Chapter 3: Of One Drunk Night and A Cup of Tea

.

.

.

Mulanya, Baekhyun bersikeras dirinya tidak akan menemui Chanyeol. Ia merasa emosinya terlalu tidak stabil untuk mengonfrontasi Chanyeol dan meminta kejelasan.

Kepalanya terasa berat oleh alkohol.

Setelah pertemuan tak terduga dengan Oh Sehun malam itu, Baekhyun merasa gusar. Ia memutuskan untuk minum beberapa teguk bir malam itu. Tidak terlalu banyak, namun cukup untuk membuat kepalanya seakan berputar.

Dan dalam kendali alkohol di sistem sarafnya, Baekyun berakhir meminta sopir taksi membawanya ke gedung apartemen tempat Chanyeol tinggal.

Beberapa hari ini, Baekhyun tidak bisa menyingkirkan sosok Chanyeol dari kepalanya. Lalu sekarang, setalah semua kenyataan terkuak, ia bisa mendengar serigala kecil dalam dirinya terus merintih. Seakan sosoknya tahu Baekhyun telah melukai belahan jiwanya.

Serangan sakit di kepalanya kembali datang. Angin dingin bertiup dan Baekhyun jatuh berjongkok, memeluk tubuhnya sendiri.

"Park Chanyeol—Park Chanyeol bodoh." Bisiknya, seakan angin dapat membawa pesan itu pergi untuknya. "Aku merindukanmu..."

"Baekhyun? Apa yang kau lakukan di sini?"

Jantung Baekhyun seakan berhenti berdetak. Ia mengangkat kepalanya cepat, terlalu cepat, hingga pusing kembali menguasainya. Namun meski di antara pandangannya yang berkabut, Baekhyun tidak mungkin salah lihat.

Beberapa meter di hadapannya, berdiri sosok tinggi Park Chanyeol.

Chanyeol baru kembali dari lari rutinnya ketika melihat seorang omega di depan gedung apartemennya. Ya. Seorang omega. Pada pukul satu dini hari.

"Kau..." Langkah Baekhyun terhuyung menghampiri si alpha.

Chanyeol mengamatinya dengan mata melebar, masih kaget mendapati sosok di depannya sungguh adalah Baekhyun.

"Beraninya kau, Park Chanyeol!!" Baekhyun melompat dan menerkam Chanyeol dengan kedua tangannya. Mengabaikan perbedaan tinggi di antara mereka, Baekhyun menarik rambut Chanyeol kuat-kuat.

"W-what. Baek—

"Setelah apa yang aku lakukan untukmu! Aku kira kau akan hidup dengan baik!! TAPI KAU JUSTRU MENYIA-NYIAKANNYA BEGITU SAJA?! HOW. DARE. YOU. MOTHER. FUCKER!!!!"

Dengan brutal, Baekhyun terus merenggut kepala Chanyeol, menjambak rambutnya kuat-kuat. Chanyeol bersumpah Baekhyun sukses mencabut beberapa helai rambut di kepalanya.

"Baekhyun! Baek, ow! Baek, hentikan—

Baekhyun melepaskan jambakannya. Nafasnya terengah dan tatapannya tajam seperti seekor anak anjing yang siap kembali menerkam kapan saja.

Alih-alih takut, Chanyeol memperhatikannya dengan pandangan khawatir.

Di antara jeda itu, Baekhyun memandang sosoknya. Bahkan di antara pandangan yang berkabut, Park Chanyeol tetap terlihat tampan dalam balutan baju kasual.

Dasar brengsek.

"Kau..." Baekhyun menusukkan jari telunjuknya ke dada Chanyeol. "Kau sungguh menyebalkan, Park Chanyeol. Mengapa kau lakukan ini pada dirimu, hah..."

Chanyeol menghela nafas, dengan hati-hati meraih siku Baekhyun dan memegang lengannya. Ia tidak mengerti apa yang terjadi dengan Baekhyun. Tidak pula ia paham apa yang sejak tadi ia bicarakan. Tapi melihat Baekhyun seperti ini membuat dirinya teramat khawatir.

"Come on, Baek. Let's go inside and get you some water. Kau sungguh mabuk, hm?"

Sejauh yang Chanyeol ingat, Baekhyun bukan tipe seseorang yang pemabuk. Ia hanya minum alkohol ketika merasa sedih dan frustrasi. Jadi sudah pasti ada alasan tertentu mengapa Baekhyun tiba-tiba bertingkah seperti ini.

"Minumlah. Ini jahe dan madu. Ini akan sedikit meredakan mualmu."

Chanyeol berlutut di depan Baekhyun yang kini terduduk lunglai di sofa. Tatapannya kosong memandang secangkir teh jahe di tangannya.

Dengan hati-hati Chanyeol meraih selimut di sandaran sofa dan menyelimuti bahu si omega.

"Feeling better?" Tanya Chanyeol ketika Baekhyun selesai meneguk minumannya.

Si omega mengangguk, masih belum mau memandang Chanyeol tepat di matanya.

Ketika Chanyeol berdiri untuk meletakkan kembali gelasnya, tangan Baekhyun meraihnya.

"Aku bertemu Oh Sehun."

Chanyeol membeku. Baekhyun bisa merasakan ototnya menegang, bersama dengan feromon di sekitarnya yang perlahan memekat.

"Apa ia melakukan sesuatu padamu?"

Baekhyun merasakan sengatan listrik menjalar dari tulang belakangnya oleh nada posesif itu. Baekhyun menggeleng. Tapi agaknya itu masih kurang untuk membuat Chanyeol percaya.

"Aku sudah memperingatkannya untuk tidak mendekatimu. Kurasa otaknya terlalu bodoh untuk memahami perintahku."

Baekhyun kembali menggeleng. Kali ini ia mengangkat kepalanya untuk melihat Chanyeol tepat di mata.

"Ia mengatakan semua yang terjadi. Semuanya."

Ah.

Chanyeol sekarang mengerti penyebab semua kemarahan Baekhyun yang begitu tiba-tiba. Baekhyun sudah mendengar semua yang terjadi dari Sehun.

"Kenapa kau tidak memberitahuku selama ini?" Tuntut Baekhyun pelan.

"Itu bukanlah hal yang penting. Semuanya sudah berlalu. Kita tidak perlu lagi membicarakannya."

Bagai menelan cairan pahit, Baekhyun menyeringai.

"Tidak penting? Park Chanyeol, kau melepaskan identitas pack-mu, dan kau bilang itu tidak penting? Apa kau sudah gila?! Apa kau bahkan memikirkan baik-baik apa yang bisa saja terjadi padamu? Chanyeol--

"Baek." Chanyeol kembali berlutut. Tangannya diletakkan di kedua lutut Baekhyun untuk menenangkannya. "Aku baik-baik saja. Kau lihat? Hm?"

Baekhyun masih memandangnya dengan marah. Namun matanya seketika basah ketika mendengar ucapan Chanyeol.

Chanyeol baik-baik saja. Itu adalah yang terpenting lebih dari segalanya.

"Saat mereka menghapus lambangnya... Apakah sakit?"

Chanyeol tersenyum. Ia memejamkan mata, meletakkan dahinya di atas lutut Baekhyun. Si omega dengan lembut menelusurkan jemarinya di rambut gelap Chanyeol.

"Um."

Terkadang Chanyeol masih mengingat malam itu. Pada hari dimana upacara penghapusan lambangnya dilakukan. Puluhan anggota pack berkumpul. Seluruh mata menyaksikannya. Di depan orangtuanya, kakak perempuannya, orang-orang yang semulanya memandangnya dengan kekaguman. Seketika semuanya berubah menjadi pandangan miris bercampur iba.

"Tapi semuanya sepadan." Ingatan Chanyeol melayang pada hari itu. "Jika memang rasa sakit itu adalah harga yang harus aku bayar untuk sebuah kebebasan, maka aku akan melakukannya. Bahkan meski itu harus kulakukan puluhan, ratusan kali..."

Baekhyun terisak, membiarkan air matanya mengalir deras. Chanyeol tertawa melihatnya. Tangannya terulur untuk menghapus lelehan air di pipinya.

"It's worth it, Baekhyun-ah. You'll always be worth it..."

"Ini semua salahku. Aku seharusnya tidak pergi. Aku seharusnya tidak meninggalkanmu sendirian..."

"Shhh... It's okay. Everything is okay now. Ini sudah sangat larut. Tidurlah, Baek. Kita akan membicarakannya lain waktu."

.

.

Pagi harinya, Chanyeol terbangun dengan menemukan sisi ranjangnya kosong. Dengan tergesa ia keluar dari kamar. Namun sebelum selesai Chanyeol menuruni anak tangga, ia tersenyum.

Chanyeol bisa mencium aroma lembut Baekhyun dari arah dapur. Samar, di antara aroma seduhan teh lemon dan madu.

Berdiri di dapur, adalah Baekhyun, mengenakan sweater Chanyeol yang diambilnya asal dari lemari pakaian. Ia nampak berusaha mengoperasikan coffeemaker di atas meja, terlihat canggung ketika gagal menemukan cara kerja benda tersebut.

Baekhyun menyadari kehadiran Chanyeol dan seketika merona malu.

"H-hey. Kau sudah bangun."

"Um."

"Aku butuh bantuan dengan benda ini. Aku tidak biasa meminum kopi."

"I know." Chanyeol mendekat, mengambil alih pekerjaannya.

Setelah selesai membuat kopi, Chanyeol memperhatikan Baekhyun yang tengah sibuk menyesap tehnya. Merasa salah tingkah, si omega kembali merona merah.

"Aku membuat sup dan telur kukus untuk sarapan. Apa kau mau?"

Alih-alih menjawab, Chanyeol mendekat. Menjebak tubuhnya di antara meja dapur.

"Chanyeol—

"Katakan. Apakah aku sedang bermimpi saat ini?"

Baekhyun tidak menyukai kesedihan yang terpancar jelas di mata Chanyeol. Dengan hati-hati ia mengusap pelan tulang pipi sang alpha dengan ibu jarinya.

Chanyeol memejamkan mata, menikmati sentuhan kecil yang Baekhyun berikan.

"Tidak. Ini bukan mimpi. Aku di sini. Kau di sini. Dan semuanya baik-baik saja."

Chanyeol tersenyum, merengkuh tubuh Baekhyun dan membenamkan wajahnya di ceruk lehernya, tepat di mana aroma lembut Baekhyun tercium kuat, hingga menenangkan dirinya.

Baekhyun melingkarkan lengannya, membalas pelukan Chanyeol.

"I want you back. Kumohon, kembali padaku, Baekhyun-ah."

Baekhyun merengkuh wajahnya, memandang sepasang mata yang sama seperti yang pernah memberi cinta padanya. Sepasang mata yang kembali menjanjikan cinta untuknya.

Baekhyun berjinjit, meraih bibir Chanyeol dalam sebuah ciuman lembut.

"Let's take it slow. Aku di sini. Aku tidak akan pergi lagi darimu."