Chapter 1: Beginning
Half
Summary:
{Dia adalah seorang Devil Hunter, pekerjaannya membasmi makhluk supranatural yang mengincar nyawa manusia. Namanya Uzumaki Naruto. Kegiatan barunya? Melindungi para Spirit dari ancaman yang mengintai mereka.}
Disclaimer:
{Semua yang muncul di fic ini murni milik pemilik aslinya. Kecuali alur tentu saja.}
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
{Chapter 1 : Beginning}
.
.
.
.
.
Pada saat langit telah gelap, tepatnya mengarah pada daerah terpencil yang termasuk wilayah Inggris, kapal itu nampak berlayar di sungai mengarah ke daratan lain. Kondisi sekitar sudah berkabut, tapi bukan berarti hal tersebut mengganggu nelayan tua untuk mengantar seorang pemuda menuju tujuan lokasinya. Pemuda yang dimaksud memakai pakaian stylish dengan kondisi bersandar ke sisi kapal, menatap area sekeliling secara tenang. Bukan sekedar pemuda karena rupanya dia datang kemari untuk membasmi 'sesuatu'.
"Kami sungguh lega ada yang mau menyelesaikan sumber masalah di desa kami. Pejabat daerah yang seharusnya menangani masalah ini tak pernah mengambil tindakan apapun."
Pemuda itu terkekeh.
"Sudah menjadi tugasku sebagai Paranormal Investigator untuk mengatasi kasus yang berhubungan dengan makhluk supernatural. Terlebih, tidak banyak yang percaya dengan kehadiran sesuatu yang mistis dan tak mampu diungkapkan secara logika. Jadi aku paham mengapa pejabat daerahmu tidak pernah melakukan apapun selain diam."
Nelayan tua itu menggeleng.
"Bahkan dengan kematian misterius anak-anak kecil..."
"Mungkin dia pikir itu ulah hewan liar."
"Hm, kurasa kau benar, nak Naruto."
Naruto tersenyum tipis saja, menyadari kapal sudah berhenti tepat di daratan, melompat kemudian menatap nelayan tua itu.
"Mau aku tunggu?"
"Tidak perlu. Akan lebih baik bila bapak kembali ke desa. Dari sini biar aku saja seorang diri."
Nelayan tua itu mengangguk.
"Kamu anak yang baik. Karena itu ... berhati-hatilah."
"Aku mengerti," ujar Naruto.
Kapal pun berlayar lagi, meninggalkan Naruto seorang diri di pulau tersebut. Naruto menghembuskan nafas lalu melangkah pelan ke hutan, sempat menyelipkan lengan kanannya di saku celana, kegelapan bukan masalah karena indra penglihatannya jauh di atas indra penglihatan manusia normal.
'Hawa Demonic Power terasa juga di area ini. Semoga bukan ulah sekte gila lagi.'
Di misi dua minggu yang lalu, Naruto menghadapi Sekte sesat yang berupaya mengorbankan satu keluarga demi memanggil iblis dari Underworld, beruntung Naruto berhasil menyelamatkan keluarga itu. Akibat tumbal yang tiada seluruh anggota Sekte dijadikan makanan oleh iblis tersebut. Makhluk Underworld memang bisa bertambah kuat apabila melahap daging manusia, tapi pada akhirnya itu tetap kalah setelah dilawan Naruto.
"Hm?" Naruto penasaran.
Karena diinjaknya, terdapat bekas jejak kaki raksasa, pastinya bukan dari kaki manusia.
'Bagaimana menurutmu Kurama?'
"Hancurkan pulau ini. Misi selesai."
Naruto tertawa kecil.
'Sebisa mungkin aku ingin menghindari kerusakan yang sia-sia.'
Kurama mencibir. "Kau seharusnya sadar tak akan ada yang peduli jika pulau ini tiada dari peta."
'Aku bukan Dante. Jadi usulmu kutolak.'
"Asshole."
Naruto menggeleng, bergerak lagi karena tak ada yang mencurigakan sama sekali, kecuali suasana sepi dan tak adanya kehadiran manusia lain. Sejauh ini berjalan, Naruto hanya melihat pohon dengan tinggi dan ukuran yang sama, tetap saja...
"..."
"..."
Pergerakan Naruto terhenti, di depan ada kumpulan tanaman bunga mawar, lain dari yang lain yang hanya pohon dengan dedaunan. Sekilas tak ada yang salah, tapi itu menurut pemikiran orang normal, bukan Naruto.
'Kurama?'
"Urus saja sendiri."
'Hah, kau ini.' Dia sweatdrop.
"..."
"..."
"Bunga yang bagus. Mungkin..."
Naruto melirik sekeliling.
"...aku ambil beberapa bukan ide buruk."
Benar seperti yang dikatakannya, Naruto berlutut dan berusaha meraih beberapa, tapi alangkah 'terkejut'nya saat bunga mawar merespon dengan menyemprotkan serbuk kuning yang mungkin mengenai wajahnya jika tadi tidak menghindar. Naruto menyipitkan matanya, tahu jenis demon apa yang dihadapinya.
"Ayo keluar, Echidna, bersembunyi seperti ini bukan lah tabiatmu."
Perlahan, kumpulan bunga itu membesar, menyatu menjadi satu menyisakan satu kelopak yang tertutup dengan berbagai sulur muncul dari tanah, mengelilingi setiap batang pohon di sekitar sehingga menjebak Naruto di dalam area bersamanya. Kelopak tersebut terbuka, memperlihatkan sosok demon betina dengan tampilan mirip mermaid tapi jauh lebih mengerikan.
"Seperti biasa kau masih bertarung untuk mereka. Beritahu aku, Son of Sparda, apa mungkin ini rencanamu agar bisa menguasai umat manusia lewat aksi heroik dengan membasmi bangsamu sendiri?" Echidna penasaran.
"Aku lebih tertarik menguasai pasar mie sebetulnya."
Naruto terkekeh, telapak tangannya terbuka dan kilat ungu menyambar mengenai tangan kanannya, sehingga sekarang menggenggam gagang pedang bersayap naga dengan bilah tajam berwarna emas.
"Ah, si lemah Echidna. Datang untuk mati sepertinya."
Echidna mendesis.
"Pengkhianat sepertimu tidak berhak mengatakan apapun tentangku!"
"Hah! Kata-kata terakhir dari demon yang sebentar lagi menemui penciptanya. Kau siap, Naruto?"
Naruto berseri. "Selalu Alastor."
Seketika tanpa aba-aba, Echidna membuka mulut dan mengarahkan serangan mistis dalam wujud bola energi hijau ke Naruto. Naruto lekas bergerak menghindari setiap serangan, seperti menundukkan wajah atau melompat, sampai akhirnya aura ungu menyelimuti bagian tajam Alastor dan Naruto mengayunkan pedangnya, menghasilkan kilatan listrik yang menyambar kepada Echidna. Tetapi Echidna menyerap dirinya sendiri ke tanah sehingga serangan Naruto mengenai sulur tanaman sampai membuatnya terbakar. Naruto sweatdrop, bergegas berlari ke sumber kebakaran, mengarahkan tangannya ke area yang terbakar dan hawa dingin lantas mencegah terjadinya kebakaran.
'Tadi itu hampir saja.'
"Aku pikir kerusakan di medan pertempuran memang wajar terjadi."
'Aku terlalu ceroboh. Lain kali tidak akan terjadi lagi Alastor."
"Kau seharusnya tidak perlu menahan diri."
Naruto mengabaikan ucapan Alastor, fokus pada menebas akar-akar yang mencoba menyerangnya dari berbagai arah, sumber dari sihir Echidna. Sadar bahwa aksinya sia-sia, Naruto bergegas berlari ke arah lain, tak peduli jika akan dikejar. Benar saja, Echidna tumbuh dari tanah, tapi kali ini setengah bagian bawahnya mirip ular, mengejar Naruto dengan gerakan merayap di tanah. Aksi kejar-mengejar di antara mereka tak mampu lagi terhindari.
"Tidak mau menghadapiku? Jangan bilang kau sudah ketakutan?"
Terus berlari, Naruto akhirnya berada di luar hutan, berhenti karena menyadari sudah sampai di ujung daratan. Naruto menengok ke Echidna yang sudah terlihat di matanya. Echidna begitu puas.
"Inilah akhirmu, keturunan Sparda. Berbahagialah karena aku akan memanfaatkan darahmu dengan bijak," kata Echidna angkuh.
'Dia sungguh antusias mengincar darahku.' Naruto sweatdrop.
Echidna menyebar sulur tanaman dari tanah, melilit kedua pergelangan tangan Naruto lalu menyeringai melihat kondisi mangsanya. Tidak sabar mendapat kekuatan dari garis darah Sparda.
"Ada kata-kata terakhir, darling?"
Naruto tersenyum, hal itu membuat Echidna bingung sekaligus kesal.
"Apa yang lu-"
Ucapan Echidna tidak mampu selesai, akibat Naruto menarik kuat sulur tanaman hingga menyebabkan akar-akar yang menahan Echidna di tanah terlepas paksa, menariknya sampai jatuh ke sungai. Perlahan, sulur tanaman yang dipegang Naruto membeku sehingga Naruto bisa bebas, tanpa basa-basi melempar Alastor ke sungai, percikan listrik terjadi dibarengi jeritan demon betina itu. Naruto belum selesai, karena dia langsung terjun ke sungai selama sebentar dan kembali ke daratan lagi dengan kepala Echidna.
"Half-breed! Lepaskan aku!"
Naruto terkekeh.
"Santai, santai. Kita bermain kuis kecil dulu. Apa yang kau ketahui tentang jejak kaki raksasa di hutan?"
Echidna mencibir.
"Apa untungnya untukku memberitahu padamu?"
Naruto tersenyum, meletakkan satu lengannya di bawah kepala Echidna sebelum percikan api terwujud, mulai membakar rahang monster itu.
"Arrgghhh!"
"Jadi, masih mau menutup mulut?"
"O-Oke. Oke! Tapi hentikan apa yang sedang kau lakukan sekarang!"
Naruto menyanggupi permintaan Echidna. Echidna menggerakkan, tetapi akhirnya angkat bicara.
"Awalnya kukira itu Troll, tapi anehnya tak ada energi apapun yang kurasakan darinya"
"Ada lagi?"
"Dia memiliki beberapa kemampuan khusus, seperti kamuflase dengan lingkungan sekitarnya"
Naruto mengangguk, melepaskan kepala Echidna hingga jatuh ke sungai, menyendiri mendengar "Akan kubalas kau keturunan Sparda!" dari monster itu.
"Apa bijak membiarkan demon betina itu dalam kondisi setengah hidup?" Alastor penasaran.
"Jika dia masih ingin selamat, seharusnya kabur dariku adalah satu-satunya pilihannya bertahan hidup," ujar Naruto santai.
Alastor tertawa menggelegar.
"Haha! Kalau begitu aku akan kembali ke partnerku! Sampai jumpa!"
Dibarengi kilat ungu, Alastor menghilang dari genggaman Naruto.
"Pesta ini semakin meriah saja," gumam Naruto terkekeh.
"..."
Naruto menarik sepasang handgun custom(Luce dan Ombra) milik kepunyaan ayahnya dari sisi pinggangnya, mengamati lingkungan sekitar dalam penglihatannya.
'Kita lihat mana yang terlihat mencurigakan di antara kalian.'
Perlahan Naruto bergerak maju dengan mata birunya fokus mengamati objek-objek yang dilihatnya. Sedikit saja ada pergerakan mencurigakan Naruto tak segan melakukan serangan pertama.
Entah 'sadar' atau tidak, di dekat kaki Naruto terdapat tambahan lain semacam bayangan raksasa.
"..."
Naruto langsung melepas beberapa tembakan di bayangannya sendiri, alhasil jeritan terdengar sebelum akhirnya 'bayangan' ini berpindah ke batu besar. Batu besar ini melayang di udara, perlahan sepasang lengan, mata membara hijau, dan dua kaki, tercipta sekaligus mengubah wujudnya menjadi raksasa ketika kakinya menginjak rumput.
"Ronde berikutnya," gumam Naruto menyeringai.
Monster yang diketahui Golem itu memukul-mukul tanah, sehingga beberapa bongkahan tanah naik dalam bentuk anak panah, mereka ini mengarah pada satu target.
"..."
Seringai Naruto memudar.
"Sial."
[Raaaaargh!]
Seakan telah diberikan aba-aba, semua anak panah raksasa itu meluncur menuju Naruto. Naruto bergerak maju sambil menghindar dan menembak anak panah raksasa yang menurutnya perlu dihancurkan. Golem itu tidak menyerah, melihat Naruto sudah di hadapannya, tanpa ragu membanting dua tangannya ke bawah, mungkin bermaksud meremukkan tubuh Naruto dengan sekali serangan. Namun Naruto melompat sehingga dapat mengelak dari serangan Golem, mendarat di sisi leher makhluk batu ini.
Naruto menutup mata Golem dengan tangannya.
"Wow, pemandangan dari sini tidak buruk juga." Naruto bersiul.
[Raaaaargh!]
Karena kesal Golem mencoba melempar tinju dengan lengan kirinya ke arah 'Naruto', sialnya pukulannya malah mengenai wajahnya sendiri, tepat saat Naruto melompat ke bawah. Naruto terkekeh mengamati Golem terlempar menabrak tanah cukup keras.
"Aku rasa kau butuh asuransi untuk yang satu itu."
Dengan santai, Naruto menghampiri Golem, si monster mencoba bangkit tapi terhenti menyadari ujung Luce dan Ombra di keningnya.
Naruto berseri.
"Checkmate."
Dibarengi bunyi tembakan, kepala Golem meledak menjadi serpihan kecil, Naruto meniup ujung berasap Luce dan Ombra sebelum menyimpan mereka di holster samping sisi celananya.
'Noir huh? Rupanya Echidna tidak terlalu jujur denganku.'
Noir merupakan makhluk bayangan yang mampu mengambil bentuk monster yang menurut mereka 'kuat'. Selain itu, mereka mampu menyembunyikan hawa Demonic Power-nya sekaligus kamuflase dengan lingkungan sekelilingnya. Namun kapasitas energi Noir mudah tipis jadi untuk mengakalinya, mereka mengincar manusia.
"..."
Naruto diam menyadari sejumlah kelompok 'anak kecil' tapi seluruh permukaan tubuhnya putih dan blur, muncul secara tiba-tiba di hadapannya. Sadar siapa mereka, sang Dark Slayer menghembuskan nafas lalu ekspresi bersalah terlihat di wajahnya.
"Maafkan aku. Jika saja aku datang lebih cepat, mungkin kalian tidak perlu melalui hal mengerikan ini," ujar Naruto.
Mereka semua tersenyum.
"Tidak apa kakak baik."
"Terima kasih berkatmu..."
"...sekarang kami bisa beristirahat dengan tenang."
Naruto membisu sejenak, perlahan tersenyum mengamati mereka mulai memudar sampai tak terlihat lagi di penglihatannya. Sensasi sedih bercampur lega dapat dirasakan olehnya.
"Semoga kalian dapat tempat yang terbaik di atas sana," gumamnya.
Devil May Cry merupakan nama kantor yang terletak di Kota Redgrave. Kantor ini menerima jasa membasmi 'makhluk' yang konon mengganggu ketentraman manusia di tempat tertentu. Pembayarannya bisa dilakukan secara tunai atau transfer ke rekening yang tertera. Kantor ini juga memiliki fasilitas meski sederhana. Dari luar terlihat sepi, tapi bila di dalam, musik rock bisa terdengar jelas.
"Hmm, mungkin aku harus menambah perabotan lain nanti, tapi apa?"
Duduk di salah satu kursi, pemuda berambut putih yang diketahui bernama Dante mengusap dagunya dan mengamati keadaan sekelilingnya.
Sebenarnya ada tiga orang yang menjalankan kantor ini, tapi dua sisanya sedang menjalankan misi jadi hanya menyisakan satu orang saja.
"Tidak. Tunggu sebentar, ada baiknya menunggu yang lain sebelum membuat keputusan." Dante mengangguk pada dirinya sendiri. "Genius."
Kring!
Pemuda dengan penampilan mirip Dante masuk, yang membedakan hanya model rambut, aura dikeluarkannya, dan mengenakan jenis pakaian formal serba biru laut.
Dante menyengir.
"Jadi, bagaimana kasusmu, Vergil?" tanyanya.
"Tidak sulit." Vergil mengamati sekitar. "Apakah Naruto sudah kembali?"
"Belum. Kenapa?"
Vergil berencana mengembalikan Yamato kepada pemilik aslinya, tapi Dante tidak perlu tahu karena itu dia tidak merespon balik. Vergil membuat keputusan untuk membuka kulkas, berniat mencari sesuatu dengan ekspresi serius. Si Evil Killer mengernyitkan dahi saat menyadari ada yang tidak beres.
"Dante."
"Apa?"
"Mana pudingku?"
"..."
"..."
Beberapa saat kemudian, Naruto terlihat memasuki bangunan itu sembari mengetik sesuatu di ponsel pintarnya, berhenti di tempat sebab menonton dua saudaranya yang lain bertukar tebasan dengan senjata tajam masing-masing. Percikan api tercipta saat Rebellion dan Alastor mengadu satu sama lain.
"Sudah kuperingatkan kau berapa kali jangan sentuh barang-barang pribadiku!"
"Jangan salahkan aku! Pudingmu terlihat lezat jadi aku memakannya dengan sengaja!"
"Akan kubunuh kau Dante!"
"Aku menyayangimu Vergil!"
Tidak hanya itu, Naruto menengok ke samping lalu mengamati sebagian besar Bijuu(dalam wujud mini) menyaksikan pertarungan Dante dan Vergil dengan burger juga soda. Dari mereka berempat, yang paling antusias hanya Son Goku, Gyuki, dan Shukaku. Sementara Kokuo menjaga nampan berisi beberapa botol berbeda warna di punggungnya.
"Arah mata! Jangan lupa arah mata!" seru Son Goku.
"Sikat ke kiri! Serong ke kanan!" lanjut Gyuki.
"Tambah mustard!" jerit Shukaku.
Kokuo menghembuskan nafas, menuangkan botol mustard ke isi burger Shukaku menggunakan salah satu ekornya. Rupanya para Bijuu menggunakan ekor mereka sebagai pengganti tangan. Sungguh ide yang cemerlang.
'Kokuo kasihan sekali.' Naruto sweatdrop.
Demi menghentikan aksi konyol dua saudaranya, Naruto lenyap dari tempatnya berdiri kemudian muncul lagi di antara mereka, menendang perut Dante dan Vergil menyebabkan punggung masing-masing pihak menabrak keras dinding hingga ke tahap menimbulkan retakan kecil. Vergil dan Dante pun melepaskan dirinya dari dinding.
"""Yah..."""
Shukaku, Gyuki, dan Son Goku kecewa.
"Akhirnya berhenti juga." Sang Gobi lega.
"Ugh/Guh."
"Kalian sudah besar. Tolong bersikap sesuai umur kalian," tegur Naruto.
Dante terkekeh. "Aku masih 17 tahun. Tidak seperti kau, pak tua."
Twitch.
"Aku hanya dua tahun lebih tua daripada kalian," kata Naruto sedikit kesal, menghela nafas, "siapa yang memulai?"
Vergil menggeram. "Ini semua terjadi karena ulah saudara pintar kita."
"Padahal hanya masalah puding, tapi kau benar kalau aku memang pintar. Terima kasih atas pujiannya." Dia menyengir tipis.
Naruto mencubit hidungnya saat merasakan kepalanya terasa pening dengan tingkah laku Dante dan Vergil. Sang Dark Slayer bertanya-tanya mengapa keduanya selalu bersikap layaknya anak kecil jika ditinggalkan berdua. Padahal bila berpisah, mereka bisa bertingkah setidaknya dewasa.
"Vergil, masalah puding kau masih bisa membelinya," kata Naruto.
"Rasa terbatas dan hanya ada di Kota London," balas Vergil.
"Yamato masih ada padamu, bukan? Kenapa kau tidak menggunakan kemampuan membuka portalnya untuk ke sana?"
Vergil membuka mulutnya, baru ingin bicara tapi terhenti karena yang diucapkan saudara tertuanya itu benar. Sayangnya Vergil lupa kalau dia masih menganga mulutnya.
"Muka ikan yang bagus."
Vergil menatap tajam Dante. Dante tersenyum lebar tanpa beban.
"Dan selama dua hari ke depan tak ada pizza untukmu, Dante."
Sekarang giliran Vergil yang menyeringai tipis sementara senyuman memudar dari wajah Dante.
"Apa? Kau tidak bisa melakukan hal mengerikan itu padaku!" seru Dante.
Naruto mengangguk. "Baiklah, aku tarik ucapanku tadi."
Dante lega.
"Sebagai gantinya menu makan siang kita akan kebanyakan sayuran–"
"...setelah dipikir-pikir lagi, aku bisa tahan tak makan pizza selama dua hari."
Naruto puas, mengamati keempat Bijuu yang masih menyaksikan ketiganya dengan ekspresi antusias.
"Tidak lanjut sinetronnya?" tanya Shukaku.
"Drama telah berakhir. Sekarang kalian bubar," kata Naruto getir.
Dengan ekspresi kesal(hanya Kokuo yang tidak keberatan) mengubah diri mereka menjadi bola bercahaya dengan warna sesuai elemen masing-masing sebelum melayang menyelimuti Naruto. Perlahan, cahaya itu memudar dengan keempat Bijuu tadi dalam Naruto lagi.
Preet!
"SIAPA YANG KENTUT HAH?!"
"Yo, yo, yo, si MONYET pastinya!"
"Bukan aku tentakel hentai!"
"Ribut! Ribut! Ribut!"
"Bisa tidak kalian tenang sebentar saja?!"
'Sekarang giliran Bijuu bertengkar. Lagi-lagi Kokuo yang kena imbasnya.' Naruto sweatdrop.
Tetap saja, Naruto menyadari ada sisa Bijuu yang masih di luar dirinya.
"Dante, kau melihat Isobu, Matatabi, Choumei, dan Saiken?"
"Mereka di lantai dua."
"Sedang?"
[Matatabi, Choumei, Isobu, Saiken]
"Iya, kita melihat Messi mendapat bola! Melaju menuju gawang lawan dan..."
"Gooool!"
"Gol! Gol!"
"Zzzzz..."
"Wuhuu Abang Messi cetak gol lagi!"
Choumei dan Saiken menjauh agak dari Matatabi yang matanya membara akan api biru. Posisi mereka saat ini duduk di lantai sembari menonton pertandingan sepakbola. Dan hanya Isobu saja yang terlelap tidur di antara mereka.
Dante mengangkat bahu. "Entah."
Naruto mengangguk, menerima lemparan Yamato dari Vergil sebelum mendekati kulkas. Dia mengambil minuman kaleng dari sana.
"Aku lupa. Bisakah kau mengembalikan Luce dan Ombra padaku, big bro?"
Menyimpan kaleng ke atas kulkas, Naruto menarik senjata api yang dimaksud kemudian melemparnya ke arah Dante. Dante dengan senang hati menerima mereka.
"Bagaimana kasusmu?" tanya Vergil.
"Aku bertemu Noir dan Echidna." Naruto minum lagi. "Cukup mengejutkan, tapi bukan berarti sulit. Dan aku sempat membiarkan Echidna kabur."
Vergil mengangkat sebelah alisnya, karena jarang sekali Naruto membiarkan lawannya hidup kecuali itu manusia. Bukan berarti dia tak akan menghabisi manusia, namun hanya yang masuk kategori 'jahat' baru dia selesaikan.
"Kenapa? Tidak biasanya kau membiarkan target demon kabur."
Dia sangat mengenal Naruto. Karena di antara mereka bertiga saudara tertuanya itu bisa dibilang yang paling terkuat.
Naruto membuang kaleng minuman itu ke tempat sampah.
"Anggap saja aku terlalu bosan berhadapan dengannya."
Vergil mengangguk, menerima jawaban Naruto dengan mudah.
Sang Dark Slayer bertepuk tangan.
"Karena kita semua sudah berkumpul, aku akan membuat sesuatu untuk makan malam. Ada usul selain daging asap?"
"Tolong tambah masakan berkuah," tambah Vergil.
"Bisa diatur." Naruto tersenyum.
"Piz–"
""Ditolak.""
"Damn it."
Mengingat sudah saatnya beristirahat, bulan sepenuh hati membiarkan matahari menerangi bumi. Itu bersinar saat fajar tiba.
Dalam ruang dapur di kantor Devil Mau Cry, Naruto membuka kulkas lalu menuangkan sereal plus susu ke dalam mangkuk. Dia tidak sempat menutup kulkas tatkala Vergil mencegahnya.
"Aku mau mengambil yoghurt dan oatmeal," ungkapnya.
"Oh, baiklah."
Setelah mengambil yang diperlukan, Vergil menyusul Naruto ke meja makan. Mereka duduk dan menyantap sarapan masing-masing tanpa membuat percakapan. Setelah sama-sama habis, Naruto yang pertama kali angkat bicara.
"Aku berencana melanjutkan sekolah."
"..."
"Di mana?"
"Pastinya bukan di sini. Kau tahu sendiri sekolah di kawasan Redgrave ditutup karena sering munculnya kehadiran makhluk supernatural."
Vergil mengerutkan keningnya. "Aku anggap kau sudah tahu sekolah mana yang kau inginkan?"
Naruto menggaruk pipinya.
"Ada beberapa sekolah di tempat lain. Mungkin aku akan keluar kota untuk sementara waktu," katanya.
Vergil mengangguk.
"Itu keputusanmu, Naruto. Aku tidak akan menghalangimu," balasnya.
Naruto tersenyum, menyadari kondisi tempat ini terasa sepi entah mengapa. "Dante masih tidur?"
"Dia ada kencan dengan Lady," jawab Vergil tenang.
"Ah, begitu rupanya."
Mereka akhirnya mencuci sendiri peralatan makan masing-masing. Vergil kembali duduk sementara Naruto merasakan saku celananya bergetar, mengambil ponselnya sebelum memeriksa pesan yang tertera di layar.
"Siapa?"
"Dante. Dia bilang ada kasus baru tapi tak sempat menanganinya karena sedang menjalankan kasus lain bersama Lady di daerah Kota New York."
"Hell yeah! Kasus baru sama dengan pesta meriah!" seru Shukaku.
Kurama menyeringai. "Mau tahu hal yang lucu?"
"Apa?" Son Goku penasaran.
"Shukaku doyan Drakor."
"DOYAN DRAKOR NENEKMU KIPER REAL MADRID! ITU HOAX!"
Matatabi, Choumei, Saiken, Gyuki, Kokuo bahkan Isobu, menatap kaget Shukaku.
Kokuo mengelus dagunya dengan ekornya. "Itu... masuk akal. Maksudku, ingat saat tayangan ulang serial Penthouse Shukaku langsung merebut remot–"
"Itu kebohongan dasar muka kuda!"
"Aku memang setengah kuda, bodoh."
"Hahaha, rasakan itu tentakel hentai." Son Goku tertawa.
Sang Hachibi heran. "Apa salahku?"
'Tolong diam semuanya.'
Vergil mengamati saudaranya tertuanya itu mengelus pelipisnya.
"Para Bijuu berulah lagi?" tanyanya.
"Ya, begitu lah," jawab Naruto.
Vergil tahu perilaku setiap Bijuu jadi merasa bersimpati dengannya, bertanya-tanya mengapa Naruto tidak menjadi gila karena kehadiran mereka di dalamnya. Bukan berarti itu sesuatu yang buruk, karena hal tersebut membuktikan bahwa Naruto memiliki kesabaran sangat tinggi.
"Aku akan pergi. Kau jaga rumah," balas Naruto.
Vergil mengangguk.
Berada dalam bangunan kosong di daerah lain Kota Redgrave, Naruto berkeliling bersama seorang pria lansia yang bekerja sebagai agen perumahan. Pria itu menjelaskan pembunuhan misterius yang kerap terjadi pada penghuni rumah ini, dan dia ingin Naruto melakukan sesuatu terhadap keanehan tersebut.
"Jika benar begitu, maka untuk sementara waktu biarkan aku di sini seorang diri," katanya.
Dia menjawab. "Aku mengerti. Kuserahkan semuanya padamu."
Naruto mengangguk dan melihat pria lansia itu keluar lewat pintu depan. Sang Dark Slayer berlutut, mengamati jejak kaki mistis yang hanya bisa dilihat oleh seorang yang mampu merasakan kehadiran supernatural. Dia pun mengikuti jejak kaki itu, mengarah ke lantai dua di mana area ini gelap tanpa ada cahaya sama sekali. Hal tersebut konyol karena di luar masih cerah.
Dia berhenti sejenak di area lorong.
'Matatabi, aku membutuhkan bantuanmu.'
"Kau bisa mengandalkanku Naru-chan!"
Merasakan dua benda familiar di tangannya, Naruto mengalirkan Demonic Power ke matanya, secara mengagetkan wajahnya nyaris berdekatan dengan wajah demon yang memiliki penampilan mengerikan. Sebab demon ini hanya mempunyai tubuh terdiri dari daging sehingga memperlihatkan otak tanpa kulit sama sekali(1).
(1. Licker dari seri Resident Evil).
Dia mengenal makhluk ini. Licker merupakan salah satu jenis demon lemah tapi mereka kuat jika bersama, biasa membunuh dengan menyerap darah korbannya lewat gigitan di bagian kulit manapun. Pantas penghuni rumah ini mati secara misterius, karena mereka tewas tanpa sadar darahnya diambil oleh Licker.
"Darah... Sparda..."
Naruto tersenyum. "Kau mau darahku?"
Licker itu menyeringai menunjukkan barisan gigi tajam menyerupai gigi ikan hiu.
"Kami... masih lap–"
Itu terlempar saat kepalanya menerima tembakan peluru membara dari sepasang handgun warna biru gelap. Senjata api tersebut memiliki motif api biru di sisinya.
"Waktunya berburu."
Naruto melepas tembakan ke atas, berlanjut ke pintu lain mengabaikan suara sesuatu yang jatuh di belakangnya, menatap tajam beberapa Licker di langit-langit. Mereka berjumlah tiga dan langsung menuju Naruto. Tidak lama ketiganya tumbang dengan otak berlubang dan berasap.
Pindah ke ruang lain, Naruto menendang Licker yang mencoba menyerang sebelum menerima tembakan darinya, mengamati sekitar tapi tak menemukan hal lain lagi.
Keluar dari kamar itu, Naruto memasuki kamar terakhir dan matanya menyipit menyaksikan empat Licker melompat ke portal yang memancarkan aura merah gelap di lantai.
'Begitu cara mereka masuk ke rumah ini. Melalui Limbo rupanya.'
Naruto tanpa pikir panjang ikut melompat, menyadari sekarang dia melayang di dunia yang berbeda dari dunia manusia. Di dunia ini hanya ada benda-benda aneh, contohnya seperti bebatuan raksasa, pilar yang menjulang tinggi, pohon-pohon dengan wajah mirip manusia, dan kondisi tanah berwarna merah.
Sesaat, Naruto mendarat di atas tanah menghasilkan guncangan kecil, melihat empat Licker sudah merayap cukup jauh.
'Terima kasih atas bantuanmu, Matatabi. Sisanya serahkan saja padaku.'
"Oke Naru-chan."
Blaze dan Tail lenyap dari pandangan, Naruto membuka telapak tangannya kemudian memegang Yamato, lenyap dari tempatnya berdiri sebelum muncul di hadapan empat Licker itu. Naruto menarik Yamato dari sarung pedangnya, mengayunkan itu ke arah para Licker dan menyarungkan Yamato kembali. Tidak lama mereka terpotong menjadi beberapa bagian kecil.
"Seharusnya dengan begini selesai," gumam Naruto.
Mendengar teriakan dari arah lain, Naruto tanpa pikir panjang menuju sumbernya, berhenti di tepi jurang. Di bawah jurang terdapat tiga orang yang dikelilingi makhluk mirip kadal tapi setinggi manusia dewasa(2).
(2. Lizard dari The Amazing Spiderman).
Lizard, seingat Naruto mereka tidak memiliki kekuatan spesial selain gerakan lincah dan daya tahan lumayan. Sayang sekali dia tahu kelemahan mereka. Namun, Naruto lebih memperhatikan tiga orang tersebut.
Orang pertama merupakan pria mengenakan kacamata, kedua adalah wanita berambut pink pendek dengan anting, ketiga anak perempuan berambut hijau mengenakan pakaian ala penyihir. Mereka tampak panik, terutama si anak perempuan yang terus mengayunkan sapu(?) digenggamannya pada empat Lizard itu.
Naruto sekilas mendengar "Kenapa kemampuan [Haniel] tidak berfungsi?!" lalu "Menjauh kalian dasar kadal jelek!" dari anak perempuan itu. Sang Dark Slayer lalu menghasilkan beberapa replika pedang mistis biru yang langsung menusuk empat Lizard di titik tertentu tubuh mereka. Alhasil kelompok demon itu menghilang dibakar api biru.
Dengan tenang, Naruto turun ke bawah, mendarat dan mencoba mendekati tiga orang ini. Dia berhenti saat anak perempuan itu mengacungkan sapu(?) ke arahnya.
"Jangan berani mendekat! Kecuali jika kau ingin kuubah menjadi boneka beruang!" ancam anak perempuan itu.
Naruto tersenyum gugup dan mengacungkan tangannya ke atas.
"Err... kita bisa bicara baik-baik, sungguh," ujarnya hati-hati.
Pria mengenakan kacamata itu angkat bicara. "N-Natsumi-chan, dia mungkin bukan orang jahat apalagi dia menolong kita barusan."
"Benar yang dikatakan Takkun, jadi... tolong jangan arahkan [Angel] dirimu padanya," sahut wanita dengan rambut pendek tersebut.
'Angel? Nama yang unik untuk sebuah senjata.' Naruto penasaran.
Sebab aura yang dirasakannya dari sapu(?) itu, terdapat energi spiritual yang mengingatkan Naruto dengan [Devil Arm] tapi jauh lebih murni dan aman dipakai. Bukan berarti [Devil Arm] tak layak digunakan, tetapi hanya orang-orang tertentu yang mampu menjinakkan dan menggunakan mereka. Wajar karena [Devil Arm] jauh dari kata senjata 'normal'.
Akhirnya, anak perempuan yang diketahui bernama Natsumi ini menurut lalu melepas [Haniel]. Itu lenyap dari penglihatan mereka. Namun, Natsumi tetap menatap tajam Naruto.
"Perkenalkan, namaku Itsuka Tatsuo, dan ini istri juga putriku, Haruko dan Natsumi."
Tatsuo tersenyum ketika memperkenalkan istri dengan anaknya. Naruto berpikir itu bagus karena dilihat dari ekspresi wajahnya, dia benar-benar menyayangi keluarganya.
Naruto mengangguk, membungkuk sejenak sebelum menegakkan badannya.
"Namaku Uzumaki Naruto, salam kenal Tatsuo-san, Haruko-san, dan Natsumi-chan," ujar Naruto.
"Hmph."
Natsumi membuang muka, nampaknya dia masih tak menyukai kehadiran Naruto. Haruko tertawa gugup.
"Maaf atas sikap putriku, dia–"
Naruto berseri.
"Tak apa. Tak apa. Aku bisa memakluminya."
Kemudian, sesuatu terjadi.
Naruto melebarkan matanya saat melihat rahang raksasa yang memperlihatkan gigi-gigi tajam muncul dari tanah, nyaris menutup sekaligus akan menjadikan keluarga itu sebagai mangsanya jika tak ada yang menolong mereka.
'Kokuo!'
"Ya!"
Merasakan benda familiar dipegangnya, Naruto memutar rantai dilapisi aura yang berubah setiap detik dengan ujung tajam mirip sabit sebelum melempar itu ke arah mereka. Usai mengikat target yang diinginkannya, Naruto menarik mereka sambil memberitahu Kokuo dalam pikirannya untuk berhati-hati menurunkan ketiganya.
Selesai, Naruto menghilangkan Osiris, menarik Yamato dari sarungnya sebelum melakukan beberapa tebasan pada makhluk itu dari kejauhan. Tepat saat sang Dark Slayer menyarungkan Yamato ke sarungnya, demon tersebut terbelah sebelum terbakar api biru tanpa menyisakan sisa.
'Terima kasih, Kokuo.'
"Kau bisa mengandalkanku, Naruto."
Naruto beralih pada mereka, mengamati raut wajah kaget di wajah ketiganya.
"Kalian baik-baik saja?"
"...kami baik-baik saja, tetapi sejujurnya, kami tidak menyangka liburan keluarga kami kali ini berbeda dari yang sebelumnya," kata Tatsuo.
"Yap, kau benar, Takkun." Haruko setuju, tersenyum lebar pada Naruto. "Tapi, kami baik-baik saja, sungguh."
Naruto sweatdrop saat menyadari kedua orang tua ini tidak takut sama sekali. Antara menyembunyikan rasa takutnya dengan baik, atau mereka pernah mengalami sesuatu yang lebih mengerikan daripada menghadapi demon.
Entah sadar atau tidak, Natsumi memperhatikan Naruto dengan ekspresi berbeda dari sebelumnya, tapi jelasnya tak lagi menyimpan rasa benci padanya. Meski begitu Natsumi merasa tidak nyaman karena telah bersikap tak sopan kepada Naruto.
'Mungkin... aku harus minta maaf kepadanya nanti.'
"Akan lebih baik kalau kalian segera pergi dari dunia ini. Jika tidak keberatan aku bisa membantu kalian," tawar Naruto.
Tatsuo dengan Haruko berseri.
"Itu sangat membantu, Naruto-kun/Terima kasih banyak, Naruto-kun."
Naruto tersenyum simpul.
T-B-C
A/N: Hello reader-san! Lama tidak jumpa :D
Sebelumnya author minta maaf sebab tak menyelesaikan fic Half versi sebelumnya, karena ketika diamati alurnya semakin melenceng dari aslinya jadi author hapus itu.
Seperti yang kalian lihat, author akan menulis kembali kisah Half tapi dengan alur yang berbeda. Salah satunya macam DMC dan DAL berada dalam satu dimensi serupa.
Untuk pairing Naruto pastinya Harem, wkwk, karena ya begitu :D. Soal siapa haremnya sebenarnya tak jauh berbeda, tapi nanti lihat saja oke :D
Tidak seperti di fic Half sebelumnya, Naruto tidak akan langsung paham perasaan wanita. Tentunya bukan berarti dia tidak peka, hanya saja akan ada konflik batin pada dirinya. Namun jangan khawatir karena itu tidak akan berlangsung lama. Maksudku, wajar jika seorang Devil terkuat mempunyai Harem yang sama kuatnya bukan XD
Dan seperti biasa, review di tempat yang seharusnya :D
Oke, sampai jumpa di chapter berikutnya reader-san sekalian!
