Chapter 5 :
above all
Issei terdiam duduk di atas bangunan tertinggi di kyoto, menatap kosong bintang bintang yang bertaburan dilangit dengan setiap air mata yang turun melewati pipinya, masih tak percaya dengan apa yang terjadi pada temannya raiser dan penjelasan yang dijelaskan oleh yasaka dan teman-temannya.
"Bersedih tidak akan membuat Raiser kembali pada kita Issei."
Issei menengok ke arah belakang tepat dimana Vali sedang berjalan menuju dirinya.
"Kematian itu pasti, dan hidup hanyalah halusinasi."
Vali duduk di samping Issei, menatap lurus kedepan. Issei mengikuti apa yang Vali lakukan, dirinya kembali menatap cahaya bangunan yang ada di distrik kyoto.
"Kematiannya yang tidak bisa aku terima Vali, dia mati menyelamatkan diriku saat lengah. Aku tidak bisa memberikan balasan yang setimpal akan hal itu."
"Di saat dirimu diselamatkannya, dan pingsan akibat benturan keras, Raiser berpesan padaku."
Issei menatap cepat Vali, dimatanya terbesit sebuah keingintahuan apa amanat yang di sampaikan Raiser terakhir kalinya.
"Sampaikan pada si bodoh itu, tolong jaga adikku sebagaimana dia menjaga orang-orang yang dicintainya. Tekad kuatnya dan semangatnya itulah yang aku percaya dia bisa melaksanakan hal kecil ini."
Vali menengok menatap Issei yang sekarang terdiam tanpa suara, air mata kembali keluar dari matanya. Sebuah pesan terakhir dari temannya, yang dipercayakan padanya.
Issei berdiri, menghirup nafas dalam-dalam... lalu membuangnya. Sorot matanya menatap tajam langit malam bertabur bintang.
"Aku berjanji, atas nama jiwa dan ragaku, aku akan melaksanakan pesan terakhirmu Raiser."
Vali tersenyum kecil akan hal itu, inilah yang dirinya suka dari sosok Issei. Sebuah tekad dan semangat yang tak pernah luput dari wajahnya, tetap berdiri walau hati terkikis berkali kali.
Tanpa Vali dan Issei sadari, di balik pintu atap itu terdapat Kiba yang menatap mereka dalam diam. Senyuman tipis bertengger di wajah tampannya, menatap Issei yang terbakar api semangat.
'Kau memang tak pernah goyah, Issei-san.'
*
*
*
Sona berjalan menyusuri koridor sekolah, menuju tempat dimana Naruto berada. Dirinya diselimuti ketegangan karena harus menyampaikan laporan yang mungkin akan membuat sang tier dua itu murka.
Beberapa menit berjalan, Sona sampai dimana ruangan itu berada, mengetuk pintu, lalu masuk kedalam dan di sambut beberapa pasang mata disana.
"Bagaimana hasilnya Sona-san?."
Sasuke membuka pembicaraan, dan orang-orang yang disana menatap Sona penuh akan penasaran.
Berjalan menuju meja Naruto, menyimpan kertas yang dia bawa lalu perlahan mundur kebelakang.
"Semua informasi yang aku kumpulkan ada disana, kelompok Rias berhasil menuju distrik 17 dengan selamat. Gauna yang menghalangi mereka telah di musnahkan seluruhnya."
"Lalu, bagaimana dengan kelompok Vali?."
Tubuh Sona menegang, dirinya bingung harus bagaimana menyampaikan hal itu.
"M..Mereka berhasil menuju d...distrik 20 dan bertemu dengan Yasaka-sama. Namun... tidak dengan Raiser."
Shikamaru dan Sasuke mengerti apa maksud dari kalimat terakhir Sona, Hinata kembali khawatir apa yang akan terjadi kepada kekasihnya saat mendengar itu, dan Kuroka ada sedikit lega karena Vali selamat namun cemas apa keputusan yang akan di ambil oleh tangan kanan Ophis itu.
Semua terdiam, tak ada yang bersuara. Mereka tau bagaimana sifat Naruto jika menyangkut dengan orang-orang yang sangat dia percayai.
"Tenanglah Sona, terima kasih. Kau boleh kembali."
Sona mengangguk kecil, lalu pergi keluar meninggalkan Naruto, Sikamaru, Sasuke, Hinata, dan Kuroka.
"Apa yang mereka lakukan hingga tak mampu menyelamatkan nyawa Raiser, Sasuke!?."
Hawa tak mengenakkan menyelimuti ruangan itu, sesak nafas mereka rasakan. Hinata hampir ambruk jika Kuroka tidak segera menopangnya.
"Tenangkan dirimu Naruto, lihat kekasihmu!."
Naruto tersentak, dirinya lalu menarik kembali hawa tak mengenakkan itu kedalam tubuhnya.
Setelah situasi terkendali, Sasuke bersuara.
"Di saat mereka akan menolong kelompok Vali, Mereka di hadang oleh lima gauna tipe hard. Semua di luar perhitungan kita Naruto. Akatsuki mengalami kerugian dalam kelompoknya, dan itu merengut nyawa Hidan-senpai dan Kakuzu-senpai."
Naruto menghela nafas, dirinya tidak menyangka akan menjadi serumit ini. Tiga nyawa melayang untuk menyelamatkan nyawa yang lain, harga yang sepadan agar semua ini cepat selesai.
"Apa yang harus ku ucapkan pada Ravel-chan."
Gumam Naruto, dirinya bingung harus apa saat nanti menghadapi ravel. Seseorang yang sudah ia anggap adik selain dua saudaranya yang telah pergi meninggalkan dirinya.
"Bagaimana dengan Tamozawa Villa?."
Sasuke menatap Shikamaru, mengerti akan tatapan Sasuke dirinya lalu angkat suara.
"Arthur dan Le Fay berhasil melaksanakan misi, diikuti oleh Zetsu yang menjadi jalan pulang bagi mereka. Nikko sudah di ratakan sesuai dengan apa perintah yang kau berikan."
Naruto mengangguk mengerti. Nikko, distrik 15 yang terbilang sangat damai dan tentram untuk zaman yang penuh akan kehancuran. Keterpaksaan harus Naruto lakukan karena disana telah dilakukan sebuah eksperimen oleh orang yang tak bertanggungjawab.
"Kenapa kau menghancurkan benteng distrik 15 Naruto?."
Kuroka bertanya penuh kebingungan, tidak biasanya dia tertinggal sebuah informasi yang penting seperti ini.
"Distrik 15 telah menyuntikkan sel gauna pada para warganya, yang dimana apa sel itu bisa dibilang tidak sempurna. Experimen ilegal lebih tepatnya."
Hinata menjawab kebingungan Kuroka, dirinya lalu bersandar pada Kuroka karena kehabisan energi saat menahan hawa Naruto.
"Baiklah, langkah selanjutnya..."
DUARRR
Belum sempat Naruto berbicara, sebuah ledakan cukup besar tercipta di lingkungan sekolah.
"Dimana?"
"Asrama putra, gedung bagian atas."
Semua yang ada disana menegang atas penyampaian yang Kuroka sampaikan, kekhawatiran mereka menjadi karena suatu kemungkinan yang terjadi.
"Lee."
*
*
Para siswa/i berlarian menjauh dari area asrama, para anggota OSIS membantu evakuasi segala kemungkinan yang terjadi. Kebingungan melanda pikiran mereka, apa yang sebenarnya terjadi.
"MOMO!!"
Momo berbalik saat mendengar suara teriakan, dirinya mendapati sang kaichou berlari kearahnya.
"Kaichou"
"Momo, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Aku ti..."
JRASSHH
Sebuah tusukan di perut menghentikan ucapan Momo, darah segar keluar dari mulutnya. Sona yang melihat itu terkejut, tangannya menutup mulutnya dengan tubuh yang bergetar karena tak percaya apa yang dia lihat.
"Ka...ichou uhukk.."
JRASHHH
Tubuh Momo terbelah menjadi dua saat tentakel itu bergerak cepat keatas. Tubuh Momo ambruk tak bernyawa, tepat dihadapan Sona yang diam mematung.
"Mo...mo.."
GROARRRDUARR DUARRR
"KAICHOU AWASSS"
Tomoe berteriak kearah Sona setelah dia tersadar dari rasa terkejutnya, Namun Sona tetap diam mematung karena melihat momo yang sangat dia percayai mati tepat didepannya.
Puing-puing bangunan yang beberapa meter lagi akan menimpa Sona, tiba tiba berhenti. Melayang, seakan sesuatu menghalanginya.
"Tomoe-san, papah kaichou dan perintahkan yang lainnya untuk menjauh."
Tomoe berbalik menghadap siapa yang berbicara, tiba-tiba dirinya menegang. Siswa yang sangat ditakuti muncul tepat dihadapannya, Siswa yang dikatakan hampir menyamai sang Rank 1 Ophis.
"Baik"
Tanpa basa-basi, Tomoe berlari menuju Sona. Memapah sang kaichou lalu menatap sedih kearah tubuh tak bernyawa Momo, dirinya lalu memberi isyarat pada yang lain setelah itu pergi dengan cepat menjauh dari tempat perkara.
"Bagaimana situasinya, Shika?"
Shikamaru berjalan lalu berhenti tepat di samping siswa itu.
"Benar apa yang kita duga, dia telah menerima suntikan ilegal dari mereka para bajingan itu. Kapan dan bagaimana aku tak tau, mereka sungguh bersih dalam penyelundupan."
Naruto mengangguk mengerti, dirinya melangkah pelan kedepan disertai puing bangunan itu menjauh kearah kiri dan kanan, memberikan Naruto jalan dan padangan terhadap sosok yang selama ini dia anggap keluarga.
"Aku tidak tau bagaimana kau berakhir seperti ini dan apa yang mereka janjikan terhadapmu, Namun semua ini salah, Lee"
Rock Lee, satu-satunya siswa peringkat Bronze yang berhasil mencapai top tier 20 hanya dengan kemampuan fisiknya. Seorang manusia yang gigih dan tanpa kenal lelah berjuang sekuat tenaga agar bisa melampaui para top tier di atasnya, namun apa yang sekarang mereka lihat pada sosok Lee adalah sebuah kekecewaan. Apa yang mereka lihat sekarang hanyalah sosok monster yang dikendalikan oleh nafsu dan amarah.
WUSHHH BRAKK
Rock Lee melesat cepat kearah Naruto dan menghantam tanah, Naruto dengan santai menghindar hantaman itu. Dirinya meloncat kebelakang tanpa terkejut akan kecepatan yang dimiliki Lee. Rock Lee kembali melesat menuju Naruto bersiap menghantamkan tinjunya, namun kepalannya di tangkap dengan mudah oleh Naruto. Kesal karena tinjunya berhasil di tahan, Lee melayangkan kembali tinjunya.
Sebuah kecepatan tinju beradu terlihat disana, membuat para siswa/i yang melihat kejadian itu tertatap kagum. Tentakel di tubuh Lee tiba-tiba bergerak bersiap membelah tubuh Naruto, dengan reflek yang cepat Naruto meloncat menjauh dengan tubuh Lee sebagai tumpuan, yang membuat Lee terdorong cepat kebelakang dan menghantap puing-puing bangunan.
WUSHH BRAKKK GROARRR
Naruto mendarat tepat di samping Shikamaru yang menguap setelah menonton pertunjukkan Naruto dan Rock Lee.
"Hoamm... tenang seperti biasa nee, sepertinya dia sudah bukan dirinya lagi Naruto"
Naruto menatap Lee di balik kain yang menutupi matanya, kecewa dan sedih tergambar jelas di sorot mata Naruto jika Shikamaru bisa melihat mata di balik kain hitan itu.
"Aku akhiri penderitaanmu Lee"
Naruto perlahan berjalan kearah Lee, tangannya menuju tempat dimana kain hitam menutup matanya. Sedikit menarik kainnya dan memperlihatkan mata kanannya saja, tiba-tiba kehampaan melanda seluruh sekolah. Siswa/i yang berada disana perlahan pingsan karena tak kuat menahan tekanan mental yang di pancarkan Naruto, Shikamaru bahkan menelan ludahnya karena baru sekarang dia merasakan hawa ini. Sangat sangat berbeda dengan hawa yang di pancarkan saat rapat dan di ruangan tadi.
GAHHHHHH KHUKKK
Rock Lee seakan tercekik oleh sesuatu, padahal jarak antara dirinya dan Naruto terbilang jauh.
"Kesakitan yang kau rasakan, tak sebanding dengan apa yang aku kecewakan Lee."
Tubuh Lee perlahan remuk, seakan di tekan oleh sesuatu tak kasat mata. Mengecil, terhimpit dan...
JRASHHH
Tubuh Lee hancur berkeping-keping, darah memuncrat kesegala arah. jasad Lee sekarang terlihat seperti sebuah kelereng yang terbuat dari daging manusia, membuat siswa/i yang masih sadar mengeluarkan isi perutnya akibat menonton sesuatu yang bisa di bilang cukup mengerikan.
Perlahan Naruto menutup kembali mata kananya, yang membuat hawa kembali normal seperti sedia kala.
"Kau mengerikan Naruto"
Menghiraukan ucapan Shikamaru, Naruto lebih memilih melihat bangunan yang sekarang sudah rata dengan tanah. Ada yang mengganggu pikirannya.
"OSIS, bantu kami mencari tubuh korban yang tertimpa puing-puing bangunan. Kalian juga bantu kami."
Para anggota OSIS mengangguk tanpa bantahan sedikitpun, berbeda dengan para siswa/i yang sekarang memancarkan hawa murung.
"Cih, kenapa kita harus terlibat?"
"hooh, padahal tadi dia bisa melayangkan puing-puing bangunan itu"
"dasar tier 2"
Urat kekesalan terpampang di dahi Naruto saat mendengar ucapan mereka.
"Anggap saja ini adalah latihan untuk fisik kalian yang lemah itu, jika kalian tidak ikut membantu, jangan harap hidup kalian akan tenang."
Bukan Naruto yang berucap, melainkan Hinata yang sekarang sedang memancarkan aura membunuh yang pekat. Kenapa?, sudah jelas kekasihnya sedang di hina, pastinya Hinata tidak terima akan hal itu.
"HAI MADAM"
Dengan cepat mereka berlari membantu anggota OSIS, membuat Kuroka dan Shikamaru terdiam akan kejadian barusan.
"Sepasang kekasih yang mengerikan."
Gumam mereka berdua.
Puing-puing bangunan telah di bersihkan, para jasad yang mati telah di kumpulkan dalam satu titik. Kesedihan melanda sekolah Britannia, karena mereka kehilangan teman teman yang terlebih dahulu meninggalkan mereka.
Sona menangis dengan memeluk Tomoe yang menjadi sandaran, dirinya tak kuat harus kehilangan sosok yang telah dia anggap keluarga baginya. Tomoe dan anggota OSIS yang lainnya sama sedihnya seperti kaichou mereka, kehilangan sosok Momo yang anggun dan lembut di mata mereka.
Naruto menatap datar di balik penutup matanya, menatap apa yang di balik kain penutup yang menutupi satu tubuh yang sudah tak bernyawa.
Neji, di temukan tertusuk di bagian jantungnya saat evakuasi. Tubuhnya terbaring di gedung asrama tepat dimana Lee sebelumnya meledakkan tempat itu.
"Jika benar, Neji mati tertusuk saat dirinya menemani Lee di kamarnya. Karena terkejut atau karena terlalu cepat Lee berubah, dia lengah dan akhirnya berakhir seperti ini."
Sasuke angkat bicara, kemungkinan apa yang dia ucapkan adalah benar. Bagaimanapun dialah orang yang menemukan tubuh Neji pertama kali sebelum dirinya membawa tubuh Neji kemari.
"Aku mengerti Sasuke, terima kasih."
*
Seseorang menatap kerumunan itu dari gedung tertinggi sekolah Britannia, lebih tepatnya dirinya menatap Naruto dari sana. Raut datar tanpa senyuman terpampang di wajah tampan berumurnya.
"Setelah semua ini, Keputusan apa yang akan kau ambil selanjutnya, Naruto"
