Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.

Trap By Bad(ie)

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

Trap By Bad(ie) by Authors03

Please ... dont like, dont read ... thanks.

.

.

Chapter 05

"Dia berhenti berkerja?" Pagi-pagi hari ditemukan layaknya maling dalam toko seseorang, Naruto malah dikejutkan fakta yaitu, pelayan yang menghilang semalam berhenti kerja secara mendadak.

"Kau temannya?" tanya lelaki yang tengah diajak bicara. Dia tampak penasaran, tapi kemudian lirih. "Ini sangat menyedihkan, padahal Hinata bekerja dengan baik."

Bukan merespon, Naruto malah melamun. Apa yang bisa lebih mencurigakan dari seorang gadis yang ketahuan keanehannya dan mendadak kabur begitu saja?

Sial untuk sang pelayan karena semakin penasaran diri ini terhadapnya. Naruto kembali menatap sang pemilik café sebelum berkata, "Beritahu aku di mana dia tinggal."

"Ahh … tempat tinggal?" tanya lelaki itu memastikan. Dia memberitahu, "Aku tidak tahu di mana Hinata tinggal." Jika pria tinggi nan tampan itu menganggap diri ini berbohong atau menyembunyikan privasi seseorang yang memang seharusnya disembunyikan, maka dia salah. Diri ini memang tidak tahu, itu sebab tidak bisa menemui sang pekerja dan memohon padanya untuk kembali.

"Apa maksudmu?" Naruto tidak tampak senang dengan jawaban yang dianggap tidak masuk akal itu. "Mana mungkin kau tidak tahu di mana pekerjamu tinggal, setidaknya ada alamatnya."

"Aku tidak pernah bertanya!" ketus dia yang merasa dipaksa.

"Bagaimana mungkin kau tidak pernah bertanya?" Naruto tidak kalah ketus, dia menginginkan alamat gadis itu sekarang tanpa ada alasan apa pun.

"Iya, karena aku tidak pernah bertanya!" timpal lelaki itu. "Lagipula kau siapa?" tanyanya kembali. "Mengapa memaksa untuk tahu alamatnya?"

"Minimal kau harus tahu di mana pekerjamu tinggal!" Naruto bersikeras bahwa sang pemilik café harus tahu. "Siapa yang tahu dia akan mencuri uangmu dan kabur. Apa kau bodoh?"

Seorang pelanggan bersikap layaknya petinggi dan mengatainya seperti itu, dahi sudah berkerut kesal. Dia tanpa sengaja mengungkap, "Hinata bahkan tidak pernah mempermasalahkan tidak digaji dan tetap bekerja dengan giat, jangan berani kau menuduhnya seperti itu!"

Alis Naruto tertekuk, heran. mulut terbuka dan suara terdengar, "Hah?!"

"Pergi dari sini!" usir lelaki itu murka. "Aku tidak akan memaafkanmu jika kau berani menjelekkan pekerjaku lagi!"

"Ck!" Naruto berdecih malas. "Dia sudah tidak bekerja untukmu."

Target bekerja kali ini. Hinata berpikir ia akan bekerja di café selama-lama-lama-lamanya, tapi karena hal itu terjadi jauh dari kata lama, Hinata mencoba untuk mencari pekerjaan baru. Kali ini, targetnya adalah tempat mewah yang mengharuskannya menggenakan setelan formal yang selalu dianggap keren dan memanjakan mata.

Begitulah pikirnya. Namun, permasalahannya terletak pada Hinata tidak mempunyai sesuatu yang disebut ijazah, atau surat kelulusan yang sangat penting yang bisa membuatnya diterima dengan mudah.

Oh, itu bukan masalah. Hanya dengan jentikkan jari dan semua yang diperlukan sudah berkumpul di dalam amplop coklat persegi.

Setelan kantor, celana hitam panjang dan blouse berwarna biru muda. Hinata menggenakan heel hitam 5cm dan tas kecil yang mengantung di ransel. Rambut dibiarkan gerai karena orangtua gadis itu selalu memujinya sangat cantik dengan penampilan seperti itu.

Hinata belum cukup lama di dunia, tapi dia tahu bagaimana cara segala sesuatu bekerja. Mengantar surat lamaran ke beberapa gedung tinggi di pusat kota dan tinggal menunggu telepon.

Tidak terasa malam hari sudah kembali tiba. Matahari tenggelam, digantikan oleh indahnya bulan yang bersinar terang di atas langit. Ada ribuan bintang berserak di tempat yang sama, tapi perhatian Hinata tengah tidak tertuju ke sana.

"Hoaaaaaaaam!" Mulut kecil yang terbuka lebar untuk menguap malas tidak luput dari mata biru Naruto. Lelaki itu diam-diam menyelinap masuk melalui pagar besar dan mengintip dari jendela besar bagian ruang tamu yang hanya tertutup tirai putih tipis.

Kain itu diterbangkan oleh kipas angin di langit-langit ruangan. Berputar sangat cepat, saat itu Naruto bisa melihat sang penghuni terduduk malas di atas sofa dengan gaun tidur.

Rumah yang tengah diintip ini … tidak kalah mewah dari rumah yang tengah Naruto tinggali. Katakan, bagaimana cara seorang gadis aneh bisa memiliki tempat tinggal semewah ini? Bekerja tanpa digaji dan sepertinya tinggal sendiri.

Ini hanya … aneh atau unik? Naruto memikirkan berapa banyak persen seorang perempuan kaya mau bekerja sebagai pencuci kloset dan jawabannya nol persen. Dia terlalu kaya sampai tidak mau digaji, tapi tetap saja tidak terdengar masuk akal di dalam otak Naruto.

Hinata menggeser tontonan di TV lebar menggunakan remot. Tangan yang lain terangkat dan segelas coklat dingin lengkap dengan sedotan muncul di sana.

Mata Naruto melebar sempurna. Tubuh tanpa dikontrol oleng dan kaki menginjak salah satu pot bunga yang berjejer rapi di pinggir dinding.

"Siapa itu?!" Hinata sukses dikejutkan. Gelas yang lupa dikendalikan jatuh begitu saja. Menghantam karpet merah yang terbentang dan berakhir pecah berserakkan.

Hinata mengabaikan. Dia bergegas bangkit untuk mengecek apa yang terjadi di luar jendela besar yang tampak gelap itu.

Naruto bahkan tidak bersembunyi. Saat jendela besar dibuka dengan cara di dorong, dia dengan gagah berani berdiri tegap dan mempertemukan kontak mata.

"Kyaaaah!" Hinata terperanjak kaget dibuat surai kuning yang entahlah sejak kapan terlihat sangat horor, mengalahkan hantu penunggu. Dia terjatuh dan Naruto menggunakan kesempatan itu untuk memanjati jendela yang tidak memiliki besi penghalang.

"Mengapa kau ada di sini!" Hinata membawa bokongnya menjauh tanpa ingat bagaimana cara berdiri dan lari. Dia hanya tidak habis pikir pada seorang pria yang seolah tengah meneror diri ini. Mengejar sampai ke rumah, siapa yang masih bisa berpikir dengan akal yang sehat?

"Itu karena kau tiba-tiba berhenti bekerja!" ketus Naruto. Bukan mudah mencari info seseorang yang sama sekali tidak jelas, tapi pada akhirnya Naruto berhasil. Asal tahu saja, memasuki rumah ini bahkan lebih mudah daripada menggali info. Tapi abaikan itu karena Naruto sudah ada di sini.

"Pergi dari sini!" usir Hinata. "Jika kau berani mendekat, aku bersumpah akan membuatmu menyesal!" ancamnya. Jantung berdebar sangat kencang karena tampang lelaki yang begitu datar tanpa bisa dibaca.

Naruto tidak merasa terancam karena Hinata hanyalah seorang gadis kecil yang tampak manis dan tak berdaya.

"Lalu kau mau apa?" Naruto hendak menakuti, sebetulnya agak kesal karena kelancangan Hinata mengancam. Ekpresi wajahnya bete, dia membawa sepatu hitamnya mendekat. Satu demi satu langkah untuk membuat gadis itu gemetaran.

"Kyaaah!" Telunjuk Hinata teracung pada kaki Naruto dan kekuatan kilatan putih pun keluar, mengenai celana hitam itu. Niatnya adalah membuat manusia itu jatuh, tapi Naruto entah bagaimana selalu sukses menghindari kekuatannya.

"Wo'oh!" Kaki yang bak dilem membuat Naruto oleng, tapi dia melarang tubuh untuk jatuh. Tubuh dibawa beberapa langkah, sial karena Naruto tidak bisa lebih jauh lagi.

"Kyaaaah!" Hinata menjerit. Dari banyak dan luas tempat ini, mengapa lelaki itu harus jatuh di atasnya!

Deg! Jantung bagai dihantam palu raksasa, sukses membuatnya berhenti berdetak sesaat. Mata Hinata melebar karena wajah pria asing yang begitu dekat bahkan tanpa jarak.

Naruto merasakan sesuatu yang kenyal mengenai bibirnya. Hangat dan … mata lelaki itu ikut serta melebar.

Dia mengangkat wajah, menyadari bahwa ciuman pertamanya baru saja pergi meninggalkan.