Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.
Trap By Bad(ie)
(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)
Trap By Bad(ie) by Authors03
Please ... dont like, dont read ... thanks.
.
.
Chapter 08
"Kau pasti sudah gila!" cibir Hinata, tak habis pikir pada kelancangan seorang manusia. "Bagaimana bisa kau menawarkan benda yang memang adalah milikku ke milikku yang lain?!" Hinata sampai tidak tahu bagaimana caranya menjelaskan kegilaan manusia bernama Naruto itu.
Namun, tidak usah berbicara karena kesabaran Hinata sudah di ambang habis. "Lepaskan aku sekarang juga atau kau akan menyesal," ancamnya. "Ini adalah kesempatan terakhirmu dan aku tidak akan lagi berbaik hati," tambahnya yang malah ditanggapi acuh dan penuh ejek oleh Naruto.
"Oh, maksudmu kau sedang bersikap baik sedari tadi?" Sindirnya dengan seyuman smirk. "Aku tidak berpikir begitu. Kau tidak bisa mendapatkan tongkatmu kembali karena kau bodoh, jadi anggap saja benda itu milikku." Betapa ringan mulut pemuda itu berkata.
Sejauh ini, manusia jahat yang pernah Hinata temui adalah pelanggan yang bersikap seenaknya, tapi ternyata ada jenis manusia yang lebih memuakkan darinya. Kesabaran sudah habis dan gadis itu menggunakan kekuatannya. Dalam satu kedipan mata, posisi sudah berubah drastis.
Yang sebelumnya adalah ruangan persegi diganti oleh pemandangan luar yaitu langit dan empuknya ranjang digantikan oleh awan yang tidak bisa disentuh. Dua bola mata Naruto melebar sempurna saat menyadari betapa tinggi posisinya sekarang. Sangat tinggi sampai satu kota yang dipenuhi oleh gedung-gedung tinggi terlihat seperti semut.
"Kau akan mati jika ka-kyaaaaaaaah!" Hinata menjerit histeris karena tubuh yang malah terjun bebas bersama Naruto. Hinata bisa terbang! Bisa, tapi tidak di saat Naruto memindahkan tangan dari pergelangan menuju tubuh untuk didekap erat. "Kyaaaaaah lepaskan aku!" jerit gadis itu histeris, sama sekali tidak bisa merentangkan sayap.
"Kau gila, kita akan mati!" Naruto tak kalah histeris. Jantung sudah bagai ketinggalan di awan saat tubuh terjatuh. Dia melingkarkan dua kaki, melilit tubuh Hinata dengan harapan bisa melayang mengikutinya.
"Lepaskan aku! Aku akan mati karenamu." Hinata semakin histeris karena tubuh yang terjatuh kian cepat tidak terkontrol sampai membuatnya dan Naruto berputar-putar tak jelas. Tenaga Naruto sangat kuat, sama sekali tidak bisa terlepas.
"Aku akan mati karenamu!" Naruto tidak bisa membuka mata karena kencangnya angin, tapi kemudian dia ingat pada tongkat ajaib yang masih berada di genggaman. Tepat di belakang punggung Hinata, pemuda itu menggerakkannya.
"Kyaaaah!" Hinata menjerit, syok dibuat tubuh yang mendadak terbang ke kiri, tapi kemudian kembali terjun bebas ke tanah. Jarak yang sudah semakin dekat menyebabkan dua bola mata Hinata melebar kian sempurna sampai seolah akan lepas. Gadis itu tidak tahu apa yang terjadi, tapi Naruto melepaskan pelukan dan membiarkan tubuhnya jatuh.
Lelaki itu berteriak, "Kembalikan aku atau aku hancurkan tongkat ajaibmu." Hinata melayang dengan dua sayap yang akhirnya bisa direntangkan sementara Naruto terus menjauh.
"Sial …!" Tidak ada pilihan lain. Naruto akan jatuh bersama tongkatnya, mau tidak mau dia menyusul. Terbang jauh lebih cepat daripada Naruto yang jatuh. Jari-jari lentik mengulur dan dua tangan menarik kerah piyama pemuda itu.
Dalam hitungan detik, posisi sudah berubah. "Akh!" Punggung yang menghantam empuknya kasur menyebabkan Naruto meringis. Tidak sakit, tapi terkejut. Lelaki itu memberanikan diri membuka mata dan dia menyadari ada Hinata di atasnya, sibuk bernafas dengan kening yang menempel di bagian dada.
Hinata … hanya ingin tongkat ajaibnya kembali! Hanya ingin sesuatu miliknya kembali, tapi mengapa sulit sekali? Naruto tidak melonggarkan genggaman meski cuma sedikit dan hal itu membuatnya merasa frustasi.
"Hiks …" Hinata mengangkat kepala, membuat Naruto bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. Sayang sekali Naruto tidak tertarik pada air mata. Dia menoleh dan menyadari tidak ada lagi sayap pada punggung Hinata.
"Kembalikan tongkatku!" Suara gadis itu terkesan memohon. Dia menarik tongkat ajaib dari tangan Naruto, tapi lagi-lagi tidak bisa mendapatkannya.
"Astaga …" Naruto perlu lebih banyak waktu untuk menenangkan jantung yang sudah diambang meledak. Mengingat kejadian tadi, diri ini terjun bebas. Wow … mau kagum, sialnya rasanya sangat menggerikan. Naruto pasti sudah mati jika Hinata menolak untuk membantu dan syukurnya hal itu tidak terjadi.
Kembali ke Hinata yang terisak dan menarik-narik tongkat dari tangan Naruto bagaikan anak lima tahun yang sedang dikerjai menggunakan permen. "Perlihatkan sayapmu dan aku akan mengembalikannya," tawar pemuda itu setelah bangkit untuk duduk.
Hinata tidak menjawab. Dia pasrah dan melakukan apa yang Naruto mau setelah memperbaiki posisi duduk dengan melihat kaki. Sepasang sayap putih dikeluarkan dan Naruto bagai terpana. Sangat putih dan indah, dengan mudah membuat Naruto merasa seperti ada di surga.
Naruto mengangkat tangan, menyentuh sayap putih itu dan menyadarinya memiliki permukaan yang sangat lembut. Hinata pasrah. Dia memejamkan mata sembari menghela nafas, memberi Naruto waktu sampai puas mengamati sayapnya. Tapi … pemuda brengsek itu malah mencabut dua helai sayapnya sekaligus!
"Akhh!" Hinata merintih kesakitan sembari menyentuh bagian yang tercopot. "Sakit, bodoh!" marahnya.
"Sakit?" Naruto penasaran bertanya, "Aku kira sayap itu tidak termaksud anggota tubuh."
Hinata tidak dalam mood untuk membahas pelajaran IPA. Sayap hilang dan dia menyambar tongkat yang ada di tangan Naruto. "Kembalikan! Aku sudah melakukan apa yang kau mau." Terus-terusan menyambar dan sekali lagi gagal merebut tongkat miliknya.
"Kau bisa lepaskan sayapmu?" tanya Naruto, terdengar sangat mengharapkannya. "Bisakah sayapmu rusak saat dibakar? Aku penasaran stuktur tulangnya."
Hinata melonggo, syok dibuat segala kekejian yang terselip pada kalimat Naruto. "Aku tidak bercanda, Naruto!" pekik Hinata histeris. Dia menerjang, sukses menjatuhkan Naruto. Tapi sekali lagi gagal mendapatkan tongkatnya.
"Naruto, aku bilang kembalikan!" teriak Hinata sekuat tenaga. Dia sampai memanjat tubuh Naruto hanya untuk mengambil tongkat yang diangkat ke atas kepala.
"Sabar!" celetuk Naruto. "Biar aku berpikir dulu." Niatnya sih begitu, tapi perhatian Naruto sukses disita oleh pintu kamar yang entah sejak kapan terbuka lebar. Namun, bukan pintu yang menjadi pusat perhatian, tapi seorang pria.
"Toneri?!" Syok Naruto memanggil, bergegas mendorong Hinata dan bangkit untuk duduk.
"Toneri?" Hinata ikut bangkit guna melempar pandangan ke arah yang sama dan gadis itu bereaksi tidak kalah terkejut. Menilik dari mulut Toneri yang mengganga lebar, mata melebar sempurna dan tubuh yang membeku, dia pasti sudah melihat apa yang terjadi dan siapa Hinata …
"Tidak …" Hinata bergumam cemas. Seorang manusia saja sudah tidak boleh tahu tentangnya dan kini, dua manusia?
TO BE CONTINUE
Sekali lagi maaf. Author punya banyak kerjaan karena keadaan lagi ga begitu baik :( author berharap untuk bisa terus melanjutkan fic ini dan semoga kalian suka. Maaf sudah membuat kalian terus menunggu.
Sampai jumpa
