KookTae / KookV

Cast :

Jeon Jeongguk

Kim Taehyung

Author : Tian Yerin a.k.a Wulan Titin

Genre : Hurt/Comfort

Disclaimer :

Cast(s) belongs to god, their entertainment, and their parents but the story line belong to me

.

.

.

"Ternyata, itu Aku -2-"

HAPPY READING

.

.

.

Empat tahun berlalu semenjak kejadian menyakitkan itu terjadi. Taehyung kini sudah bekerja di salah satu perusahaan ternama yang mendiami bisnis properti. Tak lagi ia dengar kabat dari temannya dulu, Jeon Jeongguk. Rasa penyesalan itu masih saja betah membalut hatinya. Ia sangat ingin bertemu dengan Jengguk dan mengetahui kabarnya. Namun, ia terlalu pengecut untuk merasakan sakit lagi. Sejak saat di mana Jeongguk lebih memilih Jieun daripada dirinya, ia tahu, pancaran mata Jeongguk sudah teralihkan sepenuhnya. Ia merasa tak ada harapan meski kini mungkin saja mereka sudah tak bersama lagi.

Taehyung pergi melangkah dari area parkir menuju pintu penghubung menuju lobby kantornya yang ada di lantai tiga. Ia berbalik dan menunggui seorang wanita yang masih saja ada di sisi kiri motor sport miliknya. Wanita itu sedang berkaca sembari merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Kan sudah kubilang, seharusnya kau naik saja mobilmu."

Sambil berkacak pinggang, wanita itu berjalan mendekat dan menarik ujung jaket kulit yang dipakai Taehyung untuk masuk ke gedung. Ia melangkah dengan anggun. Rambut panjang hitamnya tampak bergoyang searah dengan pergerakan tubuhnya. Ia memakai celana bahan panjang dengan blouse berwarna mint dengan lengan tiga perempat. Jangan lupakan tas jinjing berukuran sedang yang ia bawa serta high heels yang menyempurnakan tampilannya.

"Tidak mau, lebih cepat bersamamu 'kan, Tae."

"Iya, terserah sunbae saja."

" Cih, panggil nama saja apa susahnya sih, Tae?"

"Tidak sopan. Kau 'kan yang membawaku masuk ke perusahaan ini."

"Coba coret kata membawaku masuk. Kau bisa bergabung dengan kami karena kemampuanmu yang memang jenius, bukan karenaku."

Taehyung memandangi punggung sempit wanita itu dan tersenyum samar. Ia menyamakan posisi berjalannya dan beriringan masuk ke lantai tiga. Iya, mereka ada di lantai yang sama namun berbeda divisi.

"Kau hari ini ada meeting ya dengan pemegang saham?"

Taehyung mengangguk dan membenarkannya.

"Aku dengar salah satu pemegang saham itu bermarga Jeon dan tahun ini adalah tahun perdana si anak mengambil alih perusahaan itu. Aku penasaran, apa rumor itu mengarah pada Jeon Jeongguk temanmu atau Jeon yang mana? Aku tidak tahu pasti anaknya ini perempuan atau laki-laki. Menurutmu bagaimana? Apa ketua Choi tidak membahas itu?"

Taehyung tidak tahu harus menjawab apa. Pasalnya baru kali ini ia dipilih untuk melakukan presentasi di hadapan para pemegang saham. Otaknya berpikir. Kalau ia tak salah ingat, semalam sebelum jam 11 malam, ketua Choi memberikannya file berisi deretan nama pemegang saham dan ia diminta untuk menghapalnya. Sontak saja ia menepuk jidat karena ingat kalau ia belum menyentuh file itu sama sekali. Bagaimana bisa ia menghapal nama pemegang saham itu nanti?

Ia mengeluarkan file dari dalam tasnya dan membuka lembar demi lembar bersama Joohyeon, wanita yang sedari tadi ada di sisinya. Mereka duduk di bangku depan cafetaria kantor dengan santai sembari minum kopi hangat.

"Ini bukannya, Jeon Jeongguk temanmu? Tae, coba perhatikan baik-baik!" seru Joohyeon dengan lantang.

Taehyung melirik dan matanya membola begitu saja. Betul. Lelaki itu adalah Jeon yang dimaksud oleh Joohyeon. Ia memutar otak. Tiba-tiba perasaan rindu itu hadir, tapi ia juga tak berani untuk bertemu dengannya seperti ini. Mana ia juga yang harus presentasi. Bagaimana kalau ia menjadi gugup dan tak bisa fokus dengan presentasinya? Maka dari itu-

"Joohyeon- ssi, kau bisa gantikan aku presentasi? Tiba-tiba aku merasa mual."

Joohyeon memutar bola matanya dan beujar, "Ayolah, paling-paling itu hanya sebentar. Wajar saja gugup dan merasa mual. Kau 'kan baru pertama ini presentasi di depan direksi. Ambil napas panjang dan buang perlahan. Nanti kau akan baik lagi. Sudah ya, aku mau masuk. Bye. Sukses ya, Taehyungie!"

Taehyung frustasi. Joohyeon tidak mau menggantikannya. Lalu ia harus bersikap seperti apa saat mata mereka bertatapan nanti? Tidak. Bisa jadi Jeongguk sudah melupakan dirinya, 'kan? Ia hanya perlu bersikap tenang dan hindari saja matanya. Benar, begitu. Taehyung menarik napas dan membuangnya perlahan. Terus seperti itu sampai waktu menunjukkan 30 menit lagi sebelum rapat dimulai. Otaknya berhasil menghapal dengan cepat nama dan detail dari para pemegang saham itu. Sekali lagi, sebelum ia menuju ruang rapat, ia membuka file berisi presentasinya dan menyusun bait-bait apa yang sekiranya mampu memberi kesan positif di depan para pemegang saham.

.

30 menit berlalu. Kini ia sudah bersiap di ruang rapat. Ia melihat satu persatu dari mereka memasuki ruang rapat. Matanya tertuju pada sosok yang masuk paling terakhir. Betul, ia adalah Jeon Jeongguk yang ia kenal. Saat mata mereka bertemu, Taehyung dengan cepat mengalihkan pandangan dan tersenyum pada anggota yang lain. Ia mencoba sebisa mungkin untuk tenang dan seolah tak mengenali Jeongguk. Sedangkan di sisi lain, Jeongguk yang memang sudah melihat Taehyung pun mengernyit. Ia merasa sangat familiar dengan wajah itu. Ia menerka apakah itu Kim Taehyung, orang yang selalu dikuntitnya dulu? Tapi ia pun gundah karena Kim Taehyung yang saat ini rambutnya agak panjang dan memiliki mullet, banyak aksesoris yang menghinggapi tubuhnya, garis wajahnya pun tampak jauh lebih tegas, namun sorot matanya terlihat sama. Betul. Lelaki itu adalah Kim Taehyung yang dikenalnya. Ia yakin 100 persen saat moderator menyebut namanya.

Taehyung maju dan memulai presentasinya. Ia menyampaikan salam pembuka. Awal kita ia mampu melancarkan presentasinya dengan mulus, sampai pada di tengah sesi pertanyaan, hampir dirinya tergugu hanya karena seorang Jeon yang berkali-kali menanyakan hal yang padahal sudah ia singgung di materinya. Berulang kali Taehyung mencoba tetap tersenyum dan bersikap profesional dalam menjawab semua pertanyaan Jeongguk. Meski ia mengalihkan pandangan ke arah rambut Jeongguk, itu sedikit membantunya untuk memfokuskan diri. Daripada melihat matanya, yang ada pikirannya melantur kemana-mana dan malah mempermalukan dirinya sendiri.

Rapat pun selesai. Tak butuh lama untuk mengusulkan sesuatu yang bagi Taehyung hanyalah usulan sederhana. Banyak dari pemegang saham setuju dan beberapa juga ada yang tidak setuju. Namun, karena vote lebih condong ke arah setuju, jadi keputusan akhirnya adalah setuju.

Jeongguk masih betah duduk di kursinya sembari memperhatikan gerak-gerik Taehyung yang mulai kaku. Bagaimana tidak? Taehyung ditinggal berdua dengan Jeongguk. Para dewan lain sudah pergi, begitu pun utusan dari divisinya. Ini membuat suasana jadi canggung.

"Kim Taehyung, kau bekerja di sini?"

Taehyung menghentikan pergerakannya sedetik. Ia menoleh dan tersenyum seperti tak saling kenal.

"Ya, saya sudah bekerja di sini selama 2 tahun, Jeon sajang."

Jeongguk mengangguk dan hanya diam saat melihat Taehyung keluar ruangan dengan berkas bertumpuk di tangannya. Ia berdiri dan memanggil Taehyung sekali lagi. Saat Taehyung ingin berbalik, tangan kekar Jeongguk sudah lebih dahulu mengambil alih berkas-berkas yang ada di tangannya.

"Kenapa tidak minta tolong, hyung? Kan ada aku."

Taehyung termangu. Darahnya berdesir hangat saat hela nafas Jeongguk menyapu lembut tengkuknya. Telinganya memerah kentara sekali. Ia berdeham mencoba menetralkan perasaannya.

"Terimakasih, sajangnim. Tapi, biar saya saja. Tidak enak bila dilihat yang lain." ujar Taehyung sambil berusaha meraih berkasnya lagi. Namun, karena bawaannya memang banyak, ia jadi kesulitan meraihnya.

"Sudahlah. Orang pun akan tahu kalau aku hanya berniat membantu di sini. Lihat saja bawaanmu sebanyak apa. Kau pun sampai kesulitan bahkan hanya untuk meraih ini. Ayo! Tunjukkan saja ruanganmu."

Taehyung mendesah. Ia tak habis pikir. Di mengira bahwa pertemuan dan pengalihannya akan sukses. Ternyata gagal total. Bagian pertemuan sih oke, tapi pengalihannya itu yang tidak sesuai rencana. Ia hanya ingin melihat lelaki itu bukan untuk mengobrol dan malah membuat rindu itu membuncah lagi.

" Oh, kau masih bersama dengan Bae nuna?"

Taehyung menoleh dan balik bertanya, "Maksudmu?"

Dengan ekspresi tenangnya, Jeongguk menjawab, "Itu di sana ada Bae nuna yang melambai padamu. Kupikir kalian bersama lagi? Syukurlah."

Taehyung mengernyit tak suka. Ia menggeritkan giginya dan merampas kembali berkas-berkasnya dari Jeongguk. Sebelum berjalan menjauh, ia berujar.

"Terimakasih, sajangnim."

.

.

.

Taehyung sedang mencari referensi di ponselnya. Referensi untuk menenangkan pikiran. Mungkin dengan kembali terjun ke bakatnya belakangan ini cukup membantu dirinya. Job yang diberikan Beomgyu juga lumayan sering ia dapat untuk seorang penyanyi kafe nomaden sepertinya.

"Sepertinya laguku cocok untuk dimainkan di akhir pertunjukan nanti malam. Semoga pengunjung juga bisa menyukainya."

Taehyung menatap langit-langit kamarnya. Ia merenung perkara uang. Darimana ia bisa mendspat banyak uang untuk membiayai operasi ibunya? Ia menekan pangkal hidungnya dan mencoba berpikir lagi. Part-time apa yang bisa ia lakukan lagi untuk menambah tabungannya?

Drrt... Drrt...

Joohyeon menelpon. Taehyung tak berniat mengangkat, jadilah panggilan itu berakhir. Tapi tak lama kemudian berdering lagi. Masih Joohyeon. Alhasil ia mengangkatnya.

"Tae, kau tau 'kan kalau ibuku berencana membuka cafe? Kau bisa menjadi penyanyi tetap di kafenya. Upahnya lumayan kok. Kau mau?"

" Ah, tidak usah repot-"

"Apanya yang repot? Ibu tau dan mengagumi suaramu. Dia sendiri yang meminta agar kau mengisi kafenya. Mana tahu setelah itu kafenya ramai. Begitu katanya. Kumohon, jangan menolaknya ya, Tae."

Taehyung mengusap tengkuknya dan mengiyakan permintaan Joohyeon. Sebelum sambungan telepon terputus, ia juga mengucapkan terima kasih padanya.

Taehyung menerawang. Joohyeon memang sudah sepeka itu sejak dulu. Putusnya hubungan mereka pun mungkin bukan tanpa sebab. Alasan Joohyeon berselingkuh dulu adalah karena Taehyung yang tifak perhatian padanya. Ia lebih mengedepankan bermusiknya dan mengesampingkan Joohyeon. Joohyeon tidak pernah sekalipun terlihat kesal dengan sikap Taehyung, ia tahu betul kalau Taehyung berkuliah di sini dengan dana beasiswa, jadi ia harus banyak mendapat penghargaan atas segala yang dilakukannya.

Taehyung melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul enam sore. Saatnya ia bersiap menuju kafe yang di infokan oleh Gyu. Saat ia mengunci pintu rumah, suara Joohyeon mengagetkannya. Sontak ia pun berbalik.

"Kenapa kau ada di sini, sunbae?"

" Ah, kau ada job ya?" Tanya Joohyeon melirik gitar yang dijinjing Taehyung.

"Seperti yang terlihat. Kenapa kau kemari?"

"Tadinya aku mau mengajakmu ke kafe ibu untuk lihat-lihat dan meminta pendapatmu juga untuk dekorasi."

Taehyung mengusap tengkuknya dua kali.

"Kurasa aku salah waktu. Kalau begitu aku pulang saja. Semoga sukses Tae hari ini!"

Taehyung melihat wanita itu menunduk sambil berjalan menjauh. Rasanya tak tega melihatnya sedih begitu. Ia pun memanggil namanya.

"Kau boleh ikut melihat penampilanku, Joohyeon. Setelahnya mungkin aku bisa mampir sebentar ke kafe ibumu."

Joohyeon menoleh dan tersenyum ceria sekali. Ia mengangguk dan meraih ujung kemeja Taehyung. Kebiasaannya tak pernah hilang. Taehyung hanya diam dan tak terlalu ambil pusing akan hal itu.

"Kau yang menyetir ya, Tae?"

"Naik mobilmu? Kau mengejekku ya? Kita naik motorku saja."

Taehyung berbalik dan menaiki motornya. Ia melirik, Joohyeon sedang pakai rok. Ia pun melepaskan jaketnya.

"Kemari. Kau belitkan jaketku dipinggangmu. Sebagai gantinya kau yang menggendong gitarku, ya? Lalu pakai juga helm ini."

Joohyeon tersipu. Ia tersenyum mengetahui Taehyung yang masih peduli padanya. Wajar saja. Mana ada lelaki yang akan mengabaikannya seperti itu?

Mereka berkendara cukup lama karena tempatnya lumayan jauh. Tak masalah. Joohyeon senang karena bisa memeluk Taehyung lebih lama dan Taehyung pun sama sekali tak merasa lelah karena ia melakukan ini dengan niat tulusnya. Ia juga tampak tak risik dengan Joohyeon. Ia malah merasa tenang bila ada di dekatnya.

"Joohyeon, turun. Kita sudah sampai."

"Kau dingin, Tae." ucap Joohyeon sambil memegangi pipi dan punggung tangan Taehyung.

Sebuah dehaman hadir menginterupsi. Mereka menoleh dan mendapati Gyu sudah ada di belakang. Joohyeon memutar bola matanya dan menatap sinis kearahnya.

"Kau tak tahu situasi ya, Beomgyu?"

" Haha... Maafkan aku, princess, tapi prince charming-mu harus segera bersiap di sini. Ingat? Dia ke sini untuk bekerja bukan untuk kencan. Haha."

Tawa nista keluar dari mulutnya. Joohyeon mendecih tak suka dan langsung pergi ke tempat duduk paling belakang. View nya pas sekali untuk mengabadikan Taehyung yang sedang bernyanyi. Setelah beberapa saat, Taehyung membuka malam dengan senyum dan suara beratnya. Matanya tampak berkomunikasi dengan para pengunjung yang mulai ramai.

Lagu pertama yang ia mainkan adalah lagu dari GD yang berjudul That XX.

Neon geu saram yaegil hal ttaen haengbokae boyeo (You look happy) ireokerado useuni joha boyeo (I'm happy) geureul jeongmal sarang handago machi yeongwonhal georago midneun ne moseubi (I don't know what to say no more)

― Saat kau berbicara tentangnya, kau terlihat begitu bahagia (kau terlihat bahagia) ― Itu bagus bahwa kau bisa bahagia (aku bahagia) ― Kau katakan bahwa kau benar-benar mencintainya, ― ingin bersamanya selamanya ― Kau percaya dia sepenuhnya ― (Aku tak tahu harus berkata apa lagi)

Pada bagian ini Taehyung terlihat begitu mendalami. Ia mungkin merasakan persamaan lirik ini dengan dirinya sendiri. Tanpa sadar matanya memerah. Di barisan belakang juga Joohyeon tampak menangis. Ia merasa lagu ini begitu mengenaskan. Dan tanpa disadari siapapun, ada sosok tinggi tegap di sudut ruangan dengan pakaian serba hitam lengkap dengan topi dan maskernya. Orang itu menatap Taehyung yang saat ini sedang mencoba mengembalikan suasana jadi lebih meriah.

Lagu selanjutnya bertema masih bertema cinta namun lebih memiliki arti yang bahagia. Juga melodi yang dimainkan lebih membuat pengunjung merasa seperti sedang kasmaran. Vibe nya jadi berubah drastis. Taehyung memang pandai merubah situasi. Kecuali satu, situasi hatinya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 9. Tiba saatnya ia menyanyikan lagu terakhir. Lagu penutup ini berjudul Scenery, lagu yang diciptakannya sendiri. Lagu tentang kekagumannya pada seseorang yang mampu menggugah hatinya hanya dengan sekali tatap. Lagu yang berisi akan harapannya agar suatu saat bisa jumpa kembali. Namun, di sela bait pujiannya, terdapat juga keraguan hatinya karena sejatinya ia hanya mampu berandai saja karena ia pun bingung harus melakukan apa demi bisa menjadikan orang itu miliknya.

Sudut tajam mata orang berbaju hitam di sudut sana melunak saat mendengar lagu ciptaan Taehyung. Ia meremat erat jemarinya dan terus memperhatikan tingkah Taehyung dengan tenang. Setelah lagu selesai, ia melihat dua orang menghampiri Taehyung. Ya, itu tentu saja Joohyeon dan Beomgyu. Joohyeon menarik Taehyung duduk di mejanya dan menunjukkan video yang tadi ia rekam. Disusul Beomgyu yang memuji performa dari Taehyung.

"Kau keren sekali! Apa benar ini perdana kau menyanyikan lagu ciptaanmu, Taehyungie?" tanya Joohyeon antusias. Matanya tak pernah lebih bersinar daripada saat ini.

"Iya, Joohyeon. Seperti yang kukatakan tadi. Aku memutuskan untuk mencoba menyanyikannya di sini. Aku ingin melihat reaksi pengunjung."

"Mereka menyukai lagumu, Tae."

Itu suara Gyu. Ia hanya memberitahu yang sebenarnya. Omong-omong, Beomgyu ini sudah menjadi seorang psikolog. Namun, ia masih saja aktif melakukan hal.ini. katanya sih hitung-hitung membantu Taehyung. Baik Joo maupun Gyu sama-sama tahu kalau Taehyung bukan berasal dari keluarga berada. Ia bertahan di sini sedari awal perkuliahan hingga kini dengan hasil jeripayahnya sendiri. Terlebih saat ini ia harus fokus mencari pundi-pundi uang untuk biaya operasi sang ibu di Daegu. Satu-satunya yang tak tahu kondisi sebenarnya dari Kim Taehyung hanyalah Jeon Jeongguk. Bukan karena tidak menghargai pertemanan, tapi lebih ke arah tidak mau membuat Jeongguk khawatir dan membantunya. Karena ia tahu, Jeongguk pasti akan memaksa untuk membiayai pengobatan sang ibu bila ia tahu akan hal ini.

.

.

.

Saat ini, Taehyung tak sengaja dihampiri seorang anak laki-laki berusia kurang lebih 2 tahun yang sepertinya tersesat. Ia menoleh ke kanan-kiri namun tak ada siapa-siapa. Ia pun merunduk dan mengusap lembut kepala balita itu.

"Siapa namamu, sayang?"

Si balita tampak bingung. Ia menatap Taehyung dan menyentuh pipinya. Jemari mungilnya terasa begitu lembut menyapa pipi Taehyung. Ia pun tersenyum dan menggendong balita itu.

"Nama paman Kim Taehyung. Kau mau beritahu namamu juga?"

" Eum, Jae- min-"

" Ah, Jaemin ke sini dengan siapa?"

"Ta- ta-"

Taehyung mengeryit. Yang dimaksud tata oleh balita ini, papa, kakak, atau seseorang yang bernama Tata? Ia mendesah. Menanyakan hal ini pada anak yang bicaranya saja masih belum fasih adalah sebuah kesalahan.

"Baiklah, kita tunggu tata di sini ya? Paman akan menemanimu."

Balita itu tersenyum dan menunjuk ke arah kedai es krim. Taehyung berjalan ke arah kedai dan bertanya pada balita itu.

"Jaemin mau rasa apa? Coba tunjuk."

Taehyung terkekeh saat Jaemin menujuk rasa vanilla. Baiklah, Taehyung hanya perlu memesan 1 untuknya. Setelah dapat, ia mencari tempat duduk dan menyuapi balita itu es krim pilihannya. Jaemin berputar sambil bertepuk tangan riang. Wajahnya membuat Taehyung gemas dan jadi ingin mencubit pipinya.

"Ta-ta!"

Taehyung menoleh ke belakang saat Jaemin berseru sambil menunjuk sesuatu. Tata 'kan katanya? Berarti orang itu yang dicari balita ini. Saat ia sudah sepenuhnya berbalik, ia terkejut. Tata yang dimaksud balita ini adalah Jeongguk. Jadi siapa anak ini sebenarnya? Apa mungkin balita ini adalah anaknya bersama Jieun?

" Ah, Jaemin ada bersamamu. Syukurlah. Aku khawatir ia hilang. Ibunya bisa mencincangku hidup-hidup."

Canggung rasanya. Taehyung memutuskan untuk mengakhiri obrolan ini dan kembali saja ke rumah. Tidak baik terlalu lama bersama Jeongguk untuk hatinya.

"Tolong awasi anakmu dengan baik, sajangnim. Jaemin-ah, kau harus menuruti papamu, jangan pergi jauh-jauh ya."

" Eum, esklim Jae-min, umawo." (Eum, es krim Jaemin, gomawo.)

Taehyung tertawa dan mencium pipi gembil Jaemin sebelum pergi dari sana. Tak lupa ia juga membungkuk memberi salam pada Jeongguk sebelum melangkah pergi.

Jeongguk tersenyum dan mencolek pipi Jaemin dan berkata, "Aku mencarimu kemana-mana, dasar nakal. Lain kali panggil aku kakak dengan benar, jangan tata. Kau membuat orang lain menyangka kalau aku papamu."

Si balita tampak acuh. Ia tak begitu suka bersama Jeongguk. Matanya tetap tertuju ke arah punggung Taehyung dan kian menghilang dari pandangannya.

"Tae, oti?" (Tae, eodi?)

"Tae mau kerja."

Jaemin menatap Jeongguk lama lalu mencebik. Ia tampaknya suka saat bersama Taehyung. Meski hanya sebentar tapi Jaemin sudah merajuk begini. Duh, merepotkan.

"Nanti Jaemin bisa main lagi sama Tae hyung. Sekarang kita harus pulang. Ibumu bisa membunuhku kalau tahu kau hilang dari pengawasanku."

.

.

.

Pagi itu Taehyung tak bisa masuk. Ia beralasan tidak badan. Padahal ia hanya berniat untuk menghindari Jeongguk. Seharusnya pagi ini adalah deadline Taehyung untuk memberikan usul secara private pada Jeongguk untuk pemasaran produk baru mereka. Tapi, lagi-lagi Taehyung menghindar. Jeongguk yang mendengar kabar itu langsung memperpanjang tenggat waktu untuk Taehyung dan pergi ke rumahnya.

Dalam perjalan ke rumah Taehyung, ia ingat bahwa ia dimintai tolong untuk menjemput Jaemin sepulang dari kantor. Ia memutuskan menjemputnya jauh lebih cepat. Sebum itu ia pergi ke toko roti untuk memberi Taehyung beberapa camilan. Ia juga mampir ke apotek untuk memberikannya obat pereda nyeri.

Setelah menjemput Jaemin, mereka pun menuju rumah Taehyung. Ia memakirkan mobilnya di tepi jalan dan mengetuk pintu. Tapi Jaemin yang tak sabaran pun mengetuk pintunya dengan membabi buta. Membuat penunggu rumah menyahut kesal.

Saat pintu dibuka Jaemin langsung masuk dan memeluk kaki Taehyung. Sebenarnya Taehyung syok dengan hal tiba-tiba itu, tapi ia senang katena balita gembil itu sepertinya mengingat dirinya.

"Untunglah kau masih di sini, hyung. Jadi, aku tak perlu repot bertanya rumahmu."

" Ah, silahkan duduk, sajangnim. Maaf berantakan. Aku akan ambilkan minum du-"

Terkejut. Tangan Taehyung ditarik hingga ia hampir saja limbung ke depan. Jeongguk berdiri dan mengecek suhu di dahi Taehyung. Untung saja sebelum mereka datang, Taehyung baru selesai olahraga. Jadi, Jeongguk tak akan tahu kalau ia berbohong.

"Saya tidak apa-apa. Terimakasih sudah berkunjung, sajangnim."

"Tae." Panggil Jaemin. Ia meminta Taehyung menggendongnya. Tak perlu lama, balita itu pun sudah ada dalam dekapannya.

"Tidak boleh begitu Jaemin. Tae hyung sedang sakit. Ayo sini."

Jaemin menolak. Ia hanya mau digendong oleh Taehyung.

"Tidak apa-apa sajangnim. Saya bisa melakukannya."

Taehyung berjalan ke arah kulkas dan mengeluarkan sosip siap saji. Ia membuka bungkusnya dan memberikannya pada Jaemin. Balita itu menerima dengan senang hati dan melahapnya dengan cepat.

"Anakmu makan dengan lahap sekali. Pantas saja pipinya gembil."

"Dia bukan anakku, hyung."

"Kau tak boleh menyembunyikannya begitu. Kasihan Jieun."

"Jieun?"

"Ya, istrimu. Mereka anugerah bagimu. Kau tak bisa menghapusnya."

Jeongguk mengernyit. Ia bingung.

"Omong kosong, hyung. Aku masih lajang. Anak ini adalah adikku. Jieun juga sudah lama meninggal dalam kecelakaan."

Teehyung tergugu. Jieun meninggal dalam kecelakaan? Kenapa ia baru tau sekarang?

"Maaf, aku tak tahu Jieun sudah meninggal."

"Roda terus berputar hyung. Bagaimana kabarmu selama ini?"

"Aku menjalani hariku tanpa rasa yang berarti. Semenjak kau menolakku beberapa tahun silam, aku tak bisa bilang kalau aku baik-baik saja. Fisikku memang begitu, tapi tidak hatiku."

"Kau masih memikirkanku? Padahal aku menolakmu dengan keras. Kupikir kau akan mundur dengan perasaanmu. Hyung tahu kalau perasaan itu salah, bukan?"

Taehyung mengayun-ayunkan Jaemin di pelukannya. Sepertinya balita itu mengantuk dan akan segera terlelap.

"Aku tau. Tapi setidaknya aku tak merasa menyesal karena tak bisa jujur dengan perasaanku."

"Bagaimana dengan Bae nuna? Ia masih menantimu. Aku bisa melihat matanya yang mengharapkanmu kembali."

Taehyung mendesah. Ia masuk ke kamar dan merebahkan Jaemin di kasurnya. Ia memastikan sekali lagi sebelum keluar kamar. Sudah cukup. Jaemin tidak akan terjatuh dari sana karena ia sudah mengelilinginya dengan bantal guling.

Tiba-tiba saat berbalik, Jeongguk sudah berada di hadapannya. Jantungnya berdegup cepat sekali hingga rasanya mau copot.

"Bagaimana dengan wanita itu? Ia sangat mengharapkanmu kembali. Ia baik. Keluarganya menerima dan memperlakukanmu dengan hangat. Kalian sangat serasi. Kau tampan dan Bae nuna sangat cantik."

Taehyung menepi. Ia melewati celah antar Jeongguk dan pintu masuk kamarnya.

"Joohyeon berhak mendapatkan lelaki yang berada di jalur normal. Bersamaku hanya akan membuatnya sedih."

"Aku lihat gayamu jauh berubah. Kau lebih condong ke arah pria sejati, bahkan kau mengendarai motor sport."

" Oh, motor itu hadiah dari Joohyeon. Tapi tentu saja aku tak bisa menerimanya dengan percuma. Jadi, aku mencicil setengah harga motor itu. Meski lama, tak apa. Setidaknya aku berusaha."

Jeongguk mendesah. Taehyung memang pintar bermain kata dan mengalihkan pembicaraan. Alhasil ia menyudutkan tubuh Taehyung di dinding dan mencoba mengurungnya di sana.

"Permisi, sajangnim."

Suara itu tidak didengar Jeongguk. Biar saja. Ia ingin tahu apakah Taehyung yang saat ini adalah Taehyung yang dulu ataukah sudah berubah?

Dengan kesal ia memegang lengan kekar Jeongguk dan berteriak sedikit kencang dengan menyebut nama marga Jeongguk.

"Minggir, Jeon! Aku butuh ruang."

Jeongguk masih tak mendengarkan. Ia melah semakin mempersempit jarak dan itu membuat tangan Taehyung menahan dada Jeongguk agar tak semakin dekat dengannya.

Jeongguk menyeringai. Ia tahu kalau perasaan Taehyung padanya masih sama besar seperti dulu. Tidak kurang dan mungkin lebih.

"Jadi, betul makna dari lagu ciptaanmu itu untukku? Kau menungguku, 'kan? Sekarang aku di sini dan kau masih tak tahu harus apa, hyung? Apa kau akan melepaskan kesempatanmu untuk jujur lagi?"

Taehyung menggigit bibir bawahnya. Ia tersudut, sudah tak bisa mengelak atau mengalihkan pembicaraan. Jadi, lebih baik ia ikuti saja permainan ini.

"Kau sendiri bagaimana? Bukankah sudah ada Jieun di hatimu? Kenapa bisa dengan mudah kau beralih lagi? Kenapa kau selalu begitu, Jeon? Apa perasaan cintamu itu memang mudah berpindah-pindah?"

Jeongguk menggeritkan giginya tak suka. Matanya menatap nyalang Taehyung yang menghindari tatapannya.

"Jujurlah, Kim. Aku akan mendengarkanmu."

"Aku sudah jujur. Apalagi yang mau kau dengar dariku? Kejujuran yang bagaimana lagi? Bukannya kau yang tak pernah jujur?"

"Aku selalu jujur, Kim!"

"Apa kau pernah jujur dengan memberitahuku perasaanmu? Kalau aku tidak menyampaikan perasaanku lebih dahulu, apa kau akan memberitahunya lebih awal? Kau sama sekali tidak berniat untuk jujur atas perasaanmu sendiri. Kau lebih memilih diam dan membiarkanku tersiksa sendiri. Kau orang yang egois, Jeon. Kau bisa begitu tenangnya berkata begitu karena sudah ada Jieun. Tapi aku? Apa kau memikirkan apa yang kurasakan setelahnya? Apa kau memikirkan bagaimana aku menjalani hariku yang kelabu itu?"

Jeongguk kesal dengan perkataan yang dilontarkan itu. Kenapa jadi ia yang dipojokkan? Awalnya ia ingin memulai kembali hubungannya dengan Taehyung, tapi kini malah semakin parah. Tidak boleh. Jeongguk harus bisa menahannya dan menurunkan harga dirinya sedikit. Dihadapan Taehyung yang seperti ini ia harus mengalah.

"Tenang, hyung. Aku minta maaf untuk itu. Sejak peristiwa saat itu, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Aku selalu mencari tahu aktivitasmu hingga kelalaianku merenggut nyawa Jieun. Sampai sekarang aku hanya memikirkanmu. Aku tidak bisa mendekatimu lagi karena akulah sumber sakitmu. Jadi, aku bertekat, apabila kita berjumpa lagi dengan tidak sengaja, aku akan berjuang mendapatkanmu."

Taehyung terdiam. Ia sama sekali tak berniat untuk bekerjasama. Lantas Jeongguk pun menunduk dan mencium paksa Taehyung. Ciuman itu kasar sekali hingga membuat bibir bawah Taehyung terluka. Jeongguk tak mengindahkan desisan itu dan terus menuntut balasan atas ciumannya. Lelah bertahan, Taehyung pun membalas ciuman itu dengan lembut dan ciuman itu berganti tempo dan irama. Kecupan basah itu terlihat sangat romantis, jauh dari kata nafsu birahi.

Selang berapa menit, Jeongguk memutus ciuman mereka dan mengapus saliva yang sedikit mengalir tipis dari sudut bibir Taehyung. Ia tersenyum dan memeluk Taehyung.

"Aku mencintaimu, Tae. Lama sekali aku menunggu saat aku bisa mengatakannya."

"Aku juga mencintaimu, Jeongguk."

.

.

.

Fin