Chapter 5: Soulmates

.

.

(5 years later)

.

.

Dibesarkan di sebuah panti asuhan kecil di tepi perbatasan kota, Baekhyun menyadari sejak belia bahwa menjadi seorang omega bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

Sejak kecil Baekhyun menyadari fisik dan daya tahan tubuhnya jauh lebih lemah dibanding para alpha dan beta. Hampir setiap tahun di musim dingin Baekhyun selalu jatuh sakit. Tidak pula ia diijinkan oleh ibu asuh mereka untuk banyak bermain karena tubuhnya yang sangat cepat lelah. Lalu di usia memasuki remaja, ia harus belajar menghadapi siklus heat dan perubahan hormon.

Tapi di antara semua fakta tidak menyenangkan itu, ada satu hal tentang omega yang membuat Baekhyun tidak menyukai second gender-nya itu lebih dari apapun:

Tidak seorang pun menginginkan omega untuk diadopsi.

Sudah menjadi hal yang diketahui semua orang bahwa alpha adalah golongan yang paling diminati di hari adopsi. Tak jarang alpha diadopsi ketika usia mereka masih begitu belia karena tingginya minat pada mereka.

Beta juga cukup diminati. Asalkan mereka berkelakuan baik, cepat atau lambat seseorang tetap akan mengadopsi para beta.

Namun tidak dengan omega.

"Seorang omega akan terlalu merepotkan. Kami tidak yakin akan bisa membesarkannya dengan baik."

Baekhyun tanpa sengaja mendengar ucapan sepasang suami istri ketika ibu asuhnya merekomendasikan Baekhyun kepada mereka.

"Membutuhkan banyak biaya untuk membesarkannya omega laki-laki. Obat suppressant dengan kualitas baik tidak murah dijual di pasaran. Tanggung jawabnya terlalu besar. Aku tidak yakin kita akan mampu menanggungnya."

Baekhyun mendengarnya lagi di suatu hari yang lain.

Perlahan, Baekhyun mulai membenci identitas dirinya sebagai seorang omega. Identitas omega-nya telah merenggut kesempatan dirinya untuk memiliki sebuah keluarga. Satu-satunya hal yang paling ia damba di dunia.

Ketika Baekhyun mulai tumbuh dewasa, ia menyadari apa yang orang-orang itu katakan tentang dirinya tidaklah salah. Menjadi seorang omega berarti kau harus memiliki ekstra tenaga dan biaya untuk menjaga dirimu bisa bertahan hidup.

Ketika Baeknyun mencapai umur legal, ia memutuskan untuk keluar dari panti asuhan dan bekerja paruh waktu sambil menempuh pendidikannya. Apapun ia lakukan demi mampu membeli obat suppressant untuk mengontrol hormon heat dan feromon-nya.

Dan dalam kehidupan yang penuh ketidakadilan itulah Baekhyun mulai membenci alpha dan segala supremasi yang mereka miliki.

Namun semuanya perlahan berubah sejak ia bertemu Chanyeol di hari itu.

Pertemuan dengan Chanyeol adalah sesuatu yang tidak pernah Baekhyun bayangakan bisa terjadi di hidupnya. Bersama dengan sang alpha, perlahan kebencian Baekhyun pada dunia berkurang. Chanyeol membantunya mencintai segala kelebihan dan kekurangan yang ia miliki.

Bersama Chanyeol, Baekhyun belajar bahwa tak apa menjadi tidak sempurna. Karena di penghujung hari akan ada sosok yang kan tetap menerimanya dengan apa adanya.

Kini, sudah lima tahun berlalu sejak keduanya memutuskan menikah.

Semuanya berjalan singkat dan sempurna. Seakan takdir telah memahatkan jalan untuk dapat mereka tapaki bersama.

Setelah pertimbangan panjang, mereka memutuskan untuk membeli bangunan rumah baru. Sebuah bangunan luas di area komunitas yang ramah, agar anak-anak mereka kelak dapat tumbuh dewasa dengan baik dan aman.

Sudah beberapa hari sejak Chanyeol dan Baekhyun pindah ke rumah baru mereka. Kotak-kotak kardus barang pindahan masih bertumpuk di sudut ruang, menunggu untuk dibongkar. Sekarang setelah Baekhyun memiliki sedikit waktu luang, ia pun memutuskan untuk membereskan beberapa di antaranya.

"Appa!" Sebuah panggilan nyaring bocah laki-laki terdengar dari ruang tengah bersamaan dengan derap langkah mungil yang berlari mendekat. "Apa yang Appa lakukan?"

Bocah tiga tahun itu memposisikan dirinya di pangkuan Baekhyun di atas lantai, melongokkan kepalanya ke dalam kotak kardus dengan penasaran.

"Membereskan beberapa barang dari rumah lama. Apa Haejoonie mau membantu?"

"Um!" Haejoon meraih satu kotak terdekat dan membukanya. "Whoa! Appa, look! Baju untuk adik bayi!"

"Yoora auntie membeli beberapa hadiah untuk kalian beberapa hari yang lalu. Coba buka kotak di sebelah sana. Sepertinya yang itu hadiah Yoora auntie untuk Haejoonie."

Tidak lama kemudian, pekerjaan Baekhyun membongkar barang berakhir ditemani pekikan-pekikan kecil pangeran kecilnya. Memamerkan pada sang Appa tiap kali menemukan barang menarik di kotak hadiahnya.

"Saat lahir, adik bayi akan senang melihat ini! Banyak sekali orang yang menyayangi kita!" Haejoon tertawa lebar, menunjukkan lesung pipi sama seperti yang Daddy-nya punya.

"Tentu saja. Jadi jangan lupa mengucapkan terimakasih besok. Oke?"

"Um!" Jawab Haejoon pendek. Nampak tidak terlalu peduli dengan apa yang Baekhyun ucapkan, terlanjur sibuk mengecek isi kotak yang lainnya.

Baekhyun hanya bisa menggelengkan kepala dibuatnya.

.

.

Chanyeol pulang kerja cukup larut malam itu. Ketika dirinya selesai mandi, Baekhyun baru saja selesai menidurkan Haejoon. Suami omega-nya itu menyadari kehadiran Chanyeol, dan tersenyum dari arah dapur.

"Hai."

Alih-alih menjawab, Chanyeol menghampiri Baekhyun dan meraihnya dalam pelukan. Diangkatnya tubuh Baekhyun dan didudukkannya ia di atas meja dapur. Semuanya dilakukan dengan begitu mudah seakan berat tubuh Baekhyun tidak ada apa-apanya bagi Chanyeol.

Dengan manja, Chanyeol meletakkan kepalanya di bahu Baekhyun. Menyusupkan wajahnya pada lehernya dengan manja.

"Hari yang berat? Apa kau sudah makan?" Tanya Baekhyun lembut. Rambut Chanyeol masih sedikit basah ketika Baekhyun menelusurkan jarinya di sana.

"Aku hanya merindukanmu." Ujar Chanyeol tanpa mempedulikan pertanyaan Baekhyun sama sekali.

Baekhyun tertawa. Separuhnya karena merasa geli dengan nafas hangat Chanyeol di lehernya. Tapi selain itu juga oleh keterusterangan Chanyeol yang selalu sukses membuat Baekhyun merona. Chanyeol mengecup lehernya, membuat tawa Baekhyun semakin intens karena geli.

"Stop, stop! Chanyeol!" Pekiknya di antara tawa. Tapi Chanyeol tidak memberikan ampun. Menghujaninya dengan semakin banyak kecupan-kecupan kecil di leher dan wajahnya.

Chanyeol akhirnya berhenti ketika Baekhyun kehabisan nafas di antara tawanya. Tatapannya lembut ketika menelusuri wajah si omega yang kini merona merah, nafas tidak beraturan, dengan sisa tawa di bibir tipisnya.

Baekhyun melingkarkan satu lengannya ke leher Chanyeol. Tangan yang lain merengkuh pipinya, dan memberikan sebuah ciuman dalam tepat di bibir.

"Bagaimana harimu?" Tanya Chanyeol, memejamkan mata ketika Baekhyun memberikan pijitan pelan di kepalanya.

" Meeting dengan klien berjalan lancar. Sore ini aku membereskan beberapa barang yang belum dibongkar dengan Haejoonie. Ngomong-ngomong, kita harus menelepon Yoora noona. Ia mengirim banyak hadiah lagi untuk anak-anak. Kita perlu mengingatkannya untuk tidak berlebihan memanjakan mereka."

Chanyeol terkekeh. "Baiklah aku akan mengingatkannya."

Tangan Chanyeol mengusap paha dan pinggang Baekhyun, semakin naik hingga ke permukaan perutnya yang kini semakin membesar. Sedikitpun Chanyeol tidak menunjukkan tanda-tanda ingin melepas pelukannya. Siapa sangka, seorang alpha yang dikenal sebagai bos yang keras dan tegas di tempat kerja, ternyata adalah seseorang yang begitu manja dan rela melakukan apapun untuk mendapat sebuah pelukan dari suaminya.

Namun Baekhyun sedikitpun tidak keberatan. Ia menemukan setiap sisi dari Chanyeol, baik personanya di depan publik maupun yang hanya ia tunjukkan di hadapan Baekhyun, semuanya begitu mempesona. Semua hal itu adalah yang membedakan Chanyeol dari semua alpha di luar sana.

"Chanyeol, aku ingin menunjukkan sesuatu." Baekhyun sesaat melonggarkan pelukan mereka untuk meraih ponsel dan airpod-nya, lalu memasangkan satu sisinya ke telinga Chayeol.

"Aku mengacak playlist-ku dan menemukan lagu ini. Listen. It's our song." Ujar Baekhyun dengan senyum lebar.

Mengalun di pendengaran mereka, adalah sebuah lagu yang mereka dengar di hari pertama mereka bertemu.

Chanyeol terpaku. Nostalgia seketika menyelimutinya. Seperti sapuan ombak yang menyapa garis pantai; begitu familiar di balik ingatannya.

Sebuah alunan lagu yang mengingatkan Chanyeol pada hari itu.

Pada hujan.

Pada kuncup bunga sakura yang belum sepenuhnya mekar.

Serta pada sosok omega tanpa nama yang memandangnya dengan sepasang mata yang penuh kebencian pada dunia.

Dengan lincah Baekhyun melompat turun dari atas meja. Lengannya melingkar di leher Chanyeol. Matanya berkilau penuh kebanggaan kala melihat sang kasih tenggelam dalam nostalgia.

"Shall we dance?"

Dan hanya ketika itulah Chanyeol berhasil ditarik kembali dari lamunannya. Dengan senyuman hangat ia meraih pinggang Baekhyun, mengayunkan tubuh mereka perlahan di antara alunan lagu.

Hanya mereka berdua, di antara temaram lampu dapur yang menyala. Tenggelam dalam mata satu sama lain. Membiarkan diri mereka jatuh hati pada sosok yang sama untuk beribu, berjuta kalinya.

Baekhyun bisa membayangkannya.

Bertahun yang akan datang, sepuluh tahun dari sekarang, dua puluh tahun, dan selamanya—semuanya masih akan tetap sama.

Hati mereka telah terpatri tepat pada detik ini—detik dimana kedua insan memutuskan selamanya saling mencinta.

And Baby, somehow, 'soulmate' doesn't sound as nonsense with you in my arms.

.

.

End.