A Sip of Whiskey
By SenjaRizh
Detective Conan Aoyama Gosho
"Saya tidak mengambil keuntungan materiil apa pun dalam pembuatan fanfiksi ini"
Rating K/T
Drabble Pendek. AKAM (Akai Shuichi x Amuro Tohru/Rey Furuya) dan beberapa kapal-kapal lain yang mungkin akan nyempil
Canon/Semi-Canon/Alternative Universe. Fluff. Shonen Ai/BL. Don't Like Don't Read.
Saya tak— atau mungkin—bermaksud mereceh, serius!
[0000]
#Thief
Akai Shuichi bukan orang terkenal. Dia bukan pula artis, apalagi pangeran. Tetapi, nama itu selalu digembar-gemborkan di dunia bawah tanah—dunia kerahasiaan, katanya.
Dia pernah dan selalu juarai poling the most wanted man tiap tahun atas bakat menembak di satuan FBI. Paling sering jadi buah bibir di tiap kepolisian—terutama kepolisian Jepang. Serta… the most wanted man—lagi—di BO.
BO—bukan Box Office, melainkan Black Organization. Suatu organisasi yang punya hobi mengenakan baju hitam kalau sudah beroperasi—sekali pun itu di musim panas dengan matahari sedang mentereng gagah. Sayangnya, predikat terakhir dia jadi manusia buronan.
Karena pernah menyusup di sana, Akai jadi kebiasaan memakai pakaian gelap-gelapan. Tujuannya memudahkan bersembunyi. Serta menciduk sasaran. Apalagi kalau berduaan—uhuk—dengan sang pujaan. Terus hubungannya apa?
Ehem.. Sebab pria menawan ini sudah mengkhianati sang tangan kanan bos, dia jadi target bulanan mereka. Terutama oleh anggota berinisial B dengan alasan pribadi—entah karena dendam kesumat atau main kucing-kucingan. Kedua orang, kalau bertemu sukanya main lembar bom sindiran, tetapi nanti berakhir pada duet ciduk-menciduk.
Perlu diketahui, jangan disangka itu tadi drama kucing-kucingan. Walau pada kenyataan, salah satu penulis kondang telah melakukan penggarapan skrip dramanya, sih.
Rye—bekas kode panggilan selama bertugas di BO—punya alasan mengapa berhenti dari kumpulan orang-orang hitam itu. Dia akui, lelah mental juga jadi manusia di balik layar, terlebih jadi bayangan. Tapi nyatanya, setelah keluar, dia tetap saja bersembunyi di balik sosok replika, Subaru Okiya.
Seseorang bertampang menawan Mahasiswa usia dua puluh tujuh tahun. Sosok samaran Akai Shuichi sekarang. Seperti isu-isu sebelumnya, sosok ini tak jauh beda dengan Akai di zaman old. Ia lelaki jaman now yang punya kepopuleran hampir setara dengan yang lama.
Coba bayangkan saja, niat akan meneguk bourbon dan merokok saja—seperti yang sudah sering muncul di beberapa episode yang sudah tayang dan ditonton berjuta umat fujo—dia lakukan dengan selalu pasang modus elegan disertai seringai misterius ala artis iklan? Sampai-sampai kawula muda sebangsa hawa di sebelah rumah—sekaligus para penonton—dibuat cengok dan ngiris tangan. Kan, jengkel juga kalau dia melihat gelagat itu!—jeritan oleh sosok yang tak mau dibongkar namanya, tetapi sudah tertebak siapa.
Abaikan barusan, mari lanjut bernarasi. Sampai di…
Ah, ya itu…Akai Shuichi punya segala aset penting dan skill memukau. Mulai dari rupa, bakat, hingga materiil.
Kalau bicara ganteng, sekali tengok, lalat betina lewat pun pasti langsung nemplok. Sang penembak jitu ini punya feromon magnet. Percaya atau tidak bisa dibuktikan lewat wawancara kok.
Rumah? Dia bisa beli kapan pun. Gajinya sebagai FBI siap diperhitungkan tujuh turunan. Ya, kalau pun nanti kau punya turunan, bang! Akan tetapi, Akai versi Subaru lebih rendah diri dan dermawan. Ia memilih hidup mandiri di rumah tumpangan sebagai mahasiswa teknik mesin butuh ijazah, juga sebagai tetangga ramah yang suka bagi-bagi masakan setengah jadi.
Padahal niatnya cuma nyamar sekaligus korupsi umur.
Kendaraan? Punya kok, adanya sedan tapi—merah dan putih. Elegan dan klasik, bandel dan tangguh—sampai susah ditaklukkan—adalah tipe favoritnya. Dan kedua mobil pribadi dipilih karena mengingatkan dia pada sang calon gebetan—alasan pribadi tolong jangan diceritakan.
Kalau pendamping?
Akai berdehem sebentar ketika tanya barusan bermain di kepala. Beruntung saja dia tak ditanyai ini dua hari lalu. Sebab sniper terbaik ini sudah resmi menembak seseorang yang bertaraf SS—sesuatu sekali— dari segi kelakuan. Untung saja sang sasaran juga menerima peluru cinta darinya.
Hari itu dia harus lega sudah berhasil menaggalkan status jomblo setelah gagal membina hubungan dengan dua wanita. Sebab trauma itu dia jadi belok haluan. Dan kepada korban yang berhasil digait Akai—dia harus dicemaskan atau diberi tepukan meriah, ya?
Akan adanya kabar beredar inilah, menarik Jodie Starling, sang mantan—entah pacar atau rekan, karena dua-duanya pernah disandang—mengunjungi kediaman tempat tinggal. Di mana lagi kalau bukan di rumah sementara Keluarga Kudo.
Selain ingin beri selamat, dia juga ingin mengabarkan informasi penting! Tetapi, niat datang untuk main-main juga sih.
"Shuu, sudah dengar berita hari ini di kantor pusat kepolisian?"
Saat dipersilakan masuk, sang wanita pirang sudah menyerobot tanya. Pengalihan wacana sebelum masuk topik utama. Ia sedikit terburu ketika pintu sudah dibuka dan mengekori Akai yang tak segera membalas. Ia lebih dulu kembali ke tempatnya—ruang tamu bertelevisi lebar.
Seteko kopi, beberapa cangkir, dan cemilan ringan sudah terhidang. Lengkap. Sampai membuat rekannya itu bertanya-tanya, jangan-jangan kedatangan dia sudah diprediksi olehnya?
"Berita di kantor kepolisian?" balasan tertarik baru dikuarkan. Ia mengisaratkan Jodi untuk duduk.
"Iya. Hampir para anggota mereka membicarakan kabar ini, kau tidak tahu?"
"Tentang apa?"
"Aku tak seberapa yakin kebenarannya, tetapi satu dari mereka membeberkan kalau anggota kita berhasil mencuri permata di Kantor Pusat Kerahasiaan Kepolisian Tokyo." Jodi memaparkan. Ia duduki kursi berhadapan dengannya.
"Hn? Aku baru dengar. Memang ada anggota FBI kita mencuri permata? Seperti KID saja."
Jauh di tepi pantai, sosok dibicarakan bersin-bersin tanpa alasan.
"Untuk itulah aku kemari meminta bantuanmu. Sekaligus…memberi selamat."
"Hm, selamat?"
"Kau sudah punya pasangan resmi, benarkan?"
Akai Shuichi hampir tersedak kopi. Tetapi gengsi diterapkan di permukaan muka sampai ke lensa kacamata. Sungguh tak diprediksi bila kabar ini melesat cepat. Baru juga dua hari lalu dia pasang cincin tunangan ke pasangan. Itu pun secara diam-diam.
"Ehm, siapa yang cerita itu?"
"Siapa lagi, para detektif cilik, temannya Cool Kid!"
Sang rekan FBI tersenyum. Seolah sudah skatmat menebak. Sudut mata bicara kepada Shuu, makanya, jangan remehkan anak kecil kalau sudah bergosip dan menebar cerita!
Pria berkacamata letakkan kembali cangkirnya. Ia benahi ekspresi wajah dan bicara.
Mau apalagi. Akui sajalah biar interogasi tak panjang-panjang.
"Ya. Itu benar, terima kasih atas ucapan selamatnya. Masalah pencurian, akan kuselidiki kebenarannya secepat mungkin," sekaligus kutanyakan sama ahlinya.
Wanita pirang berkedip singkat. Sedikit terjengkal menerima kebenaran jika Akai sekarang sedang mengakui hubungan asmara dengan seseorang. Terlebih, lelaki di depannya itu tipe yang sangat jarang membeberkan terang-terangan.
"Whoa, jadi benar kau sudah melamar anak orang!?" Sahutnya kemudian. Lupa akan topik sampingan meminta bantuan penyelidikan. Disisihkan beberapa menit tak masalah, kan? Dia mau dengar langsung tentang hubungan sang mantan.
"Bukan anak orang, tetapi…." Akai tampak ragu melanjutkan.
"Tapi kenapa?"
Akai berdehem cepat. "dia…. dari anak kepolisian."
"Eh? Anak kepolisian? Sungguh? Kepolisian… yang mana ini?"
"Public Security Bureau—Kepolisian Metropolitan Tokyo, sepertinya." Bukan sepertinya, memang dia bernaung di sana.
"Public—eh—HAH! PSB—PSB yang itu? Kau serius Shuu?!"
Mata Jodi membulat. Ia tersengat kejut. Harap-harap cemas semoga tebakannya salah. Kalau benar sosok itu yang jadi target selama ini—serius Akai mengejar anak yang itu? Tunggu—masih ada satu yang belum dikonfirmasinya.
"Ehem… Shuu, kalau boleh tahu namanya siapa?"
Akai tak berniat menjawab. Ia pasang senyum misterius—juga paling menawan kepada sosok yang pernah singgah di kisahnya.
Oh, Astaga! Demi Amor yang sudah memanah hati Akai Shuichi, anak—bukan! Sosok yang dilamar sang rekan bukan lelaki dalam tanda kutip anak emas kepolisian, kan? Tolong jangan yang itu…
"Shuu, jangan katakan dia yang sekarang punya nama sandi Bour—
Segera Akai letakkan ibu jari disela bibir. "Jodie, kau tak perlu menyebut namanya. Dia sedang tidur di atas." Sang agen wanita membekap mulut. Beberapa detik. Malu kalau nanti ketahuan terbuka saking terkejutnya.
DEMI DEWI AFRODIT!!! Kau sungguh racun! Busa racun kau! Entah dia harus bahagia kapalnya—secara diam-diam—sudah berlayar, atau prihatin parah.
Akai dalam masalah besar. Pantas saja sejak kemarin malam para kepolisian bagian pusat semakin curiga dan tak bersahabat kepada mereka. Malah, ada yang sepakat untuk memboikot lagi. Permata yang dia—sebagai perwakilan FBI—curi ternyata….
….adalah anak kebanggaannya Kepolisian Tokyo! Primadona-nya PSB pulaa!
"Shuu, sepertinya aku tahu siapa pencurinya."
"Hn? Cepat sekali kau dapat petunjuk. Memangnya siapa?"
Ia kerlingkan alis penasaran. Padahal dia juga ingin tahu siapa dalang penyebab isu tersebut. Jodie tak segera menjawab. Bagaimana bisa dia sebutkan itu jika di depannya adalah seseorang yang sudah terkalang basah sebagai tersangka?
Lantas, ia berdiri untuk angkat kaki dari kursinya.
"Shuu, akan kujawab nanti, tapi... aku mau pastikan sesuatu dulu," ia berkilah.
Masa bodoh bila Akai—Subaru Okiya sekarang—akan curigai dia. Sang wanita pirang tarik nafas sejenak, sebelum benar-benar melangkah pulang. Kalimat peringatan tersirat jadi penutup.
"Tapi, kusarankan padamu, mulai besok—eh, tidak, hari ini, kau siagakan dirimu. Dua puluh empat jam!"
"Memangnya kenapa?" Akai bertanya kalem. Entah bingung atau memang pura-pura tak baca situasinya.
Karena sebentar lagi kau akan jadi amukan penggemar rahasia Rei Furuya, idiot!
Ah, andaikan Jodi benar-benar bisa sampaikan itu! Namun, biarlah Akai sendiri saja yang menyadari, juga menangani—itu pun bila Akai acuh—getah hasil jarahannya.
[0000]
Di latar ranjang berukuran ratu, sosok terbalut selimut mengerang. Rambut karamel susu awut-awutan. Bekas cupang di ceruk leher ia abaikan—dan memang tak tampak di sudut pandangan—ntuk melirik jam dinding. Tetapi, tatapan mata sudah dihadang oleh pria berambut arang.
"Pagi, Rei…" sambutan hangat diterima. Kecupan sekejap di bibir. Pemiliknya masih linglung.
"Shui—Akai? Eh. pukul berapa ini?"
"Masih pukul sembilan." Jawabnya. Ia sodorkan air putih untuk sang rekan seranjang yang masih menggosok kelopak mata. Inginnya, sang lelaki meringis gemas di sudut bibir. Ketika iris dari sepasang topaz menangkap rambut lawan gravitasi Rei tersungut di kepalanya—tahan! Wajah Akai hampir gagal melempeng.
"Kenapa kau? Sembelit?" Rei melirik. Sedikit skeptis. Tetapi tetap menerima apa yang disodorkan.
"Hn. Tidak."
Gelas di tangan sang rekan seranjang—tadi malam—diambil untuk diminum. Beberapa tegukan masuk, membasahi tenggorokan kering. Segarkannya kembali.
"Rei apa hari ini kau ada misi lain?"
Ditanyai begitu, alis Rei berkerut. Koneksi otak merambat dua detik ketika jadwal harian ia ingat. Tetapi lelaki berkulit tropis balas menggeleng kemudian. Isyarat dia memang tak ada tugas khusus dari atasan. kalau pun ada, dia pasti butuh libur juga. Itu yang di bawah area pinggang minta diistirahatkan sehari.
"Rei, aku heran. Sejak pagi ini smartphone-ku tak henti berdering dengan pesan ancaman dari pengirim tak dikenal."
Rei Furuya terselak minumannya. Ia terbatuk pelan setelah pernyataan itu disuarakan.
"Rei, apa kau tahu semua ini?"
Lelaki berinisial Bourbon menelan ludah. Ketika senyum lembut mematikan ditujukan padanya.
Semalam, sebelum gelut di ranjang cinta, dia tak sengaja mengunggah foto cincin tunangan—yang sepakat untuk dirahasiakan dulu—di ruang obrolan kelompok kepolisian. Salahkan Kazami Yuya yang sudah mengompori dirinya!
[0000]
a/n:
akhirnyaaaa~ done! Saya kesampaian juga nge-up Akam!!!
/sorak kegirangan!/
Oke, sapa dulu nih, haloo~ salam buat para AkaAmu atau HaremAmu, saya nganterin asupan buat kalian. Saya nyemplung sampai tenggelam gegara kapal ini.
Semoga para pembaca sukaa~
Read, Save, Fave, Follow and Review... yang nyempetin salah satu atau semuanya, thanks you so much~ /kechup dan peluk/
salam hangat,
SenjaRizhSenjaRizh
