy, naik ke pundakku dan coba keluar melalui pintu itu," ujar Gladio. Ignis mengangguk. Gladio berjongkok hingga tingginya hanya sebatas pinggang Ignis. Ia pun menumpang di kedua pundak kekar Gladio. "Dalam hitungan tiga, aku akan berdiri. Coba untuk pertahankan keseimbanganmu. Satu… dua… tiga!"

Tubuh langsing Ignis bergoyang di atas pundak sang Tameng. Dengan tambahan tinggi temannya, Ignis dapat meraih tepi pintu darurat dan ia pun menarik dirinya keluar.

Ia baru pertama kali melihat gorong-gorong vertikal panjang yang menjadi jalur naik dan turun sebuah lift. Dinding gorong-gorong berwarna hitam legam dan lampu-lampu neon menyala temaram tersebar setiap dua meter. Sepasang kabel setebal lima sentimeter dan katrol mekanik terpasang di tengah kepala lift. Di utara, ia melihat sebuah pintu bertuliskan Lantai 11 tertutup rapat. Ketinggian bagian bawah pintu itu sejajar dengan dahinya. Ia bisa menggunakan pintu tersebut sebagai jalan keluar.

"Hei, bagaimana keadaan di atas sana?" tanya Gladio. "Kau menemukan sesuatu?"

"Ya, kita beruntung lift berhenti tidak terlalu jauh dari pintu lift lantai 11. Memang kurang satu lantai dari tujuan, tapi aku tidak akan mengeluh. Akan kucoba membuka paksa pintu itu dari sini."

Ignis menancapkan jari-jarinya di bagian tengah dua daun pintu. Ia mengerahkan segenap kekuatannya untuk membukanya, namun pintu itu luar biasa berat. "Tak berguna. Pintu ini tidak mau terbuka sedikit pun. Sepertinya butuh tenaga sekurang-kurangnya dua pria dewasa untuk membukanya."

"Ulurkan tanganmu kemari. Bantu aku keluar jadi aku bisa menolongmu membuka pintu itu."

Ignis berlutut di pinggir pintu darurat dan mengulurkan tangan kanannya. Gladio melompat untuk menggapai tangan Ignis. Ketika tangan mereka telah saling mengunci, Ignis menarik Gladio ke atas, dibantu dengan tangan kirinya. Otot-otot kedua tangannya menegang menahan bobot temannya yang seperti bongkahan batu besar seberat satu ton. Akhirnya kedua tangan Gladio menempel di tepian pintu darurat dan dia pun memanjat sendiri untuk keluar dari lift.

Ignis telah berdiri di kanan tepi pintu lift lantai 11, jadi Gladio segera melangkah ke sisi satunya.

"Dalam keadaan seperti ini, aku bisa bebas mengatakan bahwa otot lebih penting daripada otak," Gladio terkekeh seraya meletakkan kedua telapak tangannya di tengah daun pintu kiri. "Otakmu yang encer tidak akan bisa membuka pintu seberat ini, kecuali kau punya kekuatan telekinesis atau semacamnya."

"Cukup adil. Tapi setelah kita melewati pintu itu, aku bisa kembali mengatakan sebaliknya karena kita perlu menyusun strategi terbaik untuk mencapai tujuan."

"Huh, terkadang kekeraskepalaanmu itu lebih buruk dari Noct, kau tahu?"

"Aku tidak akan menganggap sarkasme sebagai bentuk kekeraskepalaan."

"Terserah kau, deh."

Dari posisi mereka berdiri, Ignis menarik daun pintu ke kanan, sedangkan Gladio ke kiri. Pintu itu sedikit demi sedikit terbuka. Cahaya benderang mengintip dari celah pintu yang semakin melebar. Daun pintu kiri Gladio telah terbuka seluruhnya sampai ujung. Ignis berhenti menarik daun pintu yang hanya terbuka setengah. Celah di sisi Gladio yang terbuka sudah memadai untuk dilewati satu orang. Mereka bisa melewatinya secara bergiliran. Tak perlu ia membuang lebih banyak tenaga untuk membuka seluruh daun pintu bagiannya.

Gladio memanjat dinding gorong-gorong, lalu keluar duluan. Ignis mengekori temannya dan kini mereka berada di sebuah ruangan serbaabu, mulai dari lantai berbahan keramik dan dinding yang disinari oleh lampu-lampu silinder.

Terdengar suara obrolan dari dua lelaki yang menghampiri mereka. Ignis mencurigainya sebagai tentara kekaisaran. "Kita harus segera sembunyi," ujarnya seraya mengamati sekeliling untuk mencari objek apa pun yang bisa menyembunyikan mereka. Beruntung di kanan mereka ada toilet pria dan wanita. Mereka segera masuk ke dalam toilet pria. Dalam persembunyiannya, Ignis menempelkan helm ke pintu untuk mencuri dengar.

"Hei, kenapa pintu lift itu terbuka?" tanya seorang tentara.

"Kapten Caligo telah mematikan lift untuk memblokir jalan dua penyusup yang hilang dari pengawasan di lantai dasar," kata rekan tentara itu. "Mereka pasti berhasil keluar dari lift dan sekarang berada di lantai ini."

"Kita harus segera menghentikan mereka sebelum mereka memberitahu rekan-rekan lainnya," kata Ignis. "Kuanjurkan kita mengendap sembunyi-sembunyi dan melakukan serangan mendadak dari belakang mereka. Jangan sampai keberadaan kita mencuri perhatian kekaisaran."

"Serangan sembunyi-sembunyi? Aku paling payah melakukan itu," timpal Gladio seolah menyatakan ketidaksetujuannya akan taktik Ignis. Ignis pun mendesah kesal. "Apa? Kalau kau bisa menyusutkan ukuran tubuhku yang besar ini, aku akan mengikuti strategimu."

"Baiklah, kau tunggu di sini. Aku akan melakukannya sendiri."

Ignis membuka pintu toilet dan mengintip ke luar. Seorang tentara kekaisaran sedang menengok ke dalam gorong-gorong lift, sedangkan rekannya berdiri santai di sampingnya. Setelah memastikan bahwa area belakang kedua tentara itu bebas dari pengawasan Ignis, ia keluar dari toilet dan mengendap-endap mendekati kedua tentara itu. Ia telah menguasai teknik serangan mendadak selama sesi latihan Crownsguard yang tak terhitung lagi lamanya. Melangkah seperti bayangan yang merayap, ia mematerialisasikan sepasang belatinya, lalu mencekik leher tentara yang sedang berdiri santai dan menusukkan pisaunya. Targetnya bahkan tidak sempat bersuara sebelum meregang nyawa untuk memperingati rekannya. Tentara yang satunya masih sibuk memeriksa gorong-gorong lift sehingga membuat dirinya menjadi sasaran empuk Ignis tanpa perlu bersusah payah mengendap lagi. Sama seperti target awalnya, ia menangkap tentara itu. Lengan kanannya menekan dada berarmor sang tentara, sedangkan sikut lengan kirinya mencekik leher targetnya. Dengan tusukan mulus, ia mengoyak leher tentara itu hingga darahnya terciprat ke lantai.

"Aku sudah selesai. Sekarang kau bisa keluar."

Gladio keluar dari toilet dan memperhatikan dua tentara yang tewas terkapar di lantai. "Kerja bagus, Iggy. Kau ini memang diam-diam mematikan."

"Kita harus menyembunyikan dua mayat ini sebelum tentara lain menemukan mereka."

"Kebetulan ada tempat pembuangan mayat yang sempurna di dekat kita." Gladio menggendong satu mayat dan melemparnya ke gorong-gorong lift yang terbuka. Armor tentara itu menimbulkan bunyi kletang nyaring seperti kaleng kosong ketika mendarat di kepala lift. "Bagaimana ideku? Cemerlang, bukan?"

"Aku kehabisan kata-kata untuk menjawabnya."

"Tak mau membantuku mengangkut sampah ini? Baiklah, kubereskan saja tugas bersih-bersih ini." Gladio menggendong mayat tentara lainnya dan membuangnya lagi ke gorong-gorong lift. "Ada satu tugas lagi. Aku akan menutup pintu lift ini agar tidak mengundang kecurigaan kekaisaran."

Ignis menyaksikan ketika temannya menarik daun pintu hingga menutup ke tengah. Alhasil lift itu tidak menutup dengan sempurna, menyisakan celah sempit sekitar tiga sentimeter, tapi itu jauh lebih baik daripada meninggalkannya terbuka lebar.

Sayup-sayup terdengar suara Noctis yang mengatakan bahwa mereka telah tiba di lantai dasar, disusul suara Jeanne yang menjelaskan desain ruangan lantai dasar dan atas yang mendetail. Tak lama kemudian, Prompto menyinggung tentang sebuah robot raksasa. Jeanne menerangkan bahwa robot itu adalah EX-BUSTER. Lalu Jeanne berkata bahwa Noctis dan Prompto bisa melepas seragam EXINERIS mereka. Noctis setuju untuk melepas seragam. Terputuslah koneksi antara kelompok Ignis dan Noctis.

"Apa kita juga bisa melepas seragam ini?" tanya Gladio.

"Aku menentang ide itu. Jika dibandingkan dengan Noct, tujuan kita lebih jauh karena selisih satu lantai. Kita masih memerlukan panduan Jeanne untuk mencapai ruang kontrol primer."

"Laksanakan, ketua pramuka."

"Aku tidak suka dipanggil begitu."

"Aku hanya mencoba mencairkan suasana menggantikan Prompto yang hilang. Bersikaplah lebih santai sedikit."

"Sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk bermain-main." Sebelum Gladio sempat berkomentar lebih lanjut, Ignis mengangkat suara. "Jeanne, apakah kau tahu akses menuju lantai 12? Seperti yang kau tahu, lift berhenti beroperasi. Aku sempat mendengar penjelasanmu kepada Noctis mengenai desain interior lantai dasar yang sama dengan lantai atas."

[Benar, kalau begitu aku tidak perlu mengulang bahwa desain lantai atas berupa kubus tiga kali tiga. Sekarang kalian berada di Sektor Y7. Berjalanlah ke timur untuk mencapai koridor yang terhubung ke Sektor Y8.]

Ignis dan Gladio mengendap-endap ketika berjalan di Sektor Y7. Selain dua tentara yang telah dibunuhnya, Ignis tidak menemukan tentara lain. Mereka mulai berlari hingga tiba di pintu yang terbuka otomatis, yang menampakkan koridor panjang dengan penerangan remang-remang. Sekali lagi mereka menelusuri koridor tersebut. Ignis mempertajam indra pendengarannya ketika kaki jenjangnya terus berderap. Tiba di depan pintu Y7, ia menekan tombol BUKA di sebuah kotak panel di kiri pintu.

Pemandangan pertama yang dapat Ignis lihat begitu melewati pintu adalah mereka berada di sebuah jalan berbahan metal abu-abu yang lebih tinggi sekitar tiga meter dari konveyor dua jalur di bawahnya. Konveyor-konveyor itu bergerak ke timur sambil mengangkut boks-boks yang penuh dengan pecahan-pecahan besar meteorit. Bunyi dziiinggg konstan dari mesin berdengung di seantero ruangan.

Ignis berlari sampai ke ujung, lalu menemukan sebuah tangga yang menempel di dinding. Ia menuruni tangga pendek itu dan tiba di samping konveyor. Konveyor dan jalanan biasa di kedua sisi dibatasi oleh sebuah pagar beton setinggi dua meter dengan selang lima langkah sehingga ia bisa melihat objek-objek di seberang. Gladio langsung melompat ke bawah tanpa menggunakan tangga.

Ia mengalihkan pandangan dari konveyor ke jalanan sepuluh meter di depan dan melihat ada dua tentara kekaisaran sedang mondar-mandir dengan senapan di tangan mereka. Di seberang konveyor pun ada sepasang tentara yang sedang berjaga. Ia terburu-buru bersembunyi di tumpukan boks di kiri dinding dan memastikan bahwa pagar beton pembatas konveyor menutupi mereka dari mata-mata yang mengintai di seberang. Gladio mengekori Ignis dan ikut bersembunyi.

"Apa yang mau kau lakukan terhadap mereka? Serangan sembunyi-sembunyi seperti sebelumnya?"

"Aku lebih menyukai kehadiran kita tidak terdeteksi oleh kekaisaran selama mungkin. Kita akan melakukan serangan sembunyi-sembunyi sampai mereka menyadari kita." Desain ruangan Y8 yang dipadati oleh mesin konveyor, boks-boks jumbo, pipa-pipa panjang, pagar-pagar tinggi dan tangga-tangga secara tidak langsung memudahkan serangan sembunyi-sembunyi jika dibandingkan dengan Sektor Y7 yang terlalu terbuka. "Masalahnya adalah tentara-tentara yang berjaga di seberang konveyor."

"Yeah, mereka akan segera menyadari jika ada rekan mereka yang tiba-tiba tumbang di sisi sini."

"Aku punya ide. Kau lihat boks-boks berisi meteorit di konveyor yang bergerak itu? Aku membutuhkanmu untuk mengendap-endap di balik boks-boks itu untuk menyeberang. Setibanya di sana, habisi dua tentara itu dari belakang."

"Oke. Kali ini aku menyetujui idemu."

"Berjalan sambil sembunyi di atas konveyor yang bergerak pasti menjadi satu tantangan tersendiri."

"Serahkan saja padaku. Kau lakukan apa yang menjadi tugasmu."

Gladio mengendap-endap ke tepi pagar konveyor, lalu melompat ke atas konveyor dan bersembunyi di sebuah boks besar.

Ignis mengembalikan fokusnya kepada dua tentara di depan. Ia memeriksa isi perlengkapan persenjataan yang disimpannya di Beyond. Selama ini ia hanya menggunakan belati sebagai senjata utamanya dan tombak sebagai senjata cadangan. Kini adalah momen yang memaksanya keluar dari zona nyaman. Tak sengaja ia menemukan sebuah granat cahaya yang tidak terpakai di persediaan kelompoknya. Granat cahaya… Aku bisa menggunakan ini untuk membutakan lawan selama sepuluh hingga lima belas detik. Apakah granat cahaya ini milik Prompto? Sebab ia ingat betul senjata-senjata yang ia dan teman-temannya beli karena tugasnya sebagai bendahara kelompok. Siapa pun pemilik granat ini, ia berjanji akan membayarnya nanti karena telah menggunakannya tanpa izin.

Sambil berjongkok, Ignis keluar dari persembunyiannya dan maju sepuluh langkah, lalu bersembunyi lagi di boks besar lainnya di kanan jalan. Terbentang jarak tiga meter antara ia dan dua tentara itu. Ignis mematerialisasikan sebuah granat cahaya, melepas kuncinya dan menggelindingkan granat itu ke kaki sepasang tentara di depannya.

Sebuah cahaya putih yang membutakan meledak tanpa bunyi dalam radius dua meter tempat dua tentara itu berjaga.

"Sial! Seseorang menggunakan granat cahaya!" teriak tentara pertama.

"Aku tidak bisa melihat apa-apa!" pekik tentara kedua.

Ignis segera berlari ke tengah area cahaya ledakan sebelum padam. Secara bergiliran, ia membekuk kedua tentara itu dari belakang, mengunci lengan mereka di balik punggung, dan menggorok leher mereka seperti yang selalu ia lakukan untuk membunuh lawannya. Ketika cahaya granat padam, Ignis mengangkut dua mayat tentara itu dan membuangnya ke dalam satu peti besar yang kosong, lalu menutupnya.

"Aku sudah melumpuhkan dua tentara di seberang. Apa aku perlu untuk kembali ke sana?"

Di kanan Ignis ada tangga yang terhubung ke jembatan pendek untuk menyeberangi konveyor. "Aku saja yang pergi ke tempatmu. Tunggu aku di dekat tangga."

Setelah berkumpul bersama Gladio, ia perlu berkonsultasi dengan Jeanne lagi. "Jeanne, kami telah tiba di Sektor Y7, tepatnya di seberang konveyor. Tolong beri tahu kami rute yang perlu kami tempuh dari posisi kami sekarang."

[Berjalanlah melawan arah konveyor. Kalian akan menemukan tangga putar menuju koridor berbentuk U terbalik. Kalian akan tiba kembali ke ruangan konveyor lantai dua yang mengangkut boks-boks berisi tabung gas. Sekedar informasi, produk utama kami adalah listrik. Tetapi di saat proses pengolahan meteorit, kami memperoleh by-product berupa gas elpiji. Tabung gas tersebut mudah sekali meledak jika bersentuhan dengan api jadi berhati-hatilah. Masalahnya adalah kalian perlu berjalan melawan arah di atas konveyor karena tuas untuk mematikan konveyor berada di ujung kiri depan, berdampingan dengan tangga yang akan membawa kalian ke area tempat pintu Sektor Y5 berada.]

Maka dari itu, berangkatlah Ignis dan Gladio menuju tangga putar. Melewati pintu besi, mereka tiba di ruangan konveyor kedua. Masih berada di jalanan biasa berbahan lempengan besi, Ignis dan Gladio berjongkok untuk mengamati empat tentara kekaisaran yang sedang berjaga di jembatan yang melintang horisontal di atas dua jalur konveyor. Kelompok tentara itu sesekali mengawasi konveyor yang bergerak ke selatan di bawah mereka.

Sepasang jalur konveyor tersebut bergerak berlawanan arah sambil mengangkut platform-platform yang di atasnya diletakkan empat tabung gas elpiji berwarna biru. Sebuah tantangan baru hadir. Bagaimana cara mereka melakukan serangan sembunyi-sembunyi kepada para tentara di atas sana di kala mereka harus berjalan melawan arus konveyor?

Ketika Ignis mengamati sekelompok tentara itu, ia merasakan sebuah keganjilan: pergerakan mereka terlalu kaku. Mereka bergerak dari satu titik ke titik lain, lalu kembali lagi ke titik yang sama untuk bergerak ke titik selanjutnya. Mereka bukan tentara manusia, tetapi tentara robot, tebaknya. Memang jika dilihat dari luar, penampakan mereka sama karena mengenakan armor metalik silver dan seluruh wajah mereka tertutup helm. Namun siapa pun bisa mengetahui perbedaan antara manusia dan robot. Manusia bergerak secara alami, sedangkan robot terstruktur. Dan menghadapi robot lebih mudah daripada manusia. Tak perlu ada rasa berdosa jika ia membunuh mereka. Tak ada darah yang akan mengotori tangannya.

"Dari bahasa tubuhmu, aku bisa menebak bahwa kau tahu para tentara Niff itu bukan manusia."

"Sebegitu mudahnyakah bagi seseorang untuk membaca pikiranku?" Ignis tersenyum tipis di balik helmnya. "Kita bisa melakukan serangan terbuka terhadap para robot itu. Robot tidak akan bisa melapor kepada rekan-rekan mereka yang lain." Ia memperhatikan tabung-tabung elpiji yang bergerak ke belakang dan mendadak sebuah ide muncul di kepalanya. "Aku keliru. Bukan serangan terbuka. Kita bisa memanfaatkan tabung-tabung elpiji untuk menghancurkan para robot itu dari kejauhan."

"Bagaimana caranya? Kita tidak bisa menggunakan sihir api untuk menjadikan tabung-tabung itu sebagai bahan peledak."

"Sebenarnya aku bisa menggunakan sihir api." Sepanjang perjalanan mereka sejak keluar dari Insomnia, Ignis belum pernah menggunakan, bahkan menunjukkan sepasang belati spesial yang dinamainya Spelldagger kepada teman-temannya. Ia dapat memberi sentuhan elemen tambahan pada Spelldagger: api, es, atau petir untuk meningkatkan taraf kerusakan. Nyaris mirip dengan sihir variasi Fire, Ice atau Thunder yang bisa dimunculkan Noctis dan para Glaive di telapak tangan mereka. "Kau duduklah dan nikmati pertunjukanku."

"Diam-diam kau menyembunyikan kartu As dari kami. Sepulang dari misiku, aku pun ingin memamerkan kemampuan baruku pada kalian. Tapi sebagai pria terpelajar, kupersilakan panggung ini khusus untukmu."

Ignis dan Gladio turun ke konveyor. Melangkah di atas konveyor yang berlawanan arah sungguh merepotkan, rasanya seperti berenang melawan arus ombak. Mereka bergerak dari satu platform elpiji ke platform lainnya. Sejauh ini para tentara robot itu belum menyadari kehadiran mereka. Untuk menyita perhatian mereka, Ignis perlu membuat kebisingan.

Ignis mematerialisasikan Spelldager di kedua tangannya dan bilah sepasang belati itu langsung diselimuti lidah-lidah api. Ia memberi nama sihir belati tersulut api ini sebagai Flamebind.

"Wow, hati-hati dengan api itu! Ada tabung gas di dekat kita!" Gladio memperingatkan.

Ignis melempar satu belati ke tabung elpiji yang berjarak lima meter dari titiknya berdiri. Belati berapi itu menancap di tabung tersebut, memercik ledakan berskala medium. Keempat tentara di atas jembatan memutar kepala mereka ke arah ledakan di bawah. Kemudian sesuai dugaan Ignis, para tentara itu melompati pembatas jembatan dan terjun ke konveyor di bawah untuk memeriksa sumber ledakan.

Aku akan menghabisi mereka sebelum mereka sempat mendekati kami.

Ignis menunggu momen yang tepat untuk melempar belatinya ke tabung elpiji lain. Ketika satu tentara berjalan di samping tabung elpiji, Ignis langsung melemparkan pisaunya untuk meledakkan tabung gas itu. Robot itu hancur berkeping-keping terkena ledakan gas. Ia melakukan hal yang sama kepada tiga tentara lainnya. Semudah menancapkan dart ke bullseye.

Pertempuran berakhir bahkan sebelum empat robot itu sempat mendekati mereka. Gladio sampai menguap lebar saking merasa bosan. Sang Tameng mungkin memang penggila pertempuran, namun lain hal dengan Ignis. Ia bersyukur bahwa mereka masih diberikan kemudahan di dalam momen kritis ini.

Seusai berjalan melawan arus konveyor, mereka tiba di sebuah area kecil di ujung depan sebelah kiri konveyor. Di sana Ignis melihat mesin tuas yang menyala hijau. Setelah mendaki tangga memutar di area itu, mereka menelusuri koridor pendek yang berakhir di sebuah pintu yang otomatis terbuka. Mereka melewati pintu, lalu berderap dalam diam ketika menjajaki koridor panjang yang menghubungkan Sektor Y8 dengan Y5.

"Jeanne, kami telah tiba di depan pintu Sektor Y5. Adakah informasi yang perlu kami ketahui sebelum masuk ke sana?" tanya Ignis.

"Aku punya satu pertanyaan sepele yang terus kupikirkan dari tadi: kenapa harus Y5 dan bukan sektor lainnya?" tanya Gladio.

Terdengar suara tawa Jeanne, yang membingungkan Ignis karena ia tidak merasa ada suatu hal lucu yang patut ditertawakan.

[Maaf. Aku hanya ingin bilang bahwa Sektor Y5 adalah sektor spesial EXINERIS. Masuklah agar kalian bisa melihat sendiri alasan kebanggaan kami terhadap sektor tersebut.]

"Tidak ingin membongkar kejutan terlalu dini, huh?"

"Aku menerima kejutan apa pun selain tentara kekaisaran yang tiba-tiba siap menembaki kami di dalam."

"Kau terlalu banyak berpikir," keluh Gladio. Tanpa mengacuhkan Ignis, dia memencet tombol BUKA di panel dan pintu hitam di depan mereka pun otomatis membuka.

Jembatan panjang dengan bahan kaca menyambut mereka. Ruangan itu amat luas dan panjang. Dari balik helmnya, Ignis takjub melihat betapa futuristiknya desain sektor ini. Ia menengok ke bawah dan bisa melihat sebelas lantai lainnya dari ketinggian ini (lantai D hingga 10). Dan sebaliknya, jika ia menengadah ia melihat jembatan kaca lantai 12 berada tepat di atas kepalanya. Empat pipa raksasa berwarna putih memanjang di keempat sisi ruangan itu dan ujungnya menembus langit-langit kaca di mana cahaya matahari menembus ke dalam ruangan. Ia menelusuri jembatan kaca sampai ke ujung, lalu menuruni deretan tangga yang memutar. Di tengah ruangan, terdapat sebuah area berbentuk lingkaran yang terhubung ke jembatan kaca dan sebuah pilar panjang. Sebuah monitor besar berlayar hijau, papan ketik dan sepasang tuas tertanam di pilar tebal itu.

"Wow, kuakui ini benar-benar keren! Aku merasa seperti sedang berada di sebuah setting film fiksi ilmiah. Bagaimana bisa pabrik menyeramkan seperti EXINERIS menyembunyikan ruangan secantik ini?"

[Aku akan berpura-pura tidak mendengar kata "menyeramkan" itu.]

"Oh, maaf, aku keceplosan mengatakan itu saking takjubnya. Tapi ruangan ini memang superkeren. Coba saja Prompto ada di sini. Dia akan sibuk memotret puluhan foto untuk diabadikan."

[Sektor Y5 memang didesain khusus sebagai tujuan utama turis yang hendak mengelilingi EXINERIS. Kau lihat pipa-pipa raksasa yang memanjang dari bawah ke atas seperti ular itu? Mereka adalah pipa-pipa yang terhubung langsung ke empat reaktor di lantai bawah tanah untuk membuang sisa-sisa limbah udara keluar dari pabrik. Sedangkan area lingkaran yang berada di tengah adalah sebuah elevator jumbo yang bisa mengangkut para turis dari lantai dasar hingga 12.]

Ignis menjentikkan jari. "Sekarang aku mengerti. Karena kami tidak bisa menggunakan lift untuk ke lantai 12, kau membawa kami kemari untuk menggunakan elevator ini sebagai alternatif."

[Tepat sekali. Kekaisaran tidak akan bisa memadamkan listrik untuk elevator tersebut karena dia dioperasikan secara manual oleh dua orang pemandu yang biasanya selalu berjaga di dekat komputer. Sekarang mendekatlah ke komputer, masukkan lantai 12 sebagai tujuan, dan tarik kedua tuas di sampingnya secara serempak.]

Ignis mengikuti instruksi Jeanne. Monitor memunculkan pesan Masukkan Lantai Tujuan Anda. Ia pun memasukkan 12 melalui papan ketik, lalu menekan tombol enter. Pesan lainnya muncul yang berbunyi Tarik Kedua Tuas.

Ignis dan Gladio berdiri di kedua sisi. Dalam hitungan mundur tiga detik mereka pun menarik tuas secara bersamaan. Serta-merta elevator mulai berputar 360 derajat searah jarum jam ke atas bagaikan gasing dalam kecepatan sedang yang tidak akan menyebabkan pusing atau mabuk pada para penumpang. Gladio berpegangan pada pengaman elevator sambil menyaksikan lantai-lantai di bawahnya yang semakin menjauh. Sedangkan Ignis lebih memilih menerawang ke atas seolah mengikrarkan dalam hati bahwa tujuan mereka telah amat dekat. Tinggal beberapa langkah lagi mereka bisa menyelesaikan misi ini.

Tak lama berselang, elevator berhenti berputar. Monitor menampilkan pesan Anda Telah Tiba di Lantai 12.

Ignis mengajak Gladio bergerak ke tangga yang memutar, lalu melewati jembatan kaca panjang dan berakhir di sebuah pintu besi putih bertuliskan Z2.

"Jeanne, kami sudah sampai di lantai 12, tepatnya di depan pintu Z2. Bisakah kau beri tahu kami letak ruang kontrol primer tersebut?" tanya Ignis, memberi gestur pada Gladio untuk menunggu.

[Kalian hampir tiba di ruang kontrol primer. Sektor Z2 adalah ruang mesin utama semua reaktor. Ruang kontrol primer terletak di utara ruangan. Ruangan itu mudah untuk ditemukan karena dibangun selantai lebih tinggi dan memiliki jendela kaca. Begitu kalian melewati pintu itu, siapa pun yang berjaga di dalam ruang kontrol primer bisa melihat kalian.]

"Setelah sekian lama, kita telah mencapai akhir dari misi ini."

"Aku kehilangan perhitungan akan waktu yang tersisa sebelum Reaktor 4 meledak."

[Aku memasang timer sejak kalian menemukan anomali pada Reaktor 4 di lantai -12. Kalian hanya memiliki waktu kurang lebih satu jam lagi.]

"Tidak banyak lagi waktu yang tersisa. Ayo kita cepat bergerak!" seru Gladio, menekan tombol BUKA pada panel pintu.

Ignis baru saja meletakkan satu kakinya memasuki permukaan Sektor Z2 dan tiba-tiba alarm tanda kebakaran berbunyi nguing-nguing-nguing hingga membuatnya terperanjat.

Mereka memfokuskan penglihatan pada ruangan tinggi berjendela kaca tiga puluh meter jauhnya di utara ruangan luas itu. Tidak salah lagi. Itu adalah ruang kontrol primer. Seorang lelaki berambut hitam dan mengenakan armor petinggi militer Niflheim tampak di balik jendela sedang berbicara melalui mikrofon.

"Selamat datang, wahai dua tikus penyusup licin. Kalian telah amat merepotkan kami dari tadi karena sulit sekali untuk dilacak. Aku, Komandan Caligo Ulldor, menyadari bahwa jika Pangeran dan teman penembaknya berada di lantai dasar untuk keluar dari EXINERIS, maka dua temannya pasti menuju ke lantai 12 untuk menggagalkan rencana peledakan reaktor yang kami canangkan. Ternyata tebakanku benar bahwa pada akhirnya kalianlah yang akan memunculkan batang hidung kalian kepada kami. Aku tidak bisa mendengar kalian dari sini, jadi mari kita mulai pesta penyambutan kalian sekarang juga!"

"Kuharap kau menyiapkan kue dan konfeti dalam 'pesta penyambutan' itu," komentar Gladio sarkastik.

"Berita baiknya adalah kita tidak perlu lagi menyerang sembunyi-sembunyi. Mulai dari sekarang kita akan menyerang secara terbuka sepenuhnya," Ignis berusaha tetap optimistik.

Mereka kembali berada di sebuah ruangan ala pabrikan. Lantai berbahan besi, dinding berwarna abu, pipa-pipa rumit merambat di langit-langit, pilar-pilar besi dengan garis kuning dan merah menopang langit-langit, kipas angin jumbo berputar-putar, kabel-kabel menjalar di permukaan dan lampu-lampu panjang menerangi ruangan panas itu.

Para tentara kekaisaran telah mengantisipasi kedatangan mereka. Ignis bisa melihat seorang penembak jitu di ketinggian tiga meter di timur laut. Di sebelah barat tiga orang tentara mengendap-endap di balik wadah persegi panjang, sesekali menjulurkan kepala untuk membidik. Di sebelah timur enam orang tentara bersenjatakan pedang dan kapak berlari ke arahnya dan Gladio.

Mereka terpaksa harus menembus pertahanan ruangan ini yang dijaga oleh total sepuluh tentara.

"Aku ambil sebelah kanan dan kau sebelah kiri?"

"Kuserahkan mereka yang bersenjatakan pedang dan kapak kepadamu. Aku akan mengurusi mereka yang menggunakan senapan."

"Roger. Aku memang lebih lihai dalam pertarungan jarak dekat." Gladio langsung berlari sambil melindungi dirinya dari target senapan di balik perisai. Enam tentara di timur saling berteriak tidak jelas ketika menghadang serangan brutal Gladio.

Ignis juga langsung bergerak. Ia harus menghabisi seorang penembak jitu yang menurut perhitungannya adalah ancaman terbesar mereka. Sambil berlari mengendap-endap dari satu wadah ke wadah lainnya, ia menghindari setiap peluru yang memelesat di samping tubuhnya.

Ketika melihat seorang tentara yang menjulurkan kepalanya dari balik wadah, Ignis segera melemparkan belatinya dengan lihai dan akurat hingga menancap di dahi tentara itu. Dua orang tentara di dekatnya tampak terkejut melihat rekannya mati begitu mudah, sesaat kelabakan ketika berhadapan langsung dengan Ignis yang siap menyabet leher mereka. Dalam pertarungan jarak dekat, senapan tidak begitu berguna jika dibandingkan dengan belati. Ia menendang kepala seorang tentara hingga roboh ke lantai, senapannya berguling-guling di lantai, lalu segera mengganti belatinya dengan tombak dan menusukkan ujung tombaknya ke perut tentara itu. Satu tentara yang tersisa menembak dengan asal-asalan, tapi sialnya satu tembakan mengenai kaca helm Ignis. Kalau saja ia tidak mengenakan kacamata─yang mujurnya menjadi pelindung mata yang tak disangka─pecahan kaca helm pasti akan menusuk sepasang bola matanya. Ia dapat merasakan udara pengap bersentuhan dengan kulit wajahnya yang basah oleh keringat. Tak membiarkan diri lengah oleh tembakan itu, ia melepas ujung tombak dari mayat tentara di dekat kakinya, lalu melempar tombak itu lurus hingga menusuk punggung tentara yang berlari ketakutan, membunuhnya dalam satu serangan.

"Dasar para cecunguk payah! Habisi dua tikus itu sesegera mungkin atau kupastikan kalian akan kehilangan kepala kalian!" seru Caligo melalui sistem pengeras suara.

Dor! Satu peluru menembus dada Ignis hingga membuatnya terjatuh ke belakang. Ditinjau dari arah datangnya peluru, ia menduga sumbernya berasal dari penembak jitu, yang sejak awal menjadi target prioritasnya.

"Hahaha! Satu tikus berhasil ditumbangkan. Kau tidak akan bisa bertahan setelah menerima tembakan fatal begitu!" ejek Caligo. "Akan kuberi bonus kepada siapa pun yang bisa menghabisi tikus satunya lagi. Cepat, cepat, cepat!"

Apakah aku akan mati? Ignis merangkak sambil menekan dadanya ke balik sebuah boks. Ketika yakin ia telah terlindungi dari si penembak jitu, ia memeriksa luka tembak di dadanya. Seharusnya tembakan itu memang mematikan, namun anehnya ia tidak menemukan setetes darah pun dari lukanya. Ia beruntung seragam EXINERIS yang dikenakannya ternyata memiliki ketebalan yang nyaris dapat disamakan dengan rompi antipeluru. Peluru itu menancap di dada seragam, namun tidak menembus ke kulitnya. Ia melepas peluru itu dan membuangnya ke lantai.

Ignis memanjatkan syukur kepada para dewa yang masih berbaik hati memberinya kesempatan kedua untuk melanjutkan hidup. Ia menggunakan kesempatan sesaat ini untuk membersihkan pecahan-pecahan kaca helm yang bersebaran di wajahnya. Setelahnya, ia mengintip dari balik boks dan menyaksikan Gladio masih bergumul dengan tiga tentara yang tersisa menggunakan mahapedangnya yang diselimuti cahaya biru di bilahnya. Apa itu teknik baru yang sempat disinggung Gladio padanya?

"Dengarkan aku, hei komandan pengecut yang bersembunyi di atas sana. Daripada tikus, aku lebih suka disebut sebagai enkidu!"

Beralih dari temannya, Ignis mengamati rute di ruangan itu untuk mencapai si penembak jitu. Setelah otaknya sibuk mengalkulasi, ia segera bergerak, masih mengendap-endap di balik setiap objek yang bisa melindunginya dari tembakan lain. Ia memanjat tangga memutar di sebelah kanan ruangan, lalu melompati celah yang terbentang antarboks, berlari sampai ujung, memanjat tangga lagi, dan akhirnya tiba di area sang penembak jitu.

Si penembak terburu-buru bangun dan mengabaikan senapannya. Dia mengeluarkan pisau lipat yang disematkan di ikat pinggangnya, lalu berlari menerjang untuk menusuk Ignis. Pisau si penembak beradu dengan belati di tangan kanan Ignis. Namun si penembak tidak tahu bahwa Ignis memiliki dua belati. Tanpa ampun, Ignis menusukkan belati di tangan kirinya ke leher si penembak. Darah menyembur seperti air terjun ketika si penembak mati tersungkur.

"Apa katamu? Semua tentara sudah mati? Sepuluh tentara kalah melawan dua tikus? Ini tidak masuk akal!" seru Caligo. "Bahkan EX-BUSTER hanya berhasil beroperasi 66%? Sialan, kalian semua memang cecunguk yang tidak bisa diandalkan!"

"Ignis! Aku sudah selesai di sini. Ayo kita masuk ke dalam ruang kontrol primer," ajak Gladio sambil berlari menuju ruang kontrol primer di depan.

Berselang dua puluh detik, mereka telah tiba di depan pintu ruang kontrol primer, namun pintu itu tidak mau terbuka.

Ignis meneliti pintu abu-abu itu dan menemukan sebuah panel dengan tombol angka 0 hingga 9. "Jeanne, kami sudah tiba di depan pintu ruang kontrol primer, tapi sepertinya kami butuh kombinasi angka untuk masuk ke dalam."

[Hanya karyawan EXINERIS yang diperbolehkan masuk ke dalam sana. Kau bisa menggunakan ID dan kata sandiku untuk membuka pintu. ID: 2004930 dan kata sandi: 109282.]

Ignis menekan kombinasi kedua angka itu. Lampu kecil di panel tersebut berubah dari merah menjadi hijau. Dan pintu pun terbuka.

Ruang kontrol primer itu luasnya empat puluh meter persegi. Terdapat banyak monitor yang menampilkan grafik-grafik dan panel dengan puluhan tombol dan tuas.

Ketika masuk ke dalam, seorang pria berseru sambil mengangkat kedua tangannya, "Kumohon, jangan sakiti aku! Aku hanya teknisi magang yang ditugaskan kemari untuk mengoperasikan EX-BUSTER."

Gladio menarik kerah kemeja putih lelaki itu. "Pria bernama Caligo Ulldor─ke mana dia pergi?"

"Komandan… telah melarikan diri ke atap."

"Dan di mana dia menyekap seorang wanita EXINERIS bernama Holly?" tanya Ignis.

"Dia mengurung wanita itu di sana," jawab si lelaki magang, menunjuk sebuah lemari besi tinggi berwarna coklat di sudut kanan ruangan.

"Kau diam di sini. Kalau kau melakukan gerakan yang mencurigakan, aku akan menebasmu dengan mahapedangku."

Pria magang itu merosot ke tanah, bergelung tak berdaya dengan kedua tangannya memeluk lutut.

Ignis bergerak ke lemari yang dimaksudkan si karyawan magang. Begitu ia membuka kunci, ia menemukan seorang wanita mengenakan seragam EXINERIS sedang duduk bersandar di dalam lemari itu. Mulutnya ditutup plester, kedua pergelangan tangan dan kakinya diikat oleh tali rompi.

Mata wanita itu membelalak, sebuah ekspresi lega bercampur syukur terpancar darinya ketika melihat Ignis. Menggunakan belatinya, Ignis memotong tali yang mengikat perempuan itu, lalu melepas plester di mulutnya. Ia membantu wanita itu keluar dari dalam lemari.

"Puji syukur kepada para dewa. Siapa kalian? Dari mana kalian mendapatkan seragam itu?"

"Apa kau Holly?" tanya Ignis. Wanita itu mengangguk. "Aku Ignis dan dia Gladiolus. Kami adalah teman Pangeran Noctis. Kami berada di sini untuk menolongmu atas permintaan Jeanne. Kami juga mendapat seragam ini darinya."

"Kalian berbicara dengan Jeanne melalui sistem pengeras suara di helm tersebut?"

"Ya, dia telah banyak membantu kami. Begini, Nyonya Holly, kami mendengar kabar buruk dari Jeanne mengenai rencana kekaisaran untuk meledakkan Reaktor 4. Satu-satunya cara untuk menggagalkannya adalah dengan menekan tombol AZ-5 di ruangan ini yang akan mematikan kinerja seluruh reaktor."

"Aku sudah mendengar rencana licik kekaisaran sejak pria bernama Caligo itu masuk kemari dan mengambil alih kontrol semua panel pengendali reaktor." Holly berjalan tertatih-tatih menuju sebuah panel bertuliskan REAKTOR 4. "Tegangan maksimal Reaktor 4 adalah 15.000 megawatt dan sekarang panel ini telah menunjukkan angka 13.185. Begitu dia mencapai 15.000, maka dia tidak ada bedanya dengan sebuah bom nuklir. Kekaisaran sengaja mengulur-ulur waktu untuk menunggu tegangan Reaktor 4 mencapai batasnya. Kabar buruknya adalah Caligo memiliki sebuah detonator untuk meledakkan Reaktor 4 dari kejauhan. Dan sekarang dia telah melarikan diri."

"Apa kau bisa mematikan semua reaktor sekarang juga dengan menekan tombol AZ apalah itu?"

"Tentu saja. Aku akan mematikannya sekarang," Holly bergerak ke panel utama di dekat jendela. Matanya mencari-cari tombol AZ-5 dari puluhan tombol beraneka fungsi. Sepertinya dia sudah menemukan tombol itu dan segera memencetnya. Namun berselang sepuluh detik, tidak ada suara atau notifikasi apa pun yang mengonfirmasi pemadaman reaktor. Dia terkejut sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan, lalu berbalik kepada Ignis dan Gladio. Wajahnya terlihat amat pucat. "Astaga. Tombol AZ-5 ini tidak berfungsi. Kalian lihat sebuah lubang kunci di samping tombol ini? Biasanya ada sebuah kunci yang selalu dibiarkan terpasang di sana. Kunci tersebut digunakan untuk menyalakan dan mematikan fungsi tombol AZ-5, Masalahnya kunci itu sekarang menghilang."

"Tunggu. Jadi maksudmu kita tidak bisa mematikan Reaktor 4 tanpa kunci itu?"

Holly mengangguk muram. "Caligo telah memasang kunci ke arah OFF dan membawa pergi kunci itu bersamanya. Tidak ada cara lain untuk mematikan Reaktor 4 selain merebut kunci darinya."

"Kami akan mengejar Caligo sekarang juga. Karyawan magang itu bilang Caligo melarikan diri ke atas atap," kata Ignis. "Di mana akses menuju atap? Masih ada kesempatan untuk menghentikan lelaki itu. Kita tidak boleh kehilangan harapan."

"Keluarlah lewat pintu darurat di sana," Holly menunjuk pintu merah di sudut ruangan. "Caligo juga pasti melarikan diri melalui pintu itu."

"Baiklah. Ayo kita kejar bajingan itu dan gagalkan rencana busuk kekaisaran!"

"Berapa lama lagi waktu yang tersisa sebelum Reaktor 4 mencapai batas maksimalnya?" tanya Ignis ketika ia sudah di ambang pintu darurat bersama Gladio.

"Jika dilihat dari monitor, kalian memiliki kurang lebih setengah jam," jawab Holly, pundaknya bergetar. "Kumohon, cepatlah rebut kunci itu atau ledakan Reaktor 4 tak akan bisa dihindari. Aku tak berani membayangkan betapa mengerikannya skenario kiamatnya Lucis akibat ledakan berskala masif tersebut. Aku yakin bahwa nasib jutaan nyawa Lucian bergantung di pundak kalian berdua!"