Chapter 2: Oh Sehun
.
.
Chanyeol adalah bagian dari sebuah pack paling ternama di negara ini. Anggotanya terdiri dari keluarga-keluarga terkaya, dengan nama-nama besar dalam bidang profesional, serta wajah-wajah terpandang dalam politik kenegaraan.
Dan seluruh anggotanya merupakan alpha.
Di pack tersebut, menikahi sesama alpha adalah sebuah keharusan. Tidak terkecuali dengan Chanyeol.
Baekhyun mengetaui semua fakta tersebut berhari setelah keduanya resmi menjadi sepasang kekasih. Dan ketika itu pula lah, Baekhyun menyadari mereka berada dalam masalah.
Sejak awal, Baekhyun tahu pasti ia tidak memiliki kesempatan untuk bisa menjadi bagian dari pack tersebut. Karena ia adalah seorang omega. Belum lagi, ia tidak memiliki latar belakang keluarga yang cukup kuat dan berpengaruh untuk memperjuangkannya.
Sedari awal, jauh di dalam hati Baekhyun, dirinya tahu ini adalah sebuah hubungan yang tidak pernah seharusnya terjadi.
Namun begitu, keduanya tetap memilih untuk menjalaninya.
Di antara sentuhan kecil dan ciuman bisu di malam hari. Di antara kerisauan yang mereka bagi dengan satu sama lain.
Ketika mereka bersama, semuanya seperti kan selalu baik-baik saja.
Baekhyun teringat hari itu. Kala Chanyeol berlutut di hadapannya. Seorang alpha dominan dengan latar belakang yang begitu kuat, meminta Baekhyun untuk menjadi miliknya.
Baekhyun menyukai bagaimana kedua tangan mereka begitu kontras dengan satu sama lain, bertautan, dengan janji untuk selamanya bersama.
"What am I for you, Chanyeol?"
Chanyeol tertawa pelan dengan suara beratnya.
"You're home, Baekhyun-ah. Kau selamanya menjadi tempat dimana aku kan berpulang."
'Chanyeol dan kekasih omega-nya,' begitulah orang-orang menyebut mereka.
Di mata orang yang melihat mereka, Baekhyun bukanlah sosok dengan sebuah nama. Ia hanya 'kekasih omega Chanyeol', dengan segala rumor negatifnya yang beredar.
Tidak sedikitpun keduanya acuh pada semua perkataan itu. Mereka memiliki satu sama lain, dan itu lebih dari cukup.
Begitulah.
Muda, dan naif.
Tidak pernah tahu seberapa mudahnya takdir bisa memutus genggaman tangan kecil mereka.
.
.
"You look like shit, Baek." Joonmyeon meletakkan segelas cocktail di atas meja.
Baekhyun mengerutkan dahi. Memicingkan mata pada gelas alkohol tersebut.
"Darimana kau mendapatkan ini? Aku tidak memesannya."
Junmyeon mengedikkan dagu ke arah meja bar. Pada seorang alpha berambut terang yang kini melemparkan senyuman pada mereka. Atau lebih tepatnya kepada Baekhyun.
Baekhyun mengabaikannya, mendorong gelas cocktail itu menjauh dari dirinya.
"Sudah berapa kali kubilang. Jangan menerima minuman dari orang asing untukku, Jun."
"I know. Aku tidak pernah menyuruhmu meminumnya. Aku hanya menerimanya karena sungkan untuk menolak. Lagipula siapa tahu kau tertarik untuk berkenalan dengan seseorang malam ini."
Baekhyun tersenyum sinis pada dirinya sendiri. Tangannya memainkan sedotan di gelas sodanya dengan malas.
Semua orang tahu Byun Baekhyun bukan tipe seseorang yang suka berkunjung ke bar. Dan jika sesekali ia datang, itu jelas bukan karena ia ingin berkenalan dengan seseorang, atau untuk minum beberapa gelas alkohol.
Ia selalu datang ketika banyak pikiran dan membutuhkan teman bicara. Hanya itu.
"Kali ini apa, Baek?"
Kim Junmyeon adalah seniornya di tempat kerja. Seorang beta yang selalu membantu Baekhyun setiap dirinya membutuhkan bantuan. Keduanya sudah saling mengenal sejak beberapa tahun lalu ketika Baekhyun masih menjalin kontrak kerja di perusahaannya yang lama.
Baekhyun tidak langsung menjawab. Tatapannya justru mengarah pada tanda gigitan di balik leher Junmyeon yang sedikit tertutup di balik kemeja putihnya.
"Hyung. Bagaimana rasanya memiliki seorang mate?"
Junmyeon menaikkan sebelah alisnya.
Junmyeon sudah memiliki seorang mate sejak usia cukup yang cukup muda. Seorang omega perempuan yang kini juga menjadi sahabat baik Baekhyun.
"Sejujurnya, tidak ada yang terlalu istimewa. It's nice. Memiliki orang yang kau cintai di sisimu selamanya. Tapi di sisi lain ini tidak seluar biasa yang orang-orang biasa gambarkan. Kenapa? Kau mempertimbangkan untuk mencari seorang mate?"
Baekhyun mendenguskan tawa dan menggeleng.
"Aku bertemu dengan mantan kekasihku semasa kuliah."
Bir yang semula hendak Junmyeon teguk, diletakkannya kembali. Tatapannya melebar memandang Baekhyun.
"Alpha yang pernah kau ceritakan itu? Yang berasal dari sebuah pack terkenal?"
Baekhyun mengangguk.
Melihat Baekhyun yang enggan berbicara lebih lanjut, Junmyeon mengernyitkan dahinya. Tangannya terulur menyentuh lengannya hati-hati.
"Apa semuanya baik-baik saja, Baek? Apa kau butuh bantuan?"
"Semuanya baik. Hanya saja..."
Tangan Baekhyun menggenggam gelas soda yang kini sudah kehilangan karbonasinya. Embun basah terasa dingin di telapak tangannya.
Sudah bertahun-tahun sejak Baekhyun membicarakan tentang hubungannya dengan Chanyeol. Mengingatnya membawa kembali luka lama yang pada nyatanya belum juga sembuh hingga sekarang.
"Kau tahu bagaimana kami berpisah dengan cara yang tidak terlalu baik, kan? Ia bermaksud membicarakan semuanya kembali."
"Lalu apa yang membuatmu ragu? Jika ia memang hanya ingin bicara, maka tidak ada yang perlu ditakutkan."
"Entahlah. Aku tidak tahu mengapa. Tapi kurasa aku tidak siap melakukannya."
Junmyeon mengernyit, dengan hati-hati meraih tangan Baekhyun untuk menarik perhatiannya.
"Byun Baekhyun. Mungkin aku lancang mengatakan ini. Tapi aku hanya berpikir. Mungkinkah kau takut membicarakannya justru karena tidak ingin semuanya berakhir?"
"W-what?"
Junmyeon mengedikkan bahu.
"Mungkin, jauh di hatimu kau masih bergantung pada apa yang masih tersisa di antara kalian dan tidak ingin melepaskannya?"
Junmyeon hanya asal bicara, tapi melihat ekspresi kaget Baekhyun, ia akhirnya tersadar.
"Oh, God... Byun Baekhyun. Kau pasti bercanda."
Baekhyun serasa tertohok.
Apa yang di ucapkan Junmyeon adalah sesuatu yang berusaha disembunyikannya. Perasaan asli yang ia pendam seorang diri selama ini.
Baekhyun akui, dirinya menghindar bukan karena ia tidak ingin mengungkit apa yang sudah berakhir.
Tapi justru sebaliknya. Baekhyun tidak ingin mengakhiri apa yang sebenarnya masih belum berakhir di antara dirinya dan Chanyeol. Ia tidak ingin membicarakannya kembali hanya untuk mendapatkan sebuah perpisahan yang resmi.
Junmyeon memandangnya khawatir. Ia menyadari ucapannya baru saja menyadarkan Baekhyun pada kebenaran yang selama ini berusaha ia sembunyikan. Tapi sebelum ia memastikan, Baekhyun terhuyung bangun dari kursinya.
"Aku akan mencari angin segar di luar."
Baekhyun merasa sulit bernafas.
Serigala kecil di dalam dirinya menangis, memohon akal sehatnya menuruti apa yang benar-benar ia inginkan. Ia mengingnkan Chanyeol kembali. Serigala kecil nan bodoh itu menginginkan Park Chanyeol untuknya.
Mata Baekhyun berkabut. Entah oleh air mata yang perlahan menggenang di pelupuknya, atau oleh sakit yang memukul kuat dadanya.
Ia menginginkannya.
Ia hanya Chanyeol di dekatnya.
Dengan lemas Baekhyun menyandarkan tubuhnya pada dinding lorong. Merosot jatuh terduduk di atas lantai dengan isakan yang tercekat di lehernya.
"Hey, kau tak apa?"
Baekhyun pasti berimajinasi. Karena ia bersumpah merasa mengenal suara itu jauh di ingatannya.
Samar, Baekhyun melihat bayang-bayang tinggi seseorang membungkuk ke arahnya. Hanya ketika Baekhyun memejamkan mata sesaat, dan mengerjap memaksa dirinya terjaga lah ia perlahan mampu melihat jelas sosok di hadapannya.
Nafas Baekhyun tercekat, tepat ketika kedua mata mereka bertemu satu sama lain.
Seorang alpha tinggi tegap yang dikenalnya.
Oh Sehun.
Takdir, kau pasti tengah bercanda denganku.
.
.
Baekhyun masih teringat hari dimana semuanya berakhir antara dirinya dan Chanyeol. Setelah sekian lama bersembunyi, hubungan mereka pada akhirnya tetap tercium oleh keanggotaan pack.
Ingatan tentang hari itu masih tertoreh jelas di kepala Baekhyun. Bagaimana ayah Chanyeol menyeret paksa putranya dan memukul tepat di wajahnya
"Jadi ini mengapa kau berhenti mendengarkan perintah ayahmu?! Kau memilih bergaul dengan makhluk rendahan seperti dia dan menolak menjadi penerus pack ini??!"
Selama itu Baekhyun mengenal Chanyeol sebagai sosok yang begitu baik dan lembut. Tidak sekalipun ia pernah menaikkan nada suaranya ketika ia bersama Baekhyun. Jadi kala itu, melihat sosok penuh kemarahan di hadapannya, Baekhyun nyaris tidak percaya ia adalah Chanyeol-nya.
"Aku tidak pernah membantah perintah apapun. Tidak pernah..." Lirih Chanyeol. Rahangnya mengeras menahan emosi. "Aku melakukan apa yang kau inginkan. Berusaha menjadi sosok alpha sempurna yang kau inginkan... Tapi tentu saja tidak di matamu. Ayah. Selamanya aku tidak akan pernah bisa menjadi alpha yang sempurna bagimu. Bukankah begitu..?"
Aura kemarahan menguar pekat di udara, bersama dengan aroma anyir darah dari luka Chanyeol.
Detik berikutnya pria itu kembali menghantam wajah Chanyeol, membuatnya terhuyung ke belakang, nyaris terjatuh.
Kepala Baekhyun serasa berputar. Aroma kuat feromon apha menguat di udara, memblokir akses oksigen untuk masuk ke rongga dadanya. Dan ketika Baekhyun tersadar, dirinya telah meringkuk menangis dan merintih ketakutan.
"Baekhyun." Ujar Chanyeol parau. "Keluar dari sini dan tunggu aku datang. Aku berjanji akan segera kembali."
"T-tidak. Chanyeol."
"Baekhyun. Lakukan apa yang kukatakan. Kumohon."
Ayah Chanyeol tertawa pahit.
Dan tawa itu adalah apa yang terakhir Baekhyun dengar sebelum ia berlari.
Dan selama berhari-hari sejak hari itu, Baekhyun menunggu Chanyeol kembali padanya seperti yang dijanjikan.
Tapi nyatanya, Chanyeol tidak datang padanya. Tidak pada hari itu. Dan berikutnya. Dan berikutnya lagi.
Hingga sebuah malam pintu apartemen Baekhyun diketuk.
Ia membukanya tergesa. Namun bukan Chanyeol yang berdiri di sana.
Ia adalah Oh Sehun. Sepupu Chanyeol. Satu-satunya anggota pack yang tahu tentang hubungan Chanyeol dan Baekhyun selama ini.
"Apa Chanyeol baik-baik saja?"
Sehun memperhatikan Baekhyun, pada matanya yang menggelap karena kurang istirahat dan ekspresi lelah di wajahnya.
"Tergantung yang maksudkan. Secara fisik, ia hanya sedikit terluka. Ia sudah mulai membaik sekarang. Tapi secara mental, aku tidak yakin ia baik-baik saja."
Baekhyun menunduk dalam. Meski telah mendengar tentang kabar Chanyeol, pada nyatanya itu tidak sedikitpun memperbaiki suasana hatinya.
"Byun Baekhyun. Lalu apa rencanamu sekarang?"
Baekhyun menahan rintihan yang hampir lolos dari bibirnya dan menggeleng.
"Aku tidak tahu."
Sehun menghela nafas. Wajahnya yang semula nampak iba berubah kesal.
"Dengar, Byun. Aku akan berbicara jujur padamu. Aturan pack kami; semua itu bersifat mutlak. Apapun yang kalian coba, semuanya tidak akan mungkin berhasil. Memaksakan semuanya hanya akan menyakiti dirimu sendiri dan Chanyeol."
Selama berhari-hari sejak itu, Baekhyun memikirkan ucapan Sehun.
Hatinya sudah terlalu lama sakit, hingga kini nyaris kebas tak sanggup lagi merasakan apapun.
Jika mereka bersama, Chanyeol harus merelakan semua yang ia miliki. Namun berbeda dengan Baekhyun. Ia tidak memiliki apapun. Ia tidak memiliki sesuatu untuk dipertaruhkan dalam perjuangan ini.
Hingga suatu hari, Chanyeol akhirnya datang kembali padanya. Tubuhnya erat memeluk Baekhyun.
Tapi Baekhyun memaksa dirinya diam. Mengubur jauh rasa rindu dan khawatir yang membuncah hingga ia merasa gila.
Ia mencintai Chanyeol.
Dan karena itu lah semuanya harus berakhir.
"Chanyeol. Let's break up."
.
.
"Baekhyun! Byun Baekhyun! Hey, berhenti! Bisa kita bicara?!"
"Jangan sentuh aku, brengsek!" Baekhyun menggeram, menampik tangan Sehun jauh-jauh darinya.
Sehun berhenti, menjaga jaraknya dan mengangkat kedua tangan seakan ingin menunjukkan kalau ia tidak bermaksud buruk.
"Oke... Oke. Aku tidak akan mendekat. Tapi kumohon, bisa kita bicara?"
"Tidak ada yang perlu aku bicarakan denganmu, Oh Sehun. Enyahlah."
"Chanyeol menghubungiku beberapa hari lalu." Ujar Sehun cepat.
Baekhyun seketika berhenti. Sehun tahu Baekhyun akan mendengarkan jika ini semua tentang Chanyeol.
Sejak awal, Oh Sehun selalu mengetahui titik lemahnya.
"Ia bilang kau kembali ke Korea. Ia memintaku untuk tidak mengganggumu. Aku sudah berjanji, jadi aku akan menepatinya. Aku di sini bukan dengan maksud yang buruk, Byun."
"Baguslah. Lalu apa lagi." Baekhyun tersenyum kecut, seakan melihat Sehun lebih lama akan membuat dirinya semakin jijik.
"Ada beberapa hal yang perlu aku luruskan sebelum itu." Sehun memohon Baekhyun untuk tidak pergi. "Yang pertama, aku minta maaf. Aku sungguh menyesal atas apa yang sudah aku katakan hari itu. Aku tidak seharusnya mengacaukan pikiran dan keputusanmu. Maafkan aku."
"Kau tahu dirimu salah. Namun kau tetap melakukannya."
"Aku tak punya pilihan. Chanyeo—" Sehun terdiam sesaat. "Ia sosok kakak yang sangat berarti bagiku."
Pandangan mereka beradu. Baekhyun menunggu kalimat Sehun dalam diam. Ekspresinya tak terbaca.
"Aku tidak ingin kehilangan Chanyeol, apapun alasannya. Itulah mengapa aku melihatmu sebagai ancaman saat itu."
"Aku mengerti. Kau pasti sangat senang ketika melihat kami berpisah."
Sehun menggeleng. "Chanyeol tersiksa karena semua yang terjadi. Karena itu. Beri Chanyeol kesempatan, Byun. Ia berhak mendapatkannya setelah semua yang ia relakan untukmu."
Alis Baekhyun mengernyit.
"Apa maksudmu?"
Sehun bergeming. Melihat ekspresi bingung Baekhyun, Sehun sadar bahwa si omega masih belum mengetahui semuanya. Seketika Sehun ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Ia tidak tahu apakah dirinya berhak melakukannya setelah apa yang telah ia perbuat dulu.
"Oh Sehun. Katakan padaku." Baekhyun maju selangkah, memberinya tatapan mengancam.
"Setelah kau memutuskan pergi Chanyeol menghapus keanggotaan pack nya."
Baekhyun membeku. Tenaganya yang semula telah kembali seakan kembali dilucuti paksa dari tubuhnya.
"Kau bercanda."
Sehun memberi jeda sejenak sebelum kembali berbicara.
"Ia menemui tetua kami, dan meminta mereka menghapus tanda keanggotaannya. Ia benar-benar nampak seperti orang gila hari itu. Berlutut dan memohon dengan luka yang belum sembuh di wajahnya." Sehun mengernyit miris, teringat oleh hari itu.
Saat itu ayah Chanyeol menghabisi putranya sendiri, berharap dengan begitu ia akan kembali pada akal sehatnya. Namun Chanyeol tetap berlutut, tertawa pahit menerima semua pukulan itu.
"Kau ingin tahu apa yang Chanyeol katakan di hadapan ayahnya saat itu?"
Baekhyun menelan ludah, dadanya berdegup kencang. Ia tidak yakin dirinya siap mengetahui kebenaran ini.
"Ia berujar, 'Seumur hidup aku tidak pernah meminta apapun darimu. Hanya kali saja aku meminta. Bebaskan aku. Aku hanya menginginkan omega itu untuk bersamaku.'" Sehun tertawa miris. "Naif dan bodoh. Itulah Park Chanyeol."
Baekhyun tertunduk. Matanya basah dan tubuhnya gemetar oleh rasa sedih dan menyesal.
"Dan ia bertahan sendirian setelah itu...?" Baekhyun memaksa dirinya berbicara.
"Kau pernah dengar julukan yang orang-orang berikan untuknya? Orang-orang memanggilnya 'new money'. Semua kesuksesan yang ia miliki, bisnis besar yang ia pegang sekarang, semuanya ia mulai dari nol, seorang diri. Ia membangun reputasinya sendiri tanpa bayang-bayang pack besar yang pernah menjadi asalnya. Membangun relasi bisnis, mengumpulkan modal usaha. Tidak sedikitpun ia menerima uluran tangan apapun dari keluarga dan pack kami. Tidak dariku, dan tidak pula dari Yoora noona. Ia memiliki ego yang besar pada harga dirinya. Dan ia terbukti mempertahankannya hingga akhir."
Baekhyun membeku. Lututnya terasa lemas. Sementara otaknya bersikeras memproses setiap informasi yang diterimanya.
"Ia terus mencarimu, Byun. Bahkan sejak awal kau pergi. Tapi kurasa ia memilih menunggu waktu yang tepat untuk datang padamu. Bertahun-tahun ini adalah masa yang berat. Sudah sewajarnya ia tidak ingin kau melihatnya dalam kondisi seperti itu."
Park Chanyeol.
Apa yang sudah kau lakukan pada dirimu sendiri.
