Naruto by Masashi Kishimoto

Highschool DxD by Ichie Ishibumi

genre : Fantasy, Action, Family, Friendship

Summary : Mereka berdua adalah sepasang saduara kembar, dua orang yang telah ditakdirkan bersama dan saling berbagi sejak sebelum mereka lahir. Meski begitu, mereka bukanlah kembar yang biasa. Dengan berbagai rintangan yang telah menanti mereka di depan sana, mampukah mereka melewatinya dan membuktikan nilai dari keberadaan mereka?

Chapter 1 : Perhatikanlah Sekitarmu Ketika Kamu Sedang Bergosip.


~~XxXxX~~

"Hei, hari ini adalah hari kedatangannya adik kembar Kaichou, benar tidak?"

"Y- yah, setidaknya itu yang dikatakan Kaichou kemarin, 'kan?"

"Hei, Momo. Menurutmu, seperti apa adiknya Kaichou ini? Maksudku, dari perkataan Kaichou, dia sepertinya tipe orang yang menyebalkan?"

"Ti- tidak mungkin kalau adik kembarnya Kaichou itu ternyata adalah orang kejam, 'kan?" balas gadis yang dipanggil Momo tersebut.

"A- atau dia ti- tipe tuan muda yang sombong?"

"Atau mungkin majikan tiran yang suka bertindak kasar terhadap bawahannya?"

Lima perempuan dan satu laki-laki, mereka berenam memiliki berbagai macam pemikiran negatif tentang adik ketua mereka—yang secara otomatis juga menjadi tuan muda mereka. Bukan salah mereka, apabila bawahan seperti mereka ini memiliki kesan-kesan buruk meskipun belum pernah bertemu dengan sosok si tuan muda. Perkataan ketua mereka yang mengatakan kalau si tuan muda ini adalah tipe orang yang ingin kau pukul setiap kali melihat wajahnya, tentu saja memberikan kesan yang buruk bagi siapa pun yang mendengarnya, tidak terkecuali mereka berenam.

Terlebih, satu-satunya orang, selain si ketua, yang pernah bertemu dengan sosok tuan muda, sang wakil ketua pun hanya mengatakan untuk menilainya sendiri ketika mereka bertemu nanti. Meskipun itu terdengar seperti jawaban yang bijak, tetapi gadis yang menjadi tangan kanan ketua mereka itu mengatakannya dengan wajah yang masam hingga kemudian pergi meninggalkan ruangan, meninggalkan mereka berenam dengan berbagai spekulasi negatif mereka masing-masing.

"Jika memang nanti ternyata dia adalah tipe majikan yang kejam, aku harap tingkat kekejamannya masih berada pada batas normal," keluh laki-laki pirang sambil membenamkan kepalanya di atas meja.

" 'kejam yang msaih berada pada batas normal'. Memangnya, tipe kejam seperti apa itu, Saji-kun?" tanya si gadis berambut putih.

Mendengar celetukan satu-satunya rekan laki-laki yang ada di ruangan, seorang gadis dengan rambut yang diikat twintail dengan perawakan yang penuh energi, yang sedari tadi mencoba untuk fokus ke pekerjaannya pun tergelitik untuk menimbrung ke obrolan mereka.

Tepat setelah Ia meletakkan pena, Ia mengatakan, "Kurasa aku mengerti dengan maskud Saji-senpai. Misalnya, ya, misalnya …, meskipun Sona Kaichou adalah tipe atasan yang kejam dengan selalu menekankan prinsip kerja cepat, efisien, dan presisi dengan target standard pekerjaan yang tinggi, tetapi Kaichou juga tipe atasan yang sangat perhatian terhadap bawahannya. Mungkin, seperti itulah maksud Saji-senpai?"

Saji yang mendengar pernyataan dari juniornya itu sedikit tersenyum kecut dan membalas, "Y- yah, aku tidak bermaksud membandingkannya dengan Kaichou. Na- namun, kurasa aku mengerti poin yang kau maksud, Ruruko-chan."

"Aku mengerti dengan apa yang kalian khawatirkan. Akan tetapi, bukankah pembicaraan ini sudah sedikit terlalu jauh?" tegur gadis berambut biru yang sedari tadi hanya diam dan menikmati topik pembicaraan saja.

Mendengar teguran dari salah satu rekan mereka, seisi ruangan itu pun hanya bisa tersenyum canggung sambil memalingkan wajah mereka ke sisi lain. Tidak jarang dari mereka yang menggaruk pelan pipinya yang terasa tidak gatal sama sekali.

Menggosip atau apa pun itu namanya, hal tersebut merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan bagi semua orang. Bahkan, bagi sebagian orang, menggosip merupakan suatu bentuk dari pengekspresian diri atas emosi atau kekesalan yang selalu mereka pendam. Terlepas dari mereka suka atau tidak terhadap seseorang, pasti ada saja bahan yang bisa digunakan untuk bergosip. Meskipun kelompok ini sangat loyal terhadap ketua mereka yang bernama Sona, bukan berarti mereka tidak pernah bergosip atau membicarakan sesuatu tentang ketua mereka. Pada intinya, entah itu bagi manusia atau iblis, menggosipkan atasan mereka adalah budaya yang telah mengakar di setiap makhluk hidup berakal.

Mungkin, tidak akan berlebihan apabila menganggap gosip adalah jembatan untuk menuju pertemanan yang lebih erat.

Gadis berambut biru sebahu yang baru saja menegur teman-temannya itu pun menghela napas. Tidak ada niatan sama sekali di dalam dirinya untuk membuat suasana menjadi canggung seperti ini. Itu juga bukan berarti dia tidak suka menikmati gosip atau semacamnya. Hanya saja, membicarakan orang terlalu jauh, yang dia sendiri saja tidak pernah bertemu atau mendengar berita tentangnya, sedikit memberi rasa bersalah di dalam dirinya.

Lagi pula, masih ada pekerjaan yang harus segera mereka selesaikan agar bisa segera pulang lebih cepat ketika bel terakhir sekolah berbunyi nanti. Karena sebagai seorang iblis, mendapat jatah libur dari kegiatan iblis dan hanya perlu mengerjakan pekerjaan 'manusianya' adalah sesuatu yang sangat berharga baginya.

Di tengah-tengah keheningan yang menyelimuti seisi ruangan, mereka berenam mendengar sebuah suara pintu yang digeser. Seluruh perhatian mereka pun teralih ke sumber suara tersebut dan mendapati pintu masuk yang sedang terbuka sebagian. Di depan mulut pintu, mereka melihat sosok ketua mereka yang sedang berdiri membelakangi mereka. Keenam orang di dalam ruangan itu tidak yakin, tetapi mereka tahu kalau ada seseorang yang sedang bersama dengan ketua mereka saat ini.

Hingga satu detik kemudian, prasangka mereka terbukti dengan terdengarnya suara ketua mereka yang mengatakan sesuatu ke orang yang sedang bersamanya tersebut.

"Ini merepotkan, kenapa kamu datang sekarang? Kenapa tidak datang ketika sekolah sudah usai saja?" keluh si ketua.

Mengingat jam kerja di sekolah masih berlangsung, terlebih sekarang sedang jam istirahat, yang membuat banyak murid berkeliaran di area sekolah, membuatnya terlihat aneh untuk seseorang pemuda yang bukan warga sekolah dapat memasuki area sekolah begitu saja.

"Ini tidak seperti aku memiliki kegiatan lain, kau tahu? Selain itu, kenapa keu terdengar seperti tidak ingin melihat wajahku, Sona?" balas orang tersebut yang belakangan diketahui memiliki suara laki-laki yang terdengar maskulin.

"Lebih tepatnya, aku tidak ingin kamu berkeliaran di sekitarku, otouto," ucap Sona dengan nada yang tak acuh.

"Hei, bukankah itu justru lebih parah? Lalu, berhentilah memanggilku seperti itu. Aku ini jauh lebih tinggi darimu, cebol mata empat."

Mengabaikan ungkapan protes dari laki-laki yang Ia panggil adik tersebut, Sona pun membalikkan badannya dan menggeser pintu lebih lebar agar memudahkannya untuk masuk ke dalam ruangan.

Keenam pasang mata yang sedari tadi penasaran akan sosok yang melakukan percakapan dengan ketuanya, akhirnya mampu menyaksikan laki-laki yang tadi dipanggil 'otouto' oleh sang ketua itu. Dengan seiring Sona masuk ke dalam ruangan, pria itu pun mengikutinya dari belakang dan membuatnya mampu terlihat jelas oleh anggota lain yang sejak tadi sedang menunggunya. Tepat setelah laki-laki itu masuk ke dalam ruangan, sesosok perempuan lain turut mengikutinya masuk. Namun, gadis terakhir yang masuk itu bukanlah orang yang asing bagi mereka. Dia adalah Shinra Tsubaki, si wakil ketua yang merupakan satu-satunya orang—tidak termasuk Sona, tentu saja—yang pernah bertemu dengan si laki-laki tersebut di antara anggota kelompok mereka yang lain.

Berbagai raut wajah yang berbeda-beda tercetak di keenam wajah iblis muda yang telah menunggunya. Ada yang berpikir bahwa pria di hadapannya ini terasa aneh, tidak wajar, dan sebagainya. Namun, kecuali satu orang, ada hal yang sama yang dapat mereka simpulkan.

'Wajah sombongnya sangat menyebalkan,' ucap mereka berlima serentak.

"Otouto, perkenalkan, mereka adalah anggota peerage-ku," ucap Sona, "mulai dari kanan, dia adalah Yura Tsubasa, seorang rook."

"Salam kenal," bungkuk gadis berambut biru yang namanya disebut oleh Sona.

"Di sebelahnya adalah Hanakai Momo, bishop," lanjut Sona.

"Salam kenal," ucap gadis berambut putih sambil menunjukkan gestur hormat.

"Selanjutnya adalah Kusaka Reya, dia juga seorang bishop."

"Mohon bantuannya," seru gadis bernama Reya dengan sedikit bersemangat.

"Di sebelahnya ada Meguri Tomoe, seorang knight."

"Salam kenal," ucapnya sambil membungkuk.

"Satu-satunya laki-laki di sini, Genshiro Saji. Dia mengonsumsi empat buah pawn."

"Mohon bantuannya," ucapnya tegas sambil membungkuk.

"Kemudian, dia adalah Nimura Ruruko, dia yang paling muda di sini sekaligus seorang pawn."

"Sa- salam ke- kenal," ucapnya sambil tergagap karena merasakan sebuah sensasi tidak menyenangkan yang berasal dari adik ketuanya.

Setelah selesai mengenalkan keenam anggotanya yang baru pertama kali bertemu dengan adik kembarnya, Sona pun menghirup napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan.

"Dan untuk kalian berenam, sesuatu yang berdiri di sampingku ini adalah adik kembarku yang kemarin kuceritakan. Namanya adalah Sa …—tunggu, siapa namamu?" tanya Sona kepada adiknya sambil memasang wajah tanpa dosanya.

"Bisakah kau untuk tidak mengejekku satu hari saja?" protesnya dengan wajah kesal. "Cih, namaku adalah Sasuke Sitri dan kacamata melayang di sebelahku ini adalah saudara kembarku."

"Memanggilku kacamata melayang, itu kejam sekali, Sasu-sesuatu-kun."

"Dan kau berhentilah mengubah-ubah namaku, sialan."

Keenam iblis muda yang baru pertama kali melihat ketua mereka berinteraksi seperti itu pun merasa kaget. Pasalnya, Sona ssering kali disebutkan sebagai siswa teladan yang selalu menjaga tutur katanya yang sopan dan terkenal karena etos kerjanya yang tinggi. Namun, pada hari ini, mereka berturut-turut menyaksikan Sona yang melemparkan kekerasan verbal ke seseorang, terlebih itu adalah saudara kembarnya sendiri.

Selain keterkejutan atas sikap Sona, mereka juga memiliki perasaan campur aduk terhadap saudara kembar ketuanya tersebut.

Apabila mengabaikan jenis kelaminnya, paras mereka memang sangat mirip. Bentuk mata, hidung, dagu, dan rahang mereka berdua sangatlah identik. Hanya warna iris mata mereka saja yang membuatnya berbeda. Jika Sona memiliki iris berwarna violet yang indah, saudara kembarnya justru memiliki iris hitam legam yang terlihat mengintimidasi. Selain perbedaan tersebut, baik Sona maupun adiknya memiliki perbedaan lain yang terlihat paling mencolok, yaitu tinggi badannya. Sebagai seorang gadis, Sona hanya memiliki tinggi sekitar 165 centimeter. Sedangkan di sisi lain, saudara laki-lakinya itu cukup jangkung dengan tinggi yang mencapai 190 centimeter.

Bukan hanya itu saja, selera berpakaian dan sifat yang mereka miliki juga tampak sangat berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari, Sona selalu menuturkan perkataan dengan nada yang sangat sopan dan enak untuk didengar. Sedangkan Sasuke, intonasi nadanya terdengar dingin dan terdengar seperti orang yang ingin mengajak orang lain berkelahi.

Dalam hal penampilan pun, Sona adalah contoh nyata untuk seorang siswi teladan. Meski ketika Sona diharuskan untuk memakai pakaian kasual, gadis itu pasti memakai setelan yang menonjolkan kefeminimannya. Sedengakan di sisi lain, bagaimana cara Sasuke berbusana saja sudah bisa disimpulkan dari pakaian yang Ia pakai saat ini. Dengan memakai bawahan berupa celana dan jaket olahraga berwarna hitam dengan merek serba Adidas, ditambah lagi dengan topi putih yang juga memiliki merek yang sama dengan celana dan jaketnya serta sepasang sandal jepit karet yang menjadi alas kakinya, membuat siapa pun tahu, kalau adik kembar Sona Sitri ini memilki selera berpakaian yang sangat buruk.

Dengan kombinasi pakaian seperti itu serta bekas luka sayatan kecil secara vertikal di bibir kirinya, membuat Sasuke justru terlihat seperti preman daripada seorang anak bangsawan.

Mengabaikan perkataan adiknya, Sona pun berkata, "Seperti yang dia bilang, dia adalah adik kembarku dan namanya adalah Sasuke Sitri. Sebagai informasi tambahan untuk kalian berenam, dia juga termasuk ke dalam anggota peerage-ku, bahkan Sasuke-kun adalah anggotaku yang pertama, dan dia mengonsumsi sebuah bidak pawn."

Kecuali Tsubaki, semua anggota yang mendengar pernyataan Sona tidak bisa untuk tidak terkejut. Ini bukanlah sesuatu yang berlebihan untuk mereka terkaget seperti itu. Meskipun mereka hanya iblis muda yang tidak lama ini baru bereinkarnasi dari manusia menjadi iblis, mereka tentu tahu, bagaimana sistem ranking dalam dunia iblis bekerja.

Mereka tahu, selemah apa pun dia, setidaknya dia pasti memiliki peringkat middle-class devil apabila dia berasal dari keturunan iblis bangsawan berdarah murni. Bahkan, ketua mereka—Sona Sitri—yang memiliki fisik yang hanya setara dengan manusia biasa dan disebut pemilik fisik terlemah di Underworld saja, tetap diberi peringkat sebagai high-class devil karena jumlah energi sihirnya yang sangat gila. Sedangkan untuk Sasuke, yang hanya setara dengan sebuah bidak pawn, itu sama saja dengan mengatakan kalau peringkatnya adalah low-class devil yang paling rendah.

'Tunggu, energi sihir? Benar juga, sedari tadi, aku sama sekali tidak merasakan sedikit pun energi sihir atau energi spiritual dari Sasuke-sama,' baatin Hanakai Momo yang mulai menyadari sesuatu.

Semua makhluk hidup di dunia ini, entah itu dari ras manusia, iblis, malaikat, atau yang lainnya, pastilah memiliki sesuatu yang disebut energi spiritual. Energi spiritiual merupakan energi murni yang berada dalam diri setiap makhluk. Apabila mereka dapat mengolah energi spiritual tersebut, mereka dapat melakukan sebuah fenomena ajaib yang sering disebut sebagai sihir. Karena itulah, energi spiritual sering kali disebut sebagai cikal bakal energi sihir.

Bagi makhluk supranatural, mereka tidak pernah belajar bagaimana cara mengolah energi spiritual tersebut. Tubuh mereka secara alami telah mampu mengolah energi di dalam tubuh tersebut menjadi sebuah energi sihir siap pakai yang sesuai dengan ras mereka masing-masing. Pada intinya, entah itu manusia biasa atau makhluk supranatural, tidak ada di antara mereka yang terlahir tanpa memiliki energi tersebut, karena itu sudah menjadi ketetapan ilahi. Namun, seseorang yang berdiri di hadapan Momo saat ini benar-benar berbeda.

Bukan hanya sekedar energi sihir saja. Momo juga sama sekali tidak merasakan aura seorang iblis dari dalam diri Sasuke. Jika saja Sona tidak memperkenalkan Sasuke sebagai adik kembarnya, Momo mungkin tidak akan pernah menyadari bahwa Sasuke adalah seorang iblis.

'Jangan-jangan, Sasuke-sama …—,'

"Ha- ha- hanya se- sebuah pawn? Ya- ya- yang be- benar saja," ucap lirih gadis termuda di antara mereka.

Umumnya, mereka berenam yang pertama kali mendengarnya juga akan bereaksi seperti itu. Mereka mungkin seharusnya sepakat, betapa lemahnya saudara kembar king-nya tersebut, sampai-sampai hanya bisa mengonsumsi sebiji bidak pawn. Akan tetapi, setelah melihat reaksi Nimura Ruruko—si gadis termuda tersebut—mereka sadar, bahwa yang dipikirkan oleh Ruruko sangatlah berbeda dengan yang mereka pikirkan.

Gadis yang baru memasuki awal tahun pertama di SMA Kuoh itu tengah gemetar hebat. Ia ketakutan, sangat takut sampai-sampai keringat dingin tidak mau berhenti mengucur dari seluruh tubuhnya, kelopak matanya pun berusaha dengan keras agar air matanya tidak ikut-ikutan keluar. Bahkan, jika diperhatikan sejak awal, Ruruko adalah satu-satunya orang yang dari tadi hingga sekarang, selalu menghindari melakukan kontak mata dengan Sasuke.

Sona yang tidak menyadari perubahaan pada salah satu peerage-nya karena perhatiannya yang terfokus pada Sasuke, akhirnya mendekati peerage sekaligus juniornya di SMA itu.

"Ada apa, Ruruko-chan?" tanya Sona setelah menghampiri tubuh Ruruko

Setelah menahan ketakutannya sejak tadi, Ruruko pun menyerah, lalu memeluk tubuh Sona dan menangis sambil berkata, "Ma- maafkan aku, Sona Kaichou. Na- namun, di- dia … di- dia sa- sangat me- nyeramkan."

Sedangkan objek yang ditunjuk oleh Ruruko itu hanya diam mematung dengan wajah syoknya.

"Apa yang sudah kamu lakukan pada anggotaku, otouto?" tanya Sona tegas sambil menatap adik kembarnya.

"Apa maksudmu? Kau tahu sendiri, aku baru datang pagi ini dan langsung bermain-main di Shibuya sebelum akhirnya pergi ke sini," ucap Sasuke yang menjelaskan alibinya sambil membuka topi putihnya dan memperlihatkan rambut hitamnya yang memiliki gaya seperti pantat bebek.

Meskipun Sona sudah mendengar alibi yang baru saja dikatakan oleh adiknya, Ia tetap saja menatap laki-laki berambut pantat bebek tersebut dengan tatapan tajamnya.

"I- ini bu- bukan se- seperti di- dia sudah melakukan se- sesuatu ya- yang buruk atau semacamnya," jelas Ruruko yang masih sesenggukan di pelukan Sona.

"Lalu, apa maksudmu, ha?"

"Hhhhiiiii …," balas Ruruka yang justru semakin mengeratkan pelukannya karena takut.

"Sasuke-kun, diam!" titah Sona dengan tegas.

"Tu- tnggu, kenapa nada memerintahmu terdengar seperti sedang memerintah anjing, cebol sialan? Kau masih ingin mengejekku di situasi seperti ini?" balas Sasuke yang kesal.

Seperti memerintah anjing? Itu tidak salah. Tidak, bukan berarti Sona memang secara harfiah memperlakukan Sasuke seperti anjing atau semacamnya. Tidak, bukan itu. Sejak dulu, Sona dan Sasuke memang selalu senang bermain kata dan tidak jarang pula saling melemparkan ejekan untuksatu sama lain. Kebiasaan itu terus berlanjut hingga mereka dewasa dan berada pada level di mana orang lain tidak akan tahu, apakah mereka berdua serius mengejek atau hanya bercanda, terlepas seperti apa pun kondisinya. Namun, pada kondisi ini, Ia memang ingin agar Sasuke tidak mengeluarkan suara, supaya juniornya ini tidak semakin takut terhadap adiknya tersebut.

Ruruko merasa bersalah ketika mendengar ketuanya memarahi adik kembarnya karena telah membuatnya menangis. Ruruko tahu, si tuan muda itu tidak melakukan apa pun padanya. Hanya saja, sesuatu yang lain dari diri Sasuke Sitri tersebut yang membuat Ruruko sangat tidak nyaman dan ketakutan.

"A- auranya …," beo gadis tahun pertama itu yang membuat seluruh perhatian kini benar-benar terfokus padanya.

"Di- dia …, Sa- sasuke-sama … memiliki a- aura yang sangat me- menyeramkan."

Seluruh orang di dalam ruangan ini sangat terkejut dengan perkataan Ruruko, terutama Sona dan Sasuke itu sendiri.

'Aku memang berpikir ada yang aneh dengan Sasuke-sama, karena aku tidak dapat merasakan energi sihir sama sekali darinya. Namun, menyeramkan? Aku tidak merasakan sesuatu yang seperti itu,' batin Momo.

Setelah menenangkan diri dari keterkejutannya karena ucapan Ruruka, Sona pun sedikit menghembuskan napas sambil membetulkan letak kacamatanya.

"Sasuke-kun, bukankah sudah kubilang, untuk tidak mengintimidasi orang dengan sembarangan?"

"Dan siapa yang sedang mengintimidasi siapa di sini? Aku bahkan tidak mengeluarkan aura intimidasi sama sekali. Lagi pula, kenapa aku harus mengintimidasi anggota peerage-mu?"

Pembelaan Sasuke sangatlah masuk akal di telinga Sona. Tidak ada gunanya Sasuke melakukan sesuatu seperti itu di sini. Bahkan, jika adiknya itu memang sedikit saja mengeluarkan hawa intimidasi, Sona pasti langsung menyadarinya. Paling tidak, jika adiknya itu memang sengaja mengeluarkan aura intimidasi, kecuali dirinya, semua orang di sini pasti sudah ketakutan, bahkan bisa saja pingsan, dengan aura intimidasi Sasuke yang memang sangat menakutkan.

"Menurutku, Sasuke-sama memang tidak memiliki niat seperti itu," ucap Tsubaki yang mencoba menambahkan.

"Terima kasih, Tsubaki-san. Aku selalu tahu, aku bisa mengandalkanmu," balas Sasuke sambil tersenyum tipis.

Mendengar balasan dan melihat ekspresi tuan mudanya itu, secara otomatis membuat pipi Tsubaki merona merah. Agar Ia tidak terlihat seperti seorang cewek yang salah tingkah, gadis berkacamata dengan rambut hitam sebahu itu pun berpura-pura batuk dan menutupi mulutnya.

Sona pun menghela napas setelah mendengar perkataan Tsubaki. Dalam hal ini, tidak akan ada gunanya mencurigai adiknya yang bahkan tidak melakukan sesuatu sama sekali. Selain itu, Tsubaki adalah satu-satunya anggota Sona yang pernah merasakan aura intimidasi Sasuk. Bahkan, Sona ingat dengan jelas, bahwa Tsubaki dulu pernah pingsan dengan mulut berbusa ketika merasakan aura intimidasi Sasuke. Itu membuat Tsubaki juga familiar terhadap aura intimidasi Sasuke. Jadi, pernyataan Tsubaki barusan menurut Sona sangat bisa dipertanggungjawabkan.

"Jika memang dia dapat merasakannya meskipun aku tidak melakukan sesuatu …," ucap Sasuke sambil menggantung kalimatnya.

"Itu berarti …," imbuh Sona kemudian sambil menatap adiknya tersebut.

'Ruruko memiliki kepekaan yang sangat tinggi,' batin mereka berdua bersamaan, seolah pikiran mereka terkoneksi satu sama lain.


~~XxXxX~~

Toilet sekolah, jika berbicara tentang toilet sekolah, apa yang pertama kali terlintas dalam benak kalian? Sebuah tempat untuk buang air kecil dan besar? Sebuah bilik khusus untuk merenung dan mencari inspirasi? Ya, itu semua tidaklah salah. Namun, ada satu hal yang acap kali terabaikan.

Toilet sekolah, sebuah ruangan sakral yang selalu menjadi saksi bisu tentang perbuatan dan seluruh sifat asli para murid dari waktu ke waktu. Para perundung, penggosip, anak nakal, sampai murid bermuka dua pun pasti melimpahkan seluruh keluh-kesahnya di dalam toilet. Entah itu bergerombol dalam satu grup atau hanya sekedar perorangan, toilet sekolah selalu menjadi tempat favorit untuk anak-anak yang seperti itu, tidak terkecuali dengan dua insan yang saat ini sedang memepetkan selangkangan mereka ke urinoar untuk membuang carian kuning dari dalam tubuh mereka.

"Hei, Kiba. Kudengar, adik kembar Kaichou akan datang hari ini?" tanya seorang pemuda yang memiliki rambut berwarna cokelat.

"Ya, kudengar juga seperti itu. Ada apa, Issei-kun?" balas si pria tampan berambut pirang yang memiliki nama 'Kiba' tersebut.

"Tidak ada. Hanya saja …, apa kau tahu, seperti apa adik kembarnya Sona Kaichou?"

Pria tampan bernama Kiba itu tidak langsung membalas pertanyaan rekan kencingnya yang bernama Issei tersebut. Tidak, itu bukan karena pria tampan berambut pirang itu tidak memiliki jawaban atau semacamnya. Ia hanya sedang berpikir, apakah tetes terakhir dari air kuningnya itu sudah keluar dari burung peliharannya atau belum.

Setelah memastikan bahwa tidak ada lagi tetes air yang tertinggal, Kiba pun memasukkan peliharannya kembali ke kandang, menarik resletingnya, dan berjalan pelan menuju wastafel.

"Entahlah, aku juga tidak pernah bertemu dengannya. Yang kutahu, dia sudah meninggalkan Underworld sejak berusia 12 tahun," ucap Kiba sambil mencuci tangannya.

Menyusul Kiba yang telah terlebih dahulu mencuci tangan, Issei pun juga telah selesai melakukan urusannya dan pergi ke samping Kiba.

"Meninggalkan Underworld? Kenapa?" Tanyanya.

"Aku tidak ta—ah!"

Mendengar Kiba yang tiba-tiba berseru, Issei pun menghentikan kegiatannya dan mentap pria tampan yang berdiri di sampingnya itu.

"Aku baru saja ingat. Buchou pernah mengatakan padaku, kalau adik kembarnya Kaichou tidak memiliki energi sihir sama sekali," jelas Kiba.

Laki-laki berambut cokelat itu diam sejenak. Ia berusaha memproses informasi yang baru masuk ke otaknya dan memastikan bahwa Ia tidak sedang salah dengar atau semacamnya. Pasalnya, seorang iblis yang tidak memiliki energi sihir, dia tidak pernah mendengarnya sama sekali. Jika mengingat penjelasan salah satu seniornya yang bernama Akeno, dia cukup yakin, bahwa seluruh manusia pun dapat menggunakan sihir apabila dilatih dengan benar sejak kecil.

Setelah mendapati wajah rekan tampannya yang tidak menunjukkan tanda-tanda bercanda, Issei pun mulai meyakini bahwa informasi yang baru saja Ia dengar adalah benar adanya.

"Tidak memiliki energi sihir …, bukankah itu berarti dia sangat menyedihkan? Dia tidak ada bedanya dengan seorang pecundang," ucap Issei dengan senyumnya yang meremehkan, "Kurasa, aku cukup yakin dapat mengalahkannya kurang dari sepuluh detik."

Kiba yang mendengar kelakar rekannya itu hanya tersenyum dan berkata, "Yah, kita masih belum tahu kebenarannya, 'kan?"

"Tidak. Jika yang berkata itu Rias Buchou, itu pasti sudah benar.," balasnya.

Tidak cukup sampai di situ, Issei pun menambahkan, "Jika dipikir-pikir, bukankah itu berarti Kaichou dan adiknya sama-sama iblis yang menyedihkan? Si adik tidak memiliki energi sihir, sedangkan si kakak memiliki fisik yang hanya setara dengan manusia biasa. Maksudku, meskipun Kaichou dikatakan memiliki jumlah energi sihir yang sangat fantastis, bukankah itu sia-sia, jika dia tidak memiliki tubuh yang kuat untuk mengimbangi jumlah energi sihirnya?"

Kiba hanya tersenyum manis seperti biasa mendengar ucapan-ucapan rekan iblis barunya itu. Umumnya, remaja berambut kuning itu akan melarang temannya untuk membicarakan sesuatu berbau supranatural di tempat seperti ini, yang mungkin saja bisa didengar oleh orang lain. Namun, sejauh yang dapat Kiba rasakan menggunakan indranya yang telah terlatih, Kiba tidak merasakan adanya tanda-tanda manusia atau iblis dari keluarga Sitri di sekitarnya. Oleh sebab itulah, Kiba akan membiarkan temannya untuk saat ini.

Lagi pula, Ia juga sedikit menikmati omongan temannya yang sedang merendahkan kelompok lain. Hal itu membuatnya merasa lebih superior dari kelompok yang ketuanya dianggap sebagai rival oleh Rias—ketua kelompok mereka.

Issei berbalik membelakangi wastafel dan menyandarkan punggungnya ke keramik yang menyangga wastafel tersebut. Setelah menemukan posisi yang menurutnya nyaman, Issei kembali melanjutkan kelakarnya.

"Aku masih tidak mengerti, kenapa para tetua iblis memberikan peringkat sebagai high-class devil, meskipun energi yang dia miliki tidak bisa digunakan dengan baik? Serius, dia benar-benar tida berguna dan menyedihkan," ucapnya sambil memasang senyum remeh.

Meskipun terdengar merendahkan, apa yang dibicarakan si rambut cokelat itu tidaklah salah. Energi sihir memang unsur paling dibutuhkan untuk menggunakan sebuah mantra sihir. Namun, hanya dengan bermodalkan energi sihir saja tidaklah cukup. Untuk menggunakan mantra tingkat tinggi, seseorang harus memiliki fisik yang kuat untuk menahan beban pemakaian sihir yang diterima. Bagi para iblis atau makhluk supranatural lainnya, mereka telah terlahir dengan fisik murni yang berada di atas rata-rata manusia. Itulah sebabnya, mereka—para makhluk supranatural itu—tidak pernah memikirkan terlalu dalam akan kondisi fisiknya.

Sedangkan untuk manusia, sangat sedikit orang yang sejak lahir memiliki keadaan fisik yang berada di atas rata-rata. Jadi, alasan itulah yang membuat manusia harus berlatih sejak usia dini, agar dapat menggunakakn sihir dengan baik. Hal tersebut juga menjadikan sebuah perbedaan mendasar, kenapa makhluk supranatual mampu mengeluarkan mantra tingkat tiggi lebih baik dari kebanyakan manusia, karena kondisi fisik awal mereka pun sudah berbeda. Yah, meski begitu, itu bukan berarti seorang penyihir harus memiliki kemampuan fisik yang setara manusia super. Setidaknya, para penyihir harus memiliki kondisi fisik yang kuat dan prima agar dapat menggunakan sihir tingkat tinggi atau bahkan tingkat ultimate.

Sedangkan bagi Sona, gadis yang hanya dapat mencapai level kekuatan fisik manusia normal, meskipun telah berlatih dengan keras, Ia dianggap tidak memiliki kapasitas untuk mengeluarkan sihir tingkat tinggi, meski gadis berkacamata tersebut memiliki jumlah energi sihir yang konon katanya setara dengan ultimate-class devil.

Tepat ketika Issei ingin membuka mulutnya kembali, tiba-tiba terdengar suara closet yang sedang digunakan untuk menyiram ampas manusia.

Kiba yang mendengar suara tersebut merasa tersentak, karena Ia sudah berkali-kali memastikan, bahwa tidak ada aura sihir atau hawa keberadaan siapa pun di sekitarnya. Namun, ternyata kemampuan Kiba untuk mendeteksi keberadaan orang lain itu ternyata salah. Ia memang tidak pernah sesumbar tentang dirinya yang memiliki kemampuan sensor yang hebat. Akan tetapi, jika hanya merasakan keberadaan seseorang yang berjarak sepuluh langkah darinya, seharusnya Kiba mampu melakukannya dengan sangat baik.

'Tenanglah, aku tidak merasakan adanya energi sihir atau iblis di sini. Jadi, itu pasti hanya seorang manusia biasa. Aku hanya perlu menghapus ingatannya ketika dia keluar nanti,' batin Kiba yang akhirnya mampu mengumpulkan kembali ketenagannya.

Selang beberapa detik setelah suara air toilet itu berhenti, terdenglah bunyi 'ckleek' dari sebuah pintu yang sebelumnya terkunci, yang menandakan bahwa salah satu bilik toilet tersebut memang sedang digunakan.

"Sudah kuduga, iblis-iblis dari Gremory adalah iblis yang sangat menyebalkan dengan segala mulut besar mereka," ucapnya seraya berjalan keluar dari toilet.

"Apa kalian tidak pernah membaca manga atau anime, apabila kalian membicarakan seseorang di toilet sekolah, orang yang kalian bicarakan entah bagaimana akan berada di salah satu bilik toilet dan mendengarkannya?" lanjutnya bertanya dengan nada intonasi yang cukup berat dan tatapannya yang tajam, yang dia arahkan ke Kiba dan Issei.

Di hadapan mereka berdua saat ini, berdiri seseorang laki-laki jangkung, yang memiliki tinggi 190 centimeter yang memakai celana dan jaket olahraga hitam bermerek Adidas.

"Ka- kau tahu kalau ka- kami iblis? Siapa kau ini?" tanya Kiba yang sedikit kaget.

Mendengar pertanyaan pria pirang tersebut, mau tidak mau membuat pira itu tertawa sinis.

"Aku? Yah …, aku adalah salah satu orang yang sedari tadi kalian bicarakan …, atau lebih tepatnya, kalian olok-olok," balas Sasuke, "Namaku adalah … Sasuke Sitri."

Menyadari bahwa yang mendengar percakapan mereka berdua selama ini ternyata adalah si bahan pembicaraan mereka itu sendiri, hal tersebut tidak dapat membuat mereka untuk tidak kaget ketika mendengarnya. Dari segala skenario buruk yang mampu mereka pikirkan, ini adalah skenario yang tidak terlintas dalam benak mereka sama sekali. Meskipun tengah dihadapkan dengan situasi yang tidak menguntungkan, tetapi mereka berdua mampu menraik sebuah kesimpulan yang sama tentang pemuda bernama Sasuke Sitri tersebut.

Rumor yang mengatakan bahwa adik kembar Sona Sitri itu tidak memiliki energi sihir sama sekali, ternyata adalah sebuah kebenaran. Bahkan, bukan hanya itu. Saudara kembar Sona Sitri—orang yang berdiri di hadapan mereka ini—bukan hanya tidak memiliki energi sihir, dia juga tidak memiliki hawa keberadaan sama sekali.

Dengan begini, Kiba mengerti, kenapa Ia tidak dapat mendeteksi keberadaan seorang Sasuke Sitri. Meskipun pada awalnya dia merasa kaget, tetapi pada akhirnya Ia justru merasa kasihan dengan takdir yang menimpa orang di hadapannya tersebut.

'Jadi, dia yang bernama Sasuke Sitri, ya? Dia benar-benar tidak memiliki energi sihir, kasihan sekali,' batin Issei dengan perasaan kasihan sekaligus merendahkannya.

Siapa pun yang melihat ekspresi Sasuke, mereka pasti langsung mengerti, bahwa pemuda berambut emo ini tengah berusaha menekan perasaan marahnya. Sasuke sudah cukup membuat keributan di ruang OSIS—tempat berkumpulnya anggota Sona—dengan membuat anggota termuda saudari kembarnya itu menangis karenanya. Oleh sebab itulah, Sasuke memutuskan untuk meninggalkan ruangan OSIS agar suasana di sana kembali kondusif, meskipun pada akhirnya Ia harus pergi ke toilet karena suatu urusan.

Sejujurnya, Sasuke tidak ingin membuat kekacuan di hari pertamanya tiba di Jepang. Namun, mendengar pembicaraan mereka tadi dan melihat ekspresi mereka saat ini, sudah menjadi alasan yang cukup untuk memberi hak kepada Sasuke agar dia dapat marah di sini.

"Kau, si muka mesum. Kau barusan berpikir bahwa aku ini menyedihkan, bukan?" tanya Sasuke dengan suaranya yang semakin berat.

Issei tersentak, ketika dirinya disebut muka mesum. Namun, saatia ingin membalas ucapannya, Sasuke telah mendahuluinya terlebih dahulu.

"Kalian tahu, aku ini adalah pria yang berdedikasi, yang selalu berusaha menjaga amarahnya," ucap Sasuke dengan tatapan matanya yang tajam.

Dengan helaan napas yang panjang dan kasar, Sasuke pun mengusap rambut emonya ke belakang, sehingga terlihat jelas kerutan di pelipisnya akibat berusaha sekeras mungkin untuk menahan amarah.

"Jadi …, bagaiamana kalau anak ayam seperti kalian berdua, bertarung denganku saja?"

Dengan sebuah kalimat yang sederhana, tetapi penuh dengan amarah, Sasuke pun akhirnya memilih jalan paling mudah untuk melampiaskan kemarahannya.

~~Bersambung~~


Auhtor Note : haloo, hari ini saya mengupdate untuk chapter 1. tidak banyak hal yang bisa saya jelaskan di sini.

Mungkin sedikit mempertegas saja. Sona dan Sasuke itu kembar identik. tapi, dari sekian kemiripan Sona dan Sasuke, aku akan memberi mereka banyak perbedaan yang saling bertolak belakang juga, salah satunya adalah tinggi Sasuke-Sona serta kondisi Sasuke yang tidak memiliki sihir sama sekali, sementara Sona memiliki jumlah energi sihir yang sangat meimpah.

untuk deskripsi penampilan Sasuke. yah, anggap aja Sasuke memakai pakaian ala Slav Russian yang menggunakan topi putih. untuk codet di bibir kirinya, kalian bisa melihat Toji Fushiguro di google, karena aku terinpirasi dari situ. selain codetnya, Sasuke di fict ku ini juga memiliki proporsi tubuh berotot (apabila dia melepas jaketnya) yang sama dengan si Toji Fushiguro itu. Jadi, silahkan lihat Toji Fushiguro untuk meperjelas penggambaran bentuk tubuh Sasuke di sini.

Yah, aku rasa itu saja sih dariku. terima kasaih bagi siapa pun yang membaca fict ini. silahkan tinggalkan jejak berupa kritik atau apa pun itu. terima kasih dan see you