THE PLEASURE SIDES OF PAIN
NARUTO © Masashi Kishimoto
STORY © In My Bla-Bla Mind
RATE : T+
AUTHOR NOTE :
- Latar tempat berada di Amerika
- Hampir semua nama tempat adalah fiksi, kesamaan nama dan tempat bukan merupakan hal yang disengaja
- Sifat karakter yang tidak sesuai dengan komik aslinya
Hari semakin panas, Naruto masih tidak ingin beranjak dari sofa oranye tua di ruang keluarga bersama dengan pamannya, Kyuubi. Jemari kecilnya masih bermain di sebuah sebuah sempoa dengan biji plastik warna-warni. Menimbulkan bunyi 'Ctak, ctek' ketika dia memainkannya. Wajah bulatnya memang serius memainkan papan hitung tersebut. Tetapi, telinganya tetap terpasang mendengar kisah-kisah yang disampaikan oleh paman sematawayangnya itu.
"Kau mendengarkan?" Tukas Kyuubi tanpa menoleh, ia sedang sibuk membawa tas koper besar berisi baju-baju yang sudah ia siapkan sejak tadi siang. Ia kembali masuk ke dalam kamarnya hanya untuk kembali membawa sebuah kotak laci berisikan berpuluh-puluh pasang kaos kaki.
Naruto tidak melontarkan jawaban, ia tahu Kyuubi sudah mengetahui bahwa sejak tadi ia masih mendengarkannya. Kyuubi menumpahkan isi laci itu ke lantai, ia memilih-milih mana yang ingin ia jejalkan ke dalam kopernya yang sudah penuh sesak.
"Ibumu itu adalah seorang yang sinting!" Walaupun tanpa melihatnya, Naruto sudah tahu raut muka Kyuubi berubah menjadi menyeramkan ketika ia mengatakan kalimat itu. Naruto sudah hafal karena saat ini adalah bukan pertama kalinya ia mendengar kalimat itu keluar dari mulut Kyuubi. Yang berbeda hanya kata 'sinting' yang menggantikan kata 'bajingan', 'bedebah' atau 'sialan' yang lebih sering Kyuubi gunakan. Naruto memang masih berumur tiga tahun ─berbeda terlampau jauh dengan Kyuubi yang berumur sembilan belas tahun─ tetapi ia tidak keberatan dengan kata-kata tidak pantas yang keluar dari pamannya itu.
Bukan karena Naruto suka sensasi ketika kata itu mengelitik indra pendengarannya. Tetapi karena bertanya kepada pamannya itulah satu-satunya cara Naruto mengetahui ibunya. Naruto mengidolakan pamannya. Menurutnya Kyuubi adalah seorang figur paman impian. Ia tampan, baik dan jujur. Kyuubi senang bercerita tentang ibu Naruto. Ia tidak bisa melupakan hal-hal buruk yang pernah orang jahat itu lakukan kepadanya.
Nenek Tsunade menolak untuk membicarakan Kushina ketika ia menanyakannya. Ia selalu menghindar dengan cara mengalihkan topik pembicaraan. Dan ketika Naruto menolak untuk mengalihkan topik pembicaraannya, Nenek Tsunade selalu menjawabnya dengan menunjukan ekspesi, gestur dan jawaban yang sama. Menghela nafas panjang dengan mata terpejam lalu mengucapkan dengan lirih, "Dia adalah seorang ibu yang baik."
Uzumaki Kushina, ibu dari Uzumaki Naruto adalah seorang maniak.
Psikopat.
Orang gila.
Setidaknya itu adalah gambaran yang selalu dilantunkan Kyuubi ketika Naruto bertanya kepadanya. Hampir sembilan puluh sembilan persen adalah gambaran negatif. Naruto menyukai sikap Kyuubi yang tidak memandangnya seperti anak kecil, seperti seorang bayi layaknya perlakuan Nenek Tsunade padanya. Naruto selalu suka dengan wajah sumringah dan lengkungan dari bibir warna peach milik Kyuubi ketika Ia meminta Kyuubi untuk bercerita tentang ibunya. Kalimat pembukanya selalu sama semenjak Naruto pertama kali memintanya bercerita, "Aku tidak akan memperhalus ataupun mengada-ada kebenaran tentang ibumu hanya karena kau masih kecil. Kau memiliki hak untuk mengetahuinya."
Kushina mengandung Naruto ketika berumur 18 tahun. Setelah pesta perayaan kelulusan SMA di bulan Desember yang dingin, tepatnya pukul satu malam, Kushina sudah berbau alkohol ketika ia menerobos masuk kerumah dengan langkah yang gontai dan mulai menghampiri Kyuubi yang berada di ruang makan. Sejak tadi Kyuubi menunggu kedatangan kakaknya karena merasa khawatir kepadanya jikalau Kushina akan tersesat kehilangan arah karena jalan diluar sudah sangat gelap dan sepi. Sedangkan Tsunade berbaring lemah dengan sweater dan selimut tebal menutupi tubuhnya di ruang keluarga.
"Apa yang kau pikirkan? Kau pulang hingga larut malam begini? Kau tidak tahu bahwa Ibu telah menunggumu diteras sejak tadi hingga hampir terserang hipotermia?" Kyuubi berdiri dan menghampiri kakaknya. Menegakkan tubuh Kushina dan menatap langsung kematanya.
"Ha.. Hahaha.. Aku hamil. Aku hamil!" Kushina bahkan tidak bisa membuat kepalanya tegak ketika mengatakannya. Kyuubi tidak percaya akan apa yang didengarnya, Tsunade menegakan tubuhnya dan berjalan pelan ke arah mereka berdua. Kyuubi menatap ibunya tersebut duduk di kursi di tempat yang ia baru saja duduki tadi.
"Kushina, anakku. Jangan bercan-"
"Aku tidak bercanda" Tukas Kushina, ia menunjukan perutnya yang memang akhir-akhir ini makin membesar. Kyuubi tidak bisa menyembunyikan raut terkejut sekaligus marahnya. Ia tidak bisa membayangkan rasa malu yang harus ditanggung keluarganya. Tetapi beberapa menit kemudian, ia kembali dengan pikiran jernihnya.
"Apa kau sudah dungu? Kau sudah dewasa dan bahkan tidak terpikirkan olehmu untuk menggunakan pengaman." Kyuubi menatap Kushina yang bersandar ke dinding dengan kedua tangan terlipat didepan dadanya. Muka Kushina menunjukan raut tersinggung oleh perkataannya tadi.
"Kyuubi, kau tidak perlu berkata seperti itu. Kita tidak ingin membuat Kushina kesal, bukan?" Tsunade menenangkan Kyuubi, tetapi Kyuubi tidak terpengaruh oleh bujukan ibunya. Kyuubi heran dengan ibunya sendiri, Ia selalu saja membela Kushina. Bagaimana mungkin ibunya tidak menyadari bahwa ia telah membesarkan seorang bajingan.
"Aku tidak dungu, Aku sudah mengunjungi doktor di Shelknot dan mereka angkat tangan. Mereka bilang kandunganku sudah berumur enam bulan dan sudah terlalu besar untuk digugurkan."
Tsunade semakin terkejut ketika anaknya itu ternyata sudah mencoba untuk menggugurkan janin yang akan menjadi calon cucunya. Kyuubi mengusap dahinya hanya untuk mendapati bahwa ia sudah basah oleh keringat. Dia merasa tubuhnya dingin, tetapi otaknya panas. Sebelum ia sempat mengeluarkan sumpah serapahnya, Tsunade memotong.
"Sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Yang kita perlu lakukan adalah menjaga dan merawatnya. Kita adalah keluarga dan akan menyelesaikan masalah ini dengan kekeluargaan." Kyuubi hampir muak mendengar ibunya mencoba menenangkan mereka semua. Semua yang ia lakukan selama ini adalah menenangkan dirinya sendiri dan itu membuatnya menjadi semakin jauh dari realitas. Berkata seolah-olah menjaga bayi yang dikandung oleh seorang yang keras kepala seperti Kushina akan semudah menjaga bayi kucing.
Kushina pun memutar bola matanya dan mengangkat bahunya ketika mendengar penyataan ibunya sendiri. Ia berjalan memunggungi dua orang itu, terhuyung-huyung dan menghilang ketika seluruh tubuhnya ditelan pintu kamar yang dibanting keras. Selalu menimbulkan masalah dan meninggalkan untuk mereka selesaikan memang sudah menjadi perangainya.
Disinilah Kyuubi berakhir, ia bekerja selama lebih dari delapan puluh jam seminggu hanya untuk membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan tiga keluarganya ditambah satu calon bayi. Mereka bertiga hidup di sebuah desa di pinggiran Wisconsin. Ayahnya sudah meninggal sejak ia berumur lima tahun. Ia harus mengatur waktu sedemikian rupa sehingga ia tidak perlu meninggalkan sekolahnya dan bekerja secara bersamaan. Tunjangan bulanan Tsunade tidak terlalu membantu ketika ibunya itu makin sering mengeluh tentang penyakit jantungnya yang kian hari kian parah. Kyuubi menyadari bahwa tidak ada seorang pun yang dapat diandalkan sebagai tulang punggung keluarganya selain dirinya, anak lelaki tunggal dalam keluarganya.
Tiga bulan berikutnya benar-benar neraka. Kushina menuntut banyak hal dan jika ia tidak mendapatkanya, ia selalu mengancam dengan nama bayinya. Yang ia lakukan setiap hari hanya berjalan-jalan keluar masuk kamar sambil memegangi perutnya. Ia perlu diseret keluar hanya untuk mengajaknya mengecek kandungannya yang tidak lebih dari sebulan sekali.
Di pertengahan Maret yang panas, Kushina melahirkan. Tsunade sepertinya terlalu khawatir dengan mengajak Kushina untuk ke rumah sakit terdekat sejak awal Maret. Tetapi ia hanya memastikan bahwa anak dan cucunya bisa lahir dengan selamat tanpa kurang apapun. Kyuubi sedang bekerja di Jack's Grill and Resto ketika Tsunade menelponnya dan berkata tanpa jeda bahwa ia harus secepatnya datang ke rumah sakit untuk melihat keponakannya.
Ketika Kyuubi sampai dikamar persalinan, Kushina sedang berbaring tertidur. Disampingnya terdapat seorang bayi montok laki-laki. Mata biru dan rambut pirang bayi itu adalah hasil dari ukiran tak terperikan oleh sang maha kuasa. Bayi itu adalah bayi tertampan yang pernah Kyuubi lihat.
Seketika setelah Kushina terbangun ia hanya sekali melihat bayi itu dan mengenakan pakaiannya. Ia memutuskan tidak ingin menjadi seorang ibu, ia masih terlalu muda dan cantik untuk itu. Amerika masih terlalu luas dan ia tidak ingin terjebak disini. Ia memutuskan untuk berangkat ke Illinois bersama dengan teman SMA-nya untuk menjalani bisnis bersama dan kuliah disana. Ia bisa membayangkan lima tahun kedepan ia akan menjadi seorang bintang memiliki rumah dan mobil mewah. Tidak akan ada seorang laki-laki pun yang akan menawarinya pekerjaan dan menjadi suaminya jika mereka mengetahui bahwa dia sudah mempunyai anak.
"Apakah kau sudah tidak waras? Kau sudah melahirkan seorang anak, Kushina. Kau harus bertanggung jawab." Ujar Tsunade. Kyuubi pun terkejut mendengar ucapan dari ibunya. Dengan refleks ia merangkul ibunya. Emosi tidak baik bagi kesehatan jantungnya.
"Sejak kapan aku menginginkan seorang anak?" Ujar Kushina
Kyuubi perlu mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk menahan emosinya mendengar jawaban dari Kushina. "Kau perlu berpikir dengan jernih. Percayalah bahwa kami akan membantumu membesarkan anakmu itu. Aku dan Kyuubi akan membantumu. Aku yakin Kyuubi masih bisa bekerja cukup keras untuk memenuhi susu dan popoknya."
Kyuubi membenci bahwa ia harus menuruti perkataan ibunya. Tapi nyatanya ibunya sangat benar. Anak itu tidak bersalah apapun, selain anak dari Kushina, bayi itu juga keponakannya. Dan ia tidak akan keberatan untuk menambah jam kerja untuk memastikan bahwa keponakannya hidup bahagia dan mendapatkan haknya.
"Dan Kushina..." Kyuubi melepaskan pegangannya dari ibunya dan mendekati Kushina. "Sebaiknya kau mengabari ayah dari bayimu, jika..."
Sebelum mencapai tiga puluh sentimeter dari Kushina, Kushina sudah melengos memunggungi Kyuubi.
"Haha.. Idiot" Kushina menyembunyikan senyumannya dibalik punggungnya.
"Apanya yang lucu, Kushina" Tsunade sekarang mencoba mendekati Kushina.
"Aku bahkan tidak tahu siapa ayahnya."
"Apa katamu?" Tsunade menutup mulutnya terkejut.
"Yah, mungkin ayahnya adalah seorang mahasiswa perguruan tinggi Iowa. Tetapi aku juga tidak yakin." Kushina mulai bersiap-siap untuk meninggalkan rumah sakit dengan memasukan beberapa pakaian kotornya kedalam tasnya.
"Sudah berapa banyak laki-laki yang bersamamu?" Alis Kyuubi tertaut, mulutnya bergetar ketika berbicara.
"Entah, mungkin belasan"
Kyuubi sudah tahu bahwa Kushina senang sekali menarik perhatian laki-laki di sekitarnya, bahkan tidak jarang memanipulasi pikiran mereka. Kushina hanya peduli dengan kenyataan bahwa ia memiliki tubuh indah dan wajah yang cantik. Pujian laki-laki adalah candu yang sekali ia tenggak ia hanya akan merasa semakin haus. Ia tidak keberatan untuk menunjukan tubuh polosnya untuk dinikmati para laki-laki hanya untuk menikmati ketika mereka memuji tubuh dan wajahnya yang sempurna. Ia yakin ia memiliki banyak kelebihan yang sangat disayangkan jika hanya dipendam.
"Ibu, ibu, ibu.." Kushina mendekat kearah ibunya dengan tampang memelas yang dibuat-buat. "Para pria mencintaiku dan mereka rela mengeluarkan apa saja demi bersama denganku. Mereka akan menghabiskan uang dengan jumlah banyak dan memberikanku perhiasan dan pakaian yang mahal hanya untuk menghabiskan sehari berkencan denganku. Mereka akan mengikuti semua kata-kataku hanya untuk menghabiskan satu malam bersamaku."
"Mendapatkan uang dari berhubungan seks? Kau tahu apa namanya itu?" Tanya Kyuubi.
"Kebebasan," sergah Kushina.
Kyuubi mundur mendekati pintu, mengantisipasi reaksi yang akan di timbulkan setelah ia mengucapkan kalimat yang akan diucapkan olehnya nanti. "Bukan."
"Itu artinya kau seorang pelacur. Pelacur keji yang kotor."
"Jaga mulutmu!" Kushina berteriak, menggema disepanjang dinding ruangan itu. Bayi kecil yang sedang tertidur pulas diranjang, terlonjak bangun dan menangis.
Kushina merapikan jaket yang ia kenakan. Dan beranjak pergi sebelum seorang suster masuk kedalam ruangan untuk menenangkan bayinya.
"Mau kemana kau? Kau mau apakan bayi yang kau tinggalkan ini?" Tutur Tsunade
"Bayi itu sekarang milik kalian, aku tidak peduli apakah kalian ingin menjualnya atau mengirimnya ke panti asuhan. Sekarang aku pergi." Kushina membawa tas tangannya dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan selamat tinggal atau basa-basi lainnya. Tsunade dan Kyuubi menatap memelas kepada bayi pirang itu. Bayi itu harus menerima beban seperti ini sejak ia baru menghirup nafas di dunia ini.
Kyuubi harus membantu Tsunade yang sedang menggendong bayi itu masuk ke dalam bus ketika keluar dari rumah sakit. Mata ibunya itu tidak berhenti menatap bayi yang berada di gendongannya. Sulit bagi Kyuubi untuk mengartikan tatapan ibunya itu, terlalu banyak emosi yang terpancar. Senang, menyesal, emosi, sedih.
Didalam bus itu mereka saling diam, tidak tahu apa yang mereka harus ungkapkan.
Ketika bus itu sudah berjarak tiga blok dari pemberhentian mereka. Tsunade membuka mulut. "Sejak dulu, kau selalu tahu tentang dia dan kau hanya berusaha mengatakan kepadaku yang sebenarnya." Kyuubi mengalihkan pandangannya ke ibunya.
"Tapi aku selalu membelanya dan menolak untuk mendengarkan, benar kan?" Tsunade tidak menatap Kyuubi ketika berbicara. Matanya masih terpaku pada bayi tampan yang sedang ia timang. Kyuubi terdiam, ia ingin menyetujui pernyataan ibunya itu. Tapi itu adalah ide yang buruk melihat perasaan ibunya yang mungkin masih terpukul akan kejadian di rumah sakit tadi.
"Itu bukan sepenuhnya salahmu, bu. Satu-satunya yang salah di sini adalah Kushina. Aku tidak mengerti apa yang telah terjadi dengan otaknya itu." Setelah ucapan Kyuubi itu, terjadi keheningan yang cukup lama. Bus berhenti di halte yang tepat berada di Goldmant Evanue, butuh lima menit berjalan kaki dari halte tersebut untuk mencapai rumah sempitnya.
"Ayahmu sangat memanjakannya. Ia berpikir karena Kushina anak pertama, maka ia berhak mendapatkan semua yang ia perlukan. Tetapi setelah ayahmu meninggal, aku mulai tidak sanggup untuk menyanggupi segala permintaannya. Disaat itulah, ia mulai berperingai buruk." Kyuubi sudah mendengar cerita itu dari tetangga dan kerabatnya ketika ia menanyakan tentang asal mula Kushina dapat memiliki perilaku seperti bajingan, tetapi ini adalah pertama kalinya ia mendengar sendiri kalimat itu keluar dari mulut ibunya.
"Apakah aku yang menyebabkan ini semua terjadi? Apa aku yang membentuk ia menjadi monster seperti itu?" Tsunade menitikan air mata, tetapi isak tangis tidak keluar dari mulutnya.
"Aku tidak tahu," timpal Kyuubi
Tidak ada perbincangan lebih lanjut hingga mereka sampai dirumahnya. Mereka makan malam dalam hening dan kembali ke kamar mereka tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Tengah malam itu, Tsunade sangat kerepotan untuk menenangkan bayi itu karena tidak berhenti menangis selama lima belas menit. Kyuubi terbangun karena mendengar ketukan di pintunya dan mendapati ibunya dengan muka lesu sambil menimang-nimang bayi didekapannya. Mukanya putus asa dan kelelahan. Ibunya itu sudah terlalu tua untuk merawat bayi. Kyuubi harus mengetuk pintu tetangganya pukul satu malam hanya untuk meminta beberapa sendok susu bayi. Bayi pirang itu akhirnya berhenti menangis setelah dijejalkan susu kepadanya.
Kyuubi lulus SMA tiga tahun berikutnya pada umur 19 tahun. Tsunade setuju menamai bayi itu 'Uzumaki Naruto'. Naruto berumur tiga tahun sangatlah aktif dan pintar. Walaupun darah Kushina mengalir di tubuhnya, tetapi ia tidak melihat tanda-tanda sifat buruk yang mungkin akan diturunkan kepada Naruto. Kyuubi sangat menyayangi keponakannya itu. Ia berusaha untuk menjadi seorang sosok ayah yang baik untuk menggantikan Kushina.
Kyuubi mencoba ikut dalam program beasiswa yang mungkin ia dapatkan. Tiga bulan kemudian, ia mendapati surat di kotak posnya bahwa ia diterima di sebuah universitas di Newyork. Universitas itu cukup terkenal dengan segudang prestasi yang membanggakan. Mungkin ini adalah kesempatan sekali seumur hidup untuk Kyuubi mengambil gelar disana. Tetapi bersekolah disana berarti meninggalkan Naruto dan Tsunade di desa kumuh yang tidak tertulis di peta manapun ini. Di satu malam, Tsunade sedang memangku Naruto ketika Kyuubi menghampirinya. Ia mencoba mendiskusikan perihal beasiswanya dengan ibunya dan keponakannya.
"Paman Kyuu, apakah nuwyok itu jauh dari sini?" Naruto menatap Kyuubi dengan mata biru bulatnya. Digenggamannya, ia memegang dua biskuit bayi yang berguna untuk merangsang pertumbuhan gigi baru.
"Itu lumayan jauh, Naru" Kyuubi mengusap puncak kepala keponakannya itu.
"Tapi.. jika paman Kyuu pergi, siapa yang akan menjaga aku dan nenek?"
"Nenek masih sanggup menjaga Naru, kok" Tsunade menjawab, sedetik kemudian ia mengarahkan pandangannya ke Kyuubi, "toh Naru juga masih kecil dan belum bersekolah. Jadi tidak ada masalah jika kau meninggalkannya."
"Aku tidak rela membayangkan Naruto ditinggal pergi oleh ku. Pasti sebelum satu jam aku pergi kau sudah rindu padaku," goda Kyuubi pada Naruto. Naruto membalasnya dengan ekspresi yang lucu.
"Huuu, Paman narsis.." Naruto tidak mengerti apa arti dari kata 'narsis' sebenarnya. Tapi itu cukup populer untuk menggambarkan Kyuubi saat ini.
"Sudahlah, aku akan ke dapur untuk mempersiapkan makan malam" Tsunade hilang di balik dinding dapur.
Naruto menatap dinding dapur dan berkata, "Kasihan nenek, ia pasti kerepotan menjagaku." Sebelum Kyuubi dapat menimpali, Naruto melanjutkan, "Andai saja ibu masih ada disini. Nenek tidak akan kerepotan seperti itu."
Kyuubi tertohok, beginilah kenyataannya. Setelah tiga tahun kepergian Kushina, dia masih dapat menimbulkan rasa perih di hati keluarga ini.
Naruto melahap satu gigitan biskuit dan berkata, "Apakah ibu membenciku?"
Kyuubi menarik nafas dalam-dalam, ia berkata, "Aku sudah pernah bilang kepadamu, Naru. Ibumu tidak membencimu. Ia meninggalkanmu saat bayi bukan karena bentuk fisikmu, tetapi karena ia tidak ingin bertanggung jawab." Naruto menatap Kyuubi langsung ke matanya. Kyuubi melihat iris biru itu redup. Kyuubi mengangkat tubuh kecil Naruto dan meletakannya di pangkuannya.
"Dengarkan aku baik-baik, aku akan mengatakan sesuatu yang sangat penting," ujar Kyuubi sambil memeluk Naruto
"Baiklah," telinga Naruto berkedut lucu.
"Kau memang masih kecil, tetapi aku tidak akan menutupi satu pun kebenaran tentang ibumu." Dia mulai lagi.
"Aku memang terdengar melebih-lebihkan, tetapi ini adalah kebenaran. Ibumu adalah seorang yang tidak waras." Kyuubi berusaha memelankan suaranya di dua kata terakhir agar tidak terdengar ibunya yang ada di dapur. Jika Tsunade mendengar bahwa Naruto telah di doktrin dengan kata-kata seperti itu sejak kecil ─walaupun itu semua benar─, maka Kyuubi harus siap-siap untuk di usir dari rumah.
"Kau sudah pernah mengatakan itu, Kyuu." Naruto kecewa. Ia berharap suatu yang baru dalam cerita itu. "Sering sekali."
"Aku hanya sekedar mengingatkan," ujar Kyuubi. "Ia seharusnya bisa termasuk golongan orang sakit jiwa dan sudah dimasukan ke dalam rumah sakit jiwa sejak lama."
Melihat reaksi Naruto yang menatapnya serius, Kyuubi melanjutkan, "Dia adalah orang yang tidak memiliki hati nurani. Wanita sialan itu sudah tidak punya akal ketika ia meninggalkan seorang anak yang baik sepertimu, Naruto"
Naruto terkejut, "Paman, kau baru saja mengatakan 'sialan'." Naruto berkata selirih mungkin seolah kata itu adalah hal yang sangat kotor untuk diucapkan. Kyuubi menepuk dahinya.
"Aku tahu apa yang kukatakan."
"Tapi paman, hati nurani itu apa?" Kyuubi mencoba berkonsentrasi pada pertanyaan Naruto dan berpikir sejenak.
"Hati nurani adalah sesuatu dalam dirimu yang akan mencegahmu untuk melakukakan hal-hal yang buruk."
"Oh, seperti itu. Seperti ketika aku memakan kue yang nenek buat untuk bekalmu dan berkata bahwa aku tidak memakannya, lalu aku merasa bersalah. Seperti itu?"
"Iya, kau betul sekali." Naruto menyamankan dirinya di pangkuan Kyuubi dan bersandar di dada Kyuubi. Ia mendongak melihat mata beriris merah pamannya. Kyuubi melihat iris biru Naruto begitu murni dan bersih. Seolah-olah hanya kebaikan dan kegembiraan yang terpancar oleh mata Naruto. Tetapi Kyuubi merasa sakit di dadanya. Bagaimana mungkin seorang anak yang masih kecil seperti ini tahan terhadap penderitaan yang ia hadapi. Ketika anak seumurannya masih menggelayut manja di lengan ibunya dan mendapatkan kasih sayang kedua orangtuanya. Bocah kecil ini bahkan tidak tahu bagaimana rupa wajah ayah dan ibunya. Yang dapat ia lakukan hanya melihat wajah ibunya di selembar foto di album yang sudah usang dan sedikit luntur warnanya karena terlalu lama disimpan.
Ada keheningan cukup lama yang melingkupi kedua insan tersebut. Mereka berdua hanya saling menatap, seolah-olah dengan menatap mereka dapat membagi suka dan duka yang berada di dalam hatinya dengan telepati.
Suara Naruto memecah keheningan.
"Kau tahu apa yang membuatku menganggap bahwa aku adalah orang yang paling beruntung di dunia ini, Paman?" Kyuubi mengangkat kedua alisnya. Yang ia rasakan justru sebaliknya, kau adalah bocah paling tidak beruntung karena tidak dapat merasakan kasih sayang penuh seorang keluarga. Tetapi, Kyuubi tidak mengatakan apa-apa. Kyuubi hanya mengangkat bahunya, memberi gestur bahwa ia tidak tahu.
"Memilikimu sebagai pamanku."
Kata-kata yang keluar dari pemikiran polos seorang anak ternyata memiliki kekuatan tersendiri. Buktinya ia bisa sangat tersentuh dengan kalimat Naruto.
Minggu berikutnya adalah minggu yang sibuk. Kyuubi keluar dari pekerjaan paruh waktunya dan mempersiapkan keberangkatannya ke Newyork. Kamarnya hampir selalu terlihat berantakan karena ia membongkar seluruh isi lemarinya. Ia membawa tas koper besar milik almarhum ayahnya yang dulu ia gunakan untuk mengangkut peralatan kerja. Naruto terlihat antusias ketika masuk ke dalam kamar Kyuubi. Kyuubi melihat bahwa kamarnya terlihat seperti baru terkena ledakan nuklir, tetapi yang Naruto lihat adalah taman surga. Ia masuk ke dalam kamar dengan berdalih ingin membantu mengemas barang-barangnya.
Naruto melompat dari ranjang dan mendarat di tumpukan baju yang disisihkan Kyuubi. Membuat baju itu berserakan. Ia akan naik kembali ke ranjang dan mengulangi perbuatan itu sambil tertawa tak henti-henti. Terkadang ia bersembunyi dibalik tumpukan baju itu lalu berteriak meminta Kyuubi untuk mencarinya, mengajak ia untuk bermain petak umpet. Tentu saja itu adalah perbuatan yang terbalik 180 derajat dari 'membantu' yang dilontarkan Naruto sepuluh menit yang lalu. Naruto malah membuat pekerjaan Kyuubi menjadi bertambah. Seharusnya ia hanya mengemasi barang-barangnya tetapi sekarang ia menanggung perbuatan Naruto dengan membereskan kekacauan yang dibuatnya. Akhirnya Kyuubi membawa Naruto ke ruang keluarga dan memberinya sebuah sempoa warna-warni untuk dimainkan.
Beruntung bagi Kyuubi, Naruto langsung teralihkan perhatiannya pada benda menarik itu. Kyuubi pun bisa kembali melanjutkan pekerjaannya. Kyuubi kembali bercerita tentang Kushina dan Naruto kembali mendengarkan hingga matahari terbenam. Kyuubi selesai mengemasi barangnya ketika Tsunade pulang dengan membawa dua buah kantong belanja berisi penuh dengan bahan-bahan makanan. Tsunade berniat untuk memasak makanan favorit Kyuubi sebelum anak itu pergi merantau di kota besar.
Dua jam kemudian, di meja makan sudah tersaji kentang tumbuk, daging sapi asap, kentang goreng, bacon dengan saos dan kue mangkuk sebagai hidangan penutup. Kyuubi dan Naruto senang dengan hidangan besar ini. Mereka makan dengan lahap seolah mereka tidak pernah makan sejak mereka lahir. Tsunade menyajikan salad dengan sayuran segar yang ia dapatkan dari pasar sore tetapi tidak ada seorang pun yang menyentuhnya.
Naruto diantarkan Kyuubi menuju kamarnya, sedangkan Tsunade mencuci piring. Kyuubi menarik selimut menutupi setengah badan Naruto dan membacakan dongeng tentang sebuah negeri impian. Ketika Kyuubi menutup buku dongeng itu, mata Naruto sudah terpejam. Kyuubi mengecup dahi Naruto dan mematikan lampu kamar. Kyuubi hendak menutup pintu kamar Naruto ketika diilihatnya Naruto dengan temaram cahaya bulan yang menelusup melalui celah jendela.
Naruto terlihat seperti malaikat yang sedang tertidur. Begitu polos dan suci, tetapi begitu rapuh. Kyuubi selalu memperlakukan Naruto seperti patung terbuat dari kapur yang di pahat oleh semua pemahat legenda yang dijadikan satu. Yang jika ia menyentuhnya dengan tekanan sentuhan yang salah, patung itu akan luluh lantak.
Kyuubi menuju kamarnya, ia belum sempat membereskan kamarnya dengan baik. Ia melipat semua pakaian yang ia putuskan untuk tidak ia bawa, lalu ia masukan ke lemari. Memasukan semua barang ke laci yang sesuai. Mengelompokan aksesoris dan menyimpan sepatu. Semua itu baru beres pukul sebelas malam. Ia terlalu lelah untuk mandi dan ia pun langsung membaringkan tubuhnya di ranjangnya. Ia tidak pernah memperhatikannya, tetapi ranjangnya tidak pernah senyaman ini sebelumnya. Ia membiarkan tubuhnya rileks dan tidak butuh satu menit untuk ia memasuki dunia mimpi.
Keesokan harinya adalah hari keberangkatan Kyuubi. Ia tidak pernah meneteskan air mata sebelumnya, tetapi melihat keponakan dan ibunya yang sudah tua berada di ambang pintu menantinya, ia tidak bisa menahan tetesan itu mengalir disudut matanya. Wajah ibunya sedih tetapi di matanya penuh dengan rasa bangga, putra semata wayangnya bisa meraih pendidikan setinggi mungkin. Memutuskan rantai kemiskinan dan ke-jahiliyah-an yang telah diturunkan nenek moyangnya. Sedangkan Naruto tidak berhenti menangis sejak ia bangun tidur tadi pagi. Agaknya ia menahan untuk tidak menangis sejak kemarin agar terlihat bahwa ia adalah bocah yang kuat, tetapi nyatanya tangisnya tumpah ruah hari ini. Bujukan Kyuubi bahwa ia tidak akan lama pergi, nampaknya tidak mempan kepadanya.
"Apakah kau sudah membawa semua yang dibutuhkan." Itu adalah kali kelima ibunya menanyakan hal itu kepadanya pagi ini tapi Kyuubi tidak bosan menanggapinya.
"Semua ada dikoper ini."
"Bagaimana dengan bekal yang kubuat dan makanan ringannya?"
"Itu juga sudah ada didalam." Kyuubi tersenyum dan mengalihkan pandangannya ke Naruto.
"Paman, sudah berjanji tidak akan lama di nuwyok, Jika dalam satu bulan paman tidak pulang. Maka aku akan pergi menyusulmu ke nuwyok bersama nenek." Muka Naruto merah karena menangis. Air mata dan cairan yang keluar dari hidungnya bercampur menjadi satu. Itu malah membuatnya menjadi semakin lucu.
"Aku kesana ingin bersekolah, Naru. Mana ada sekolah yang belajar hanya satu bulan?" Kyuubi menepuk puncak kepala Naruto. Mendengar pernyataan dari Kyuubi, Naruto malah makin terisak. Kyuubi melanjutkan, "Tetapi aku janji untuk mengunjungi kalian setiap libur panjang musim dingin. Dan aku akan membelikan hadiah kepada Naru, hanya jika kau bersikap baik dan tidak menyusahkan nenekmu."
Naruto mengangguk pelan.
Kyuubi berjalan ke arah ibunya dan memeluknya erat selama beberapa menit. Kyuubi terisak di bahu ibunya, membuat Tsunade juga menumpahkan air matanya. Ia mengusap punggung ibunya berusaha menghiburnya. Ketika pelukan itu terlepas, Kyuubi mengecup pipi keriput ibunya berkali-kali, berusaha mengingat setiap lekukan wajah ibunya sehingga ia memiliki gambaran di kepalanya ketika ia rindu kepadanya.
"Maafkan aku ibu, jika aku pernah membuatmu marah dan khawatir." Kyuubi meraih kedua tangan ibunya dan menggenggamnya erat.
"Kau adalah anak yang baik, Kyuu. Kau tidak pernah membuatku marah dan khawatir." Mata Tsunade masih terlihat berkaca-kaca ketika mengucapkan kalimat itu.
"Terima kasih telah merawatku selama ini dan menjaga tanpa ada rasa lelah dan bosan."
"Sudahlah, Kyuu. Kau membuatnya seperti kau tidak akan melihatku lagi esok hari."
Kyuubi tersenyum, matanya memancarkan semangat tak terbendung. Ia bersumpah dalam hatinya untuk membahagiakan keluarga kecil yang dimilikinya itu. Ia berjanji untuk tidak menyianyiakan pendidikannya dan menjadi seorang yang sukses. Ia memikul dua orang yang disayanginya dipundaknya sekarang. Ia adalah satu-satunya kesempatan untuk membebaskan mereka berdua dari kesengsaraan.
Kyuubi melepaskan genggamannya dari tangan ibunya dan meraih tas koper dan memakai tas punggungnya.
"Selamat tinggal, bu. Selamat tinggal, Naru."
"Bukan selamat tinggal, paman bodoh. Tapi 'sampai berjumpa lagi'," sela Naruto. Kyuubi tersenyum kepada malaikat kecilnya yang sekarang sudah tidak mengerang-ngerang lagi.
"Baiklah. Sampai berjumpa lagi, bu. Sampai berjumpa lagi, Naru."
"Sampai berjumpa lagi, nak."
"Sampai berjumpa lagi, paman"
Kyuubi masuk kedalam mobil yang akan mengantarnya ke bandara. Selepas ia duduk di jok belakang mobil itu. Pikirannya terus mengulang semua nasihat ibunya tadi pagi, tentang menjaga kesehatan, tidur yang cukup, makanan bergizi dan lain-lain. Dan semua waktu yang ia habiskan bersama dengan keponakannya yang ia sayangi. Ia kembali tersenyum.
Menurunkan kaca mobil, ia menoleh ke rumah gubuk itu. Itu bahkan tidak bisa disebut rumah. Tetapi ia pernah tinggal dibawah atapnya. Ia memandang kedua orang di teras rumah itu. Mereka masih berada disitu sambil menatap ke mobil yang ia tumpangi. Masih melambaikan tangan ke arahnya.
Ketika mobil itu melaju pelan, melemparkan kerikil-kerikil darinya ketika ban mobil itu berputar. Mereka masih ada disana. Ketika mobil menjauh sehingga ia hanya melihat rumahnya bagaikan noktah kecil, Kyuubi masih yakin bahwa mereka masih ada disana. Menunggunya untuk kembali.
Ketika Kyuubi berada di pesawat dan melihat kampung halamannya dari atas awan. Ia mellihat kampung halaman kumuhnya bagaikan disiram keberkahan jemari matahari. Dilindungi rimbunan hutan pinus. Dinaungi awan berarak. Bagaikan berlian yang bersembungi dibalik kerasnya cangkang kerang.
Ia hampir tidak percaya bahwa ditempat itulah ia melukiskan waktu dengan tinta warna kebahagiaan.
CHAPTER 1 – END
AUTHOR NOTE :
Di chapter ini, seperti terlihat bahwa Kyuubi adalah karakter utamanya. Tapi sebenarnya, Naruto lah karakter utamanya. Disini dominan menggunakan sudut pandang Kyuubi karena di chapter ini Naruto masih dalam masa anak-anak. Jadi terlalu sulit untuk menceritakan menurut sudut pandang Naruto.
