Naruto © Masashi Kishimoto. Sejelek dan senistanya fic ini tolong jangan benci Pair/Chara di dalamnya.

Sakura menatap sekililing mansionnya, sepi, hanya ada para maid yang berdiri menundukan kepala di samping kiri dan kanannya. Pemuda berkulit putih bersih itu menghela nafas lalu melangkah perlahan melewati para maid, dia memasukan tangannya ke dalam saku setelah sebelumnya melempar asal ransel miliknya ke salah satu maid yang berdiri di samping kiri, "Apa ibu belum pulang?" tanya pemuda tampan yang masih memakai seragam sekolah itu seraya menoleh ke samping kanan menatap pria paruh baya bersetelan jas yang berjalan beriringan dengannya. Pria paruh baya itu menunduk sebelum menjawab, "Belum, " dengan nada setenang mungkin, " Nyonya sedang menghadiri Fashion show di paris." lanjut pria itu lalu menghentikan langkahnya saat sudah sampai di depan pintu ruangan besar bercat putih bersih dengan handle pintu berwarna keemasan.

"Hn." gumamnya acuh lalu masuk kedalam kamar pribadinya.

Sakura membaringkan tubuhnya di ranjang bersprei putih berbahan satin. menatap langit-langit berukiran cantik berwarna keemasan kamarnya dengan tatapan kosong. Dinding kamar berwarna putih tanpa warna lain, beberapa bingkai foto menempel di dinding, tidak banyak barang di kamar besar ini hanya ada lemari jati besar berwarna kecoklatan dengan ukiran tangan berwarna keemasan di depan tempat tidur, di sampingnya lemari kaca transparan yang di penuhi koleksi dasi, ikat pinggang, jam tangan, dan barang khas laki-laki pada umumnya dengan branded dunia yang di tata sedikian rupa, di samping tepat tidur dekat jendela kaca besar, lemari hias ukuran sedang yang di penuhi parfum-parfum mahal, gel rambut, dan lain sebagainya.

.

.

.

.

.

Sakura POV

Haruno Aika, Ibuku, seorang mantan model terkenal, dia berhenti menjadi model setelah menikah dengan ayah dan memiliki aku dan kakak perempuanku, Hobinya berkeliling dunia untuk menghadiri fashion show dengan baju-baju yang harganya selangit. Tapi walaupun seperti itu dia selalu memperhatikan anak laki-laki dan perempuannya, dia selalu membelikan kami barang-barang branded yang sudah banyak di rumah, memenuhi lemari besar yang seperti kamar. Setiap barang limited edition pasti sudah di sambarnya. Penampilan adalah segalanya. Itu moto ibuku. Dia cantik, memiliki mata secantik batu emerald, rambut biru lembut, kaki jenjang, dan tubuh profesional.

Haruno Ruii ,Ayahku, seorang pebisnis yang jarang ada di rumah, dia selalu sibuk keluar, masuk kota, bahkan luar negri untuk mengurusi Haruno corp. Tapi dia adalah seorang ayah yang baik, aku bangga padanya. Dia sosok ayah yang bertanggung jawab yang sangat ku kagumi dan suatu hari nanti aku akan menggantikan posisinya, menanggung beban perusahaan. Dia tampan, kata mereka aku mewarisi wajah tampannya, tinggi, tegap, kekar, berotot, berambut merah muda, dan memiliki mata ungu lembut. Banyak yang tidak percaya kalau ayahku sudah berumur 60-an, dari mereka banyak yang mengira dia baru menginjak 30―40th.

Haruno Conan, Kakak perempuanku, merupakan anak eksis yang menjabat sebagai kapten tim cheerleader, ekskul bergengsi karena isinya hanya anak-anak kaum borjuis yang cantik. Mereka adalah cowok dan cewek most wanted sekolah.

Dia benar-benar mewariskan rupa dan bakat ibuku. Tak heran jika dia juga sering diliput dalam acara televisi dan tawaran casting mulai berdatangan.

Aku anak bungsu, Namaku Sakura Haruno, laki-laki bukan perempuan, yah.. Aku akui namaku terlalu cantik untuk laki-laki sepertiku, tapi apa aku peduli? aku tidak peduli. Sedikit bisa memainkan musik, suka ikut memainkan drama, saat duduk di bangku SMP, mereka bilang aku memiliki bakat akting yang bagus. Aku tertutup dan benci keramaian, menyembunyika identitas saat di sekolah, berpura-pura tidak mengenal kakakku dan menjadi anak beasiswa berkaca mata tebal. Meraka percaya, karena kami memang tidak begitu mirip, dia mirip ibu dan aku mirip ayah, mereka tidak tahu ayahku atau ayah kakakku. Hanya pihak sekolah dan akatsuki, nama gang kakakku, yang tahu tentang kami. Aku salah satu cwo most wanted sekolah, si kacamata tebal yang hot. Itu kata mereka. Aku tidak mau ada orang yang mengetahui siapa aku, karena kau tahu menjadi pria idaman itu menyebalkan. Semua gadis mengerubunimu seolah kau gula dan mereka semutnya, semua mata menatap mu, seolah kau bunga, kau tidak bisa berkonsentrasi belajar, kikikan, lirikan, bahkan bisikan mengganggu konsentrasimu. Dan itu sangat menyebalkan. Aku menutup diri dari segala bentuk sosialisasi yang ada. Tujuanku hanya dua, lolos tes Konoha University dan menggantikan ayah.

Kriet!

Aku menoleh ke arah pintu lalu memutar mata bosan. Conan, kakakku yang cantik berambut biru, berjalan menghampiriku yang tiduran di ranjang tidak menghiraukan keberadaannya.

"Hey. Bangun pemalas." dia menarik lenganku paksa, memaksaku duduk, dasar kakak menyebalkan dia selalu mengganggu tidur siang dan waktu luangku.

"Hm. Apa?" tanyaku malas pura-pura mengantuk, cara efektif mengusirnya dari kamarku.

"Buka matamu." dia menarik wajahku mendekat, mata kami bertemu pandang. mata hijauku yang menatapnya malas dan mata ungunya yang menatapku antusias, apa semua gadis sama? Mereka selalu menatapku seperti itu, dan itu menyebalkan. "Ayoo... Buka." telunjuk dan ibu jarinya memaksa mataku terbuka, apa dia tidak tahu kalo itu menyakitkan.

Dia memang menyebalkan dan seenaknya tapi aku menyayanginya. Ku hela nafasku pelan lalu menggenggam tangannya yang mulai jahil mencubiti pipiku, "Aku sudah membuka mata, jadi apa maumu?" ku pasang wajah pura-pura kesalku padanya.

Dia terkekeh mentertawaiku, "Kurang lebar." ejeknya dengan kekehan menyebalkan. Aku memelototinya, "Apa ini masih kurang lebar."

Dia tertawa terpingkal-pingkal lalu mencubit pipi kiriku, aku mendengus. "Adik pintar." pujinya yang ku anggap ejekan.

"Saku, nanti malam kau mau kemana." dia naik ke ranjang lalu duduk di depanku. Meliriknya sekilas aku merampas kembali bantalku dalam pelukkannya, "Tidur." Jawabku malas. Aku menepuk-nepuk bantal bulu angsaku lalu kembali membaringkan tubuhku di ranjang. Ini sangat nyaman, bantal bulu angsa yang sangat lembut. Aku seperti pangeran. 'pemikiran bodoh.' Kekehku dalam hati.

"Nanti malam akatsuki akan mengadakan pesta dansa bertopeng. Kau mau menemanikukan?" Ouhh... dia mulai merajuk. Meminta di temani ke pesta dansa, apa dia tidak tahu aku benci pesta. Kututup kedua telinga dengan bantal, mengabaikannya yang masih mengoceh minta di temani ke pesta dansa yang menurutku konyol.

"Saki... ayolah. Kali ini saja." Dia mengguncang punggungku memohon dengan nada manja.

"Kau bisa mengajak orang lain. Jangan aku."

"Ini bukan pesta biasa." Aku mendengus pelan. Mau pesta biasa, luar biasa, aku tidak peduli.

"Kami harus mengajak adik kami kesana, bukan teman kencan. Mau yah."

Aku benar-benar merasa terganggu sekarang. Bangkit dari tempat tidur ku lirik dia, yang tersenyum senang, sekilas. apa? Kenapa dia tersenyum? Apa dia fikir aku mau menemaninya. Ku hela nafas kesal lalu berjalan menjauhinya yang ku yakin sedang menatap punggungku, "Mau kemana?" aku menengok ke arahnya lalu kembali berjalan malas menuju kamar mandi, "Mandi." gumamku malas.

Memutar mata malas, aku bisa mendengar dia sedang meloncat senang di atas tempat tidur, aku menghidupkan shower, mengisi bathtub dengan air hangat lalu merendam tubuhku yang masih memakai seragam sekolah, hmm... Nyaman. Itu yang ku rasakan saat ini. Aku butuh mandi lalu menemaninya kepesta konyol itu kalau aku ingin tidur tenang nanti malam.

Normal POV

Conan tersenyum puas. Dia senang adik merah mudanya mau menemaninya nanti malam. Berhenti meloncat di atas tempat tidur, gadis berambut biru pendek sebahu itu turun dari ranjang besar Sakura, berjalan mendekati lemari besar di depan tempat tidur lalu masuk kedalamnya. Setelan jas bermacam warna dan merek ternama terbungkus rapi di dalam lemari yang ternyata sangat besar seperti kamar tidur, mengantung di sisi kanan, kirinya. Dengan teliti Conan melihat satu persatu setelan jas yang tergantung rapi di lemari pakaian adiknya. Dia tersenyum saat melihat setelan berwarna biru gelap di dekat setelan jas putih. Memperhatikan setelan jas di tangannya gadis cantik bermarga Haruno itu kembali tersenyum lalu berjalan ke rak-rak besar yang di penuhi sepatu-sepatu kulit bermacam warna, model, dan merek, yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Dia ngambil sepatu kulit hitam mengkilat yang menurutnya cocok dengan setelan jas di tangannya lalu berjalan menuju pintu keluar.

.

.

.

.

.

OoOo

.

.

.

Sakura memutar handle pintu kamar mandi. Dia keluar kamar mandi dengan handuk putih melilit pinggangnya, memamerkan dada kotaknya yang basah, seraya mengeringkan rambut pink stylenya yang masih menetaskan air. Pemuda tampan berambut pink itu bersenandung seraya memejamkan mata, kelopak matanya terbuka, dia berhenti bersenandung melihat Conan yang mengacak-acak lemari kaca transparannya, mencari dasi dan ikat pinggang, memutar mata kesal dia berjalan mendekati Conan yang bersenandung seraya memilih-milih dasi dan ikat pinggang, tidak menyadari keberadaannya, seraya bersedekap dada Sakura berdehem keras.

"Emm. Hai." Sapa Conan kikuk karena ketangkap basah mengacak-acak lemari Sakura, pipinya sedikit merona melihat dada putih nan bidang Sakura yang basah, dia menelan ludah ngeri melihat Sakura yang menatapnya tajam.

"Sudah puas mengacak-acak lemariku Nona? Pintu keluar disana." Sakura menatap Conan tajam.

Conan cengengesan, "Baik adikku. Jangan lupa nanti malam." dia berjalan keluar seraya tersenyum ke arah Sakura yang tak henti-henti menatapnya tajam, "Aku sudah siapkan baju, sepatu, dasi, dan ikat pinggangnya."

"Hn. Aku sudah lihat. Terimakasih." Gumamnya dingin dengan wajah garang.

Melempar senyum. Conan berlari ke arah pintu kamar Sakura, membuka lalu menutup pintu itu kasar. Dia mengehela nafas lega, "Huft... hampir saja." Lalu mengelap keringat di pelipisnya. Sakura itu pendiam, penurut, murah senyum, dan sedikit ramah. Tapi kalau sudah marah dia bisa lebih menyeramkan dari bison gila yang mengamuk.

OoOo

.

.

.

Conan terpaku, terpesona pemuda berambut merah muda bersetelan jas biru gelap yang berjalan menuruni anak tangga, dia begitu tampan. Jas biru gelap dengan dalaman kemeja merah maroon, dasi kupu-kupu, dan topeng bulu merak bertengger manis di hidungnya, tampan sekali. Conan memeluk kedua tangannya, bangga memiliki adik setampan Sakura. Dia sendiri memakai gaun pink tanpa tali yang menutupi sampai mata kakinya dengan pita pink keunguan di bawah dada, terlihat biasa tapi sangat elegan. gaun yang sangat cocok dengan warna rambut birunya yang di hiasi bunga mawar ungu ukuran sedang.

Sakura mencolek bahu telanjang Conan dengan telunjuknya. Conan tersentak kaget. Melirik Conan sekilas Sakura berjalan mendahului Conan yang diam di tempatnya berdiri, "Ayo kita pergi." Dia bergumam dingin membuat Conan tersadar dari lamunannya.

Conan berjalan mengikuti Sakura, "Kau tampan seperti ayah." Pujinya tulus dengan senyuman manis.

"Hn. Benarkah." Sakura merespon malas.

"Umm." Gadis cantik itu mengangguk.

"Hm, Trimakasih." Ucap Sakura tanpa minat.

Mendengar itu Conan memajukan bibir, "Kau belum memujiku." Tuntutnya dengan nada manja.

Menghentikan langkahnya Sakura berbalik, berhadap-hadapan dengan Conan. "Kau cantik seperti ibu."

"Terdengar tidak tulus." Gadis itu kembali mencibir, "Katakan lagi. Jangan lupa, senyum." Lalu mengedip-ngedipkan bulu mata lentiknya.

Walau malas Sakura mengikuti permintaan Conan, "Kau sangat cantik seperti ibu." Katanya tanpa minat dan di akhiri senyuman paksa. "Puas? Kita pergi. Aku ingin kita cepat sampai agar bisa pulang lebih awal." Dia mengait tangan Conan dengan tangannya, mengabaikan gadis manis itu yang merengut kesal.

.

.

.

"Hei. Disini." Teriak seseorang dari jauh seraya melambai tangan ke arah Sakura dan Conan yang berjalan berdampingan. Tangan mereka saling mengait, berjalan berdampingan di red carpet, melewati pilar-pilar besar yang berjejer rapi menahan mansion besar yang mereka kenal Akatsuki Manshion, seperti sepasang kekasih. Berpasang-pasang mata menatap mereka iri, para lelaki yang menatap Conan penuh damba, dan para wanita yang menatap Sakura terpesona.

"Hai." Sapa Conan pada ke sepuluh temannya. Kabuto, lelaki tampan berambut perak berkaca mata bulat. Pein, lelaki berambut orange yang memakai perinci di wajahnya. Zetsu, lelaki berambut hijau. Sasori, lelaki berambut merah berwajah imut. Kisame, lelaki bertubuh besar yang memiliki kulit berwarna biru. Kakuzu, lelaki bermata hijau yang sibuk menghitung uang. Hidan, lelaki berambut perak. Deidara, gadis cantik berambut pirang. Nagato, lelaki berambut merah yang berdiri berdampingan dengan gadis berambut pirang yang di ikat dua dengan ujung rambutnya yang ikal. Dan Obito, lelaki yang sibuk menggoda teman kencannya. Mereka semua memakai topeng yang menutupi bagian mata dengan motif dan bentuk berbeda-beda.

Seorang gadis berambut pirang langsung mendekati Conan lalu berbisik, "Kau datang bersamanya?" Conan terkekeh. Deidara, salah satu temannya yang bergender perempuan, menanyakan Sakura, dia salah satu fans rahasia yang mengagumi adiknya. "Tadi dia disi― eh! Kemana dia." Dia menengok kanan kiri mencari keberadaan Sakura. Deidara menghela nafas kecewa, "Kau yakin dia ikut." Tanyanya dengan nada menuntut. "Umm. Aku sangat yakin." Conan menganggukkan kepala seraya mencari keberadaan Sakura. Dia bersedekap dada kemudian menyenggol gadis pirang di sampingnya, "Itu dia. Dasar adik tidak sopan, pergi tidak bilang-bilang." Omelnya kesal. Deidara mengikuti arah pandang Conan. Pipinya merona melihat pemuda berambut pink bersetelan jas biru gelap yang sedang beradu tinju dengan teman-temannya, gaya khas laki-laki saat saling bersapa.

"Apa aku sudah sangat terlambat." Deidara menoleh ke samping kiri mendengar suara khas temannya, Itachi. Lelaki Uchiha itu memakai setelan jas hitam dengan kemeja putih sebagai dalamannya, di sampingnya tampak gadis berambut hitam panjang yang di ikat satu dengan belah poni membingkai wajah cantiknya, mereka berdua memakai topeng dengan motif yang sama.

"Tidak juga. Conan juga baru datang." Jawab Lelaki berperinci seraya menyesap anggur di gelas berkaki di genggaman tangannya.

Itachi melirik Conan lalu tersenyum. Tak lama Sakura datang dengan teman-temannya. Pemuda berambut pink itu berdiri di samping kiri Conan dan mendapat cubitan di pinggang yang tak lain Conan sendiri yang mencubit pinggangnya. "Kau ini. Pergi tidak bilang-bilang." Kesal Conan.

Sakura mengusap pinggangnya, "Tadi Gaara memanggilku."

"Ini Gaara, adikku." Sasori memperkenalkan pemuda tampan yang berdiri di sampingnya pada teman-temannya.

"Naruto Uzumaki, keponakanku." Semua terkekeh saat Nagato memperkenalkan gadis pirang di ikat dua dengan ujung rambut ikal bertopeng di sampingnya. Pemuda berambut merah itu merengut, "Apa. Aku tidak punya adik, apa salahnya mengajak keponakan."

Hampir semua anggota memperkenalkan adik, keponakan, atau teman kencan mereka. Hanya tersisa dua, Itachi dan Conan.

"Sasuke Uchiha, adikku."

Gaara mendekati Sakura lalu menyikut pinggang pemuda berambut pink itu jahil. Sakura melirik Gaara yang tersenyum di sampingnya. Gaara mendekati telinga Sakura lalu berbisik, "Pacarmu." Menggoda Sakura. Sakura berdehem pelan kemudian melirik Gaara, "Dasar sok tahu." Jawabnya. Gaara tertawa pelan. Mereka, Gaara, Sakura, Naruto, dan Sasuke, sekolah di tempat yang sama. Tapi yang yang mengetahui Sakura hanya Gaara, Naruto dan Sasuke tidak tahu. Sasuke satu bangku dengan Sakura, mereka suka beradu argumen hanya karena masalah sepele. Sakura yang pendiam akan berbeda bila sudah berhadapan dengan Sasuke, begitu pula sebaliknya.

"Haruno Sa―..."

"Haru," Sakura memotong ucapan Conan sebelum gadis itu membongkar identasnya di depan Sasuke Uchiha, teman satu bangkunya, lalu dia tersenyum. Mereka saling berjabat tangan setelah saling memperkenalkan diri. Kulit mereka bersentuhan. Kulit tangan Sasuke begitu halus di genggaman tangannya, begitu pula sebaliknya tangan Sakura begitu besar dan halus. Mata mereka bertemu, hitam pekat dan emerald, saling menatap lama dengan tangan yang masih bergenggaman. Naruto cuek-cuek saja, berbeda dengan Deidara yang mulai panas dingin terlebih saat gadis itu melihat rona merah di pipi adik Itachi yang terkenal pendiam, jutek, dan seenaknya.