Malam itu keadaan bar yang biasa aku kunjungi mengalami kepadatan pengunjung yang cukup padat hingga untuk duduk dengan tenang di kursi kecil tepat dihadapan sang bartender kali ini seakan – akan begitu sulit.

Biasanya tidak.

Aku bahkan selalu mendapatkan tempat duduk di mini bar dan dengan leluasa mudahnya meminta kepada sang bartender untuk menambah minuman yang aku pesan dan juga mudah untuk melihat seluruh pemandangan para pengunjung dan mencari pria keren mana yang akan mengajakku untuk pulang dan bercinta.

Tenang saja, aku bukan tante – tante pecinta pria muda dan akan aku manfaatkan untuk kesenanganku. Aku tidak seperti itu. Aku lebih suka pria yang berpengalaman dan suka bermain dalam setiap percintaan. Itu akan membuat malamku terasa sempurna. Dan sampai kali ini aku belum bisa menemukan pria yang bisa aku ajak untuk bercinta kedua kalinya.

Mereka hanya akan bercinta denganku satu kali dan tidak pernah aku undang untuk kedua kalinya.

Malam yang berganti dan pria pun berganti. Tak pernah sama.

Jangan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. –salah satu pedomanku.

Aku benci keramaian seperti ini. Terlalu berisik dan terlalu padat, seakan – akan aku tengah berada di antara pawai dan bermandikan keringat dimana bersumber dari orang – orang sekelilingku.

Gelas vodka terakhir aku tenggak dengan cepat dan meminta tambahan one shoot pada sang bartender kemudian aku beranjak melewati kerumunan para manusia ini untuk menuju balkon dari bar ini demi mencari angin segar dan aroma yang lebih baik dibandingkan perpaduan keringat-alkhol dan juga rokok didalan sana.

Sungguh ini lebih baik.

Meskipun New York masih menjadi salah satu kota dengan tingkat polusi cukup tinggi, setidaknya lebih baik dibandingkan polusi didalam bar saat ini.

"Feeling better?"

Suara rendah milik pria lain yang berada di balkon bersamaku saat ini hampir membuat jantungku loncat keluar sama halnya dengan badanku. Pria tinggi dengan surai rambut hitam menutupi keningnya dan juga postur badan tinggi—sangat tinggi dan sudah pasti tubuhnya sangat ideal dan juga berotot. Itu bisa terlihat jelas dari genggaman tangannya memegang botol beer disana. Aku bahkan bisa membayangkan langsung bagaimana bila tangannya menggenggam payudaraku dan meremas kuat—sial.

"Ternyata kau mabuk hah?"

Suaranya terdengar lagi berucap kearahku.

"Tidak!" aku menjawab cepat, menghilangkan segala pemikiran mengenai bagaimana tangannya menjamah badannku. "Aku tidak mabuk, hanya saja kepalaku cukup pusing melihat keadaan didalam cukup ramai dengan manusia – manusia disana." Aku menjawab dan tidak lagi melihat kearahnya. Pandanganku kali ini melihat pemandang dibawah yang sebetulnya hanya gerak mobil dan kendaraan lain yang berlalu lalang. Pemandangan sosok pria itu lebih baik dibandingkan pemandangan yang aku lihat saat ini, tapi aku tidak mungkin langsung mengajaknya untuk bercinta denganku secara langsung pada detik ini juga. Aku harus membuat dirinya lah yang mengajakku untuk bercinta.

"Apa pemandangan dibawah lebih menarik dibandingkan berbicara denganku dan saling menatap satu sama lain. Kau terlihat cantik, fyi."

Sial. Apa ia bisa membaca pikiranku?

"... gadis kecil sepertimu cukup terlihat dewasa dan cantik."

"Apa?" okey dia menganggapku anak kecil! Aku tidak suka! Bahkan aku selalu bersusah payah mengenakkan sepatu berhak tinggi agar siapapun tidak menganggapku kecil tapi ia orang asing yang baru saja bertemu hanya dalam hitungan meniti sudah berani mengatai fisikku secara langsung.

"Jangan terlalu memaksakan diri, kau cukup cantik tanpa harus dipaksakan untuk terlihat cantik." Dia masih berani menjelaskan maksud dari ucapan sebelumnya.

"Kau mabuk Tuan. Dan berbicara asal tanpa kau pikirkan." Aku menjawab menantang dirinya.

"Aku tidak mabuk sweetheart. Pria sepertiku tidak akan mudah mabuk dan dengan mudahnya memuji wanita dan mungkin bercinta dengan siapapun wanita yang ada disini, tapi bila itu kau—

Dia menahan kalimatnya. Dia mendekat kearahku dan kini mengunci diriku terpojok pada pegangan balkon tanpa ada celah bisa lolos kearah manapun. Sungguh badannya yang kekar dengan ukuran badannya yang tinggi membuatku tenggelam tak terlihat dari arah punggungnya.

"—mungkin aku rela mabuk agar bisa bercinta denganmu." Suaranya berbisik, rendah—sangat rendah dan bahkan terdengar sangat – sangat seksi ketika ia ucapkan tepat di samping wajahku.

Tuhan aku ingin bercinta dengannya!

Kami bertatapan. Akhirnya! kami bertatapan dengan kedua belah mulutku yang sedikit terbuka sementara mataku menatap dalam manik matanya yang cukup besar dan terlihat berwarna hitam pekat, tatapannya membuatku lemah. Suaranya membuat badannku terangsang. Sial! Semua yang ada dirinya seketika membuatku lemah!

"Tapi aku tidak mudah kau dapakan sweetheart."

Dia memberikan seringai nakal hanya untuk mengucapkan kalimat itu. Badannya menjauh dari tubuhku hanya berjarak dua langkah, ia meminum beernya dengan cara yang bagiku dibuat – buat untuk terlihat tampan dan mempesona dan setelahnya ia melipat kedua tangannya didepan dada sambil tetap memperhatikanku.

"Kau terlalu percaya diri Tuan!"

Dia menggeleng. Tidak setuju atas apa yang aku katakan.

"Aku mencintai diriku sendiri Sweetheart." Kali ini kedipan nakal ia berikan.

Aku mendengus kesal dan menenggak habis satu gelas vodka yang tersisa ditanganku dan melangkah menjauh darinya untuk masuk kedalam bar dan pulang. Aku sudah tidak mood untuk bercinta dan akan lebih baik aku pulang ke apartemenku dan menikmati tontonan film dewasa yang aku koleksi sambil ya mungkin bermasturbasi sendiri.

"Kalau begitu kau adalah pria aneh." Aku berucap dan aku anggap itu adalah kalimat perpisahan.

"Kau bisa lebih baik dari ini sweetheart."Kalimat itu menahan langkahku. "Kau bukanlah wanita yang cocok bermain dengan pria hanya untuk mendapatkan kepuasan bercinta setiap malamnya. Kau tidak pantas bersikap seperti kau adalah barang yang mudah didapatkan untuk semua orang."

"Tuan." Aku berbalik dan mendapati ia tengah melihat kearahku sedari tadi rupanya. "You don't know anything about me!" Ucapanku cukup lantang dan aku mengatakannya tanpa getaran suara sedikitpun.

"I know you, not everything but just a little." Dia membalas dan melangkah lagi mendekat kearahku.

Aku menunggunya, entah apa yang aku pikirkan untuk tetap berdiri ditempat ini dan menunggu dirinya mengatakan apa yang ia ketahui mengenai diriku.

Dia orang asing—maksudku, dia bukan orang yang aku kenal. Kami bahkan tidak berkenalan dan menceritakan garis besar diri kami layaknya pertemuan pertaman diantara dua orang asing.

Okey, Kali ini aku yakin, aku mabuk.

"Kau melakukannya karena sebuah alasan. Alasan yang tidak masuk akal menurutku—karena ya seperti yang ku katakan sebelumnya. Kau cantik, kau terlihat pintar, menawan, kau menganggumkan sweetheart. And it shocked me to see you every time when every man in this club going home with you and surely they had sex with you."

"Kau penguntit ternyata." Aku menjawabnya langsung dengan suara sinis. Pria ini sekarang menjadi alasan aku merasakan emosi meluap didalam diriku. Ia menceramahiku dengan lantangnya. Kali ini aku menarik kata – kataku kembali yang mengatakan ingin bercinta dengannya. NO! Tidak akan pernah. Aku tidak suka ketika ada seseorang yang memberikan ceramah mengenai bagaimana aku harus bersikap dan ia mempermasalahkan mengenai kegiatan bercintaku sekarang? Aku tidak butuh itu semua. Aku bisa melakukannya sendiri dan hidup sendiri sesuai yang aku inginkan dan siapa dia berani mempermasalahkan kehidupan bercintaku!

"Terima kasih atas saran dan nasihatmu Tuan Sok Tahu. Tapi aku menikmati seperti itu." Aku menantangnya. Aku berjalan mendekat kearahnya dan bertingkah layaknya jalang professional dihadapannya berharap ia mungkin tergoda dan menarik kembali kata – katanya mengenai aku yang tidak pantas terlihat seperti yang ia pikirkan.

"Aku bukan jalang.." suaraku berbisik rendah serta lembut tepat dibawah bibirnya.

"Aku tidak menganggapmu seperti itu." Dia membalas sementara matanya melirik kebawah melihat apa yang aku lakukan.

"Bagus. Jadi jangan ajarkan aku mengenai apa yang harus aku lakukan dan tidak. Aku pemilih pria, Tuan. Aku membiarkan mereka membawaku pulang karena aku menginginkan hal yang sama seperti yang mereka inginkan. Dan kami bermain aman.. fyi." Suaraku masih sama, berucap dibawah bibirnya dengan jarak dekat tanpa sentuhan tanpa gerakkan apapun sebagai pelengkapnya. "Dan sebagai bonusnya adalah, aku memberikan pengalaman bercinta yang tidak bisa mereka dapatkan oleh lubang wanita manapun kecuali lubangku yang aku yakin masih cukup ketat hingga bisa membuat setiap pria yang membawaku pulang bahkan mendesahkan namaku dan menginginkan orgasme berulang kali."

Dan kali ini aku menunjukkan sisi jalangku. Sial, aku benar – benar mabuk dan mempermalukan diri sendiri dihadapan orang asing yang tampan dan menggairahkan ini.

"Yeah, aku yakin kau cukup hebat dalam bercinta. Can't wait for that." Ia berbisik di kalimat akhirnya, berbisik diatas bibirku dan membuat jarak bibir kami semakin menipis dan mencari celah untuk bisa saling mengisi, melumat dan bermain lidah.

"Tapi bukan itu yang kau mau, sweety."

Wat-da-faq! Aku mengumpat dalam hati, memundurkan langkahku untuk menjauh darinya. Aku benci panggilan sweety yang ia ucapkan itu.

"Jangan panggil aku Sweety!"

Suasan romantis kembali hilang lenyap dalam seketika, ia tertawa dan menenggak botol beernya lagi dengan tatapan yang mengejek kearahku sementara aku masih berdiri tak begitu jauh darinya dengan kedua tangan yang berkacak pada pinggangku. Perlu diingat, tatapanku kali ini terlihat kesal kearahnya.

Aku tidak bisa berlama – lama lagi disini bersamanya, ia mabuk dan aku juga mabuk. Kami hanya akan menjadi dua orang mabuk yang berperilaku tidak jelas dan membuang – buang waktu.

Saatnya pulang!—aku memantapkan diri dan berbalik melangkah meninggalkannya tanpa ucapan perpisahan atau umpatan kekesalan untuk terakhir kalinya.

"Kau tidak percaya apa itu cinta." Suaranya terdengar dibelakangku.

Seriously man. Kapan dia akan berhenti untuk tidak mengusik hidupku malam ini.

"Kau pernah merasakan sakit dari cinta dan kau membencinya hingga sekarang, itulah yang membuatmu menghabiskan malam hanya untuk melakukan seks dengan setiap orang yang berbeda karena kau tidak perlu memiliki perasaan padanya bukan? Kau tahu kelemahan pria adalah tubuh wanita dan kau memanfaatkannya—sedangkan tujuan utamamu adalah memang untuk mempermalukan kami kaum pria arena mudah tunduk dibawah buaianmu."

Dan aku masih mendengarkan setiap kalimatnya.

"Jauh di dasar hatimu kau menginginkan apa yang orang lain miliki. Sebuah cinta. You want love that consumes you, you want passion, you want adventure, you want everything that challenge every inch of you. Kau menginginkan itu semua tapi kau bersembunyi dibalik ego dan hatimu yang keras dan memilih jalan lain. Menyangkal semuanya dan bertingkah seolah dirimu baik – baik saja."

Pria asing itu masih pada tempatnya dan berbicara panjang lebar sementara kalimat yang ia katakan tertuju padaku membuatku merasakan perasaan aneh. Ya jelas aneh, karena siapa dia dan kenapa ia mau mengatakan kalimat panjang yang terasa menusuk kearahku.

Aku membenci setiap kata yang keluar dari belah bibir tebal yang menggairahkan dan akan nikmat untuk dicium. Sayangnya, kali ini aku sudah tidak tertarik. Aku tidak mengatakan balasan untuk kalimat terakhir yang ia ucapkan selanjutnya karena aku benar – benar memaksakan kedua kakiku untuk melangkah pergi dari balkon club—ini menjadi tempat aku benci selamanya.

Aku melangkah lagi masuk kedalam bar dan meminta satu set slot penuh berisi vodka kepada sang Bartender, yang habis dalam waktu kurang dalam lima menit—aku rasa.

Malam ini aku pulang tanpa ada pria yang menemani. No sex for tonight. Shit.


LOVELESS

Chapter 1

Chanyeol x Baekhyun

Mature.

.

.


#Baekhyun's.

"Bagaimana keadaanmu disana?"

"Aku baik – baik saja Mom, sungguh. Dad juga selalu menanyakkan kondisiku setiap saat." –um aku berbohong mengenai ini.

"Ya, itu memang tugasnya. Kau puterinya mau tidak mau ia bertanggung jawab atas keadaanmu disana." Suara Mom terdengar meninggi setiap saat bila kami berdua tengah menceritakan tentang Dad.

Itu mungkin wajar aku dengar sejak 15 tahun yang lalu ketika Mom dan Dad memutuskan untuk bercerai. Dan Dad sudah menikah lagi saat tak lama setelah keputusan perceraian dengan Mom disetujui di pengadilan. Ia kebetulan tinggal di New York sejak menikah dengan istri barunya dan keluarga barunya. Yang aku maksud dengan keluarga barunya adalah Dad dengan istri dan anaknya—anak dari mereka bukan dengan aku.

Istri kedua Dad bernama Jennifer, dia cukup baik hanya saja aku tidak mau mencampuri kehidupan mereka terlebih tinggal lama di keluarga Dad yang baru serta berperilaku seakan – akan kami adalah satu kesatuan keluarga yang harmonis dan bahagia.

Karena faktanya tidak.

"—Sampai kapan kau akan berada di negara orang hah? Tidakkah kau ingin pulang dan bekerja saja disini. Aku kesepian, Baekhyun. Saat adikmu menikah nantinya dia akan ikut Eric dan tinggal di Jepang. Kau tidak mau menggantikkannya untuk mengurusi Ibu-mu ini?"

Mom masih bersuara disana. "Aku pasti akan pulang, tapi tidak tahu kapan Mom. Aku belum tahu bagaimana aku bisa bekerja disana—

"Ya, ya, ya.. terserah padamu sayang. Aku hanya ingin kau tahu—

"Mom masih bisa membiayai hidupku." Aku lebih dulu mengatakan apa yang ingin ia ucapkan.. Kalimat yang sama yang selalu ia ingatkan padaku mengenai masalah pembiayaan hidup.

Mom berasal dari keluarga berada, aku tahu dan bahkan Dad juga tahu. Untuk itulah Dad bercerai dari Mom karena ia merasa bahwa harga dirinya merasa direndahkan dan tidak mampu memberikan apapun kepada Mom dan kami anak – anaknya karena Mom selalu menunjukkan ia bisa bekerja dan menafkahi dirinya sendiri dan juga anak - anaknya.

Aku tidak menyalahkan Mom, karena memang Dad memiliki kesalahan dan masalahnya sendiri, Dad berselingkuh dengan rekanan bisnisnya dengan alasan yang tdiak bisa aku teriam—begitu juga dengan Mom, hingga pada akhirnya Mom mengetahui semuanya dan meminta sebuah perceraian.

Mengenai kepulanganku. Sedikit cerita aku kabur ke Los Angeles untuk kuliah dinegara ini dan juga memiliki sedikit niatan untuk bisa lepas dari drama keluarga yang aku miliki. Perceraian yang dilakukan Mom dan Dad lima belas tahun yang lalu membuat sebuah pemikiran dalam diriku mengenai arti pernikahan.

Untuk apa ada sebuah pernikahan? Atas dasar apa sepasang kekasih harus menikah? Mereka bisa tinggal bersama dan menjalani hidup tanpa sebuah ikatan bukan? Dan juga tidak harus melakukan proses dramatis disaat sduah tidak ada lagi rasa cinta untuk masing – masing, mudah. Keluar dari kehidupan tanpa harus membuat kejadian memilukan dan memalukan bagi setiap anggota keluarga—termasuk anak – anak.

Pemikiranku mengenai pernikahan mendapatkan tentangan dari Mom yang masih mengatakan bahwa menikah adalah sebuah tujuan hidup selain kesuksesan. Mom mengatakan bahwa kegagalan yang ia alami adalah sebuah kesalah dari dirinya dan seharusnya akan menjadi pelajaran untukku.

Well, aku tidak sependapat. Semuanya salah. Mom, Dad dan semua yang ada adalah kesalahan dan itu dimulai ketika mereka memilih untuk menikah.

Karena itu aku memilih pergi dari Korea, negara kelahiranku—dan pindah ke sebuah Kota yang berasaskan kebebasan untuk semua penghuninya.

Aku serius.

Disini sangat bebas dan tidak ada yang memperdulikan dirimu tengah sedih, bahagia ataupun mengalami kejadian apapun.

Hidupmu adalah milikmu.

Pedoman itu aku selalu dengar terucap dari mulut setiap orang di Kota ini, bukan hanya dari rentang umur puluhan tahun tapi jelas terlihat dari para penduduk yang bahkan masih berada di tingkat sekolah. Mereka bebas melakukan apapun yang mereka inginkan dan bertanggung jawab dari setiap perbuatan yang mereka lakukan ataupun kerjakan.

Aku suka itu.

Tidak ada yang memperdulikan aku berteman dengan siapa dan bahkan melakukan kegiatan apapun—well jangan berpikiran macam – macam aku sungguh bukan bergabung dengan kelompok radikal atau pun gembong narkoba-mafia dan sejenisnya.

Aku hanya menikmati waktu sendiriku dengan.. well, kalimat apa yang bisa aku tuangkan disini..

Bermain dengan pria? - Itu terlalu aneh.

Memiliki banyak pacar? - Hm.. aku benci status itu.

One night stand? - Aku bukan jalang!

Ah, aku tidak tahu bagaimana menyebut hal yang aku lakukan disini. So, supaya kalian bisa mengerti dengan sendirinya. Mari aku jelaskan.

Aku tidak pernah berada dalam sebuah hubungan jangka panjang yang melibatkan perasaan dan juga berbagi rencana masa depan hingga detik ini. Atau dengan kalimat lebih jelasnya aku tidak pernah mengalami masa – masa berpacaran dengan seorang pria, menghabiskan berpuluh – puluh atau ratusan hari bersama satu orang pria yang sama. Aku tidak melakukan itu.

Aku tidak suka terikat dengan satu orang pria. Aku tidak berkencan dengan mereka.

Apakah aku lesbian? NO! Aku masih menyukai tubuh pria dengan kelamin berbatang keras dan besar yang bisa membuatku mendesah nikmat dan bahkan batang penis itu adalah sebuah kecanduan untukku.

Aku serius. Aku tidak pernah bisa hidup sehari tanpa melakukan hubungan seks—kecuali saat aku dalam masa periode bulanan. Aku benci ini.

Jadi, sudah paham?

Apa perlu aku perjelas lagi? Tidak usah ya, kalian seharusnya sudah tahu apa yang aku lakukan selama ini.

Bagaimana aku bisa mendapatkan pria manapun untuk berbagi malam denganku? Itu mudah.

Di kota ini banyak klub – klub malam dan juga café –café yang akan dikunjungi para pengunjung yang kebanyakkan adalah para pria – pria kesepian dan hanya ingin meluapkan segala gairah yang mereka inginkan dengan bercinta. Aku tidak kesepian. Tapi aku butuh mereka agar bisa menikmati nikmatnya berhubungan seks tanpa harus mengatakan kalimat menyebalkan yang selalu dikatakan oleh kebanyakkan orang di tengah – tengah mereka bercinta.

'aku mencintaimu' tapi diujungnya adalah sebuah erangan nikmat karena pelepasan klimaks yang didapat. Serius, aku benci mendengarnya.

Aku benar – benar benci kalimat itu. Dan berharao untuk tidak mengdengar kalimat itu dalam sesi percintaanku.

Bahkan bila aku tidur dengan pria yang berstatus pacarku—suatu saat nanti, aku akan sangat membencinya bila ia mengatakan hal itu padaku.

Okey, Kembali lagi mengenai perjalanan kehidupanku.

Setelah lulus kuliah di LA, aku dipaksa pindah oleh Dad ke New York City karena ia beranggapan kota itu adalah tempat yang tepat untuk meniti karir. Dan Dad memang benar, aku diterima bekerja di sebuah majalah ternama, awalnya hanya sebagai seorang staff tapi kini jabatanku sudah berubah menjadi level top manager. Ya aku akui, jenjang karir di Kota ini cukup bagus tapi penuh perjuangan.

Aku pindah ke New York tiga tahun lalu, dan tidak tinggal di maison bersama Dad. Aku memiliki apartemen sederhana yang tidak cukup jauh dari kantorku tapi cukup jauh dari maison Dad. Aku sengaja.

Apartemen ini adalah saksi apapun yang aku lakukan setiap malamnya—malang nasibnya.

"Bisa kau berhenti melamun dan masuk kedalam?"

Suara pria yang sudah aku kenal kurun waktu dalam satu tahun belakangan ini mengusik segala apa yang aku lakukan sedari tadi.

"Ck. Bisakah dalam semenit kau tidak menganggu aktifitasku?" Ucapan sinis aku balaskan kearahnya meskipun kali ini adalah aku yang salah karena menekan tombol lift terus menerus sementara aku berdiri dan sibuk dengan ponsel yang aku pegang.

"Seperti kau tidak menyebalkan saja." Dia membalas lagi.

Pria ini, yang tinggi dan sedikit kurus—hm tidak sih. Menurutku ideal—oke lupakan. Dia, pria tinggi dan baru saja mengajakku berbicara adalah tetangga apartemenku. Sialnya—aku benar –benar mengatakan sial untuk ini—apartemen miliknya tepat berhadapan dengan apartemenku dan hanya dua kamar kami dalam satu lantai itu.

Aneh.

"Pria mana lagi yang akan bercinta denganmu pada malam ini?"

Lihatlah, omongannya tidak bisa lebih diperhalus.

"Kenapa kau peduli?"

"Aku bukan peduli, hanya saja aku berpikiran akan melamar jadi manajermu dan mencarikan pria yang lebih pantas dibandingkan brandalan waktu itu."

Kali ini aku tidak membalas sinis, melainkan tertawa mendengarnya. Karena aku ingat kami menjadi saling mengenal dan bisa sedekat ini karena kejadia pria aneh yang aku bawa pulang ke apartemenku kurang lebih setahun yang lalu.

Nama pria itu Daniel. Seingatku dia cukup keren ketika kami pertama kali bertemu di sebuah klub kala itu, tapi terlihat aneh ketika aku membawanya pulang ke apartemenku dan tentu saja kami akan bercinta tapi pada kenyataanya dia mabuk berat dan mengamuk bahkan sebelum kami tiba di depan pintu apartemenku hanya karena ia melihat Jongin—pria yang sedang berbicara denganku saat ini—muncul keluar dengan istrinya dan bodohnya Daniel membayangkan istri Jongin adalah mantan pacarnya.

Daniel mengamuk dan memukul dinding apartemen dengan tangannya dan bahkan berteriak – teriak dengan cukup keras, tapi pada akhirnya dia menangis memegang tangan Kyungsoo—istri Jongin dan pingsan tak lama setelah tangan Jongin memukul tekuk lehernya.

"Dia benar – benar brutal." Jongin berucap mengingat kejadian yang kami alami saat itu. "Dan juga bodoh." Kami berdua sama – sama mengangguk setuju.

"Yeah. Aku bahkan sangat malu ketika diwawancarai polisi setelahnya." Aku mengadu.

"Yeah, kau harus bisa memilah pria – pria yang akan kau bawa pulang." Aku mengangguk setuju.

"Bagaimana kabar Kyungsoo?"

"Well. Besok kami pindah. Keadaan kandungannya mulai memasuki bulan – bulan sulit jadi lebih cepat dan lebih baik kita berdua harus kembali ke Korea." Jongin menjelaskan sementara lift yang kami tumpangi bergerak naik menuju lantai apartemen kami berada.

Secara garis besar, Jongin dan Kyungsoo akan pindah ke Korea dan apartemen miliknya akan dihuni oleh kakak Jongin yang saat ini akan menetap sementara di New York.

"Aku akan merindukan Kyungsoo."

Jongin memperhatikan aku dengan sinis. "Aku tidak akan merindukanmu." Aku berucap lebih dulu sebelum ia yang mengatakan.

"Byun Baekhyun yang menyebalkan." Aku tertawa kecil mendengarnya.

"Seharusnya aku bisa memeluk Kyungsoo sebelum ia pergi kemarin."

"Kau bisa memelukku sekarang sebagai gantinya." Ia mengatakannya dengan kedua tangan yang terbuka lebar hednak memelukku, dan aku memang memeluknya.

Terasa sedih sebenarnya mengingat mereka berdua sudah menjadi sahabat baikku selama ini, dan sejujurnya.. aku tidak memiliki teman dari negara yang sama denganku selain mereka. Aku benar – benar akan merindukan mereka.

"Jaga dirimu baik – baik, smally." Okey, kini aku ingat kenapa aku seharusnya tidak merindukan Jongin. Mulutnya yang sialan dan kurang ajar itu tidak baik untuk aku dengar setiap hari.

"Aku sungguh senang kau pergi, dan aku harap kakakmu memiliki sifat yang lebih baik darimu." Aku menepuk punggung belakangnya pelan dan melepaskan pelukan kami sebelum ia meremas pantatku dan menepuknya dengan cukup keras—terlambat. Ia sudah melakukannya.

"Well, Kakakku sama tampannya denganku dan mungkin memiliki sifat yang dingin dan kau akan mulai merindukanku setelah bertemu dengannya." Jongin memamerkan senyuman lebarnya dan juga kedipan mata nakalnya. Serius aku bingung dengan Kyungsoo kenapa ia mau menikah dengan Jongin.

"Aku hanya berharap jangan sampai kau tidur dengan Kakakku ya."

"Heol.. apakah kakakmu itu begitu menarik dibandingkan dirimu?" aku membalas mengejek.

"Kau yang bisa menilainya Baek, aku hanya mengingatkan Kakakku bukanlah tipe pria yang mudah tergoda dengan tubuh wanita." Jongin menaik turunkan alisnya, memperhatikan bagaimana bentuk tubuhku yang kecil, pendek dan sama sekali tidak terlihat seperti model Victoria Secrets. "...sepertimu." Dan mulut Jongin memang harus diajarkan untuk bertata krama yang baik.

Ia bahkan tidak merasa bersalah dan tertawa kencang ketika kami keluar dari lift berjalan menuju pintu apartemen masing – masing.

"Aku sungguh ingin menarik mulutnya dan membuangnya ke tempat sampah!"

"Jangan, Kyungsoo tidak bisa menikmati ciuman panasku nantinya." Ia melemparkan wajah sok kerennya disela ia berusaha membuka pintunya.

"Aku yakin Kyungsoo tengah mabuk ketika kau melamarnya." Aku masih membalas meskipun pintu kamarku sudah berhasil terbuka.

"Well, aku memang melamarnya ketika ia belum mabuk." Dan pria itu belum menyerah untuk berhenti menyahuti setiap ucapanku.

"Kau pria gila!" aku berteriak kencang dan membanting pintu apartemenku dari dalam. Mengabaikan suara tawanya yang begitu keras dan terdengar sangat bahagia itu berhasil membuatku jijik dan marah atas segala yang ia lakukan.

Tuhan, terima kasih kau membuatnya pindah dari lantai apartemen dan negeri ini.

Percayalah, aku benar – benar berdoa.

Semoga kakaknya lebih baik dan tidak memiliki sifat yang sama sepertinya.

Amin.

Oh, kita belum berkenalan rupanya. Namaku Byun Baekhyun, aku masih terdaftar sebagai warga negara Korea meskipun telah lama aku berada di negara asing. Sejak aku kuliah dan menetap di negara ini, aku tidak pernah menggunakkan nama asli Korea-ku. Kenapa? Karena mereka selalu salah melafalkannya, untuk itu aku mengubah nama panggilanku untukku dan meminta mereka memanggilku dengan sebutan Becca. Tidak terlalu burukkan.

Usiaku saat ini 26 tahun, tenang saja aku belum terlihat tua kok. Kalian sudah tahu sedikit mengenai Mom dan Dad dari penjelasan sebelumnya bukan? Baguslah. Karena aku tidak mau menjelaskan lebih detail lagi saat ini. Oh ya, adikku yang akan menikah diusianya yang baru berumur 23 tahun bernama Byung Seung-wan.

Dan dia akan menikah.

Aku benci mengatakannya tapi ya dia memilih untuk menikah di usianya masih muda dan bahkan ia baru lulus dari masa kuliahnya, oh astaga! Kenapa saat ini banyak yang memilih menikah dengan cepat.

Aku merebahkan badanku pada sofa ranjang untuk sementara waktu sebelum pada akhirnya aku akan mandi dan bersiap untuk mengunjungi klub malam. Hari ini adalah hari Jum'at, Yeay! dan itu artinya waktu yang tepat untuk bercinta! Sudah hampir satu minggu aku tidak bercinta, ini adalah masa terlama aku tidak bercinta bukan karena periode bulanan tapi karena kesibukanku di kantor dan juga kejadian minggu lalu terakhir aku datang ke Noir—ini bar yang sering aku kunjungi.

Aku bertemu dengan pria yang cukup tampan dan menggoda disana, ia betul – betul menggairahkan. Aku serius. Badannya besar, berotot kekar dan yang pasti aku masih ingat betul dia sangat tampan! sangat! Sayangnya ia menceramahiku dan membuatnya menjadi satu dari 5 pria yang tidak aku ingin ajak untuk bercinta.

Biar aku jelaskan keliama pria yang ada dalam daftarku. Urutan pertama adalah Kris—dia sepupuku. Dia tampan perlu kalian tahu, untuk itu aku meletakkan urutan namanya didaftar teratas hanya untuk mengingatkan diri sendiri agar aku tidak tergoda. Urutan kedua adala Jongin, ya dia.. tetanggaku diseberang sana. Urutan ketiga adalah Changmin, um dia adalah temanku saat masih di Korea, pria yang menyukaiku sejak SMA dan belum pernah aku pacari dan aku berharap Tuhan tidak memberikan dia sebagai takdir untukku—sungguh aku tidak menyukai dirinya. Meskipun suatu hari nanti didunia ini hanya ada dia seorang untuk tinggal bersamaku mungkin aku memilih untuk mati saat itu juga—okey ini terdengar kejam. Dia tidak buruk, sungguh. Hanya saja Changmin adalah tipe pria serius dalam berhubungan dan kalian tahu aku tidak menyukainya. Yang keempat adalah Daniel, well ini pria yang waktu itu. Aku tidak akan mau untuk mencoba bercinta atau bahkan memikirkan untuk mengajaknya bercinta di lain waktu. Dan yang terakhir, pria itu. Aku memanggilnya Mr. Know it All—bagus bukan. Aku tidak mau bercinta dengannya dan berakhir diberikan ceramah serta nasihat panjang lebar mengenai kehidupan apa yang harus aku pilih.

Okey saatnya bersiap!


-LOVELESS-


#Chanyeol's

Hal yang paling aku benci dari hidupku adalah perpindahan.

Aku benci harus kembali berkemas, merapikan segala barang – barangku dan juga menyiapkan segalanya dari awal ketika aku tiba di tempat yang baru. Terlebih mengenal dan beradaptasi kembali dengan para manusia – manusia sekitar lingkungan barumu. Ini menyebalkan.

Tapi aku harus menjalaninya. Mau tidak mau.

"... Chanyeol, kau mendengarku?"

"Ah! Iya aku mendengarmu, lanjutkan." Dia Irene, sekertarisku yang bawel, terlihat judes melebihi bossnya sendiri dan suka memerintah dengan suara keras dan begitu nyaring hingga kadang telingaku terdengar sakit ketika menelepon dengannya terlalu lama.

".. Jongin mengatakan kau bisa menggunakkan apartemennya, tak jauh dari gedung kantormu dan juga lingkungan disana cukup aman, Tuan Park dan Nyonya juga berpikir disana akan sangat aman untukmu dan Chelsea.."

Sudah aku katakan diawal bahwa aku membenci perpindahan bukan? Ya kali ini aku dibuang oleh kedua orangtuaku dan dipaksa mengambil alih perusahan kami yang berada di New York. Park Inc, miliki ayahku sudah berkembang jauh pesat dan berada di setiap kota penting di seluruh dunia ini. Aku anak kedua dari Keturunan Park, dan Jongin yang baru disebutkan oleh Irene sebelumnya adalah anak kedua dan anak ketiga dan urtutan terakhir adalah Sehun. Adikku ini masih dalam kuliah di Negara Inggris sana.

Belajarlah yang rajin brother! Kau akan mendapatkan pekerjaan yang sama seperti kami nantinya.

Anak pertama? Aku memiliki Kakak Perempuan, namanya Yoora. Dia sudah meninggal, beberapa tahun yang lalu—dan aku belum mau menceritakan tentangnya.

Well, aku pindah. Dan ini semua adalah karena Jongin yang menghamili Kyungsoo di tahun – tahun awal pernikahan mereka. Ibuku tidak mau menantunya dan calon cucunya itu tidak diperhatikan dan tidak merasakan kasih sayang dari keluarga maka dari itu Ayah memintaku untuk ambil alih perusahaannya di New York ini sampai batas waktu yang tidak ditentukkan.

Ini bagus, Ibuku mulai memperhatikan seseorang karena dulu ia tidak melakukan hal seperti itu kepada Yoora.—aku ingatkan aku belum mau menceritakan masalah tentangnya.

"... Jongin akan pindah sekitar minggu depan jadi kau bisa memulai perpindahan barang – barangmu di hari berikutnya setelah ia terbang kembali ke Korea."

Irene, maafkan aku. aku benar – benar tidak mendengarkan apapun yang kau katakan sedari tadi.

Mataku teralhikan pada seorang wanita mungil dan aku yakin dia adalah orang Korea meskipun rambutnya ia ubah sama dengan warna rambut para wanita yang berasal dari Negara ini, aku yakin ia akan lebih terlihat cantik ketika rambutnya berwarna hitam.

Dia sangat mungil, lekuk badannya benar – benar bagus. Dia memiliki tipe ideal tubuh wanita dan aku membayangkan bagaimana tanganku ketika mengusap pinggangnya ketika kami bercinta—

"PARK CHANYEOL!" terima kasih Irene, kau membuat lamunanku mengenai dirinya hilang dalam sekejap.

"Kau pasti tidak mendengarkan aku 'kan! Astaga Chanyeol, seandainya kau bukan sepupuku mungkin aku sudah mengajukan surat resign entah sejak kapan! Aku serius membicarakan kepindahanmu disana!"

Baiklah. Smally, maaf kali ini aku harus mendengarkan Irene terlebih dahulu.

"Iya.. iya .. lanjutkan. Ulangi dulu nama – nama direktur yang masih menjabat saat ini—

Percayalah aku mendengarkan sebagian yang Irene katakan sebelumnya, tapi aku masih butuh penjelasan darinya. Dan seperti yang aku katakan, suara Irene bisa merusak pendengaranku karena ia kini kembali menjelaskan semuanya hanya saja suaranya berteriak – teriak.

Aku rasa aku butuh sekertaris baru.

.

Perbincangan dengan Irene memakan waktu lebih dari dua jam dan itu membuat telingaku semakin panas dan sakit tentunya. Sedangkan penjelasan yang ia katakan sebetulnya masih berkutat dengan apa yang dipermasalahkan sejak hari kemari – kemarin. Sungguh membuang waktuku.

Dan smally-ku sudah menghilang. Sial.

Noir Bar akan menjadi tempat favoriteku untuk saat ini, karena wanita mungil yang aku panggil smally itu sering berkunjung kesini. Tempat favoritenya adalah kursi di tengah pada bar dimana ia duduk dengan manis dan berbicara dengan sang Bartender dan kemudian menikmati satu slot vodka dan juga margarita. Itu minuman yang sering ia pesan setelah tiga kali aku memperhatikannya ketika kami berada disini.

Well, aku memperhatikannya. Benar – benar memperhatikannya sampai aku tahu apa yang membuat ia datang ke bar ini.

Smally duduk di bar sendiri, tidak pernah ada teman yang ikut bersamanya setahuku. Ia selalu mengenakkan dress ketat dan juga sepatu heels. Rambutnya tidak pernah ia kuncir, ia akan memainkan rambutnya ketika memperhatikan pria – pria kesepian yang ada didalam bar ini kemudia ketika ia menemukan sosok itu, ia akan meniup poninya dengan bibir tipis kecilnya. Membawa satu gelas margarita ditangannya dan melangkah mendekat kearah sang pria kesepian itu.

Kalian berpikir hal aneh? Awalnya aku juga berpikir aneh. Sayang sekali smally-ku adalah wanita penghibur atau mungkin jalan yang tidur dengan semua pria yang memesannya—maafkan aku smally.

Tapi tidak.

Aku sempat menanyakkan pada sang bartender di lain kesempatan ketika aku datang kembali ke bar ini, hanya basa – basi dan juga sedikit dollar keluar dari dompetku hanya untuk mendapatkan informasi mengenai smally.

"Dia bukan jalang dude." Bahkan sang Bartender nampak kesal berpikir aku menganggap smally adalah jalang.

Smally memang sering datang ke bar, hampir setiap waktu dia datang bahkan bisa dianggap setiap hari dan ia memang mencari pria kesepian hanya untuk bercinta satu malam. Ini gila, dan aku merasa aneh mendengarnya. Kenapa? Karena Seharusnya kami-lah para pria yang mencari wanita – wanita kesepian dan menghiburnya dengan sebuah malam percintaan penuh seks bergairah hingga paha mereka bergetar dan terasa lemas diatas ranjang.

Smally, seharusnya kau bertemu denganku dan kau akan melupakan pria – pria lain karena aku bisa memberikan semuanya.

Percayalah. Aku benar – benar akan mengatakan itu padanya ketika kami berkenalan, mungkin. Entahlah. Karena kali ini smally sudah pergi dari hadapanku.

Hari – hari berikutnya sebelum aku akan pindah ke apartemen milik Jongin, aku menghabiskan banyak waktu di hotel tak jauh dari Gedung Kantorku. Kali ini aku sudah cukup terbiasa dengan pola warga New York disaat jam kerja. Jalan dengan langkah terburu – buru, dengan ponsel mereka di tangan dengan jari – jari yang tak berhenti bergerak serta satu cup coffee brand ternama di tangan yang lainnya. Jangan harap kalian bisa berjalan layaknya model yang tengah berada diatas runway ketika berjalan di pusat perkantoran New York, karena aku yakinkan tidak akan mudah. Badanmu akan ditabrak dari sisi manapun dan tidak akan ada yang mengatakan maaf ketika kopi mereka mengenai kemejamu atau mungkin tasmu yang terjatuh dari tanganmu karena beradu dengan tas milik mereka.

Tidak akan ada. Hanya smally-ku yang melakukannya.

Well, ya kami bertemu. Secara tidak sengaja dan aku benar – benar berterima kasih pada Tuhan karena ini.

Aku lupa saat itu hari apa hanya saja aku tengah berjalan santai diantara kerumunan warga kantoran New York dan smally berjalan dari arah berlawanan denganku, ia mulai mengikuti pola warga New York, ponsel di tangan kirinya dan cup coffee di tangannya yang lain serta tas kerja yang ia jinjing di siku tangan kirinya. Aku berhenti dari gerak langkahku untuk sementara dan kembali melangkah ketika ia mulai mendekat kearahku.

Tahu kenapa aku bersyukur pada Tuhan karena ini?

Ia sebelumnya tidak berada dalam satu jalur jalan denganku, tapi karena tabrakan para warga lainnya ia kini akan berada dihadapanku bila kami sama – sama tidak memperhatikan jalan, tapi aku tetap bergeser menghindari badannya menabrak badanku. Lihat, bahkan aku menghindarinya, tapi rencana Tuhan tidak bisa kau hindari.

Karena meskipun aku sudah bergeser dari sisiku sebelumnya, tubuh smally bertubrukkan dengan orang lain dan itu membawa badannya untuk berputar kearahku dan kami bersentuhan. untuk pertama kalinya, badan kami bersentuhan bahkan tanganku ini bisa memegang pinggangnya yang benar – benar sempurna dan sangat pas untuk aku pegang.

Meskipun sialnya aku terkena kopi panas—sangat panas.

"OMG! I am sorry.. I am so so sorry!" Smally panik, dan mengusap bagian dadaku yang terkena siraman air panasnya. Tahu apa yang aku pikirkan? Tangannya mengusap dadaku dengan cepat tapi aku memikirkan bagiamana bila kami tengah bertelanjang dada dan ia mengusapnya lebih lembut.. itu akan sangat menggairahkan.

"It's okey." Aku melepaskan tangannya dan membersihkan cairan kopi panas sialan itu dengan sapu tangan yang aku bawa.

Bagaimana dengan smally? Dia panik dan diam pada posisinya. Wajahnya seperti wajah Chelsea ketika melakukan kesalahan dan takut akan aku marahi. Smally pun sama. Bahkan ia membungkukkan badan berkali – kali dan mengatakan permintaan maaf dengan bahasa inggrisnya yang cukup lancar.

"It's okey." Aku meyakinkan lagi. "Kau tidak sengaja melakukannya." Aku mengusap kepalanya sebentar dan membenarkan kaca mata hitam yang ada di hidungku sebelum akhirnya kembali berjalan meninggalkannya.

Kenapa aku meninggalkannya? Karena dadaku terasa panas dan perih. Terkutuklah kopi sialan itu.

Pertemuan kami selanjutnya adalah di bar Noir kembali. Aku datang lebih awal karena kebetulan pekerjaanku bisa selesai lebih cepat dibandingkan hari – hari biasanya. Sayangnya, bar ini penuh pengunjung dan aku tidak bisa mendapatkan tempat yang tepat untuk memperhatikan smally.

Oh, mengenai smally. Aku sudah mendapatkan sedikit tentang dirinya selain dari sang bartender. Kalian tahu Jongin? Saudaraku itu bercerita ada satu wanita yang tinggal tepat diseberang apartemennya dan selalu membuatnya bersemangat untuk ia goda. Dan kalian tahu siapa itu? Byun Baekhyun, smallyku.. akhirnya aku mengetahui siapa namamu sebenarnya.

Tahu apa yang bisa aku lakukan ketika berhasil mendapatkan namanya? Tentu saja mencari informasi mengenai dirinya dari Korea tempat ia dilahirkan. Terima kasih kembali untuk Irene yang membantuku dengan sukarela tapi tetap meminta uang lemburan cukup tinggi dan juga jatah cuti yang panjang.

Biarlah, yang terpenting aku mendapatkan informasi mengenai Byun Baekhyun.

Tapi terkadang mengetahui informasi mengenai seseorang bukanlah hal yang bagus, aku merasa bersalah mengetahuinya tanpa sepengetahuan Baekhyun. Ia memiliki masalah yang sama seperti yang Yoora alami dulu. Kurangnya perhatian karena permasalah keluarga apalagi Yoora dan Baekhyun adalah anak perempuan pertama di keluarga mereka.

Apa yang Yoora lakukan dan Baekhyun lakukan saat ini adalah hal yang sama. Yoora melampiaskan semuanya dengan mengacuhkan ayah dan ibuku setiap saat. Ia tidak sungguh – sungguh memimpin perusahaan yang Ayah berikan dan menikmati waktunya dengan para pria lain untuk pelampiasannya. Ibuku tidak mengetahui apa yang dilakukan putrinya karena ya dia memang tidak peduli saat itu. Yang ia pedulikan hanyalah perusahaan dan kelompok wanita – wanita bisnisnya.

Dan Yoora mengalami sebuah musibah yang cukup untuk menyadarkan Ibuku akan sifatnya selama ini.—aku tidak mau melanjutkan. Aku belum siap melanjutkannya.

Kita kembali ke Byun Baekhyun.. aku tidak mau ia akan mendapatkan masalah yang sama seperti yang Yoora alami dan untuk itulah aku memiliki tekad dalam hatiku untuk meluluhkannya dan memilikinya hanya untuk diriku seorang.

Tuhan bantu aku. Kalian tolong katakan amin untukku. -amin.

Terima kasih.

Saat ini aku tengah berada di balkon luar yang dimiliki oleh bar ini, tidak ada yang menarik. Hanya pemandangan lalu lintas dibawahnya dan juga beberapa orang yang berciuman dan bercumbu di sudut lainnya, sama sekali tidak menarik. Aku tidak tahu apakah Baekhyun datang malam ini atau tidak karena aku tidak mau masuk kembai kedalam dan berada dikerumunan para pengunjung lainnya.

Tuhan benar – benar mencintaiku. Lihatlah siapa yang berada di balkon bersamaku saat ini. Byun Baekhyun dengan dress ketat miliknya berwarna hitam dengan heels cukup tinggi yang membuatnya masih tetap berada jauh dibawah tinggiku berdiri tak jauh dariku dengan segelas vodka ditangannya.

Ia menghirup udara malam New York dengan wajah berseri –seri seakan – akan ini pertama kalinya ia merasakan udara sejuk sejak lama.

"Feeling better?" Aku menyapanya lebih dulu. Percayalah jantungku berdebar kencang ketika ia melihat kearahku dan menatapku sebentar. Bahkan ia memperhatikan bagaimana tanganku menggenggam botol beer—aku berharap ia membayangkan hal erotis mengenai tanganku.

"Ternyata kau mabuk hah?" aku bertanya lagi padanya karena Baekhyun hanya terdiam dihadapanku tanpa mengeluarkan suara satu pun.

"Tidak!" ia menjawab cepat, tapi terdengar seperti seseorang yang tengah gugup untukku. "Aku tidak mabuk, hanya saja kepalaku cukup pusing melihat keadaan didalam cukup ramai dengan manusia – manusia disana."

Baekhyun benar – benar mengalihkan pandangannya untuk tidak menatap mataku atau pun melihat kearahku.

"Apa pemandangan dibawah lebih menarik dibandingkan berbicara denganku dan saling menatap satu sama lain. Kau terlihat cantik, fyi." Aku berusaha keras agar ia melihat dan berbicara lagi kearahku.

"... gadis kecil sepertimu cukup terlihat dewasa dan cantik."

"Apa?"

Dan berhasil. Aku seharusnya tidak mengatakan mengenai fisiknya, hanya saja untuk memancing seseorang agar bisa melakukan percakapan denganmu terkadang itu adalah hal yang bisa kau coba walaupun orang tersebut akan merasa tidak terima, seperti Baekhyun contohnya.

"Jangan terlalu memaksakan diri, kau cukup cantik tanpa harus dipaksakan untuk terlihat cantik." Aku memperjelas lagi. Sejujurnya aku ingin tertawa keras melihat bagaimana raut wajah Baekhyun saat ini, ia terlihat kesal dengan bibir yang ia gigit meskipun sebentar sebelum wajahnnya terangkat keatas seakan – akan tengah menantangku.

Oh Baekhyun, aku ingin mencium bibirmu itu, percayalah. Sungguh.

"Kau mabuk Tuan. Dan berbicara asal tanpa kau pikirkan." Lihatlah, dia berbicara dengan begitu angkuhnya—bagiku dia keliatan seksi.

"Aku tidak mabuk sweetheart. Pria sepertiku tidak akan mudah mabuk dan dengan mudahnya memuji wanita dan mungkin bercinta dengan siapapun wanita yang ada disini, tapi bila itu kau—

Aku menggantung kalimat yang ingin aku katakan padanya, melangkah mendekat kearahnya untuk memojokkan badannya pada sisi pembatas balkon dengan kedua tangannku yang mengunci badannya. Tidak ada celah untuk dirinya agar bisa melangkah pergi kecuali dia memutuskan untuk terjun bebas dari balkon ini.

"—mungkin aku rela mabuk agar bisa bercinta denganmu." Suaraku sengaja berbisik dan sangat pelan tepat disamping wajahnya.

Baekhyun, kau membuatku ingin bercinta denganmu saat ini juga.

Aku mengucapkan itu dalam hatiku yang terdalam dan aku berharap ia tidak bisa mendengar suara itu—dan oh Tuhan. Dia menatapku, dia menatapku dengan kedua belah bibir tipisnya yang sedikit terbuka seakan – akan memohon untuk sebuah ciuman panas dan basah.

Ini saat yang teapt! Park Chanyeol ini adalah saat yang tepat untuk mencium, mencumbunya dan ia akan memohon untuk kau setubuhi dengan kasar. Indah bukan? Tapi kau pada akhirnya akan berakhir sama seperti pria – pria yang lainnya. Datang dan pergi kepadanya hanya untuk satu kali waktu.

Tidak. Aku tidak mau. Aku ingin merasakan tubuhnya setiap malam ketika aku pulang kerja, meluapkan segala kelelahan dan berbicara dengannya sebelum kami bercinta, menikmati malam panjang dan juga bangun dengan saling berpelukan di pagi harinya. Seperti itulah yang aku inginkan dengan Baekhyun.

Aku menahan segala keinginannku, menelan ludahku yang terasa seperti air beer sebelum mengucapkan kalimat lanjutan padanya.

"Tapi aku tidak mudah kau dapakan sweetheart." Akhirnya! Aku mengatakannya! Bahkan aku memberikan seringai nakal ketika mengucapkan kalimat itu padannya, memundurkan langkahku hanya dua langkah. Aku tidak mau terlalu jauh darinya, aroma tubuhnya membuatku candu sungguh, campuran strawberry dan mint yang begitu segar.

Baekhyun memperhatikanku ketika aku menenggak beer di tanganku, aku meminumnya karena melihatnya membuatku terasa haus dan terasa begitu menegangkan. Aku melihat kedua tanganku didepan dada dengan tetap memperhatikannya. Kami masih salig menatap.

"Kau terlalu percaya diri Tuan!" Ia bersuara dengan tawa kecil diakhirnya.

Oh Baekhyun, kau membuatku harus berakting semakin sulit.

Kepalaku menggeleng membalas sebelum mengucapkan kalimat balasan. "Aku mencintai diriku sendiri Sweetheart." Dan kedipan nakal yang menjadi ciri khasku ketika menjadi bajingan pemain wanita beberapa tahun yang lalu.

Aku sudah bertobat untuk hal ini. Aku memiliki tanggung jawab lain sekarang.

Baekhyun menenggak gelas vodka yang ada ditangannya, ia sungguh peminum alcohol yang cukup baik menurutku. Karena aku tidak pernah melihat ia mabuk selama ini, dan juga sang Bartender mengatakan Baekhyun selalu pulang dengan setiap pria jadi ya.. aku tidak pernah melihat ia mabuk.

Dengusan kesal terdengar dan ia melangkah maju dan menjauh dari dekatku. "Kalau begitu kau adalah pria aneh." Aku mendengar Ia mengucapkan kalimat itu sebelum kembali melanjutkan langkahnya semakin mendekati pintu keluar dari balkon.

Dia pasti akan pergi, dia akan masuk kembali kedalam bar dan mungkin mendapatkan pria mana saja untuk menemaninya pulang dan berakhir dengan kegiatan bercinta diatas ranjang miliknya. Tidak- tidak, tidak ada lagi kegiatan bercinta untuknya dengan pria lain. Kalau pun dia ingin bercinta seharusnya dia bercinta denganku bukan dengan pria lain.

"Kau bisa lebih baik dari ini sweetheart." Okey aku kelepasan mengatakan itu, aku hanya memikirkan apa lagi yang bisa aku katakan padanya untuk menahan dirinya dan mengubah pemikirannya.

Berhasil. Dia berhenti melangkah.

"Kau bukanlah wanita yang cocok bermain dengan pria hanya untuk mendapatkan kepuasan bercinta setiap malamnya. Kau tidak pantas bersikap seperti kau adalah barang yang mudah didapatkan untuk semua orang." Aku masih terus berusaha membuat dirinya bisa bertahan didekatku dan mungkin kami bisa saling memahami satu sama lain. Mungkin. keinginannku terlalu tinggi.

"Tuan." Dia memanggilku Tuan? Heol.. ini buruk. Dia menganggapku Tuan atau mungkin pria yang memiliki usia diatasnya cukup jauh. Oh sweetheart, kita memiliki usia yang tdiak berbeda jauh.

Baekhyun bebrbalik dan melihat kearahku, tatapan matanya jelas menunjukkan ia tidak suka masalah dirinya. "You don't know anything about me!" ia mengatakan kalimat itu cukup lantang, suaranya benar – benar sangat jelas dan penuh penekanan keras.

Dan kini aku bingung. Apa yang harus aku katakan lagi.

Aku melangkah mendekat kearahnya dengan mataku yang masih menatap kearahnya. "I know you, not everything but just a little."

Baekhyun masih berada di tempatnya berdiri, membalas tatapanku dan menunggu kalimat apa yang akan aku katakan padannya.

"Kau melakukannya karena sebuah alasan. Alasan yang tidak masuk akal menurutku—karena ya seperti yang ku katakan sebelumnya. Kau cantik, kau terlihat pintar, menawan, kau menganggumkan sweetheart. And it shocked me to see you every time when every man in this club going home with you and surely they had sex with you."

Aku menyesal mengatakan itu karena Baekhyun pasti berpikir aku menguntitnya selama ini.

"Kau penguntit ternyata." Betulkan apa yang kupikirkan. Bahkan suaranya terderngar sinis ketika mengatakannya. Baekhyun jelas marah, pipinya terlihat berwarna kemerahan bahkan ia mengeratkan rahang giginya.

"Terima kasih atas saran dan nasihatmu Tuan Sok Tahu. Tapi aku menikmati seperti itu."

Ini buruk. Baekhyun melangkah mendekat kearahku layaknya wanita penggoda dan berhenti tepat didekatku. Wajahnya ia condongkan kearahku dan mendekat tak jauh dari posisi bibir bawahku.

Sial, Tuhan aku ingin menciumnya.

"Aku bukan jalang.."

Tamat riwayatmu Park Chanyeol. Ia berbisik dengan suara rendahnya dan terdengar lembut. Sangat lembut.

Aku melihat kearah wajahnya dan menangkap pergerakan mata serta bibirnya. "Aku tidak menganggapmu seperti itu."

"Bagus. Jadi jangan ajarkan aku mengenai apa yang harus aku lakukan dan tidak. Aku pemilih pria, Tuan. Aku membiarkan mereka membawaku pulang karena aku menginginkan hal yang sama seperti yang mereka inginkan. Dan kami bermain aman.. fyi. Dan sebagai bonusnya adalah, aku memberikan pengalaman bercinta yang tidak bisa mereka dapatkan oleh lubang wanita manapun kecuali lubangku yang aku yakin masih cukup ketat hingga bisa membuat setiap pria yang membawaku pulang bahkan mendesahkan namaku dan menginginkan orgasme berulang kali."

Baekhyun seketika berubah layaknya seorang jalang. Aku tidak menyukai dirinya harus terlihat seperti ini. Ini bukan Baekhyun yang aku perhatikan beberapa waktu belakangan. Dia sama sekali tidak cocok bersikap seperti ini.

"Yeah, aku yakin kau cukup hebat dalam bercinta. Can't wait for that." Sial. Aku larut dalam ucapan yang ia katakan sebelumnya. Suaraku bahkan ikut berbisik ketika mengucapkannya.

Kalian pecaya bila kau katakan bibir kami bahkan berjarak cukup dekat.

Tenang Park Chanyeol. Jangan buat dirimu menjadi bajingan yang sama seperti yang lainnya.

Aku memejamkan mataku, sementara menahan tanganku untuk bergerak kurang ajar menyentuh bagian tubuhnya. "Tapi bukan itu yang kau mau, sweety."

Shit! Kenapa harus kata Sweety yang keluar! Bahkan Chelsea tidak pernah aku panggil dengan sebutan sweety.

"Jangan panggil aku Sweety!"

Baekhyun kembali kesal. Bagus Park! kau membuat suasana romantic sebelumnya hilang dalam sekejap. Mulut dan otakmu memang bodoh.

Aku tertawa canggung—benar –benar canggung dan juga menutupinya dengan mengnenggak beer botolku kembali dengan tatapan mengejek kearah Baekhyun supaya ia tahu aku memang hanya bercanda ketika mengatakan itu. Entah kenapa aku bisa terus tertawa. Mungkin karena Baekhyun jelas menunjukkan ketidak sukaannya ketika aku memanggilnya dengan sebutan Sweety.

Tangannya sudah terangkat dan berada dikedua pinggangnya, matanya menyipit kesal kearahku sementara mulutnya meniup poni – poni rambutnya. Ia betul – betul tidak suka panggilan itu. Ia tidak mengatakan kalimat apapun padaku. Ini aneh.

Dan ia memilih untuk berbalik dan melangkah lagi hendak meninggalkanku lagi.

Sial Baekhyun, bisakah kau bertahan lama untuk berbicara denganku.

"Kau tidak percaya apa itu cinta." Aku melontarkan pernyataan lagi. "Kau pernah merasakan sakit dari cinta dan kau membencinya hingga sekarang, itulah yang membuatmu menghabiskan malam hanya untuk melakukan seks dengan setiap orang yang berbeda karena kau tidak perlu memiliki perasaan padanya bukan? Kau tahu kelemahan pria adalah tubuh wanita dan kau memanfaatkannya—sedangkan tujuan utamamu adalah memang untuk mempermalukan kami karena mudah tunduk dibawah buaianmu."

Aku harap apa yang aku katakan bisa membuat ia berpikir dan memutuskan untuk berhenti mencari pria hanya untuk melakukan hubungan seks. Aku benar – benar berharap apa yang aku katakan didengar olehnya.

"Jauh di dasar hatimu kau menginginkan apa yang orang lain miliki. Sebuah cinta. You want love that consumes you, you want passion, you want adventure, you want everything that challenge every inch of you. Kau menginginkan itu semua tapi kau bersembunyi dibalik ego dan hatimu yang keras dan memilih jalan lain. Menyangkal semuanya dan bertingkah seolah dirimu baik – baik saja."

Baekhyun tidak berbalik untuk melihat kearahku. Dia masih memungguiku tapi tangannya bisa kulihat mengepal menahan diri dari segala gejolak yang ada. Aku yakin ia mendengar semuanya dan memikirikan apa yang aku katakan.

Tapi ternyata tidak. Ia melangkah meninggalkanku tanpa ada satu kata pun.

Aku tidak mengikutinya. Tidak berani tepatnya.

Aku tidak mau kami hanya akan saling membalas sahutan dan akan berakhir ia membenciku di akhirnya.

Aku membiarkan ia pergi.

Mungkin memang ia tidak ditakdirkan untuk bisa berada didekatku.

Aku menunduk dan memainkan beer pada botol yang masih kupegang ditanganku, meminumnya habis dalam satu kali tenggak dan meletakkan pada sisi balkon sebelum aku melangkan masuk menembus keramaian didalam klub untuk mencari jalan pulang.

Malam ini adalah malam terburuk.

Keadaan dalam bar juga semakin buruk karena semakin padat pengunjung dan juga teriak – teriakan para manusia mabuk yang tengah menikmati musik – musik yang dimainkan oleh sang Dj.

"Hey Men!" Seseorang berteriak. "Hey Men! YOU! HEY YOU!" Okey ini aneh. Kenapa ia berteriak dan tidak ada yang membalasnya. "HEY YOU OVER THERE!" Dia berteriak lagi dan seketika aku ikut berbalik untuk melihat sebenarnya ia memanggil siapa—dan ternyata sang Bartender melangkah mendekat kearahku. "Hey Men! Aku butuh bantuanmu." Sosok yang ia panggil ternyata adalah aku.

Dude kau memanggil butuh bantuan atau mengajak berkelahi.

Aku melihat kearahnya dengan alis yang saling mengernyit dan mungkin akan terlihat menyatu dengan sisi kanan dan kiri bila pencahayaan disini cukup terang.

""Becca mabuk. Dan dia terjatuh pingsan di meja bar." Okey sekarang aku langsung berlari mendahuluinya menuju tempat dimana Baekhyun berada—Becca nama Asing yang ia gunakkan disini.

"Aku tidak tahu alamat tinggalnya, aku juga tidak tahu akan meminta kepada siapa untuk membawanya pulang—

"Good. Aku yang akan membawanya pulang, kami tinggal di apartemen yang sama." Aku menjelaskan dan melepaskan mantel yang aku gunakkan untuk menutupi badannya. Ehm, sebetulnya aku belum pindah ke apartemen Jongin hari ini, tapi aku tidak peduli. Aku bisa mengantarnya kesana.

"Ah. Ini kebetulan sekali men."

Ya. Sangat kebetulan bukan. Aku menyahut dalam hati dan mencoba mengangkat badan Baekhyun dalam gendonganku.

Sekali lagi, aku beruntung. Tuhan benar – benar menolongku.

Aku benar – benar mengantarnya pulang ke apartemen miliknya. Jongin dan Kyungsoo bahkan ikut membantu mencari kunci apartemen miliknya dan membuatku menahan badan Baekhyun cukup lama dengan posisi berdiri dan mereka bahkan menertawaiku ketika Baekhyun tersadar dan hanya untuk memuntahkan sedikit minumannya pada baju yang aku kenakkan.

Setidaknya Baekhyun yang melakukannya dan itu tidak bisa membuatku marah.

Aku lekas meninggalkan Baekhyun dengan Kyungsoo dan Jongin setelahnya karena aku tidak mau ruangan miliknya akan tercium bau muntahan alcohol.

Kyungsoo: ia sudah tidur lelap.

Kyungsoo mengirimkan aku sebuah foto Baekhyun tertidur lelap diatas kasurnya dengan pakaian tidurnya dan tenggelam dalam selimut tebal.

Bagus. Mimpi indahlah sayang.

Me: Good. Thanks Kyung.

Kyungsoo: Jongin bertanya, apakah kalian pernah tidur bersama?

Sialan pertanyaan itu.

Me: kalau kami pernah tidur bersama, aku tidak akan meminta bantuan kalian untuk menelanjanginya.

Kyungsoo: Oh. Itu berita bagus. Jangan tidur dengannya. Kau bukan tipenya.

Me: Wow. Seperti apa tipenya?

Kyungsoo: Pria berpengalaman dan bukannya seorang pria tua yang sudah bertobat dari menjadi bajingan.

Aku membenci Kyungsoo dan segala kalimat yang keluar dari mulutnya.

Kyungsoo: Jangan hanya dekati dia untuk kau setubuhi Yeol. Kau tahu apa maksudku kan.

Well, terkadang ada juga kalimat yang baik diucapkan olehnya. Sedikit sekali tapi.

Me: Aku tahu. Aku sedang berusaha. Wish me luck sister!

Kyungsoo: sudah.

Dan inilah harapanku. Berada didekat Baekhyun dan membuat dirinya sadar bahwa cinta itu adalah sesuatu indah yang bisa ia rasakan. Aku ingin membuat ia mencintaiku dan begitu juga sebaliknya. Meskipun sebagain besar aku ingin kami bercinta dengan begitu liarnya.

Well, itu bonus akhirnya bukan.

Mungkin.

Semoga seperti itu.


-LOVELESS-


Bar Noir belum terlihat dipadati para pengunjung meskipun waktu di Kota New York tengah menunjukkan pukul 10.00 malam. Tidak biasanya seperti ini. Bar atau café – café yang ada di sekeliling Kota New York biasanya akan dipadati pengunjung tepat di hari Jum'at karena mereka seakan – akan tengah berpesta demi menyambut weekend di hari berikutnya.

Pengunjung bar pada hari Jum'at ini bahkan bisa dipastikan adalah para pekerja kantoran yang baru saja kembali dari jam kantor mereka. Jelas terlihat setelan pakaian kerja yang masih mereka kenakkan saat ini. Meskipun ada beberapa diantaranya yang sudah terlihat mengenakkan dress dan setelan casual lainnya.

"Hai Four!" seorang wanita dengan dress berwarna peach duduk dengan santainya pada kursi bar dan menyapa sang Bartender yang tengah sibuk merapikan gelas – gelas disana.

"Wow! Lihat siapa yang kembali disini!" bartender itu terlihat cukup senang dan bahkan langsung memeluk sang wanita dengan begitu bahagiannya. "Kami merindukanmu Bec!"

Ya, dia Becca—atau Baekhyun.

"Well, aku memang pantas kalian rindukkan!" Baekhyun menyombongkan diri dan tersenyum kearah bartender itu. "Berikan aku minuman seperti biasa." Kedua tangannya memangku wajahnya sebentar sebelum ia kembali melihat sekelilingnya dan memperhatikan berapa banyak pengunjung yang datang.

"Kenapa terlihat sepi?" Baekhyun menanyakkan pada sang Bartender.

"Well.. kau belum tahu beritanya?"

Baekhyun menggeleng. Tangannya menerima gelas minuman yang diberikan kearahnya dan menunggu sang Bartender untuk menjelaskan berita apa yang belum ia ketahui.

"Kami akan pindah."

Dan beruntungnya Baekhyun belum meminum minuman yang ada ditangannya atau tidak mungkin ia akan menyemburkan setengah isi minuman itu tepat pada wajah sang bartender.

"Pindah?!"

"Yap. Kami mendapatkan tempat yang bagus dan cukup besar serta investor yang dengan baik memberikan modal besar untuk renovasi disana. Kami akan pindah, dan untuk itu para pengunjung mulai berdatangan kesana dibandingkan kesini." Baekhyun terdiam dan melihat sekelilingnya. Ia tahu tempat ini memang cukup bagus dalam segalah hal. Minuman, makanan, suasan tempat, dj dan semua hiburan yang ada di bar ini adalah terbaik. Dan jaraknya cukup dekat dengan apartemennya.

"Dimana alamat tempat yang barunya?" Baekhyu bertanya dan meminum sedikit minuman yang ia pegang sedari tadi. "Tunggu, ini bukan margarita." Baekhyun melayangkan komentar mengenai rasa minumannya.

"Bukan. Coba tebak minuman apa itu?" Bartender itu menantang Baekhyun untuk menebak minuman yang baru saja ia rasakan.

Baekhyun terdiam sebentar dan mengira – ngira apakah jawaban yang ia akan katakan memang benar atau tidak. "So—ju?"

"Binggo! Dan kau memang benar orang Korea ternyata ya."

Baekhyun semakin bingung. "Bagaimana kau tahu? Maksudku, bagaimana kau bisa mendapatakan soju disini?"

"Well, kau harus bertemu dengan sang investor yang mau merubah tempat ini menjadi restoran dan ternyata banyak pengunjung yang menantikan hal itu. Ia memindahkan kami berada di kawasan seharusnya. Hebat bukan."

Four menjelaskan dengan cukup bangga dan Baekhyun juga melihat para pengunjung yang memenuhi tempat ini hampir semuanya memegang botol soju. Ia merasa seakan – akan dirinya kembali pada suasana negeriya sendiri.

"Ngomong – ngomong, bagaimana kabarmu dengan pria itu?" Four bertanya dan kembali membuat Baekhyun bingung.

"Pria itu? Pria yang mana?"

"Yang mengantarmu pulang."

Dan sekarang Baekhyun semakin bingung.

"Kau mabuk ketika terakhir kau datang minggu lalu dan aku meminta pria itu untuk mengantarmu karena dia mengatakan tahu tempat tinggalmu. Untung saja bukan?"

"Four.. kau membuatku bingung."

"Hahahahha. Sudahlah, kau mungkin lupa karena kau mabuk berat saat itu." Dan Baekhyun tidak berniat untuk bertanya jauh lagi. cara yang cepat adalah kembali pulang dan bertanya pada Jongin. Baekhyun sangat yakin bahwa pria itu adalah Jongin.

Nyatanya ketika ia tiba dan mengetuk pintu apartemen milik Jongin tidak ada yang membuka pintunya.

Tidak mungkin kan Jongin sudah pulang ke Korea? Atau ia sedang menikmati waktu malamnya. Baekhyun diam sebentar memandangi pintu apartemen Jongin dan pada akhirnya memutuskan masuk kembali kedalam apartemennya dan berjaga – jaga bila mendengar suara pintu terbuka atau langkah kaki Jongin.

Baekhyun berharap penuh, Jongin akan pulang malam ini.

##

Suara ketukan pintu terdengar cukup keras dan juga bel pintu apartemennya bahkan terdengar berulang kali yang pada akhrinya bisa membangunkan Baekhyun dari waktu tidurnya di sofa apartemennya.

Ini masih pukul 6.00 pagi di hari Sabtu. Baekhyun berpikir dan siap mengumpat pada Jongin yang ia pikir adalah pelaku pengetuk pintu kamarnya dan juga bel apartemennya miliknya.

"YA KAMJONG! INI MASIH PAGI—

"Ha—lo."

Baekhyun terdiam dengan mata membulat lebar turun kebawah melihat sosok anak kecil yang berada dihadapan dirinya saat ini. Pelakunya bukan Jongin. Tapi anak perempuan yang tengah memegan secangkir gelas yang bertuliskan Daddy pada bagian depannya.

"Nona.. maafkan aku." Gadis itu menundukkan kepalanya dan membungkuk setengah badan. "Maafkan aku.. aku hanya ingin meminta kopi.. hm.. untuk.. Daddy.."

Dan sekarang Baekhyun merasa bersalah melihat anak perempuan itu kini takut melihat kearahnya.

"Oh, maafkan aku. Aku pikir tetanggaku yang tingga diseberang sana—" Aku menunjuk pintu apartemen Jongin yang sedikit terbuka.

"Aku tinggal disana."

Baekhyun semakin sakit kepala.

"Aunty Kyung mengatakan aku bisa meminta kopi dengan Nona di depan apartemen Daddy."

Ah! Kyungsoo! Nama yang disebutkan oleh gadis itu akhirnya membuat Baekhyun mulai mengerti kondisinya. Jongin sudah pergi dan anak ini adalah anak dari Kakak Jongin.

"Paman Jongin sudah kembali ke Korea?" Baekhyun mengajak masuk anak perempuan itu dan memintanya duduk dikursi meja dapurnya.

"Hm, kemarin kami mengantarkannya ke bandara." Baekhyun menganggukkan kepala.

"Siapa namamu?"

"Chelsea. Park Chelsea."

"Nama yang bagus. Aku suka."

"Halmeoni mengatakan Daddy yang memberikan nama itu untukku." Chelsea menggerakkan kakinya bermain – main di udara tapi tetap memperhatikan Baekhyun yang tengah menyeduhkan kopi untuk Daddy-nya. "Daddy tidak suka manis." Ia berucap ketika Baekhyun hendak memasukkan gula kedalamnya.

"Oh. Untung kau memberitahu."

Baekhyun tersenyum kearah Chelsea yang tengah tersenyum lebar kearahnya masih memperhatikan tangan Baekhyun yang bergerak menuangkan air kopi kedalam gelas itu.

"...Chelseaaa!"

"... Chels... Baby!"

Merasa namanya dipanggil dari arah luar ruangan apartemen Baekhyun, Chelsea beranjak keluar menuju pintu tanpa menunggu Baekhyun memberi tahu apa yang harus ia lakukan. Baekhyun meletakkan gelasnya pada meja dapur dan menyusul Chelsea membuka pintu ruangan apartemennya.

"Daddy!"

"Baby.. sedang apa kau disitu." Sang Daddy mengenakkan kaosnya dan berjalan menyusul Chelsea agar anaknya itu kembali kedalam ruangan apartemennya.

"Aku meminta kopi dengan Aunty.. hm siapa namanya tadi ya." Chelsea menoleh untuk memanggil Baekhyun didalam apartemennya dan nyatanya Baekhyun sudah berada di dekat pintu ruangannya dan melihat dengan jelas bagaimana Chelsea memanggil sang Daddy, berbicara mengenai kopi. Baekhyun bahkan sempat melihat bagaimana sang Daddy yang tengah bertelanjang dada sebelum ia mengenakkan kaos hitam yang kini menutup bentuk – bentuk otot yang terbentuk disana.

"Hai Baekhyun."

Daddy itu memanggil namanya. Memanggil nama Koreanya dengan senyuman yang sama diberikan ketika mereka bertemu di balkon Bar Noir saat terakhir kali mereka bertemu.

Mr. Know It All adalah Hot Daddy..

Jongin.. kakakmu berlipat – lipat lebih tampan darimu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Single is not a status, it is a word that describes a person who is strong enough to live and enjoy life without depending on others.