"Oh, kalian sudah tutup hari ini?" wanita pelacur yang cantik itu bertanya saat melihat Byun Baekhyun menutup Lotus, sebuah tempat catering yang cukup ternama di kota kecil ini.

"Yeah," jawab Baekhyun, menoleh pada si wanita pelacur yang menjadi langganan tempatnya bekerja. Malam memang sudah semakin larut dan semua pekerja catering telah kembali ke rumah masing-masing. Ia yang bertugas untuk menutup tempat catering menjadi yang terakhir untuk pulang.

"Kalau begitu, mengapa kau tidak mampir sebentar ke tempat kami? Aku akan memberimu diskon," tawar si wanita pelacur. Bibirnya yang berlapis lipstik merah itu menyunggingkan senyum menggoda.

Baekhyun tertawa kecil mendengarnya. "Maaf, aku bukan seorang pelanggan, nona," tolaknya dengan sopan.

"Ah, dinginnya. Kalau begitu, lain kali bawalah pelanggan yang berpengaruh bersamamu," ujar si wanita pelacur, iseng.

"Aku bukan seorang germo juga," timpal Baekhyun, lalu sambil tersenyum ia menambahkan, "Aku hanyalah seorang anak laki-laki yang lahir di Grey Town ini, dan dibesarkan oleh pemilik Lotus."

.

.

.

The Phoenix at Dawn part 1

Remake dari Haikyuu doujinshi berjudul "Ake no Fukuro/The Owl at Dawn" by Zenra

Beware of typos!

.

.

.

Grey Town.

Begitulah kota kecil ini disebut. Sebuah kota yang tak pernah tidur yang tertutup di segala sisi, bagian yang mendukung distrik makanan, pakaian dan kebutuhan rumah. Juga tempat bagi para pelacur di distrik lampu merah. Ketika malam semakin larut dan toko-toko telah tutup, maka itu saatnya bagi rumah-rumah bordil untuk membuka pintu mereka lebar-lebar. Mereka akan menyalakan lampu-lampu neon di setiap sisi distrik lampu merah, menawarkan rayuan para kupu-kupu malam yang memikat.

Itulah Grey Town, tempat Baekhyun hidup. Entah siapa orang tuanya, Baekhyun tidak tahu. Ia tidak pernah tahu siapa yang telah melahirkannya dan meninggalkannya di distrik merah, seorang pelacur atau orang lain. Ia, yang masih seorang bayi kala itu, ditemukan dan dibesarkan oleh tuan Jung Yunho seorang pria paruh baya pemilik dari tempat catering, Lotus. Begitulah yang didengarnya.

"Selamat datang di rumah, Baekhyun," wajah datar Do Kyungsoo yang khas menyambut saat Baekhyun tiba di rumah hangat Jung Yunho, yang letaknya tidak jauh dari Lotus.

"Ya, aku pulang, Kyungie," sapa Baekhyun, tersenyum pada sang saudara angkat.

Kyungsoo juga ditemukan oleh tuan Jung Yunho dengan cara yang sama seperti Baekhyun, mereka tumbuh dan besar bersama seperti saudara. Kini sementara Baekhyun dan Kyungsoo membantu di Lotus atau toko manapun yang tidak memiliki cukup orang, mereka berdua harus berusaha bertahan hidup di distrik merah yang terkenal dengan stigma negatif di kalangan masyarakat.

"Oh ya," Kyungsoo yang hendak beranjak ke kamarnya tiba-tiba berhenti. Ia menoleh pada Baekhyun dan memberitahu, "Di dekat Burning Sun ada pelacur baru yang memulai debutnya. Mereka memesan makanan spesial."

Baekhyun menggeram pelan mendengarnya, diam-diam memaki dalam hatinya. "Ugh...serius?" katanya dengan malas. Ia sungguh malas jika harus berurusan dengan orang-orang sombong dari rumah bordil yang satu itu.

"Jangan katakan "ugh", bagaimanapun mereka pelanggan."

"Itu benar, tapi..."

Kyungsoo memandang sang saudara angkat dalam diam selama beberapa lama. "Jangan bilang kau masih bertengkar dengan lelaki itu?" tebaknya kemudian.

Baekhyun sedikit berjengit mendengar tebakan Kyungsoo yang tepat sasaran. "T-tidak! Aku hanya tidak mau melihat orang-orang sombong itu!" elaknya.

"Yeah, tentu," Kyungsoo nampak tidak peduli. "Tapi kau harus tetap pergi, okay? Besok aku harus membantu di tempat Minseok-ssi."

"Ah..kau membantu membuat acar plum, kan?"

"Ya. Juga, tuan Yunho bilang untuk tidak lupa memberikan sumbangan untuk gereja."

"Okay, diterima," Baekhyun pun menghela napas, tidak memiliki pilihan lain.

*chanbaek*

Keesokan harinya berjalan sibuk seperti biasanya. Baekhyun bangun pagi-pagi sekali untuk membantu rekan-rekannya membuat menu pesanan para pelanggan Lotus yang sangat banyak hari ini. Lalu ia harus mengantarkannya ke Burning Sun dan berusaha keras menahan diri untuk tidak menggaruk wajah-wajah sombong di rumah bordil itu dengan menggunakan sepatunya. Dan kembali sibuk di Lotus. Menjelang malam kesibukan Baekhyun akhirnya selesai. Tinggal satu tugas lagi.

Dengan langkah ringan Baekhyun berjalan menuju sebuah gereja tua di sudut Grey Town, tempat yang selalu rajin ia datangi. Gereja tua itu tidak besar dan nampak sepi seperti biasa. Dari saku celananya ia mengeluarkan amplop berisi beberapa lembar uang—titipan dari tuan Yunho. Lalu dimasukkannya amplop tersebut ke dalam kotak persembahan yang telah disediakan. Sebelum kemudian ia duduk di salah satu kursi kayu, menundukkan kepala dan memejamkan matanya.

"Tuhan, aku sanggup menyelesaikan hari ini dengan damai. Aku berdoa semoga besok juga akan menjadi hari yang damai..." doanya dengan khidmat.

Selesai berdoa, Baekhyun berdiri dan hendak pulang. Di dalam kepalanya telah tersusun rencana untuk berendam santai di kamar mandi, namun langkahnya terhenti saat ia mendengar suara berisik dibalik salah satu kursi-kursi kayu yang berjejer rapi di dalam gereja. Awalnya ia berpikir mungkin itu ulah seekor kucing.

Dengan penasaran ia beranjak memeriksa. Kakinya melangkah pelan dan hati-hati. Semakin mendekat, ia dapat mendengar suara deru napas seseorang yang terputus-putus, nampaknya sedang kesakitan. Betapa terkejutnya ia saat melihat seorang pria duduk bersandar dibalik kursi kayu, terkulai lemah dengan tubuh penuh luka. Wajahnya seketika memucat melihat genangan darah yang mengotori lantai kayu gereja.

"Hey? Kau baik-baik saja?" Baekhyun mendekati pria tersebut dengan panik. Namun tidak ada jawaban. Pria itu pingsan.

*chanbaek*

Langit-langit sebuah ruangan yang asing menyambutnya saat membuka mata. Pria yang sedang terluka itu memandang bingung tempatnya berada saat ini. Ia bertanya-tanya di dalam kepalanya, dimana ini? Dan ia...hidup?. Lalu Suara pintu yang terbuka mengalihkan pria terluka itu dari pikirannya yang sedang bingung.

"Oh, kau sudah sadar?" Baekhyun bertanya seraya melangkah masuk, merasa lega akhirnya orang yang ditolongnya telah sadar setelah pingsan selama hampir seharian.

"Ini...dimana?" tanya pria terluka itu seraya berusaha untuk beranjak duduk. Sesekali ia meringis merasa sakit pada tubuh dan kedua tangannya yang telah dililit perban. Pipi kirinya yang sebelumnya terluka kini telah tertutup kain kasa steril.

Baekhyun segera membantu pria terluka itu seraya menjawab, "Di kamarku."

"Aku masih hidup...?"

"Ya, kau masih hidup. Jangan cemas."

"Ugh...!" pria terluka itu kembali meringis saat merasakan pinggang kanannya berdenyut sakit.

"Itu pasti masih terasa menyakitkan..." Baekhyun memperhatikan pria terluka itu dengan iba. "Bisakah kau minum?"

Pria terluka itu mencoba untuk mengulurkan satu tangannya untuk meraih gelas yang disodorkan oleh Baekhyun, namun pinggang kanannya yang masih berdenyut sakit membuatnya terpaksa menggelengkan kepalanya. Pada akhirnya Baekhyun membantu pria itu memegangi gelasnya dan menunggu hingga pria itu selesai minum. Lalu pria itu memandang Baekhyun dengan tatapan bertanya.

"Yah, aku tidak bisa mengabaikanmu di rumah Tuhan," Baekhyun yang mengerti berucap seraya meletakkan gelas yang telah kosong ke atas meja nakas di samping tempat tidurnya.

"Begitu..." si pria terluka menundukkan matanya, tangan kirinya terus memeluk pinggang kanannya yang berdenyut sakit. "Terimakasih sudah menyelamatkanku."

Baekhyun memandang si pria terluka selama beberapa lama, sebelum kemudian memutuskan untuk berkata, "Dokter yang memeriksamu memberitahuku bahwa luka-lukamu itu sangat dangkal. Tetapi ketika aku menemukanmu di gereja ada genangan darah di sana, dan kau sangat pucat. Bagaimana kau bisa berdarah sebanyak itu?"

Baekhyun memandang pria terluka itu dengan penasaran, sementara pria itu hanya diam selama beberapa lama. "Itu...untuk mengeluarkan racun atau sesuatu dari dalam darahku," akhirnya pria itu menjawab seraya menundukkan kepalanya, menghindari tatapan penuh penasaran dari Baekhyun.

"Tapi bagaimana kau mendapatkan luka-luka itu—" pertanyaan Baekhyun terpotong saat terdengar suara raungan dari perut lapar pria terluka itu.

Baekhyun menyipitkan matanya, memandang pria terluka itu dengan penuh selidik. Di dalam kepalanya berusaha menduga-duga siapa pria tampan bertubuh tinggi yang sudah ditolongnya ini. "...jangan bilang, kau baru saja mencuri sesuatu..." tuduhnya.

"T-tidak!" pria terluka itu segera memandang Baekhyun dan menggelengkan kepalanya dengan ribut, menolak tuduhan lelaki manis itu. "Aku bukan pencuri! Aku memang sedang lapar, tapi aku terluka bukan karena mencuri! Sungguh..!"

Pria itu terus bergerak-gerak, berusaha menyakinkan Baekhyun. Namun ia lupa jika ia sedang terluka. Akibatnya pinggang kanannya kembali berdenyut sakit, membuatnya mengerang kesakitan. Melihat pria itu nampak sedang tersiksa, Baekhyun pun ikut menjadi panik.

"Ah, baiklah. Aku mengerti, aku mempercayaimu," kata Baekhyun.

"Lihat, kau membuat lukaku jadi memburuk," ujar pria itu seraya masih meringis kesakitan, kembali memeluk pinggang kanannya yang terus berdenyut.

"Maaf..." timpal Baekhyun, merasa tidak enak. "Baiklah, aku akan mempersiapkan sesuatu untuk kau makan. Jadi, berbaringlah lagi tapi jangan menahan diri. Kami adalah tempat catering nomor satu di Grey Town. Aku mengatakan ini sebagai juru masak, tapi makanan kami sangat enak."

Baekhyun tersenyum, lalu beranjak berdiri. Sementara pria terluka itu hanya diam memandang sosok Baekhyun yang beranjak pergi dan menghilang dibalik pintu yang kembali tertutup, ia tidak mengerti dengan sikap tenang Baekhyun terhadap orang asing seperti dirinya.

*chanbaek*

Tidak lama semangkuk sup hangat dan sepiring nasi campur yang enak terhidang. Si pria terluka itu menyantap makanannya dengan lahap di atas ranjang, sementara Baekhyun duduk menemani disampingnya.

"Jadi, namamu adalah Chanyeol, huh? Tanpa marga?" tanya Baekhyun seraya menuangkan air ke dalam gelas di atas meja nakas di samping ranjang.

"Uh, itu..." pria bernama Chanyeol itu berhenti mengunyah dan hanya menggigit sumpitnya, nampak enggan untuk menjawab pertanyaan Baekhyun barusan.

Mengerti dengan keengganan pria itu, maka Baekhyun pun tidak berusaha untuk mempertanyakannya lagi. Ia justru berujar, "Lalu, kau punya suatu tempat untuk pergi? Aku tidak berpikir seseorang yang kelaparan, terluka dan sekarat di jalanan akan mampu mencari nafkah yang jujur."

Chanyeol hanya diam dan meringis kesal, lagi-lagi Baekhyun mengiranya sebagai pencuri. "Itu...mungkin begitu," akhirnya ia bersuara, pelan dan serius. "Tetapi karena itu, kau tidak bisa menerimaku dengan mudah. Meskipun kau tidak tahu latar belakangku..."

Baekhyun memandang Chanyeol dan sedikit tertegun mendengarnya. Lalu ia justru tertawa. "Kau pikir sedang dimana kita?" katanya dengan tenang. "Ada banyak orang dengan latar belakang yang tak diketahui di sini. Disamping itu, kita tidak pernah mendapat cukup bantuan," ia melipat kedua tangannya di depan dada dan tersenyum teduh. "Yah, cukup ingat jika kau seseorang yang makan dan kabur, aku tidak akan bersikap mudah padamu."

Dan Chanyeol hanya terdiam, terkejut dengan respon Baekhyun yang diluar perkiraannya. Untuk seseorang yang hidup di lingkungan distrik merah yang keras ini, Baekhyun berbeda dari orang-orang yang pernah ditemuinya. Ada sesuatu darinya yang menarik perhatian Chanyeol.

*chanbaek*

Sejak hari itu Chanyeol mulai tinggal di rumah Yunho, setelah Baekhyun berusaha membujuk sang pemilik Lotus selama seharian penuh. Karena kamar yang terbatas, maka Baekhyun terpaksa berbagi kamar dengan Chanyeol. Dan sebagai balas budi untuk semua kebaikan yang diterimanya, Chanyeol pun ikut bekerja bersama Baekhyun di Lotus.

Ketika lukanya telah sembuh, Chanyeol bekerja keras dan sering tersenyum ceria. Dan karena karisma Chanyeol, baik orang-orang di Lotus maupun lingkungan sekitar jadi sangat terbiasa dengannya. Begitupun dengan Baekhyun yang tersentuh dengan kebaikan pria bertubuh tinggi yang ceria itu.

Seperti biasa, Chanyeol tidak pernah berbicara tentang latar belakangnya. Dan Baekhyun pun juga tidak pernah bertanya. Orang-orang yang menyembunyikan latar belakang mereka bukanlah hal yang tidak biasa di lingkungan distrik merah. Hal seperti itu telah menjadi sangat biasa bagi Baekhyun.

Karena itu, jika saja Baekhyun menyadarinya...bahwa kebaikan dan kelembutan Chanyeol juga telah menyentuhnya, hingga pada titik terliarnya.

*chanbaek*

Ketika malam telah larut dan Lotus telah tutup, Baekhyun dan Chanyeol akan menghabiskan waktu mereka di kamar. Tidak untuk tidur. Tidak untuk saling bercerita. Melainkan untuk saling berbagi kehangatan. Entah sejak kapan, Baekhyun membiarkan dirinya larut dalam sentuhan memabukkan Chanyeol pada tubuhnya.

"Tung—" Baekhyun memekik pelan saat Chanyeol menyudutkan tubuhnya ke dinding kayu kamarnya. Wajah merahnya yang tersaput nafsu memandang Chanyeol dari balik bahunya. Pria itu hanya memakai celana panjangnya yang diturunkan sedikit. "Hey! Bisakah kau tunggu sebentar...?"

Namun pria itu tidak bisa menunggu lagi. Menjilat bibirnya yang terasa kering, Chanyeol mulai menggerakkan pinggulnya, menyodok tubuh setengah telanjang Baekhyun dengan cepat. Baekhyun mendesah pelan saat pria itu menemukan titik kenikmatannya, berbaur dengan suara deru napas mereka yang mengisi kamar.

Tanpa menghentikan gerakan pinggulnya, Chanyeol mengangkat satu kaki Baekhyun ke atas dan sedikit terkesima melihat bagaimana fleksibelnya tubuh lelaki manis itu. "Apa kau sudah terbiasa dengan ini?" tanyanya.

"Ah! Kau membuatku terbiasa. Ah..." Baekhyun berusaha menjawab diantara serangan kenikmatan yang didapatnya.

"Woah, bagus. Aku tidak bisa menolaknya."

"...diam."

Dan Chanyeol hanya terkekeh kecil. Sementara Chanyeol sedang melakukan tugas-nya pada tubuh bagian bawah Baekhyun, mata cokelat Baekhyun justru bergulir menatap dada bidang nan seksi di depannya. Namun bukan itu yang menarik perhatian Baekhyun, melainkan bekas luka memanjang yang terlihat di sana. Bekas luka itu tidak hanya satu, tetapi juga ada beberapa di bagian tubuh lainnya.

"Kau benar-benar tertutup dengan luka..." ujar Baekhyun. "Sebenarnya, seberapa liar dirimu, huh?"

Gerakan Chanyeol tiba-tiba berhenti. Pria bertubuh tinggi itu hanya diam memandang Baekhyun selama beberapa lama. "Yah, aku memang liar sejak lahir," sahutnya kemudian, kembali menggerakan pinggulnya.

Baekhyun tahu itu bukanlah jawaban yang sebenarnya. Ada sesuatu yang disembunyikan oleh Chanyeol darinya, tentang kehidupan dan latar belakangnya yang misterius. Meski begitu ia yakin jika Chanyeol memiliki alasannya sendiri. Bukankah setiap orang seperti itu?

"Sejak lahir ya..." kata-kata Chanyeol seketika membawa imaji lama dalam kepala Baekhyun. Tentang siapa orangtuanya atau mengapa ia dibuang ke distrik merah. Sesuatu yang telah lama berusaha ia lupakan.

Tidak ingin kembali terlarut dalam pikiran-pikiran itu, Baekhyun berusaha untuk fokus hanya pada Chanyeol. Ia mendekatkan wajahnya pada Chanyeol dan mencium bibir pria itu sambil memejamkan matanya. Tangannya yang gemetar pelan meremas rambut belakang Chanyeol. Chanyeol sedikit terkejut, menyadari lelaki manis itu sedang gusar. Namun ia tidak mengatakan apapun dan memilih untuk menyambut ciuman Baekhyun.

Ciuman yang lembut dan panas untuk mengalihkan pikiran lelaki manisnya.

*chanbaek*

Malam telah semakin larut ketika percintaan yang panas itu akhirnya usai. Baekhyun dan Chanyeol tidur dengan lelap, mengisi energi untuk memulai lagi aktivitas besok pagi. Namun baru satu jam tertidur, tiba-tiba Chanyeol membuka matanya. Ia melirik pada Baekhyun yang tertidur lelap dalam pelukannya, lalu melirik ke arah luar jendela.

"...siapa?" gumamnya pelan saat mendengar suara pukulan yang samar dari luar.

Dengan pelan dan hati-hati ia melepaskan pelukannya dari Baekhyun, menyibak selimut dan turun dari ranjang. Meraih kemejanya yang tergeletak di lantai, lalu ia beranjak keluar kamar sambil memakai kemejanya tanpa repot-repot mengancingkannya.

Hati-hati dan penasaran, Chanyeol memeriksa setiap sudut rumah Yunho yang sepi dan gelap. Semua orang sedang tidur nyenyak saat ini. Hingga ia berhenti di halaman dan menengokkan kepalanya ke kanan dan kiri, mencari sesuatu yang membuatnya terbangun.

"Sebelah sini," sebuah suara seorang pria membuat Chanyeol tersentak.

Chanyeol pun menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Sosok seorang pria bertubuh tinggi melangkah keluar dari balik kegelapan malam. Pakaian serba hitam membalut tubuhnya yang kekar, dan sebuah topeng assasin berwarna putih menutupi wajahnya. Dalam diam pria itu berdiri di depan Chanyeol dan membuka topengnya.

"...Sehun!" betapa terkejutnya Chanyeol saat melihat wajah dingin yang dikenalnya. Wajah yang hampir dilupakannya selama ia tinggal bersama Baekhyun.

Ah, ia memang hampir melupakan segalanya. Bahkan tentang kewajibannya.

"Akhirnya aku menemukanmu, Chanyeol," Sehun berkata dengan nada datar. "...atau harusnya kupanggil...bos."

Chanyeol hanya diam, mendengarkan sesuatu yang disampaikan oleh Sehun padanya. Lalu ia melirik ke arah rumah Yunho di belakangnya dan mendesah pelan. Ketika ia baru saja menemukan Baekhyun dalam hidupnya, kenapa harus secepat ini?

Tbc