Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: OOC, typos, alur cepat!

AN: terinspirasi sama nyaris semua cerita vampir :p

enjoy!


200th Birthday

.

.

.

.

.

Sasuke Uchiha tidak pernah menginginkan sesuatu. Sejak lahir, dia selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Semua orang, semua vampir tepatnya, menundukkan kepala padanya. Mau bagaimana lagi, dia berasal dari keturunan Uchiha, tetua dari segala vampir. Hanya vampir dari klan Uchiha yang bisa mengeluarkan sihir. Ketika masih kecil, Sasuke mengira bahwa tidak ada siapa pun yang bisa mengalahkan mereka. Toh dia bisa menyemburkan api dari ujung jari dan mulutnya, membakar vampir yang lain.

Namun tentu saja, sihirnya bukan apa-apa di depan makhluk bernama manusia.

Manusia, musuh abadinya berhasil membasmi setengah populasi para vampir dalam waktu seratus tahun. Bukan hanya itu. Mereka dengan mudah berkembang biak dan beranak cucu. Sasuke tidak tahu berapa kali dia harus bersembunyi di bawah tanah untuk bersembunyi dari manusia. Jujur, hal itu sangat merusak egonya. Uchiha tidak pernah bersembunyi dari siapa pun. Namun hanya di depan manusia klan Uchiha yang berego tinggi itu terpaksa bertekuk lutut.

Inti dari cerita, Sasuke sangat membenci manusia, tidak peduli meski sudah seratus tahun berlalu sejak pembasmian para vampir itu.

"Tentu saja aku juga benci pada manusia." Sakura Haruno, vampir yang menjadi sahabat masa kecilnya mendengus kesal. "Siapa yang tidak benci pada makhluk lemah keji itu? Tapi apa boleh buat, kita harus berdaptasi dan bergaul dengan mereka."

Sasuke tidak menjawab, membiarkan wanita berambut pink itu berceloteh. Dia sudah mengenal wanita itu seumur hidupnya. Dan tentu saja, selama 200 tahun itu Sakura tidak akan pernah berubah, berceloteh lebar tanpa henti. Hanya matahari terbit yang bisa membuat wanita itu mengatupkan mulut dan kembali ke ruangan bawah tanah.

"Hei, Sasuke-kun! Kau mau hadiah apa? Besok ulang tahunmu yang ke-200!" Sakura menoleh, menyeringai lebar, memamerkan deretan gigi yang putih. Sasuke tidak menjawab, masih membaca buku di tangannya. Mata onyx-nya melirik wanita itu sesaat, memperhatikan senyuman lebarnya.

"Diam sehari saja."

Sakura memutar bola matanya. "Tidak mau. Kau tahu aku tidak bisa menutup mulutku." Dia menyabet cepat tas tangannya, mengeluarkan bedak, membuat Sasuke mengernyitkan dahi. Lelaki berambut raven itu sangat membenci bubuk putih yang menyebalkan itu. Bubuk itu berterbangan dengan bebas dan masuk ke dalam hidungnya yang tajam, membuatnya bersin.

Seorang Uchiha tidak bersin.

"Buang benda itu." Mata hitam kelam itu mendelik tajam.

"Tidak mau." Sakura menjulurkan lidah, dengan santai mengusap wajahnya yang putih pucat dengan bedak itu.

"Kulitmu sudah putih. Untuk apa mengolesi wajahmu dengan itu?" Sasuke menggeram, ujung jarinya mulai terasa hangat.

"Karena dengan ini warna kulitku akan terlihat mirip dengan kulit manusia biasa." Sakura mendengus, mengabaikan asap yang sudah keluar dari ujung jari Sasuke. "Aku lapar! Aku harus berburu tahu, tidak sepertimu yang tinggal menjentikkan jari dan mendapat segelas darah dari pelayan!" Sakura menyabet lipstik, mengoles bibirnya dengan warna merah gelap. "Dan kau tahu kalau kulit kita, para vampir, sepucat mayat! Orang di luar akan mengira kita terkena kanker dan tidak akan mendekati kita!"

"Urusanmu. Bukan urusanku."

"Oh tentu saja, young master Sasuke Uchiha tidak akan mempedulikan sahabatnya sendiri." Dengan cibiran terakhir itu, Sakura beranjak, mengibaskan gaun merahnya. "Well now, excuse me, tuan muda! Sang vampir lemah dan tidak berdaya ini mau mencari makan dulu!"

Sebelum Sasuke sempat membuka mulutnya, Sakura sudah lenyap dari pandangannya. Pintu depan mansionnya terbuka sedikit, menandakan bahwa Sakura menyelip keluar lewat pintu depan. Sasuke memutar bola matanya, mendengus dan mengibaskan lengannya, membuat sisa-sisa bau bedak dan parfum lenyap dari perpustakaan mansionnya.

Umurnya akan menjadi 200 tahun sebentar lagi. Jika di umur manusia, dia hanya terlihat seperti lelaki 20 tahun. Ketika masih jaman dulu, dia bisa dengan santai bersembunyi sepanjang hari di mansion-nya tanpa resiko. Namun sekarang, di abad 21 di mana internet menguasai dunia, dia tidak boleh ceroboh. Sekarang manusia punya banyak senjata yang bisa membunuh mereka dalam kedipan mata. Mereka punya dua pilihan, bersembunyi di ruangan bawah tanah untuk selama-lamanya atau berbaur dengan manusia.

Itulah sebabnya, meski Sasuke benci mati dengan bedak dan segala make-up Sakura, dia tidak membakar wanita itu. Dia tahu bahwa itu adalah 'keharusan' untuk berbaur dengan manusia. Semua vampir punya kekuatan untuk menghipnotis manusia. Semakin hebat vampir itu, semakin hebat hipnotis mereka. Itachi, kakaknya yang sudah berusia 250 tahun dengan mudah membangun perusahaan dan menjadi direktur perusahaan. Dan dia membuat semua karyawannya percaya bahwa dia punya 'masalah kulit' sehingga dia hanya bisa datang di kantor pada malam hari.

Sedangkan Sasuke sendiri belajar di Konoha University bersama Sakura Haruno, sahabat masa kecilnya. Mereka berdua mengambil kuliah malam.

Namun, meski dia dikelilingi manusia, dia membenci mereka semua. Bagaimana tidak? Wanita-wanita mengerubunginya, membuat hidungnya yang tajam mencium bau parfum yang sangat menyengat. Dia nyaris tidak pernah berburu. Untuk apa? Siapa yang tahu kalau manusia yang diburunya punya kudis atau kutil? Seperti kata Sakura, dia tinggal menjentikkan jarinya dan pelayannya akan membawakan segelas darah segar. Jika dia harus berburu sendiri dan mendekati wanita-wanita yang bau parfum itu bisa-bisa dia tewas dalam hitungan tahun, bukan hitungan abad.

"Adikku."

Sasuke mengangkat kepalanya, menatap Itachi Uchiha yang sudah berada di depannya tanpa dia sadari. Sasuke tidak menjawab, tetap duduk di sofa perpustakaan dengan buku di tangannya.

"Tetap dingin seperti biasa." Nada suara Itachi selembut beledu, membuat rahang Sasuke mengeras. Hanya Itachi yang membuatnya merinding.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Sasuke menurunkan bukunya. Tidak biasanya Itachi mengunjunginya. Meski ini mansion Itachi juga, mereka jarang bertemu. Biasanya cuma sebulan sekali.

"Ah, apakah aku tidak boleh mengucapkan selamat padamu? Sebentar lagi adalah ulang tahunmu yang ke-200." Itachi menoleh ke arah jam dinding, memperhatikan jarum yang menunjuk ke angka 11.

"Dan sejak kapan kau peduli dengan ulang tahunku?" Sasuke membalas, mendelik tajam.

"Aku selalu peduli pada ulang tahunmu, dear brother." Itachi tersenyum lebar, membuat Sasuke kembali merinding. Dia masih ingat akan hadiah-hadiah yang Itachi berikan padanya. Mulai dari boneka barbie yang sudah dilapisi parfum sampai ke kemeja pink bercorak bunga.

"Terima kasih, dear brother." Sasuke mencibir. "Namun kurasa hadiahmu terlalu… bagus untukku."

"Oh tidak. Aku yakin hadiah kali ini sangat cocok untukmu." Itachi tersenyum semakin lebar.

Terakhir kali, 'hadiah cocok' yang Itachi berikan padanya adalah darah nenek tua yang mengindap kanker. "Tetap tidak." Sasuke beranjak dari kursinya. Sebaiknya dia pergi dari tempat ini sebelum Itachi membunuhnya dengan semua 'hadiah-hadiah'nya. Namun, langkah Sasuke terhenti ketika Itachi mengulurkan buah tomat segar. Sasuke terpaku, menatap buah berwarna merah darah itu.

Meminum segelas darah setiap hari adalah keharusan untuk vampir supaya mereka bisa bertahan hidup. Vampir tidak bisa bebas memakan makanan lain. Makanan-makanan itu akan terasa pahit di lidah mereka. Namun, setiap vampir bisa mencintai satu makanan lain selain darah. Hanya satu. Dan bagi Sasuke, makanan itu adalah tomat.

"Untukmu, little brother." Itachi tersenyum, membuat Sasuke nyaris menampar dirinya sendiri.

Apa dia mimpi? Itachi memberikan sesuatu yang pada akhirnya layak untuk dimakan? Dengan ragu, Sasuke meraih tomat itu dan mengendus makanan di depannya. Matanya tetap terpaku pada mata Itachi, mencari-cari sinar kejahilan dari matanya. Namun, Sasuke hanya bisa melihat ketulusan. "Terima kasih." Akhirnya Sasuke berujar, membenamkan giginya di tomat itu.

Enak, Sasuke menjilat bibirnya.

"Hadiahmu yang lain akan diantar pada jam 12 malam. Di kamarmu." Itachi menunjuk ke arah jam dinding. "Aku yakin kau akan menikmati hadiah itu."

Sasuke mengerutkan kening, masih menatap kakaknya dengan tatapan ragu.

"Malam ini aku akan pergi ke Amerika, menghadapi ketua klan lain. Butuh waktu yang lama. Kuharap selama kepergianku kau akan menjaga hadiah itu baik-baik."

Itachi akan pergi? Tidak akan ada lagi orang yang mengganggunya. Sasuke langsung menganggukkan kepala, menatap Itachi yang sudah lenyap dari pandangannya. Mungkin dia bisa mempercayai kakaknya kali ini. Siapa tahu Itachi sudah tobat? Siapa tahu di kamarnya nanti akan ada kekumpulan buah tomat segar?

Tidak mungkin. Itachi adalah vampir paling kejam yang pernah ditemuinya. Sasuke mendengus, menghabiskan tomat di tangannya dan mulai berjalan menuju kamarnya. Sebentar lagi jam 12 malam dan dia bisa mendapatkan hadiahnya. Dia tidak peduli hadiahnya seperti apa, asal dia bisa tetap bisa selamat. Lelaki itu masuk ke dalam kamarnya yang gelap gulita. Dia merebahkan tubuhnya di kasur 'king size'nya, memejamkan mata. Lelaki itu mulai membayangkan segala tipe senjata dan makanan beracun. Dia harus siap siaga. Hadiah Itachi bisa saja membunuhnya.

Tepat jam 12 malam, jam di dinding berbunyi. Mata Sasuke terbuka, mendelik tajam. Lelaki itu duduk di kasurnya dan menatap kotak yang seukuran tubuhnya.

Kapan kotak itu ada di sana?

Sasuke beranjak, mengendus kotak tersebut. Matanya terpaku pada kertas putih yang menempel di kotak tersebut.

'Hati-hati. Sesuatu di dalam ini sangat… rapuh.'

Tulisan elegan Itachi membuat Sasuke menaikkan sebelah alis. Rapuh? Sasuke sudah sangat berminat untuk membakar kotak itu. Namun, bisa jadi Itachi menghadiahkan bom atom padanya. Dia harus hati-hati.

Sasuke mengendus lagi. Namun, dia tidak mencium bau yang berbahaya. Malahan, dia mencium sesuatu yang sangat… lezat. Pelan-pelan, dia membuka penutup kotak itu. Matanya melebar ketika dia melihat kumpulan tomat di dalam kotak itu.

"Bencana. Bencana akan datang." Sasuke berbisik cepat. Itachi memberinya sekotak tomat sebagai hadiah? Tsunami akan menyerang Jepang sebentar lagi. Dengan panik, Sasuke langsung merobek kotak di depannya, membuat semua tomat-tomat itu terjatuh di lantai. Dan benar saja, di dasar kotak terdapat sesuatu yang ditutupi oleh selimut tebal.

Sasuke mematung, menatap sesuatu yang bernapas itu.

Apa itu?

Karena semua tomat ini, hidungnya menjadi kaku. Penciumannya menjadi kacau. Dia tidak tahu apa yang ada di dalam selimut itu. Dia mendelik, menemukan kertas putih lagi di sekitar tomat itu. Sasuke dengan cepat menyabet nota itu, membaca tulisan Itachi.

'Di dalam itu ada binatang peliharaan untukmu. Kuharap kau suka.'

"Binatang?" Sasuke mendesis. Terakhir kali Itachi memberinya peliharaan adalah ketika usianya 100 tahun dan binatang itu adalah anjing kudisan. Sasuke menggeram, menyibakkan selimut dengan kesal.

Dan di detik itu juga, jantung vampir Sasuke nyaris berhenti berdetak.

Di depannya, terdapat sesuatu yang tertidur lelap. Sesuatu itu punya dua tangan, dua kaki, satu wajah dan rambut pirang. Tubuh sesuatu itu sangat mungil. Dia meringkuk, memeluk selimut dengan jari-jarinya yang mungil.

Manusia.

Bocah manusia.

Kakaknya memberinya anak manusia sebagai hadiah?

Di tubuh bocah pirang itu, terdapat nota dengan tulisan bertinta merah darah.

'Happy Birthday.'

Sasuke meraih kertas itu dan dalam sekejap, kertas itu hangus terbakar. "Akan kubunuh Itachi."


TBC

AN: aku kurang yakin sama fic ini... tapi moga-moga readers suka :p

sampai jumpa di chap berikutnya!