Chanyeol X Baekhyun
BoysLove!AU, School-life
Warning for cliche!plot
.
.
Baekhyun tidak akan mengerti bagaimana bencinya Chanyeol pada setiap titik-titik mungil di kulit wajah tak bercelanya. Membuat Chanyeol ingin menempatkan tangannya pada wajah itu dalam sebuah pukulan, atau, dalam sentuhan yang lain.
.
.
Recommended Playlist:
EXO – 3.5.6
LUNAFLY – With You (cover of Chris Brown)
.
.
oOo
.
Park Chanyeol tidak lebih dari bongkahan daging tanpa otak bagi bagi Baekhyun. Kalaupun orang itu punya otak, ukurannya mungkin tak akan sampai seujung kuku kelingkingnya. Sebegitu bodohnya karena si raksasa itu bahkan tak punya cukup akal sehat untuk sekali saja membiarkan Baekhyun hidup tenang tanpa harus mengundang baku hantam.
Intinya, si Park Chanyeol itu, kalau tidak bodoh, ya gila. Kalau ada kata lain yang lebih buruk sekaligus payah, Baekhyun minta diberitahu.
"Begini, Park. Aku, hanya sedang lewat di tangga umum ini karena mau masuk ke kelasku. Sekali lagi, tangga umum. Kau pikir jalanan ini milik bapakmu, ha?" Baekhyun bertolak pinggang. Ia merunduk dan bersedekap di hadapan makhluk yang duduk di anak tangga ketiga setelah berhasil bangkit dari kecelakaan lalu lintas yang dialaminya. Ya, kecelakaan lalu lintas tangga sekolah. Ia baru saja tersandung—disandung—benda tak berguna bernama kaki Chanyeol, sampai lutut serta tubuhnya harus mencium ubin tangga.
"Oops. Maaf, tidak sengaja, kawan." jawab sang tersangka sebelum bersiul-siul tak peduli dan meneguk jus kalengan di tangannya kembali.
Suara berat itu, terdengar mengganggu bagi telinga Baekhyun.
Baekhyun menuruni satu anak tangga dengan cepat, menyejajarkan tingginya dengan Chanyeol yang masih duduk di tempat dan menarik kencang kerah seragam orang itu. Ia mencengkram kerah itu kuat-kuat, memastikan pemiliknya tercekik hingga sesak.
Dari jaraknya sekarang, Baekhyun menatap dua bola mata besar milik lawannya. Dua mata bulat yang menyebalkan dan sangat mengganggu. Sangat mengganggu.
"Sebaiknya kau punya alasan yang lebih bagus, sialan." Baekhyun mendesis tepat di depan wajah yang lebih tinggi, "Kau membuatku ingin meninju wajahmu." tambahnya sebelum menyentak kerah Chanyeol.
Dengan gesit, Baekhyun menendang tulang kering Chanyeol kuat-kuat sampai si tinggi meraung kesakitan. Baekhyun menyeringai dan melesat cepat menaiki tangga.
.
.
Chanyeol tidak tahu apa lagi hal yang lebih menyebalkan dari keadaan saat ini. Pelajaran Bahasa Inggris dan ia ditempatkan berpasangan dengan Baekhyun, yang mana dalam beberapa menit ke depan, mereka harus duduk saling berhadapan untuk melatih percakapan berbahasa Inggris.
Ia bersandar pada bangku dan memainkan pulpen di tangannya. Memutar-mutar, mengetuk-ngetuk meja. Dalam jarak kurang dari limapuluh sentimeter darinya, Baekhyun tampak sibuk dengan catatannya. Fokus tanpa raut penuh emosi seperti yang ditunjukkannya pagi tadi.
Poni kecoklatan laki-laki itu menutupi sebagian besar mata sipitnya karena si empunya tengah menunduk demi menuliskan beberapa catatan. Tapi itu tidak menghalangi pandangan Chanyeol pada beberapa titik mungil di pipi, hidung, dan sudut bibirnya. Mole yang tampak kecil namun dapat terlihat cukup jelas dalam jarak pandang Chanyeol. Wajah itu tampak tenang dan fokus walaupun ada gurat kesal dan malas di sana.
Pemandangan itu entah mengapa mengganggu Chanyeol. Seperti sebelum-sebelumnya, seperti sejak mereka bertemu pertama kali. Benda di tangannya tidak cukup untuk mengalihkan perhatiannya barang sebentar saja. Ia merasakan tangannya gatal, ingin sekali meninju wajah menyebalkan itu.
"Bisakah kau tenang sedikit? Aku sedang berbaik hati membuatkan teks untuk praktik kita, kalau kau ingat." kata Baekhyun tanpa sedikitpun beralih dari buku catatannya.
Tanpa sadar, Chanyeol mengeluarkan decakan dari mulutnya.
Baekhyun memukul permukaan meja dengan pulpen di tangan. Tidak terlalu keras sampai harus mengundang perhatian orang lain, tapi cukup untuk menarik atensi dari yang di hadapannya. Baekhyun mulai menampakkan raut luar biasa terganggu.
"Apa maumu, sial?" Baekhyun membentak dalam bisikan.
Chanyeol menyeringai. Pulpen di tangannya berhenti ia mainkan. Mainan di seberang meja lebih menarik setelah akhirnya mata mereka bertemu.
"Kau jelek sekali, Byun. Aku tidak pernah tahan duduk berhadapan denganmu." kata Chanyeol dengan senyum miringnya.
Baekhyun tampak memejamkan mata sementara tangannya mengepal kuat-kuat. Untuk beberapa alasan Chanyeol membenci kenyataan kalau mereka masih berada di tengah pelajaran. Ia ingin menertawakan lelaki pendek di hadapannya dan membuatnya lebih marah lagi.
Hanya selang beberapa detik sampai senyum di bibir Chanyeol luntur. Sebab, si rambut coklat kembali berkutat dengan buku catatannya.
"Aku akan menghajarmu nanti, sialan."
Chanyeol mendengar gumaman itu. Dan taunya itu cukup untuk membuatnya kembali mengulas seringai. Bagus.
.
oOo
.
Selama dua tahun lebih Baekhyun menjalani hari-harinya di SMA, ia tidak ingat pernah memiliki masalah dengan seseorang bernama Park Chanyeol. Mereka bahkan baru menempati kelas yang sama di tingkat dua. Saat kelas satu, mereka kenal sebatas nama dan Baekhyun berani bersumpah ia tak pernah terlibat masalah apapun dengan orang yang bahkan tak pernah mengobrol dengannya itu.
Kekacauan dimulai beberapa hari setelah tahun pelajaran baru di tingkat dua dimulai. Sistem reshuffle kelas menempatkannya di kelas yang sama dengan Chanyeol. Hanya dalam beberapa hari mereka bertemu, Baekhyun merasa orang itu sudah lebih dari sekadar berbuat iseng padanya. Chanyeol lebih mirip memiliki dendam pribadi pada Baekhyun.
Awalnya Baekhyun mengira itu hanya bagian dari sifat buruk Park Chanyeol yang sudah diketahui oleh beberapa orang yang telah mengenalnya. Iseng, nakal, bandel. Semua kelakuan yang mengganggu ada pada diri Park Chanyeol. Ia seperti tak punya tujuan lain pergi ke sekolah selain membuat keributan.
Namun semakin laki-laki itu mencari masalah dengannya, Baekhyun sadar hanya dirinya tersisa sebagai objek bagi Chanyeol. Si raksasa bodoh-sialan-idiot itu selalu menjadikan Baekhyun sebagai sasaran keisengannya.
Sampai suatu kali, mereka terlibat perkelahian fisik di koridor. Itu karena kelakuan Chanyeol sudah dinilainya keterlaluan. Lelaki Park itu tiba-tiba datang dan mengganggu Joy, gadis dari kelas lain yang merupakan teman satu klubnya, sampai menangis. Padahal saat itu Baekhyun sedang membicarakan kepentingan klub hapkido dengan gadis itu. Setelah seharian menyulut emosi Baekhyun dengan mengganggunya, begitu lagi-lagi Chanyeol datang mengusik, Baekhyun tak punya ide lain selain menjadi yang pertama menarik kerah orang itu dan meninjunya.
Baekhyun punya cukup kemampuan untuk memberi satu-dua serangan karena Chanyeol jelas tidak memiliki basic bela diri yang tertata seperti Baekhyun yang belajar hapkido sejak kecil, tetapi Chanyeol tentu tidak pernah kesulitan mengatasi tubuh yang lebih kecil seperti milik Baekhyun. Perkelahian itu membawa keduanya pada hukuman dan jatah poin pelanggaran yang disebut akan mempengaruhi kelulusan mereka.
Baekhyun jelas gentar dengan hal seperti itu. Ia tahu betul tidak seharusnya kemampuan bela dirinya digunakan untuk berkelahi di sekolah. Ia menghargai sabuk yang ia miliki dan arti sekolah itu sendiri.
.
.
Tetapi, Park Chanyeol jelas tidak akan punya pemikiran yang sama.
Baekhyun baru saja terburu-buru masuk ke ruang ganti laki-laki untuk segera berganti pakaian setelah jam pelajaran olahraga. Guru Shim menahannya untuk menyampaikan kabar yang tak begitu baik tentang klub hapkido dan itu memaksa Baekhyun menghabiskan waktu lebih lama di pinggir lapangan sementara jam pelajaran berikutnya tidak akan menunggu.
Tapi gangguan bernama Park Chanyeol seperti tidak paham situasi. Bersandar tepat di pintu loker milik Baekhyun dengan seragam yang telah sempurna berganti sementara seharusnya ia bersama anak laki-laki yang lain sudah kembali ke kelas.
"Minggir."
Park Chanyeol tersenyum separo, "Make me."
Baekhyun tidak sedang dalam kondisi yang baik. Tubuhnya lelah setelah pelajaran olahraga dan apa yang disampaikan Guru Shim sama sekali tidak membantu. Baekhyun sudah cukup stres hanya dengan memikirkan jalan keluar bagi masalah klubnya. Dan orang di depannya ini sungguh menguji kesabarannya yang tidak sedang dalam mode full-tank.
"Jangan pancing aku untuk menghajarmu lagi." Baekhyun mendorong bahu yang lebih tinggi, yang taunya tak berefek apa-apa karena laki-laki itu bergeming.
Dengan emosi meledak-ledak, Baekhyun menghantam dada Chanyeol dan menarik kerah kemejanya. Chanyeol tersentak ke depan oleh tarikan kencang itu.
"Kau. Apa masalahmu denganku?" tanya Baekhyun. Ia sedikit mendongak untuk menatap Chanyeol, menghujaninya dengan semua rasa kesal yang menumpuk lewat tatap mata dan cengkraman mengerat pada bagian leher lelaki itu..
Chanyeol menatap Baekhyun yang berada tak lebih dari duapuluh sentimeter di depan wajahnya sendiri. Mata sipit itu menyirat benci. Napasnya sedikit memburu dan kulit wajahnya tampak berpeluh, entah disebabkan olahraga yang baru dimainkannya atau justru sekadar karena emosi.
Alis Chanyeol berkedut. Ia mengernyit tak suka terhadap wajah di depan matanya. Titik-titik hitam mungil di atas permukaan kulit yang putih tanpa cela. Dahi dengan tetes keringat yang membuat lengket beberapa helai rambut.
Chanyeol mengepalkan tangannya. Sama sekali tak berbeda dengan Baekhyun yang masih mencengkram kerah seragamnya. Ia ingin sekali menempatkan bogemannya ke wajah itu.
"Kau, Baekhyun. Masalahnya ada padamu." kata Chanyeol. Ia tak repot-repot melakukan apapun lagi selain memancang tatap pada wajah di hadapannya.
Detik berikutnya Chanyeol tersungkur. Tubuhnya yang tidak siap menghantam lantai setelah menerima tinju dadakan yang begitu cepat.
Belum sempat bangkit, Chanyeol mendapati Baekhyun duduk di atas perutnya dan sekali lagi memberi pukulan pada rahangnya. Dua kali, tiga kali. Kepalan Baekhyun hendak terangkat lagi untuk yang keempat.
Sial.
Chanyeol bereaksi cepat. Diraihnya bahu Baekhyun. Ia dorong sampai posisi berbalik. Baekhyun di bawahnya melakukan perlawanan yang cukup kuat. Namun itu sama sekali tidak cukup untuk melawan Chanyeol dalam mode tersulut. Ia menggeram dan membiarkan satu pukulan mendarat untuk rahang laki-laki di bawahnya.
Baekhyun meringis. Tangannya terangkat cepat untuk bekerja membalik keadaan, tapi Chanyeol mendahuluinya. Ia menangkap kepalan Baekhyun begitu saja dan menahannya di sisi kepala lelaki Byun itu bersama satu tangan lainnya.
Keduanya terdiam sejenak. Sama terengahnya. Nyeri di wajah masing-masing juga bukannya tak berdenyut sakit.
Dalam beberapa detik yang singkat itu, Baekhyun sempat menangkap kehadiran sedikit cairan merah di balik bilah bibir lelaki di atasnya. Warna itu juga muncul dari sebuah luka di sudut bibirnya. Bagian perut Baekhyun terasa berat karena tubuh besar Chanyeol masih ada di sana, tetapi ada sesuatu lain yang membuat dadanya seakan turut merasa berat saat melihat apa yang telah ia lakukan.
Baekhyun memakukan matanya pada sepasang milik yang lain. Chanyeol di atasnya masih sesekali meringis sekilas.
"Kau,"
Pandangan Baekhyun turun kembali pada bibir yang baru saja mengucap itu. Kemudian naik lagi pada manik yang tampak lebih redup dari biasanya.
"Apa yang kaulakukan padaku?" tanyanya.
Baekhyun tidak bereaksi melainkan mengernyit. Apa maksud Chanyeol?
"Apa—"
Perkataan Baekhyun hanya sampai pada pangkal tenggorokannya kala ia merasakan sentuhan amat lembut di pipi kiri. Tatapan Chanyeol tidak lagi sama dengan kilat jahil dan licik yang biasa ia tunjukkan. Baekhyun tak tahu bagian mana tetapi tubuhnya terasa panas begitu sadar kalau tangan yang membelai pipinya adalah milik Chanyeol. Membuat sedikit gerakan di pipi serta rahang Baekhyun yang sekaligus berada dalam satu tangkupan.
Tangan kiri Baekhyun yang bebas terangkat untuk setidaknya melakukan sesuatu, tapi jemarinya justru gemetar dan berhenti pada dada milik laki-laki di atasnya.
"Apa yang kau lakukan padaku?" Pertanyaan yang sama, dengan suara yang sedikit lebih lirih dari sebelumnya.
Bulu kuduk Baekhyun meremang saat merasakan usapan lembut pada rahangnya. Baekhyun bertanya-tanya tapi dia blank. Ia yang sempat goyah akan rasa bersalah atas luka pada wajah Chanyeol, semakin jadi tak keruan. Kendalinya menguap entah kemana dan tubuhnya melemas. Pikirannya hanya terisi oleh wajah Chanyeol yang kini hanya berjarak satu kali jengkal telapak tangan.
Dada Baekhyun rasanya akan meledak saat kecupan lembut dan seringan angin mendarat di pipinya. Hidungnya. Sudut bibirnya. Berulang-ulang sampai Baekhyun mendadak merasa pening akan perasaan aneh yang menjalar di tubuhnya.
Dan Baekhyun tak berhasil melakukan gerak lain selain jemari meremat kuat kemeja milik Chanyeol saat laki-laki itu menghabisi jarak di antara mereka dan menyentuh bibir Baekhyun dengan miliknya.
Blank. Baekhyun refleks memejamkan mata dengan kepala pening luar biasa.
Bibir Chanyeol mulai bergerak di atas miliknya. Mengecup dan menyesap milik Baekhyun. Terus begitu sampai Baekhyun tidak dapat lagi merasakan lantai di bawahnya. Semuanya blur dan berkabut. Tubuhnya memanas dan jantungnya bergejolak.
Tanpa Baekhyun mampu kendalikan, kedua kakinya mulai bergerak gelisah; wujud perasaan membutuhkan sesuatu lain yang ia tak tahu apa.
Dengan mata terpejam, kepala pening, dan tubuh yang terasa semakin panas, Baekhyun kehilangan kendali sepenuhnya dan membiarkan tubuhnya merespon tanpa menurut logika. Kedua tangannya yang sudah bebas beranjak dari posisinya. Ia mengalungkan kedua lengannya ke leher laki-laki di atasnya.
Semuanya terasa berkabut. Tidak ada yang jelas selain sesuatu membumbung yang dirasakan keduanya. Baekhyun sudah tak lagi berada pada kesadaran yang biasa saat ia mulai membalas pagutan yang diterima bibirnya. Membuka bilah itu semerta-merta membiarkan yang satunya menginvasi.
Anyir darah sempat dirasakannya, namun itu tak benar ia hiraukan.
Mereka bergerak, berguling hingga Chanyeol tak lagi berada di atas Baekhyun. Keduanya berbaring berhadapan, saling merapatkan tubuh tanpa melepas tautan pada bibir mereka. Semakin menuntut, saling menekan. Keduanya sama-sama membiarkan diri terhanyut pada apa yang tubuh mereka inginkan.
Chanyeol memeluk pinggang Baekhyun, dan yang lebih kecil merapatkan lingkaran lengannya pada leher yang lebih tinggi.
Tautan itu terlepas setelah keduanya nyaris kehabisan napas.
Baekhyun belum membuka matanya sebab bibir Chanyeol kembali menghujani wajahnya dengan kecupan-kecupan selembut kapas.
Satu kecupan terakhir, jarak di antara wajah keduanya mulai tercipta meski tak seberapa. Sempat bertemu pandang, yang lebih kecil langsung menyurukkan kepala ke sisi wajah lelaki satunya. Panas di tubuh Baekhyun kini pindah ke kedua bongkah pipinya.
"Apa.. yang kaulakukan?" bisiknya. Padahal ia pula ingin menanyakan itu pada dirinya sendiri.
Sejak pikirannya mulai mampu membawa dirinya menuju kesadaran, Baekhyun belum sempat memindahkan lengannya yang kini masih melingkari leher Chanyeol. Ia sungguh kehilangan kemampuan untuk berpikir apa yang harus dilakukan.
Yang ditanya tidak segera menjawab. Baekhyun justru merasakan lilitan di pinggangnya mengerat.
Baekhyun seakan lupa dengan apapun yang pernah terjadi di antara ia dan Chanyeol. Baekhyun hanya mampu mengingat apa yang baru saja ia lakukan bersama laki-laki ini. Hanya itu, dan kini yang bisa rasakan adalah jantungnya yang berdentum kencang sekali.
"Kurasa—"
Suara berat milik Chanyeol menyapa telinganya lagi. Baekhyun seketika merasa tubuhnya tergelitik hanya karena suara itu.
"—aku jatuh cinta padamu." bisiknya.
Baekhyun merasa hilang akal untuk sekadar ingat cara bernapas. Suara husky milik Chanyeol yang mengucapkan kalimat yang nyaris tak terdengar itu terputar berulang-ulang dalam benak Baekhyun.
Kurasa.. aku jatuh cinta padamu.
Kalimat itu memenuhi kognisinya. Paras dari yang mengatakan terbayang-bayang. Mata bulat dan bibir tebalnya, serta suara berat Chanyeol yang tak Baekhyun jumpai pada siapapun kecuali dirinya.
Baekhyun merasakan lilitan pada pinggangnya mengendur. Sadar Chanyeol sedang berupaya melepas kontak tubuh mereka, Baekhyun justru berkontra dengan cara menarik lebih erat leher lelaki tinggi itu.
Pipinya masih terbakar, dan Baekhyun tak memiliki cara lain untuk menyembunyikan betapa ia malu selain menyembunyikan wajahnya dalam pelukan itu.
"Baekhyun?"
Yang dipanggil menggigit bibir kuat-kuat. Merasakan betapa cara Chanyeol menyebut namanya terdengar begitu berbeda. Merasakan bagaimana panggilan itu membuat jantungnya berdetak kencang bagai genderang.
"Kau.. membuatku ingin menghajarmu lagi," cicit Baekhyun, yang ia rutuki di detik berikutnya. Dia tak bermaksud mengatakan itu.
Tetapi rupanya Chanyeol melepas tawa kecil.
"Kalau begitu lepaskan lenganmu agar kau bisa meninju wajahku lagi."
Tak mendapat jawaban, Chanyeol memutuskan untuk memaksakan tubuhnya bangkit dengan Baekhyun yang masih menempel padanya seperti anak koala.
Baekhyun memekik kecil saat tubuhnya turut terangkat, membawanya duduk berhadapan dengan Chanyeol dalam posisi yang teramat aneh.
"Jadi, kau akan memelukku sampai kelas nanti?"
Panas menjalari seluruh wajah Baekhyun, terlebih saat akhirnya ia memberanikan diri untuk melepas lilitannya pada leher Chanyeol dan membuat jarak.
Baekhyun bergerak canggung, ia menunduk dalam-dalam dengan Chanyeol yang menatapnya tanpa jeda.
Chanyeol diam-diam melebarkan cengirannya. Ia merasa lebih ringan saat kejadian di luar ekspektasi tadi akhirnya menyadarkan dirinya akan dorongan tak beralasan yang membuatnya tak tahan untuk mengganggu Baekhyun selama ini.
Katakanlah, Chanyeol pun tak sengaja melakukan itu. Ia hanya merasakan gejolak luar biasa di dalam tubuhnya saat melihat Baekhyun di bawah kungkungannya. Dengan itu, Chanyeol mengakui kalau dirinya memang kelebihan tolol hanya untuk mengetahui perasaan apa itu. Pergumulan tadi sudah cukup membuat semuanya menjadi jelas.
Melihat si mungil tidak memberinya reaksi apapun, Chanyeol menahan gejolak yang timbul kembali di dalam dirinya. Dia gemas sekali melihat Baekhyun seperti itu.
Dan ternyata Park Chanyeol kalah oleh gejolak itu. Ia menangkup wajah Baekhyun dan kembali memberikan kecupan-kecupan gemas pada setiap mole yang tertangkap inderanya.
"Ini membuatku sadar darimana dorongan untuk terus menganggumu berasal." gumam Chanyeol di sela hujanan kecup pada wajah Baekhyun. "Membuatku gemas saja." Lagi dan lagi, Chanyeol seperti kecanduan akan sensasi sentuhan bibirnya dengan kulit Baekhyun.
"Ch—chanyeol.. ge.. geli.."
Chanyeol tertawa. Cicitan Baekhyun sangat lucu sampai ia kelepasan menggigit pipi gembilnya.
Setelah itu, Chanyeol membawa Baekhyun ke dalam dekapannya. Menghela napas lega, menyadari bagaimana pikirannya akan Baekhyun tidak lagi meresahkannya serta bagaimana dadanya tidak lagi berat.
"Kukira.. kau membenciku." cicit Baekhyun.
Chanyeol tertawa lagi, "Kau tidak tahu kalau aku juga mengira kau membenciku. Tapi melihatmu jadi jinak begini, sepertinya kau tidak."
Satu pukulan diterima Chanyeol pada punggungnya. Tapi itu hanya membuatnya tertawa, lagi dan lagi.
"Setelah ini kau boleh menghajarku sesukamu. Asal biarkan aku menciummu sepuas hati." ucapnya.
Chanyeol merasa punggungnya dihantam pukulan kecil lagi, sebelum berganti dengan remasan pada kain kemeja di punggungnya.
"Idiot."
Satu kata itu cukup untuk membuat Chanyeol tahu si mungil tidak menolaknya.
Mereka berdua tenggelam dalam keheningan yang melegakan, memilih melupakan sejenak kewajiban mereka untuk segera kembali ke kelas dan kembali berkutat pada pelajaran.
Ah, tak ada pula di antara mereka yang sudi beranjak. Keduanya baru saja menemukan jawaban atas keresahan mereka selama ini. Tolong biarkan mereka menikmati kelegaan dan rasa hangat yang menjalar di dalam hati mereka masing-masing.
fin
oOo
.
.
Jadi, pada masih idup kah setelah cover W Korea Baek dirilis beberapa hari yang lalu? Saya harap kita semua masih cukup waras setelah disajikan hal ilegal semacam tahi lalat unyu di wajah Baek, xixi. Serius, deh, makhluk kayak Baekhyun itu terbuat dari apa? Nyandu banget. Nggak sabar nungguin W Korea ku sampe
