Chanyeol X Baekhyun

Sehun

NCT Jaehyun & Lucas

BoysLove!AU, School-life

.

.

Baekhyun jenuh dengan kepribadian Chanyeol yang kaku. Dia menyukai Chanyeol, tentu saja, siapa pula yang tidak? Tapi, Baekhyun merasa membutuhkan sesuatu hal berbeda. Sayangnya dia tidak mencoba bicara pada pacarnya itu. Padahal, Chanyeol akan melakukan apapun demi kekasih kecilnya yang ia cintai.

.

.

Forewords:

Rating T menuju M untuk adegan-adegan 'menjurus'. This supposed to be a oneshot but I decided to post in two separated chapters. Part terakhir dilarang dibaca siang-siang!

.

.

Recommended Playlist:

Little Mix – Love Me Like You –SANGAT DISARANKAN, hehe

Baekhyun ft. Chanyeol – Love Song (cover)

Baekhyun – Take You Home

.

.

oOo

.

"Chanyeol,"

Baekhyun memperoleh gumaman serta lirik singkat dari lelaki tinggi yang ia panggil, yang tengah berjalan bersisian dengannya. Telapak mereka saling menggenggam sembari kaki melintasi koridor kelas 3 yang cukup ramai di tengah jam istirahat makan siang.

"Akhir minggu ini.. jadi?" tanya Baekhyun ragu. Ia tidak tahu mengapa mulutnya harus melontarkan pertanyaan itu dengan keraguan, mengingat orang yang ditanyai adalah pacarnya sendiri terhitung sejak satu tahun belakangan.

Mendapati reaksi serupa untuk kali kedua, Baekhyun menghela napas. Sedikit-banyak ia merasa kecewa.

Dia tahu ini terlalu muluk dan manja, tetapi Baekhyun selalu berharap mendapatkan reaksi yang lebih manis bila mereka membahas perihal janji kencan di akhir pekan. Senyuman, atau sekadar lirikan yang sedikit lebih lama, Baekhyun menginginkannya.

Tanpa sadar Baekhyun merengut selama sisa perjalanan mereka menuju kantin. Tangannya mulai enggan membalas genggaman Chanyeol, pun dengan hilangnya minat untuk berbicara barang sepatah kata lagi. Baekhyun kesulitan mengatasi mood-nya yang tiba-tiba memburuk.

Sekali saja, Baekhyun ingin mempertontonkan kemesraannya dengan pacarnya ini. Tapi Chanyeol memang terlalu payah untuk itu.

Apa? Tidak apa-apa, kan? Ia hanya kesal karena beberapa orang sering ia dapati menggunjingkan hubungannya dengan Chanyeol yang lebih cocok dinobatkan sebagai pasangan membosankan; dengan rutinitas sebatas saling bergandengan dan makan siang bersama. Bonus satu kali kencan di mall atau bioskop setiap akhir pekan. Sisanya, pacar sibuknya itu akan pergi entah ke mana bersama teman-temannya. Bahkan tidak perlu dihitung dengan dua tangan untuk merekap berapa kali mereka pulang bersama.

Baekhyun baru mulai mengenal Chanyeol lebih dalam setelah dua minggu menjalin hubungan di tahun kedua mereka di SMA. Sebelum itu, ia dan Chanyeol hanya sebatas teman seangkatan yang jarang bertegur sapa, dikarenakan circle mereka yang memang berbeda. Saat itu Chanyeol ada di kelas ujung—2-D, sementara Baekhyun di kelas B. Dan, meski sama-sama di jurusan sosial, mereka tidak berada di lingkup pergaulan yang sama.

Seluruh siswa se-angkatan mengenal Chanyeol, belum termasuk para junior. Satu karena perawakannya yang bak idola, dua karena statusnya sebagai anggota band sekolah yang sangat dielu-elukan, tiga karena Chanyeol ada di daftar anak berandal sekolah yang langganan keluar-masuk ruang konseling. Karakter yang bagai tokoh utama dalam novel-novel itu membuatnya luar biasa terkenal—sekali lagi, luar biasaterkenal—di antara seluruh penghuni sekolah, dan itu cukup untuk menjadikannya pacar idaman yang diimpikan gadis-gadis.

Jadi, wajar kan, kalau Baekhyun ingin memamerkan hubungan mereka?

Chanyeol dikenal sebagai tipe yang tak banyak bicara. Tapi juga bukan tipe orang baik hati—satu sekolah memberinya label itu lantaran sikap tak acuh yang seringkali Chanyeol tunjukkan. Yang Baekhyun dengar, teman-teman Chanyeol sendiri tidak pernah berani membuat si gitaris band sekolah itu marah. Sebab—fakta berikutnya—Chanyeol tidak pernah segan berlaku kasar alias melakukan kekerasan fisik bila sesuatu benar membuatnya marah. Dan itu pula salah satu penyebab ia seringkali dipanggil ke ruang konseling dan bahkan telah beberapa kali mendapat skorsing. Baekhyun selalu menghindari mode marah Chanyeol pada level yang seperti itu.

Setelah semua fakta itu, dan setelah satu tahun mereka berada dalam hubungan, Baekhyun masih belum paham alasan apa yang membuat Chanyeol pada suatu hari memanggilnya (lewat seorang teman sekelas), mengatakan ia menyukai Baekhyun di bawah tangga yang sepi, dan mengajaknya berpacaran. Baekhyun masih ingat betul bagaimana Chanyeol menyatakan perasaannya dalam satu kalimat singkat tanpa emosi, serta satu kalimat lainnya untuk meminta dirinya menjadi kekasih lelaki tinggi itu.

Baekhyun jelas bertanya-tanya karena tidak merasa ada poin apapun dalam diri mereka yang bertemu pada satu titik. Dirinya ada di jajaran anak-anak yang haram dijatuhi hukuman dengan kasus berkelahi atau sejenisnya. Paling parah, ia hanya dipanggil ke ruang konseling karena mengecat rambut dengan warna lembayung—yang termasuk warna rambut yang dilarang pihak sekolah. Dan ia langsung bebas dari hukuman setelah satu kali peringatan sebab keesokan harinya Baekhyun datang ke sekolah dengan warna hitam kecokelatan seperti rambut aslinya.

Prestasinya stagnan, cukup baik meski bukan yang terbaik. Ia cukup aktif di OSIS sebagai staf pada bidang yang mengurusi minat dan bakat siswa—klub-klub serta perlombaan dan pentas seni. Baekhyun juga senior di klub bela diri Hapkido. Bila Chanyeol dikenal dengan kesan seperti pada deskripsi tadi, Baekhyun dikenal dalam konteks yang berseberangan.

Ia tipe yang kauidamkan untuk menjadi pacar lucumu.

Baekhyun terlalu larut dengan pemikirannya sampai tak sadar sang kekasih tengah menatapnya aneh—heran mengapa pacar kecilnya terasa tidak benar-benar berada bersamanya.

"Baek,"

Baekhyun mengerjap.

Begitu sadar, ia sudah duduk bersama Chanyeol di satu meja untuk dua orang di kafetaria sekolah. Nampan makanan sudah menunggu ditandaskan—yang tak Baekhyun ingat kapan pula ia mengambil dan memilih menu-menu itu.

"Ada apa?" tanya Chanyeol pada Baekhyun yang tengah memandangi menu makan siangnya.

Tanpa mengangkat kepalanya, Baekhyun menatap sebentar pacar tingginya itu. Wajah khawatir versi Chanyeol.

Kalau bukan karena satu tahun yang Baekhyun lewati bersamanya, tak akan ia tahu bahwa ekspresi yang bahkan tak diwarnai gurat apapun itu merupakan tanda khawatir—versi Chanyeol.

"Tidak ada," Baekhyun menatap makan siangnya kembali, mulai menyendok nasi. "Kita harus cepat, sebentar lagi masuk."

Baekhyun tidak sadar kalau nada bicaranya jelas terdengar ketus. Membiarkan Chanyeol yang memandanginya dalam diam.

.

oOo

.

Menggerakkan jari-jari di atas keyboard laptop sambil sesekali membolak-balik halaman buku, Baekhyun berusaha mengabaikan usikan dari seseorang yang sejak tadi membuat kegaduhan lokal di sampingnya.

"Hyung,"

Itu panggilan ke sekian dan Baekhyun masih bertahan untuk mengabaikannya. Waktu istirahat yang tidak seberapa ini tidak akan Baekhyun sia-siakan karena ia sungguh bodoh dengan tertidur sebelum menyelesaikan tugasnya tadi malam. Deadline pengumpulan ke e-mail sang guru pengajar adalah tepat di jam mengajar guru itu dimulai, yang berarti, tepat dua puluh menit lagi.

Baekhyun sampai harus mengirim pesan pada Chanyeol untuk tidak menjemputnya di kelas untuk makan siang karena ia memiliki sesuatu untuk dikerjakan. Chanyeol langsung mengerti dalam satu pesan terkirim, dan berkata akan mengganti itu dengan mengantar Baekhyun pulang. Pas sekali bel istirahat tadi berdering, Chanyeol tahu-tahu saja sudah ada di depan kelasnya. Dia membawakan dua potong sandwich dan mengingatkan Baekhyun untuk tetap mengisi perutnya, sebelum berlalu membiarkan Baekhyun untuk fokus pada tugasnya.

"Hyung~"

Sebuah decakan lolos dari bibir Baekhyun. Demi Tuhan, apa yang bocah di sampingnya ini lakukan siang-siang di kelas senior?

Ah, Baekhyun lupa menjelaskan soal anak ini. Salah satu teman yang cukup akrab dengan guru konseling selain Chanyeol dalam lingkup pergaulannya.

Dia anak kelas 1-C yang merangkap saudara jauhnya. Mereka akrab sewaktu kecil dulu sebelum sempat berpisah karena kepergian saudaranya itu ke Amerika. Dan rupanya saat ia kembali ke Korea dan masuk ke sekolah yang sama dengan Baekhyun, laki-laki berkulit seputih susu itu kembali menempelinya, dengan perilaku serta kebiasaan yang telah tercampur-baur dengan budaya Amerika.

"Pergi, Oh Sehun. Aku sibuk." tandas Baekhyun.

Bukannya mematuhi perintah yang lebih tua, si junior dengan rambut cokelat terang berponi justru mengulas cengiran dan merangkul kakak kelasnya itu.

"Aku punya rencana menyenangkan untuk akhir pekan, hyung." Si pirang berkata dengan nada main-main.

Mendengar itu, Baekhyun mengerut tak suka.

"Jangan bicara omong kosong. Kau tahu akhir pekan aku akan pergi dengan Chanyeol." Baekhyun menyilangkan kedua tangannya dan menghadap sempurna kepada sang adik kelas.

Kini berganti Oh Sehun yang mengerutkan alis, luar biasa tak suka.

"Aku tidak percaya kau masih mau kencan dengan pacar membosankanmu itu, hyung." ujar si pirang. Rangkulannya pada bahu Baekhyun telah lepas dan ekspresinya sempurna berganti dengan raut tak suka.

Baekhyun sedikit goyah setelah mendengar perkataan Sehun. Kata-kata itu membuatnya langsung teringat pada pikiran yang menganggunya belakangan ini. Timing-nya terlalu tepat. Sehun melontarkan kalimat itu di saat yang terlalu tepat sasaran.

Selama sesaat Baekhyun membisu. Ia sadar perkataan Sehun itu seperti menyuarakan isi hati terdalamnya.

"Aku akan mengenalkanmu dengan temanku, hyung. Dari SMA sebelah. Aku yakin kalian akan cocok."

Mata Baekhyun membola.

"What the fuck, Sehun? Apa yang sedang kaucoba lakukan? Aku sudah punya pacar!" Baekhyun memekik dalam bisikan, berusaha meredam keterkejutannya atas perkataan sepupunya itu.

"Aku sedang—"

"Panggilan untuk Oh Sehun. Sekali lagi, panggilan untuk Oh Sehun. Harap segera ke ruang konseling. Panggilan—"

Keduanya menoleh ke arah pengeras suara di langit-langit dekat pintu masuk kelas. Benda itu terus-menerus mendengungkan suara dari ruang guru ke seluruh speaker di sekolah.

Topik beralih segera. Baekhyun menatap jengah pada Sehun yang mulai memuntahkan sumpah serapah dalam bahasa asing.

"Sudah kubilang untuk tidak berbuat aneh-aneh pada rambutmu, Oh Sehun."

Sehun bangkit dari duduknya malas-malas. Ia menyeret kakinya meninggalkan meja Baekhyun.

"Malam minggu jam tujuh. Hubungi aku kalau kau setuju dan aku akan menjemputmu, hyung."

Sampai punggung Sehun menghilang dari pintu kelasnya, Baekhyun justru merenungi ajakan itu. Rencana kencannya dengan Chanyeol berputar-putar hilang-timbul di dalam kepalanya. Kenapa Baekhyun harus memikirkan tawaran Sehun? Dia seharusnya lebih memilih Chanyeol.

Iya, kan?

Nyatanya kata malam-minggu-jam-tujuh itu masih berputar-putar di kepala Baekhyun, bergantian dengan bayangan akan kencan dengan Chanyeol di Bioskop Daehan, hingga bel tanda berakhirnya jam pelajaran berbunyi.

Baekhyun bergerak membenahi peranti belajarnya dengan fokus yang hanya setengah. Ada bagian dari dirinya yang ingin tetap pergi menghabiskan akhir pekan dengan Chanyeol. Tetapi Baekhyun tidak menyangkal adanya bagian lain yang mempertimbangkan ajakan Sehun. Dan bagian itu malah terus menggeser bayangan kencannya dengan Chanyeol yang paling-paling hanya akan berjalan sama sebagaimana sebelum-sebelumnya.

Baekhyun menginginkan sesuatu berbeda.

Kecamuk pikiran dalam kepala Baekhyun sukses terdistraksi saat sebuah suara menyapa telinganya. Baekhyun mendapati Chanyeol sudah berdiri di sisi mejanya dengan ransel serta jas almamater biru milik sekolah mereka bertengger di sebelah bahu. Kemejanya sudah dikeluarkan tak keruan, menampakkan garis-garis kusut karena sempat dimasukkan asal ke dalam lingkar pinggang celana seragam.

Untuk sesaat, Baekhyun terpana dengan pemandangan itu. Hair up hitam Chanyeol dengan segala perpaduan sempurna pada fisiknya yang diterpa cahaya senja membuat Baekhyun tergugu meski sesaat. Degup jantungnya sedikit kacau. Ternyata, satu tahun masih terlalu singkat untuk melunturkan pesona seorang Park Chanyeol di mata Byun Baekhyun.

Yang masih duduk di bangku segera mengalihkan pandangan. Ia menyelesaikan kegiatan berbenahnya sambil sedikit tersipu.

"Laci mejamu."

Baekhyun baru ingin bertanya maksud Chanyeol saat tangannya meraba kolong laci mejanya dan mendapatkan beberapa benda di sana. Detik berikutnya ia baru ingat kalau Chanyeol hanya mengingatkannya agar kebiasaan buruknya tidak terjadi; meninggalkan benda-benda penting di kolong meja.

Baekhyun tersenyum tipis. Ia rasa, ia akan melupakan ajakan Sehun yang disampaikan anak bersurai pirang itu siang tadi.

Tapi tidak.

Baekhyun sungguh tidak tahu harus berkata apa saat tiba-tiba Chanyeol mendapat panggilan dari ponselnya, dan tiba-tiba pula berkata,

"Baek, maafkan aku. Aku harus pergi, ada masalah dengan Vogt. Aku akan mengantarmu sampai gerbang—"

"Tidak usah." Baekhyun menyandang ranselnya. Luar biasa terganggu saat Chanyeol menyebut nama band-nya.

Lupakan tentang Chanyeol yang mempesona, lupakan tentang Baekhyun yang sempat merasa begitu menyukai pesona itu hingga tersipu layaknya orang kasmaran, lupakan tentang dirinya yang berniat membuang tawaran sepupunya hanya karena merasa ia begitu menyukai pacarnya.

Orang ini yang menawarkan untuk pulang bersama. Dan orang ini pula yang membatalkannya. Dan—lagi, itu semua karena satu perkara yang selalu jadi alasan terganggunya waktu mereka berdua.

Baekhyun tak akan mempermasalahkan kalau ini kali pertama. Tapi tidak. Ini bukan kali pertama..

Baekhyun tidak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak marah.

Mata sipit milik yang lebih pendek menyorot datar. Sejurus, Baekhyun melangkah cepat melewati Chanyeol. Laki-laki tinggi itu menyempatkan diri untuk mengatakan sesuatu dengan terburu kepada orang di seberang telepon sebelum menyusul langkahnya.

"Baekhyun—" Ia menahan lengan Baekhyun tepat setelah si sipit mencapai mulut pintu. Refleks, Baekhyun menghempaskan genggaman Chanyeol.

"Cepatlah pergi. Kau bilang Vogt ada masalah, kan?" tanya Baekhyun dengan nada peduli yang dibuat-buat. Nyatanya, ia tidak peduli sama sekali. Ia jadi membenci nama itu.

Chanyeol tidak terlihat ingin melontarkan kata apapun lagi. Ia hanya diam menatap Baekhyun yang turut mendongak menyambut tatapan itu dengan kilat tak bersahabat.

Apa yang dilakukan Chanyeol selanjutnya sungguh membuat Baekhyun serasa dihempas dan terserang ledakan imajiner di dalam dada yang membuat jantungnya panas; bekerja dengan super kacau.

"Aku akan menghubungimu nanti." Chanyeol memberikan kecupan di pipinya kemudian berlalu begitu saja. Padahal, Baekhyun tahu Chanyeol menangkap sinyal marah dari kata dan matanya.

Tapi Chanyeol benar-benar meninggalkannya.

Bahkan kecupan kecil itu tidak sempat membuat Baekhyun seperti dirundung kupu-kupu secara menyenangkan sebagaimana seharusnya. Itu hambar karena dadanya sudah terlalu bergemuruh.

Sialan.

Baekhyun tidak berhenti mengumpat marah di dalam hatinya. Ia memaki Chanyeol, Vogt, dan semua orang yang berhubungan dengan hal-hal sialan itu.

Namun yang tampak dari raut Baekhyun hanyalah mata yang mulai tergenang dan gigitan kuat pada bilah bibirnya.

Sambil menahan diri agar tidak membantingnya, Baekhyun mengambil ponsel dari saku. Ia memasukkan semua kontak Chanyeol ke dalam daftar yang di-blacklist. Ia tidak sudi menerima panggilan dan pesan apapun dari Chanyeol lagi.

.

.

Sehun sedang berada dalam perjalanannya menuju barbershop terdekat untuk membenahi rambutnya—guru-guru menyebalkan itu mengancam akan memanggil kedua orang tuanya jika tidak—saat ponsel dalam sakunya bergetar.

Ia menaikkan sebelah alisnya saat menangkap nama sepupunya di layar ponsel berwarna putih itu. Cukup penasaran, Sehun langsung menggeser tombol hijau pada layar.

"Oh Sehun. Malam minggu jam tujuh, kan?"

Senyum miring tersungging pada bibir si lelaki pirang. Ia bersorak penuh kemenangan di dalam hati.

"Ya. Aku akan menjemputmu, hyung."

"Tidak perlu. Beritahu saja tempatnya."

Sehun tidak perlu bertanya-tanya mengapa saudaranya itu tiba-tiba sudah berbulat tekad untuk menanggapi tawarannya. Dari nada bicara Baekhyun, Sehun tahu sesuatu telah terjadi dan membuat kakaknya itu marah.

Setelah memberitahukan titik tempat mereka harus bertemu, panggilan ditutup dari seberang. Sehun menatap layar ponselnya penuh arti. Tidak ia sangka merebut kembali kakaknya dari si bodoh Chanyeol itu akan semudah ini. Sehun, lebih tau orang seperti apa yang dibutuhkan sang kakak untuk ada di sisinya.

.

oOo

.

Baekhyun menolak habis-habisan pemikiran bahwa dirinya sedang bersedih saat ini.

Tidak. Baekhyun hanya luar biasa marah dan terlalu marah untuk dapat berpikir hal apa yang dapat melampiaskannya selain membiarkan air mata menuruni pipinya. Sekali lagi, Baekhyun tidak galau. Dia hanya terlalu kesal.

Sekarang pukul setengah delapan malam dan Baekhyun hanya berdiam di kamar.

Baekhyun membiarkan badannya telentang sempurna di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar yang putih polos. Sialnya, pemandangan yang layaknya layar putih itu malah menjadi ladang bagi khayalannya untuk memproyeksikan wajah Chanyeol serta bayangan waktu-waktu yang mereka lalui bersama. Dan semua kilas itu berujung pada satu adegan yang sama; Chanyeol yang pergi kepada Vogt kesayangannya. Chanyeol yang melupakan dirinya demi band-sial-kesayangannya.

Di sudut, tempat sampah Baekhyun penuh dengan beberapa barang yang tidak tampak seperti sampah, namun sangat cocok diletakkan di sana menurut sang pemilik kamar. Barang-barang yang berhubungan dengan Chanyeol, memang pantasnya dimasukkan ke tempat pembuangan. Masa bodoh dengan tingkahnya yang seperti gadis patah hati. Chanyeol hanya terlalu sialan.

Baekhyun juga tidak sudi untuk melepas status blacklist untuk semua kontak Chanyeol di pengaturan ponselnya. Ia membiarkannya seperti itu sejak di sekolah tadi, berniat tak mengembalikan kontak si sialan Chanyeol sampai kapanpun. Biar saja orang itu sibuk dengan kekasih lainnya yang bernama Vogt.

Entah sudah berapa kata sialan yang terucap olehnya sepanjang sisa hari ini.

Menengok jam dan mendapati jarum panjang telah bergeser lima bar dari angka 6, Baekhyun beranjak dari kasur ke arah kamar mandi.

Ia butuh udara segar dan rasanya beberapa kaleng minuman bisa membantu. Ia tidak harus terus menyia-nyiakan waktu untuk memikirkan Chanyeol.

Setelah membasuh wajah sembabnya dan mengeringkannya dengan handuk, Baekhyun meraih dompet dan beranjak keluar. Ia bahkan sudah tidak peduli dengan tampilan buruknya dengan celana selutut dan kaos hitam polos yang seharusnya adalah pakaian untuknya tidur.

Heh. Siapa peduli.

Maka Baekhyun meninggalkan kamarnya dan beranjak pergi ke minimarket terdekat.

.

.

Baekhyun menarik beberapa kaleng soda, jus, dan sekaleng bir. Ia tidak benar-benar menyukai satu yang terakhir itu, tetapi malam ini ia rasa ia menginginkannya.

Setelah menambahkan satu snack berukuran besar, Baekhyun membawa barang belanjaannya ke kasir. Namun baru saja ia mendapat giliran untuk meletakkan keranjangnya di meja kasir, sesuatu terasa menyentuh pergelangan tangan kanannya yang hendak mengeluarkan kaleng-kaleng dari keranjang.

"Baekhyun,"

Suara itu memanggil tepat ketika Baekhyun menoleh. Mood-nya yang sempat membaik berkat menghirup udara malam sepanjang perjalanan menuju minimarket kembali jatuh hingga dasar saat matanya harus menangkap sosok Chanyeol di sampingnya.

Mata Baekhyun turun ke arah pergelangannya yang ada dalam lilitan telapak besar milik Chanyeol. Menatapnya sekilas sebelum menggunakan tangan kirinya untuk melepas tautan sepihak itu. Tidak kasar, namun justru itulah yang memperjelas bagaimana tidak inginnya Baekhyun berurusan dengan lelaki tinggi itu.

"Baek—"

"Sedang apa kau di sini?" tanya Baekhyun, tenang tanpa emosi—datar. Ia melanjutkan kegiatannya untuk membantu petugas kasir mengeluarkan kaleng-kaleng dalam jumlah banyak itu ke atas meja.

Chanyeol sekali lagi meraih tangannya yang jelas-jelas tidak sedang menganggur, membuat Baekhyun tak tahan lagi untuk menyentaknya.

"Kau tidak lihat tanganku sedang apa, huh?!" Baekhyun memberikan tatapan menusuknya pada si lelaki tinggi, berharap orang itu menangkap sedikit saja maksud tidak-ingin-diganggu Baekhyun.

Keadaan minimarket yang nyaris kosong tanpa pelanggan menambah ketegangan di tempat itu.

Baekhyun bukannya tidak sadar, tetapi ia hanya terlalu marah sampai mengabaikan fakta mengenai Chanyeol yang tampak tak berbeda dari dirinya. Cukup dengan melihat kedua mata bulat itu, Baekhyun tahu Chanyeol juga sedang berada dalam mode tak bersahabat—entah karena apa—meski sepertinya masih pada level terkendali karna laki-laki itu masih bisa bicara tanpa membentak. Bahkan aura dinginnya bisa dengan jelas Baekhyun rasakan.

Tetapi Baekhyun sudah terlalu malas untuk peduli. Ia memilih menuntaskan kepentingannya sendiri di minimarket itu secepat mungkin.

Baekhyun luar biasa terkejut saat Chanyeol menarik kasar kedua tangannya. Cukup kasar untuk menghentikan Baekhyun dari kegiatannya. Cukup kasar untuk membuat Baekhyun merasa terkena heart attack saat sekilas menyadari kalau pelakunya adalah pacarnya sendiri. Chanyeol tidak pernah melakukan itu padanya.

Kemampuan bela diri miliknya seolah tidak ada apa-apanya. Baekhyun terseret dalam langkahnya mengikuti tarikan Chanyeol. Dua langkah yang nyaris membuatnya jatuh, sebelum mereka terhenti oleh sebuah tangan lain yang menahan milik Chanyeol.

Mata Chanyeol menatap dingin sekaligus nyalang pada lelaki yang tiba-tiba hadir di antara mereka dan menahan lengannya. Lewat tatapan mata, Chanyeol mempertanyakan apa kepentingan laki-laki asing seperti dia untuk bisa mencampuri urusannya.

"Siapa kau?" tanya Chanyeol. Suaranya sudah cukup rendah untuk membuat Baekhyun tahu ada di level manakah kemarahan Chanyeol saat ini.

"Dia sedang membeli sesuatu dan dia tidak mau kauganggu." kata laki-laki itu, menatap lurus pada Chanyeol sambil kuat-kuat menahan tangannya untuk tidak kembali menarik yang lebih kecil.

Sosok itu asing bagi Baekhyun. Hanya seorang laki-laki berjaket hitam yang nyaris setinggi Chanyeol. Tidak ada alasan yang mampu membuat Baekhyun paham mengapa laki-laki itu harus melibatkan diri.

Tetapi entah bagaimana kehadirannya dalam situasi tersebut membuat Baekhyun seperti memiliki perasaan lebih ingin berada di sisi orang itu daripada harus mengikuti Chanyeol.

Chanyeol sekali lagi menarik Baekhyun hingga lelaki mungil itu meringis merasakan sakit pada lengannya. Namun semuanya terasa begitu cepat saat ia terhenti seketika oleh cekalan laki-laki asing yang sama.

Dan rupanya Chanyeol tidak lagi repot-repot menahan dorongan untuk menghajar orang itu. Tepat di rahangnya.

"CHANYEOL!" Baekhyun membentak kencang, memaksa melepaskan cengkraman Chanyeol pada lengannya meski harus merasakan sakit yang lebih. Tetapi, tindakan tak termaafkan yang membuat orang tak bersalah harus menerima buah emosi dari Chanyeol benar-benar membuat Baekhyun habis kesabaran.

Baekhyun beralih ke sisi si lelaki tinggi yang lain, memastikan ia tidak menerima dampak yang terlalu parah. Laki-laki itu masih berdiri di atas kedua kakinya meski sempat terhuyung. Yang Baekhyun tahu, pukulan seperti itu sudah mampu menghempas anak-anak lelaki di sekolahnya hingga ambruk.

Kedua bola mata Baekhyun menyalang marah. Tanpa bisa ia kendalikan, rasa marah yang begitu besar itu membuat satu lagi tetes air matanya turun. Ia sudah benar-benar tidak bisa mentolerir apa yang Chanyeol lakukan.

Baekhyun menatap Chanyeol dengan napas memburu. Ia tidak pernah merasakan perasaan benci sebesar ini pada lelaki di hadapannya. Dia kehabisan kata. Chanyeol telah berhasil membuat dirinya sendiri menjadi sosok yang Baekhyun benci.

Tidak perlu pertimbangan apa-apa lagi bagi Baekhyun untuk mengungkapkan apa yang mengganggu pikiran dan perasaannya selama beberapa waktu terakhir,

"Kita putus,"

Itu, sudah cukup untuk membuat Park Chanyeol bungkam.

Baekhyun meletakkan beberapa lembar uang ke meja kasir dan menarik plastik berisi kaleng-kaleng dingin yang sudah terkemas rapi, lantas menarik tangan lelaki dengan jaket hitam bersamanya, meninggalkan sosok tinggi yang masih mematung di tempat.

.

.

Berhasil menahan keinginan untuk menyumpah serapah selama perjalanan, Baekhyun akhirnya sampai di teras rumahnya. Jarak rumahnya dengan minimarket itu tak sampai seratus meter, cukup dekat untuk turut membawa si lelaki asing ikut bersamanya untuk setidaknya sedikit bertanggung jawab.

Sambil berusaha mengabaikan dorongan dari dalam dirinya untuk kembali menangis, Baekhyun menarik orang yang dia genggam pergelangannya untuk duduk di bangku di pekarangan kecil depan rumahnya.

"Tolong tunggu di sini sebentar. Akan kuambilkan obat." kata Baekhyun, hendak melangkah masuk untuk mengambil peralatan yang dibutuhkannya untuk membayar kekacauan yang dilakukan Chanyeol pada laki-laki itu.

Tapi langkahnya ditahan. Saat ia menoleh, laki-laki itu menangkap telapaknya, menatap sambil menyungging senyum tipis,

"Tidak perlu. Aku tidak apa-apa."

Baekhyun dengan segala perasaan kacaunya tentu ingin bersikeras, seratus persen menyalahkan dirinya atas lebam dan sedikit darah di sisi kiri wajah laki-laki itu. Ia baru akan membantah saat lelaki itu melontarkan pertanyaan yang membuat emosi dalam dirinya tumpah ruah seketika,

"Kau tak apa?"

Pertanyaan itu membuat Baekhyun menyerah pada emosinya. Ia terduduk di samping laki-laki itu, menangkup dan menutup wajahnya untuk menutupi air mata yang mengalir tanpa ampun. Ia sebisa mungkin menahan isakan yang hendak keluar. Dadanya panas karena emosi yang membumbung belum juga surut.

Chanyeol membuatnya marah, kecewa, dan tidak bisa merasa lebih bersalah lagi kepada orang asing yang harus menerima kemarahan tak beralasan dari tiang sialan itu.

.

.

Jaehyun tidak tahu harus berbuat apa melihat seorang di hadapannya yang terlihat begitu kacau setelah terlibat pertengkaran dengan—mungkin—kekasihnya. Ia tidak tahu bagaimana menenangkan lelaki ini saat ia pun baru bertemu dengannya beberapa saat yang lalu. Jaehyun tidak ingin membuat keadaan semakin memburuk dengan memberikan perlakuan yang salah.

Tetapi, ia rasa lelaki ini cukup kuat karena tak lama setelah itu ia mampu mengatasi emosinya dan kembali mampu berbicara di tengah isak tertahan.

"Maaf. Kumohon biarkan aku mengobati lukamu sebelum kau pergi."

Jaehyun tak lagi menolak dan membiarkan sosok itu memasuki kediamannya. Ia memilih untuk menunggu. Pikirnya, menolak membiarkan lelaki itu mengobati lukanya hanya akan semakin memperburuk perasaannya. Dia mungkin merasa bersalah karena kelakuan kekasih—mantan—nya.

Malam itu Jaehyun membiarkan laki-laki dengan wajah sembab itu menuntaskan apa yang diinginkannya. Setelah mengoleskan krim pereda nyeri dengan tambahan beberapa konversasi lain, Jaehyun beranjak untuk segera pamit. Mereka memutuskan untuk saling bertukar nama sebelum berpisah.

"Jaehyun,"

"Baekhyun,"

"Semoga cepat sembuh,"

Tidak, bukan Baekhyun yang mengharap kesembuhan untuk memar di wajah yang lebih tinggi. Justru sebaliknya, Jaehyun mendoakan kesembuhan bagi Baekhyun.

Sedikit mengeluarkan tawa kecil, Baekhyun mengangguk begitu menangkap maksud kalimat itu.

.

oOo

.

Tidak perlu pertimbangan lain bagi Baekhyun untuk apa yang akan ia lakukan di keesokan harinya. Ia akan menghindari Chanyeol. Kalau bisa, seujung batang hidung pun jangan sampai terlihat dan dilihat. Baekhyun hanya akan meminta Sehun menjadi tamengnya seharian penuh. Dan taunya si bocah kelas satu itu memang tidak keberatan sama sekali.

Baekhyun akan menghabiskan waktu makan siangnya bersama Sehun di atap, setelah cepat-cepat mendapatkan beberapa potong roti di kantin.

Drrrtt.

Sehun yang sedang tertawa lebar bersama Baekhyun sambil menyantap makanan mereka menghentikan kegiatannya untuk memeriksa benda bergetar di saku. Getarannya lama dan berturut-turut, menandakan kalau itu jelas bukan hanya sebuah pesan singkat.

Sebuah nomor asing yang tertera di layar sempat membuat Sehun mengernyit.

"Siapa?" tanya Baekhyun. Sementara Sehun juga ingin menanyakan hal yang sama. Ia jarang mendapat panggilan masuk selain dari keluarganya.

Panggilan diangkat. Untuk beberapa detik, Sehun terhenti hanya untuk mencari-cari informasi dalam otaknya tentang siapa kemungkinan orang dengan suara berat di seberang panggilan.

"Halo?"

Sehun masih diam,

"Benar ini Oh Sehun?"

Sepertinya ia mengenal suara ini.

"Siapa?"

"Aku Park Chanyeol."

Gotcha. Ternyata memang benar orang itu.

Sehun menekan tombol loudspeaker pada layar sebelum kembali menjawab,

"Ah, Chanyeol-sunbae?" tanyanya, menyeringai sambil menatap Baekhyun di sampingnya yang langsung menghentikan kunyahannya.

Baekhyun menelan ludah. Makanan yang belum sempurna terkunyah akhirnya masih betah ia simpan di dalam mulut. Ia melirik Sehun, memberikan tatapan kau-bercanda? sekaligus yang-benar-saja?!. Baekhyun tak sampai memikirkan kemungkinan itu. Bahwa Chanyeol akan menghubungi Sehun. Meski Sehun cukup mengenal Chanyeol—karena tentu saja Baekhyun selalu menceritakan pacarnya—tidak demikian sebaliknya. Chanyeol hanya tahu Sehun sebagai orang yang berstatus saudara jauh Baekhyun dan mereka bahkan tak pernah terlibat konversasi.

"Apa kau bersama Baekhyun?"

Sehun menatap Baekhyun. Ia seolah menunggu komando walaupun tahu jawaban apa yang akan kakaknya itu berikan.

Baekhyun menggeleng dan mengibaskan tangannya heboh dengan mulut yang masih tertutup rapat-rapat. Untuk apa susah-susah menghindar kalau ujungnya Baekhyun mengantarkan dirinya sendiri bertemu orang yang paling dia hindari.

"Tidak." kata Sehun. Ia menyeringai geli. Cukup merasa senang bisa berperan menjauhkan saudaranya ini dari Chanyeol.

"Ah, begitu?"

"Ya."

Sehun pikir orang itu akan segera mengakhiri panggilannya. Tapi pertanyaan terlontar lagi dan Sehun dibuat kesal oleh itu.

"Kau tahu dimana dia?"

"Tidak." Sehun menjawab cepat. Tidak pula berminat memberi bumbu kata atau informasi lain.

Hening sejenak. Park Chanyeol tidak memutuskan sambungan namun tak pula bersuara.

Menatap Baekhyun, Sehun melihat kakaknya itu misuh-misuh tanpa suara, meminta Sehun mematikan ponselnya.

"Baiklah, aku mengerti. Kalau kau tak keberatan, tolong beritahu aku bila Baekhyun menghubungi atau bertemu denganmu. Aku tidak tahu dia sudah makan siang atau belum. Terimakasih."

Panggilan terputus dengan satu bunyi klik singkat.

Saat mendongak dari layar ponsel putihnya, Sehun mendapati yang lebih tua memandang ke ponsel di genggaman Sehun, masih dengan pipi menggembung oleh makanan yang belum tertelan.

Sehun sedikit jengah melihatnya. Di mata Sehun, Baekhyun terlihat seperti gadis galau yang merindukan kekasihnya. Bodoh sekali.

"Sudah. Aku sudah menuruti semua perintahmu, hyung. Sekarang singkirkan wajah merindumu itu." kata Sehun malas, mengambil kembali rotinya yang baru tergigit separo.

"Wajah—apa?"

"Kau, Baekhyun-hyung. Kenapa kau menunjukkan wajah kangen begitu?"

"Apa—aku tidak!"

"Kau ya."

"Tidak. Aku hanya terlalu membenci Park sialan itu sampai ingin merampas dan membanting ponselmu." kata Baekhyun, mendadak terserang rasa kesal yang membuatnya menunjuk-nunjuk wajah Sehun bergantian dengan ponsel di tangannya

"Terserahmu." Sehun geleng-geleng sambil mengambil gigitan berikutnya. "Semakin terlihat seperti anak gadis," gumamnya, yang berhadiah pukulan mesra tepat di ubun-ubun.

"Aku dengar itu." ujar si pelaku. Baekhyun melahap rotinya sampai habis hingga pipinya penuh.

Sehun memutar bola mata. Tingkah Baekhyun tak ubahnya anak gadis yang tengah ribut dengan kekasihnya. Sudah begini, sabuk hitam hapkido yang dimiliki kakaknya itu jadi seperti tidak ada artinya.

"Uhm, omong-omong, kau tidak berniat menceritakan soal temanmu itu?"

Suara Baekhyun mengundang Sehun kembali menoleh padanya.

"Teman?"

"Untuk malam Minggu."

"Ahh.. itu." Sehun melempar tatapan penuh arti, "Sudah tidak sabar punya pacar baru, ya?" Kedua alis Sehun naik-turun, menggoda si penanya yang kini sudah melotot padanya.

Satu lagi pukulan di ubun-ubun untuk Oh Sehun.

"Aku tidak bilang mau pacaran dengannya, Oh Sehun." gerutu yang lebih tua.

Setelah selesai dengan ritual mengumpat atas pukulan kedua yang didapatkannya, Sehun berdecak.

"Kau tidak mengerti maksudku, hyung. Menurutmu apalagi tujuan dari pertemuan itu?" tanya Sehun, prihatin. Baekhyun pasti bercanda, pikirnya. Sehun pikir kakaknya itu tahu apa yang sudah dilakukannya dengan menghubungi Sehun dan menyetujui ajakan tempo hari; mendapat pacar baru agar sesegera mungkin melupakan mantan pacar payahnya. Dan ya, Sehun sudah tahu Baekhyun baru saja mengakhiri hubungannya dengan Chanyeol.

Baekhyun tidak langsung menjawab. Tiba-tiba saja bungkusan bertuliskan merk roti di lantai semen dekat kakinya lebih menarik untuk ia pandangi.

Pacar baru?

Kenapa wajah Chanyeol muncul saat topik ini dimulai? Ah—tidak, bahkan seharian ini, wajah Chanyeol memenuhi pikirannya. Chanyeol, Park Chanyeol, tiang sialan, si sialan Chanyeol, atau apapun sebutan yang Baekhyun gunakan. Nyatanya tak barang satu detik pun bayangan Chanyeol luput dari pikirannya. Terlebih lagi ucapan yang Baekhyun dengar via telepon itu.. malah membuatnya semakin kacau. Di saat begini, Chanyeol mencarinya hanya untuk menanyakan perkara sepele seperti makan siang. Bohong kalau hal itu tidak mengganggunya. Bohong kalau hal itu tidak membuat pikiran Baekhyun semakin dipenuhi oleh si gitaris Vogt.

Baekhyun hanya terlalu bebal untuk mengakui itu.

Oh Sehun membuang napas. Melempar jauh pandangannya ke arah gedung-gedung di luar sana. Ia menyugar surainya yang sudah dicat hitam sebelum menopang tubuh pada kedua telapaknya di atas lantai semen atap sekolah.

"Tenang saja, hyung. Aku yakin cepat atau lambat kau akan menyukai temanku itu. Meski lebih muda dan punya teman seperti aku, dia anak baik-baik. Aku yakin seratus persen ia cocok dengan kepribadianmu." terang Sehun serius. Ia tidak lagi menampilkan kilat jahil di matanya.

"Sehun.. maksudmu.. dia lebih muda dariku?" tanya Baekhyun, menatap horror pada adik sepupunya.

Sehun mengernyit. Ia lagi-lagi tak habis pikir ekspektasi seperti apa yang telah Baekhyun buat sampai-sampai bertanya demikian bodoh untuk kali kedua.

"Tentu saja. Bukankah aku sudah bilang dia temanku?"

Tanpa sadar Baekhyun merengut. Dalam keadaan normal, ia seharusnya memaki-maki Sehun yang telah mencoba menjodoh-jodohkannya dengan bocah ingusan semacam dirinya. Tetapi hati dan pikirannya masih semrawut. Ia bahkan tak mampu lagi memberi jawaban. Sial sekali, karena bayang-bayang Chanyeol malah semakin menyita perhatian dan kesadaran Baekhyun.

.

.

Bel pulang sekolah berdering duapuluh menit yang lalu dan Baekhyun sedang mengangkat ranselnya untuk segera meninggalkan kelas yang sudah kosong. Bodoh sekali, ia melamun sepanjang sisa-sisa pelajaran terakhir bahkan hingga bunyi bel berkumandang membubarkan seluruh isi sekolah. Betapa beruntungnya dia bisa melewati sesi melamun itu tanpa mendapat teguran dari guru pengajar. Dan—oh, tolong jangan tanya apa yang ia lamunkan. Jangan. Karena Baekhyun pun tak habis pikir mengapa bisa-bisanya ia melamunkan orang yang baru saja ia putuskan secara sepihak tadi malam sampai selama itu.

Belum tiga langkah ia beranjak, koridor di dekat kelas yang tadinya nyaris hening mendadak gaduh oleh derap kaki tak beraturan bersamaan dengan suara-suara yang semakin jelas tertangkap telinganya.

"Lucas! Berhenti!"

Sehun?

"OI!"

Semakin dekat, Baekhyun dapat dengan jelas mengenali suara adik sepupunya itu.

Beberapa derap gaduh lagi, Baekhyun dibuat berjengit saat pintu kelasnya yang setengah terbuka dibanting hingga menjeblak lebar-lebar.

Baekhyun tak sempat memproses apa yang tengah terjadi. Dia terpaku di tempat tak mengerti mendapati seorang laki-laki tinggi yang baru saja membanting pintu berdiri menatap dirinya dari mulut pintu. Bukan siswa di kelasnya, bukan juga seseorang yang benar-benar ia kenal.

Tetapi Baekhyun mengenali wajahnya sebagai salah satu teman Sehun. Anak kelas satu.

Setelah sempat berhenti di pintu, anak itu berjalan mendekat. Baekhyun mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru, memastikan kelasnya tak lagi dihuni siswa lain. Jadi, apa anak itu sedang menuju ke arahnya?

"Baekhyun-sunbae," panggilnya. Tanpa benar-benar Baekhyun sadari, anak itu tahu-tahu saja sudah berdiri menjulang di hadapannya, meraih kedua tangan Baekhyun dan menggenggamnya.

Wait—what?!

Baekhyun menganga, bersamaan dengan satu lagi bantingan pintu di mana seorang Oh Sehun kini turut muncul dengan napas satu-satu seperti habis dikejar anjing.

"Lucas!"

Dari adik sepupunya, Baekhyun kembali beralih pada sosok tinggi di depannya. Mata sipitnya yang membola menatap naik-turun dari kedua tangannya yang tengah digenggam oleh seseorang yang kemungkinan besar bernama Lucas, serta wajah si pelaku yang menatap Baekhyun tepat di mata.

"Baekhyun-sunbae," panggilnya sekali lagi.

Baekhyun tak punya ide untuk memberi reaksi. Bahkan jiwanya mungkin masih melayang-layang entah kemana sisa kegiatan melamunnya tadi, dan kini ia dihadapkan pada situasi yang tak kalah aneh dari khayalan itu sendiri.

"Apa sunbae baik-baik saja? Apa Chanyeol-sunbae menyakitimu? Tenang saja, aku akan segera menjadikanmu pacarku. Atau kau mau kulamar sekarang juga?"

"..."

Ha?

"Yah!" Sehun meraih pundak Lucas dari hadapan Baekhyun hingga tautan kedua tangan mereka terlepas. "You're crazy, dude!"

"Apa? Kaubilang Baekhyun-sunbae sudah putus dengan pacarnya, kan? Ini kesempatanku, Sehun!" jawab lelaki tinggi satunya tak kalah ngotot.

"Ugh, salahku memberitahumu." gerutu Sehun. "Hyung, jangan dengarkan dia. Dia gila."

"Oi!"

Baekhyun menatap dua bocah kelas satu yang sialnya lebih tinggi darinya itu dengan penuh tanda tanya. Ia merasa dibodoh-bodohi tetapi juga tak punya kata-kata untuk sekadar memprotes.

Sehun memiting kuat-kuat leher temannya, lantas menyeret dia pergi.

"Jangan dipikirkan, hyung! Seperti yang kubilang, dia hanya gila saja! Sampai jumpa dan hati-hati di jalan!" serunya sebelum menghilang di balik pintu.

Baekhyun menatap nanar pintu kelasnya yang menampakkan koridor yang sudah kembali hening.

Apa itu barusan?

.

oOo

.

Baekhyun kira kejadian absurd di jam pulang sekolah hari kemarin hanya intermezzo yang tak berarti apa-apa. Itu hanya seorang bocah kelas satu bernama Lucas yang menurut penjelasan Sehun, gila. Selain itu, Sehun tak memberi informasi apapun lagi dan Baekhyun memutuskan untuk melupakan insiden itu.

Tapi sekali lagi, itu yang Baekhyun kira.

Nyatanya tepat di waktu makan siang hari berikutnya, Baekhyun mendapati Lucas muncul di kelasnya sambil tersenyam-senyum berjalan ke arahnya sebelum Baekhyun sempat keluar untuk buru-buru membeli makanan (dia masih dalam mode menghindari Chanyeol, ingat?). Baekhyun hanya bisa mengerutkan dahi saat Lucas lagi-lagi berdiri menjulang di depannya yang masih terduduk di kursi.

"Selamat siang, sunbae." Ia membungkuk memberi salam. Baekhyun tidak punya pilihan lain selain turut menundukkan kepalanya dengan kikuk.

"Namaku Lucas dan aku menyukaimu."

Bola mata Baekhyun serasa ingin keluar dari tempatnya. Lucas di depannya mengatakan satu kalimat sesakral itu dengan begitu kasualnya tanpa repot-repot memelankan suara. Alhasil, seisi kelas yang masih bertahan di sana alih-alih pergi makan siang otomatis menoleh pada mereka berdua.

Bocah ini bilang apa?

"Kau mungkin belum mengenalku, tapi aku akan segera menjadi pacarmu." katanya sambil menyodorkan..

..bubble tea?

Benar, itu bubble tea dan Lucas menyodorkannya pada Baekhyun seolah itu adalah cincin lamaran. "Atau kau mau kula—"

Baekhyun tidak lagi menunda untuk menyeret laki-laki itu bersamanya, sebelum kalimat menggelikan berikutnya yang sudah ia tahu akan berbunyi seperti apa terucap dari mulut anak ini.

Baekhyun berhenti di depan kelasnya. Situasi ini cukup membuatnya bingung hingga tidak ada terpikirkan tempat lain untuk mengajak si anak kelas satu ini bicara.

"Lucas, apa yang kaulakukan?" Baekhyun berbaik hati bertanya dengan terlebih dulu memanggil si empunya nama dengan benar.

Lucas menggaruk tengkuknya sekilas dengan tangannya yang bebas, "Me—nyatakan.. perasaan?"

Baekhyun mengusap wajah. Ia tidak bisa sama sekali menebak apa yang ada di pikiran orang ini. Bagaimana pula anak ini bisa menyukainya? Terlebih, datang ke kelas senior dan menyatakan perasaan begitu saja?

"Kita tidak saling mengenal, Lucas. Bagaimana kau—"

"Tidak, sunbae. Aku menyukaimu sejak pertama kali masuk ke sekolah ini. Sejak pertama kali aku melihatmu." potong Lucas. Tapi Baekhyun jelas tidak dapat percaya.

Saat kedua tangannya kembali digenggam seperti hari kemarin anak itu melakukannya, agaknya Baekhyun merasa bulu kuduknya meremang. Genggaman itu terasa jauh lebih ringan dan hati-hati.

"Maafkan aku karena datang tiba-tiba. Tapi aku tidak main-main dengan ini, sunbae."

Baekhyun membalas tatapan Lucas masih dengan dahi berkerut. Bagaimana bisa ia menerima hal ini saat wajah Lucas bahkan masih terasa asing bagi dirinya?

"Izinkan aku untuk memulainya." katanya lagi. Baekhyun baru akan membuka mulutnya ketika suara lain datang menginterupsi.

"Baek?"

Kepala Baekhyun refleks menoleh ke arah sumber suara. Di sana Chanyeol berdiri kurang dari satu meter dari dirinya serta Lucas yang masih bertaut tangan.

Lucas menarik Baekhyun untuk menyembunyikan si mungil di balik tubuh tingginya.

"Ada apa?" tanya Lucas pada Chanyeol. Ia tidak repot-repot memberi salam.

Chanyeol yang saat ini berdiri di depan Baekhyun dengan bersekat tubuh tinggi milik Lucas mengernyit tak suka.

"Siapa kau?"

Lucas tak langsung menjawab. Tetapi ia benar bersikukuh menghalangi jarak pandang Chanyeol dari Baekhyun.

Melihat itu, Baekhyun memilih untuk kembali menarik Lucas pergi secepat mungkin. Ke mana saja, asal dia bisa menghindari Chanyeol.

Dan langkah kaki pendeknya membawa mereka ke satu bangku di pinggir lapangan sekolah. Baekhyun duduk di sana, diikuti sang adik kelas.

Saat ini, Baekhyun baru benar-benar menyadari kalau bertemu dengan Chanyeol memberi efek tidak menyenangkan pada dirinya. Baekhyun seperti.. nyaris tenggelam lagi pada dua bola mata yang tidak sedang diliputi amarah seperti terakhir kali mereka bertatap muka. Bagaimana mungkin ia mengakui itu saat kenyataannya dirinya lah yang mengucapkan kata perpisahan di pertemuan terakhir mereka sebelumnya.

Kenapa rasanya Baekhyun menemukan sedikit rasa sesal?

"Sunbae.."

Baekhyun seakan tersadar saat mendengar panggilan itu.

"Kau nampak sakit," kata yang lebih muda lagi.

"Hm," gumam Baekhyun, tanpa sadar mengulas senyum miris. Bocah ini rupanya lebih peka dari kelihatannya.

"Maafkan aku bila aku terkesan mengerikan. Aku tahu semua tentangmu dan Chanyeol-sunbae. Aku selalu memaksa Sehun memberitahukannya padaku. Maaf." Lucas menunduk, menatap pada gelas plastik di tangannya.

"Tapi aku benar-benar menyukaimu, sunbae. Dan aku tidak suka bagaimana pacarmu membuat kau sakit." tambahnya.

Lucas membenahi posisi duduknya hingga menghadap sempurna ke arah Baekhyun. Ia sekali lagi menyodorkan gelas plastik yang sudah mulai basah diliputi embun pada sang senior.

"Maka jatuh cinta lah padaku. Aku tidak akan pernah menyakitimu.. Baekhyun-sunbae."

Akan ada baiknya.. kalau Chanyeol sepeduli itu padanya..

Senyum Baekhyun luntur, tetapi tidak pula ia marah ataupun kesal. Dia hanya menatap kepada segelas bubble tea dingin yang disodorkan padanya dalam cara yang kelewat berlebihan.

Tapi perlahan, Baekhyun menggerakkan tangannya, mengambil gelas itu dari tangan Lucas.

.

oOo

.