ONE DAY FOR CHRISTMAS

.

.

By: omonaigu

Dedicated to JK Rowling for my super inspiration in everything.

To Harry Potter and all of characters that i really loved,

To Tom Marvolo Riddle and Hermione Jean Granger, for my favorite impossible couple,

To all of author of Tomione's Story, you guys is my bigest inspiration.

.

.

.

HERMIONE percaya bahwa garis nasib itu dapat diubah.

.

Sebenarnya itu salah satu alasan mengapa ia tak pernah mempercayai ramalan, meski kenyataannya memang kebanyakan ramalan yang beredar itu benar adanya. Tapi, ia merasa semua itu hanya pembodohan.

.

Mengapa?

.

Ramalan seolah menuntun kita untuk benar-benar mematuhi alur yang sengaja ditetapkan dan pada akhirnya kita percaya bahwa itulah takdir kita. Ramalan itu hanya permainan dan baginya, mereka semua telah dibodohi oleh yang namanya ramalan. Tak percaya?

.

Hermione dapat memberikan tesisnya dengan alasan kuatnya. Mari lihat fakta yang telah ada.

.

Harry di ramalkan sebagai satu-satunya anak yang dapat membinasakan Voldemort. Hingga pada akhirnya Voldemort percaya akan ramalan itu dan benar-benar terobsesi dengan ramalan itu. Bukan hanya Voldemort saja yang terobsesi, melainkan seluruh dunia sihir. Mereka mempercayai hal yang masih abu-abu kepastiannya. Tapi mereka begitu mempercayainya. Dan apa akibatnya? Dunia menjadi bersitegang dan si botak jelek yang ingin hidup abadi itu membunuh seluruh anak lelaki yang lahir pada hari yang diramalkan itu.

.

Tolol.

.

.

Pikirkan jika seandainya mereka menggunakan akal sehat mereka. Semua itu tidak masuk akal. Mereka dipermainkan oleh sebuah ramalan. Bukankah itu konyol?

.

Hermione menggeleng-gelengkan kepalanya. Setidaknya ia bersyukur semua perang kegelapan itu telah berakhir tujuh tahun silam. Ia hidup bahagia bersama keluarganya. Menikah dengan orang yang ia cintai, memiliki anak yang cantik dan lucu, membersihkan nama baik muggle di mata dunia sihir. Ini semua impiannya.

.

.

Tapi, masih ada satu impiannya yang belum terwujud.

.

.

Meskipun sekarang semuanya sudah baik-baik saja dan berjalan normal, tapi ia merasa semua ini terlalu mudah. Tidak, ia tahu betapa beratnya untuk menuju semua kebahagian ini. Jangan pernah membahas soal perjuangan dan pengorbanan pada Hermione karena kedua kata itu sudah diluar kepalanya. Ia jelas-jelas tahu bagaimana rasa semua itu.

.

Ia juga kehilangan banyak orang yang ia sayangi karena peperangan itu. Semua ini bermula dari ramalan bodoh itu..

Sifat egoisnya masih melekat di dirinya. Wajar, itu hal manusiawi kan? Siapapun boleb bersikap egois. Sudah lama ia bertanya-bertanya akan hal ini dan sampai saat ini ia masih memikirkannya.

.

.

Bagaimana seandainya ramalan tentang pemicu amarah Voldemort itu tidak pernah ada?

.

Itu tandanya mereka tidak harus melewati semua peperangan yang telah berlalu itu kan?

.

.

Tidak juga. Banyak sekali hal yang Hermione pikirkan tentang hal ini. Jika seandanya ramalan itu tak pernah ada, ia tak akan pernah tahu bagaimana aksi Voldemort untuk membuat dirinya semakin abadi dan menguasai dunia. Ia tak akan pernah tau bagaimana gerakan radikal Voldemort bersama antek-anteknya yang bernama Death Eater itu.

.

Ramalan itu membuat secercah harapan bagi dunia sihir. Voldemort dapat dimusnahkan. Bukankah itu hal yang baik untuk didengar?

.

Tapi tetap saja, konyol rasanya mempercayai hal itu. Bukankah semuanya jadi terkonspirasi akan ramalan itu?

.

Ia ingin mengubah semua itu. Untuk membuat Voldemort menghentikan aksi radikalnya, membuat orang-orang tidak dengan mudahnya mempercayai sebuah ramalan dan ia ingin mengubah nasib dunia sihir.

Ya, meskipun ia tau kenyataannya ia telah menyelamatkan dunia bersama kedua sahabatnya, Harry dan kini suami tercintanya, Ron dari kegelapan. Tapi, tidak bolehkah ia sedikit egois? Untuk merubah nasib dunia sihir tanpa harus melalui semua lika liku yang menyakitkan bagi semua pihak?

Hermione menatap percikan api unggun yang melahap kayu-kayu bakarnya. Ia tak sadar berapa lama ia melamun menatap objek yang sama daritadi hanya untuk memikirkan keegoisan bodohnya. Ia menghela nafas panjang, lalu kemudian ia bangkit dari sofa empuknya dan berjalan menuju jendelanya. Kini objek pandangannya berganti menjadi langit yang berawan dan tak berbintang. Pemandangan yang tak sesuai harapannya, namun itu bukan masalah besar.

.

Besok adalah malam natal. Ron dan Harry pergi bersama anak-anak mereka ke The Burrow. Yeah, seperti yang mereka lakukan dari tahun-tahun sebelumnya. Hermione seharusnya ikut bersama mereka sekarang, namun ia berdalih bahwa ia harus menyelesaikan sesuatu yang tak bisa ia tinggal dan besok baru ia bisa pergi ke sana.

.

Ron sedikit curiga, namun ia mempercayainya karena Hermione memang tidak bohong seutuhnya. Pada kenyataannya Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir memberikannya banyak pekerjaan sekalipun ini malam natal. Jadi dengan rasa prihatin, Ron membiarkan Hermione tetap berada dirumah mereka untuk menyelesaikan semua pekerjaannya.

.

Sebenarnya semua mudah diselesaikan dalam waktu singkat. Secara, kita berbicara tentang Hermione Jean Granger, si Jenius. Ia akan menuntaskan semuanya dalam sekejap.

.

Entahlah, masalah ini membuatnya benar-benar ingin melakukan sesuatu. Tapi ia tak bisa melakukan apapun kan? Ya, kalian bisa mengatakannya konyol tepat di ujung hidungnya.

.

Hermione menghela nafas dan ia menoleh ke arah langit yang tidak sesuai harapannya itu untuk yang terakhir kalinya sebelum ia tidur.

.

.

Semua keegoisannya tak berarti.

.

.

Ini malam natal. Semua orang bisa berharap sesuatu pada Santa dan niscaya harapanmu akan terkabul, meskipun ia tahu itu hanya mitos belaka. Tapi tak ada salahnya kan ia bermimpi dan berharap?

Hermione membalikkan badannya dan berjalan menuju kamar tidurnya. Meninggalkan harapan kelabu dan impian tak masuk akalnya dengan tawa ironi. Ia tak akan pernah bisa melakukannya. Semua ini murni ke egoisannya.

.

Impian yang menggelikan.

.

Hermione membaringkan tubuhnya pada ranjang miliknya dan Ron dengan senyaman mungkin. Posisinya menghadap ke arah jendela dengan tirai yang sengaja ia buka. Menyelimuti dirinya dengan selimut hangat nan nyaman, membuatnya kemudian terbawa ke alam mimpi.

.

Dan ia tak sadar bahwa itu tengah malam dan itu jam dimana Santa bekerja untuk mengabulkan permohonan anak yang berlaku baik.


HERMIONE menggeliat tak nyaman dalam tidurnya. Ia merasa disekelilingnya terlalu ricuh dan terlalu berisik. Begitu banyak langkah kaki, suara-suara orang yang berbincang-bincang, dan suara benda-benda bergesekan maupun berdentingan disekitarnya. Tidak, ia tak bisa tinggal diam saja. Ia harus menghentikan sesuatu yang membuat tidurnya tak nyaman.

.

Hermione membuka matanya dan ia terduduk secara otomatis. Dan yang ia dapati benar-benar membuatnya melotot dan kaget bukan main.

.

Ia terbangun pada sebuah gang kecil yang sepi. Matanya mengitari sekelilingnya dan ia merasa asing akan bangunan-bangunan disampingnya yang kemungkinan sebuah toko itu. Tapi ia merasa familiar dengan suasana ini. Ia berdiri dari tempatnya dan rasa keterkejutannya tidak sampai pada itu saja. Ia kaget bahwa ia mengenali tempat ini.

Ini merupakan persimpangan gang menuju Knockturn Alley! Ya, dia tidak mungkin salah lagi. Pantas saja di luar gang terdapat banyak orang berkerumunan, sedangkan di gang tempat dimana ia berada saat ini tak ada yang melewati sama sekali. Jelas ia merasa sangat familiar akan tempat ini.

.

Tapi yang jadi pertanyaannya sekarang adalah, mengapa ia bisa ada disini?

.

Hermione mengecek dirinya sendiri. Ia masih berpenampilan seperti tadi malam sebelum ia tidur; rambut digelung asal-asalan, sweater merah maroon dengan kemeja putih didalamnya, celana jeans dan kaus kaki kelabunya. Sialan, ia tak mengenakan sepatu di tengah salju seperti ini!

Seketika ia sadar sarafnya mulai merasakan kedinginan saat ia menyadari tak mengenakan alas kaki yang memadai di saat-saat seperti ini. Ia menoleh ke sekitarnya dan menemukan syal berwarna hijau yang seakan-akan sengaja tergeletak didekat di dinding toko dengan cat berwarna navi itu. Ia segera mengambil syal itu dan melilitkannya ke lehernya sebelum sensasi dingin itu benar-benar menyergap dirinya.

.

Tidak, tidak. Ini tidak cukup membuatnya hangat sebelum ia bisa mengenakan sepatu!

.

Hermione menjadi sangat tolol ketika ia berjalan dengan sangat aneh karena rasa dingin yang menerpa telapak kakinya. Ia berjalan cepat keluar dari gang tersebut, menuju keramaian berada. Ia harus menemukann sesuatu yang bisa mengalasi kakinya dengan layak dan terjauhkan dari rasa dingin.

Tapi baru saja ia keluar dari gang tersebut, orang-orang disekitarnya rela berhenti demi memandangnya dengan cara yang aneh, seakan-akan Hermione merupakan hal yang paling aneh yang pernah mereka temui. Mereka semua mengenakan setelan kuno dan oh, apakah itu gaun? Apa sekarang ada pesta atau apa? Hermione mengernyitkan dahinya. Ada apa ini sebenarnya?

.

Mencoba untuk mengabaikan pandangan mereka semua, ia lebih memilih untuk menyelamatkan kakinya. Oh ayolah, kaus kaki saja tidaklah cukup!

.

Ia mempercepat langkahnya karena ia mulai risih akan pandangan orang-orang yang menatapnya seakan-akan tatapan mereka bisa menelanjangi Hermione detik itu juga. Apa yang salah dari Hermione? Oh apa ini karena ia tak mengenakan sepatu sehingga mereka menganggapnya konyol? Siapa sebenernya yang aneh disini? Mereka bahkan jauh lebih aneh dengan pakaian kuno seperti itu. Sebenarnya hidup dizaman apa mereka sih?

.

"Daily Prophet, Miss?"

.

Hermione berhenti sejenak saat seorang pria separuh baya dengan kumis putihnya menawarkan Daily Prophet padanya. Sejenak Hermione ragu untuk membelinya karena ia tak membawa uang sama sekali pada dirinya dan-

.

Apa ini?

.

Hermione meraba sakunya dan ia mendapati ada kantung hitam yang berat terikat. Hermione membukanya dan mendapati banyak kepingan sickle dan galleon didalamnya. Sial, punya siapa ini? Hermione tak pernah ingat bahwa ia membawa semua ini. Tak mau berpikir terlalu lama, ia membeli Daily Prophet dengan memberikan pria penjual koran itu dengan beberapa sickle yang ia temukan di kantung hitam itu.

Ia tak tahu mengapa ia harus membeli koran ini. Mungkin karena ia kasihan terhadap penjual koran Daily Prophet yang sudah separuh baya itu. Tidak ada salahnya beramal kan? Tanpa pikir panjang, Hermione mendekap Daily Prophetnya tanpa perlu repot-repot membacanya. Tidak dalam situasi seperti sekarang ini.

.

Masalahnya, darimana ia mendapatkan kantung yang berisi penuh sickle dan galleon itu? Ini sangat tidak masuk akal. Apa yang sebenarnya terjadi? Hermione berhenti berjalan ketika ia mendapati toko Boot and Shoemaker for Witches and Wizards telah disampingnya.

Mungkin ia bisa membeli sepatu sekarang. Mengingat ia memiliki kantung hitam yang tak jelas datang darimana itu. Tapi kemudian ia mengernyit heran. Seingatnya bangunan Boot and Shoemaker for Witches and Wizards tidak seperti ini. Ini terlihat lebih... baru dan kokoh. Entahlah, seingatnya toko sepatu ini lusuh.

.

Dengan segala kebingungan dan rasa penasaran yang menerpa dirinya, Hermione memasuki toko sepatu itu. Bel berdenting, menandakan bahwa Hermione telah melewati pintu toko ini. Suasana di dalam toko cukup ramai. Ya, ramai dengan para penyihir mengenakan pakaian kuno yang menggelikan. Apakah sekarang mereka tengah mengadakan kontes gaun atau apa?

Hermione segera mengitari rak sepatu dan memilih sepatu mana yang cocok untuk kakinya. Jantungnya nyaris copot ketika ia dikejutkan seseorang dengan senyum lebar mengembang ada dihadapannya.

.

"Halo, Miss. Kau memerlukan bantuan?"

.

Hermione berusaha menormalkan detak jantungnya. Pelayan sialan. "Ah, ya. Aku sedang mencari sesuatu untuk... kakiku."

.

Pelayan wanita dengan tubuh tambun dan senyuman lebar itu memandang ke arah kaki Hermione dan ia memandang Hermione aneh. Ya, orang gila mana yang hanya mengenakan kaus kaki kemana-mana dimusim dingin seperti ini?

.

"Terjadi sesuatu dengan sepatuku," kilah Hermione dengan senyuman kikuknya agar ia tak perlu ditatap aneh seperti itu. Dan benar saja, pelayan wanita bertubuh tambun itu dengan segera melupakannya dan senyumannya semakin melebar.

.

"Aku sangat bisa membantumu untuk memilihkan sepatu yang cocok untukmu, Nona Cantik." Ujarnya riang dan oh, bahkan ia mengedipkan satu matanya pada Hermione. "Ah, kurasa kau memerlukan sesuatu yang hangat dan nyaman kau kenakan. Ayo ikuti aku, raknya ada disebelah sana."

.

Hermione mengikutinya dan wanita itu mengoceh tentang sepatu terbaru yang sangat trendi sepanjang tahun. Hermione tidak terlalu memperhatikannya karena saat ini ia ditatap oleh beberapa pasang mata yang curi-curi pandang ke arahnya. Lagi-lagi pandangan aneh itu yang ditujukan padanya. Apa yang salah pada dirinya?

.

"Dan ini Boot kebanggaan toko kami," wanita itu menyodorkan sepasang boot kulit berwarna coklat gelap dengan rumbai berwarna senada, dengan penuh rasa bangga. Hermione mengernyit. Jelas ini bukan seleranya. "Ini sangat cocok untukmu, Miss. Apalagi dengan fashionmu yang cukup... nyentrik."

.

Wanita itu memandang Hermione dari atas hingga ujung kaki dengan pandangan yang sama dengan orang-orang yang melihatnya tadi. Tapi ia menutupinya dengan senyuman lebarnya. Tadi dia bilang apa? Nyentrik?

.

.

Demi jenggot jelek Merlin! Yang ia kenakan hanyalah sweater dan jeans!

.

.

"Tapi aku menyukai selera fashionmu, Nona Manis." Ia mengerling sekali lagi pada Hermione dan tetap pada senyumannya. Hermione bertanya-tanya apa wanita itu tidak takut mulutnya robek dengan senyuman lebar seperti itu. "Aku akan memberikanmu potongan harga karena ini malam natal."

Hermione merasa tidak enak hati untuk menolaknya karena demi Merlin, sepatu boot pilihannya benar-benar bukan seleranya. "Err, mungkin kau bisa tunjukkan aku model lainnya? Kurasa aku kurang tertarik dengan yang ini."

Ia berkata sopan dan jujur bukan? Wanita itu melunturkan senyumannya segera. Senyuman lebar itu menghilang entah kemana. Ini tidak bagus. Dia tidak senang Hermione menolak pilihannya. "Kau yakin? Ini adalah barang terfavorit dan terlaris di tahun ini."

.

"Aku yakin seutuhnya."

.

Ya, sudah cukup berdebat untuk sepatu boot menggelikan itu.

.

"Aku akan memberimu harga spesial, hanya untuk hari ini." wanita itu bersikeras. Sialan, ia akan tetap memaksa Hermione memilih sepatu boot menggelikan itu. "Kau tidak percaya bahwa ini barang terpopular di tahun 1945 ini?"

.

Hermione sontak mengernyitkan alisnya, "Maaf? Tadi kau bilang tahun berapa?"

.

"1945," wanita dengan pipi membengkak itu malah balas mengernyitkan dahinya. "Kenapa? Apa yang salah dengan itu?"

.

"Maksudmu, ini tahun... 1945?"

.

"Hey, Nona." Wanita itu terkikik, menganggap Hermione layaknya seorang idiot. "Aku tahu tahun baru sebentar lagi. Tapi tetap saja kan? Kita masih hidup di tahun 1945. Kau sudah tak sabar akan tahun baru, bukan?"

.

.

Tidak mungkin.

.

.

Ini mustahil. Hermione menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Tidak, tidak. Ini mustahil untuk terjadi. Dia hanya bercanda kan? 1945? Yang benar saja!

.

"Mr. Riddle, anda benar-benar beruntung! Stok sepatu yang kau sukai benar-benar tinggal tersisa sepasang." Suara wanita yang melengking disampingnya mengintrupsinya. Hermione seketika menoleh saat ia mengenali nama yang disebutkan wanita pelayan lainnya itu. "Ada potongan harga khusus untukmu-"

.

Seorang pria dengan rambut hitam klimis, postur tubuh yang tegap yang dibalut jubah hitam juga syal hijau tua, dan yang paling menarik perhatian Hermione adalah parasnya yang menawan itu ada di sampingnya dengan jarak yang lumayan dekat. Hermione membeku saat ia menatap seseorang yang dipanggil Mr. Riddle oleh wanita pelayan lainnya itu. Mulutnya semakin menganga lebar tak percaya.

.

.

.

.

Mustahil.

.

.

.

TBC


Author's time:

A double-shot for Christmas edition and for my first story on FFN. Mungkin ceritanya sedikit mainstream, saya tidak mempermasalahkan jika kalian berpikir demikian karena saya sadar seutuhnya (LOL). Maaf untuk 1st chapter yang mungkin terlalu pendek. Sebenarnya saya ingin menjadikannya hanya oneshot, tapi ya sudahlah double-shot aja(?). I know i'm absurd, guys. The next chapter will be post tomorrow. Saya akan buat lebih panjang dari chapter yang ini, i promise. Terimakasih banyak sudah mau membaca cerita ini. Saya benar-benar menghargai anda. Apalagi jika anda berkenan mereview cerita ini.

Best Regards,

omonaigu