Note : Meski cerita ini menggunakan latar negera Jepang, namun perlu diingat bahwa saya menerapkan pemikiran dan pandangan masyarakat Indonesia tentang tata krama serta peraturan moral yang sudah melekat dan tanpa sadar menjadi hukum tidak tertulis di Indonesia_ pada karakter-karakter dalam cerita ini.

.

.

Disclaimer : Semua karakter dalam cerita ini milik Masashi Kishimoto. Tapi ceritaku, milik aku. So, selamat membaca.

.

NaruSaku

Uzumaki Naruto x Haruno Sakura

Rated M (no lemon)

.

.

Warning!

Typo(s), OOC, bahasan dewasa.

Don't like don't read!

.

.

.

"Sakura-chan sedang apa, sih?" Pemuda bermanik safir itu menengadahkan kepalanya untuk melihat Sakura yang sedari tadi tidak bersuara. Membuat ia penasaran dengan apa yang dilakukan sahabat sepopoknya itu di atas sana.

Naruto meletakkan bola basket di tanah, di samping kakinya yang berpijak. Lalu kembali memakukan pandangan pada rumah pohon tempat di mana Sakura berada. Dari bawah, ia hanya bisa melihat kedua kaki gadis itu berayun-ayun santai.

"Aku sedang baca komik," sahut Sakura.

"Masih lama?" Naruto sadar matahari sebantar lagi akan tenggelam. Mereka harus segera pulang.

"Ya. Jangan menggangguku, Naruto."

Bibir tipis pemuda itu terkatup. Ia tak ingin menghentikan kesanangan Sakura, tapi tak ingin juga jika nantinya mereka terlalu larut pulang ke rumah. Karena saat ini Naruto sedang tidak ingin mendapat omelan manis dari sang ibunda.

"Sakura-chan, lebih baik lanjutkan di rumah saja. Kita harus segera pulang karena sekarang sudah petang," ucap Naruto sedikit berteriak.

Untuk beberapa saat tidak ada jawaban dari atas sana. Naruto kira Sakura tengah mengamati keadaan dan tersadar jika langit di atas mereka berwarna jingga. Sementara lengannya kembali mengambil bola basket itu.

"Baiklah. Ayo pulang," ucap Sakura. Gadis itu pun segera bangkit dan sedikit membenahi bajunya. Ia lalu menuruni tangga yang tidak banyak undakan tersusun, sebab memang rumah pohon itu dibuat dengan ketinggian tak lebih dari 3 meter di atas permukaan tanah.

"Ayo," timpal Naruto.

Mereka pun berjalan bersisian meninggalkan lokasi itu. Tempat di mana sebagian besar masa pertumbuhan mereka dihabiskan di sana. Dengan Sakura yang sangat menyukai berdiam diri di rumah pohon, dan Naruto yang akan bermain basket sampai kelelahan di bawah.

Rumah pohon itu sebenarnya sengaja dibuat oleh ayah Naruto khusus untuk tempat bermain mereka. Ditambah lagi Naruto yang memang memiliki kegemaran bermain basket, sang ayah memutuskan untuk mendukung ketertarikan anaknya itu. Maka dibuatlah lapangan kecil dengan satu ring, sementara ide menambahkan rumah pohon, datang menysusul.

Tak jauh dari rumah pohon mereka, terdapat sebuah danau dengan air yang jernih. Dikelilingi rimbunan pepohonan dan pemandangan yang indah, membuat keberadaan tempat bermain mereka itu terasa sangat sempurna. Maka tidak heran jika mereka kerap memilih menghabiskan hari libur sekolah di sana.

Seperti sekarang, senja begitu indah dan matahari oranye itu nampak malu-malu menyembul dari celah dedaunan. Cahaya keemasan menyinari langkah kedua remaja itu bersama kehangatan yang menyapu setiap jengkal kulit mereka. Terasa sangat nyaman dan damai. Momen seperti ini tentu saja sudah berlalu begitu sering, namun baik keduanya tak pernah bosan menikmati.

Lirik safir Naruto sejenak berpaling ke arah gadis di sampingnya. Memandangi wajah seputih pualam itu yang terlihat jauh lebih menawan kala sinar senja menerpa permukaannya. Naruto tak memungkiri jika Sakura nampak luar biasa indah di matanya kali ini. Tidak, bukan hanya kali ini, tapi jauh berkali-kali. Dan ia kira akan terus seperti itu.

Sekedar mengira bahwa rasa hangat yang sering menyergap hatinya kala ia melihat gadis itu, adalah rasa sayang sebagai seorang sahabat saja. Dan tidak mencari lebih jelas alasan mengapa kedua pipinya terkadang memerah hanya karena memandangi wajah itu. Naruto cukup yakin alasan di balik itu semua tidak lebih karena dirinya menyangi Sakura.

Kali ini pun terjadi lagi, secara perlahan dapat Naruto rasakan wajahnya menghangat melihat Sakura tengah menutup mata sembari menarik nafas dalam. Ekspresi yang terlihat damai dan rileks. Hanya jika Sakura sedang lengah saja ia berani menatap sedikit lama wajah itu, akan sangat memalukan bila ia tertangkap basah tengah memerhatikan dengan wajah konyol memerah. Maka sebelum itu terjadi, Naruto kembali menggulirkan pandangan ke depan. Meyimpan satu senyum kecilnya di sana seraya berucap dalam hati, betapa ia menyayangi sahabatnya itu.

"Naruto." Sakura berujar di tengah keheningan mereka.

"Ya?" Naruto belum menoleh sebab kedua pipinya masih memerah.

"Aku lupa, berapa hari lagi kau tanding?"

Naruto segera mengerti pertandingan yang Sakura maksud. Ia pun menjawab, "4 hari lagi. Sakura-chan akan datang mendukungku, 'kan? Maksudku, mendukung kami." Safir menawan Naruto memantulkan keadaan hatinya yang tengah berharap pada gadis itu.

Sementara Sakura nampak menimbang-nimbang perkataan Naruto. Ia letakan jari telunjuk lentiknya di atas dagu, seolah tengah berpikir. Sebagai sahabat, tentu saja Sakura akan datang tanpa berpikir panjang lagi, namun ia mengira akan menyenangkan bila ia sedikit menggoda pemuda berkulit tan itu.

"Ada apa? Kau tidak akan datang?"

Dan Naruto dengan mudahnya terpancing. Membut decakan senang keluar dari celah bibir Sakura. "Bagaimana ya... aku tak bisa berjanji Naruto." Ini belum berakhir sebelum Sakura puas.

"Nande?"

Walau tak terlalu jelas, tapi Sakura masih bisa melihat kesedihan di raut wajah sahabatnya itu. Tak tega sebenarnya, tapi ia lebih tak tega lagi jika berhenti begitu saja di sini tanpa mendapat kesenangan yang memuaskan.

"Aku ingin sekali melihatmu bertanding, Naruto. Menyemangatimu sampai suaraku habis. Tapi sayangnya saat ini aku mendapat kesempatan untuk ikut olimpiade Fisika dan harus mempersiapkan diri dari sekarang. Kebetulan timku sudah sepakat untuk belajar bersama seminggu penuh ini," jelas Sakura dengan wajah menyesal yang dibuat-buat. Ia berbohong tentu saja. Namun tentang ia yang akan ikut olimpiade Fisika, itu benar adanya.

Naruto tidak langsung menjawab. Sakura kira pemuda jangkung itu tengah dilanda dilema. Antara memaksa ia untuk datang, atau memaksa hatinya mengikhlaskan ketidakhadiran dirinya di momen penting bagi pemuda itu. Dan Sakura penasaran mana yang akan dipilih Naruto.

"Souka... Ne Sakura-chan, jangan bersedih. Bukankah sejak awal kita masuk SMA kau sudah mengincar olimpiade itu? Jadi, berhenti murung begitu, ya." Naruto nampak berusaha keras melapangkan dada. Ia tak bisa egois dengan memaksa Sakura.

Senyum lebar itu terbentuk indah di bibir tipis Sakura. Ia memang sudah menduga Naruto akan memilih pilihan ini. Sebab sedari dulu pun, di antara mereka hanya Naruto yang paling mudah mengalah. "Aku malah lebih mengkhawatirkan dirimu. Aku takut nanti permainanmu kurang bagus karena tak fokus."

"Kenapa begitu?"

Sakura menyeringai kecil, lantas berkata, "Tentu saja sebab nanti tidak akan ada aku di bangku penonton. Kau akan terus kepikiran dan berharap aku bisa tiba-tiba datang menyemangatimu, sehingga membuat fokusmu terpecah. Kau kan tak bisa jauh-jauh dariku," jelas Sakura lugas dengan rasa percaya diri.

"Apakah benar akan seperti itu?" Naruto bergumam menanyakan pada dirinya sendiri. "Jadi intinya kau mengkhawatirkanku? Tenang saja Sakura-chan, kehilangan sedikit fokus tidak akan bisa menahanku untuk mendapatkan medali emas. Aku percaya itu." Sedangkan Naruto juga lugas menimpali.

"Arama... percaya diri sekali." Sakura tak mengira Naruto bisa membalasnya tak kalah congkak. "Baiklah kalau begitu. Aku hanya ingin memastikan saja, dan kelihatannya pun kau memang tak akan terganggu hanya karena kehilangan salah satu suporter-mu ini, " lanjut Sakura.

"Tidak bisa dikatakan begitu juga. Tentu saja aku masih mengharapkanmu datang nanti. Siapa pula yang tidak mau melihat orang berharga ada di momen penting kita." Sejenak terhenti, Naruto menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "... tapi aku takan memaksa Sakura-chan, kok. Aku mengerti, Sakura-chan sangat menantikan untuk bisa terpilih dalam olimpiade itu, dan hal itu terjadi saat ini. Maka sudah sepantasnya aku pun mendukukungmu. Jadi, kau harus fokus pada persiapanmu ya. Jangan terlalu dipikirkan karena tidak bisa datang ke pertandinganku. Ganbare Sakura-chan!" tandasnya.

Sejenak, Sakura tersentak oleh perkataan pemuda pirang di hadapannya ini. Segera ia kembalikan ekspresi wajahnya seperti semula. Lalu berdehem kecil untuk membuang kegugupan saat menyadari hatinya sedikit tersentuh. "Sebelumnya, terima kasih Naruto. Ya, aku akan mempersiapkan semuanya semaksimal mungkin. Kau pun tak perlu khawatir," ucap Sakura. Ia tak mengira bisa sampai terbawa permainannya sendiri. "Tapi seandaikan kau memaksaku untuk datang, aku mungkin bisa mengusahakan kepada guru pembina dan timku untuk mendapat izin absen satu hari," tambahnya.

"Benarkah?!" Secepat binar senang itu muncul, secapat itu pula binarnya meredup. Naruto seakan tersadar satu hal. "Tapi, tak perlu memaksakan diri, Sakura-chan. Untuk kesempatan yang sudah dinanti-nantikan, aku paham kau harus latihan lebih keras. Dan rasanya akan sangat rugi jika kau mengorbankan waktumu hanya agar bisa datang melihatku bertanding-"

"Baka!" Tiba-tiba Sakura berseru seraya menahan bibirnya agar tidak melepaskan tawa.

Tatapan bingung lantas menyembul dari wajah tampan Uzumaki muda itu. Ia pikir, apa ada yang salah dalam ucapannya?

"Nani?"

Sakura pun merangkul leher Naruto dari samping dengan beringas. Lalu berkata, "Tentu saja aku akan datang. Sahabat baik sepertiku mana bisa melewatkan hari pentingmu begitu saja!"

Mimik Naruto masih menampakan raut tak percaya bercampur bingung. "Be-benarkah?! Tapi bagaimana dengan persiapanmu?"

Sakura terbitkan satu senyum kegirangan. "Tentu saja bohong. Olimpiadeku akan diadakan sekitar 3 bulan lagi. Untuk latihan seminggu penuh berasama tim sekolah, jadwalnya bukan minggu ini."

"Lalu maksud ucapanmu itu apa?! Tega sekali Sakura-chan mempermainkanku. Kau tau perkataanmu saja sudah membuatku langsung tidak bersemangat." Naruto ingin berteriak, tapi dibanding itu, ia malah lebih dikuasi oleh rasa senang bukan kepalang, tanpa melupakan rasa kesalnya juga tentu saja.

"Hihi ... gomen ne, Naruto-kun."

"Berhenti menggodaku."

"Aku tidak janji,"

"Sakura-chan!"

"Hai! Hai! Aku tidak akan ...,

... berhenti menggodamu maksudku."

"Kami-sama!!!"

Dan Sakura, berakhir dengan raut puas dengan kekehan senang melihat Naruto bersama rasa frustasinya.

Langkah kaki mereka masih bergerak selaras silih berganti. Sementara matahari tinggal seperempat lagi sampai benar-benar tenggelam sepenuhnya. Naruto dan Sakura hanya butuh memupus jarak sekitar 200 meter lagi, untuk sampai ke rumah gadis bermarga Haruno itu. Bahkan dengan ukuran rumah sebesar milik keluarga Sakura, jarak tersebut tidak bisa menutupi keberadaannya.

Seperti biasa, ia akan mengantarkan Sakura dan memastikan gadis itu berada di dalam rumahnya setelah pulang dari tempat bermain mereka. Sudah menjadi suatu kebiasaan bagi Naruto, Sakura pun memang tidak pernah keberatan akan hal itu.

Naruto kira cahaya senja masih memiliki kekuatan untuk membuat ia memandang dengan jelas. Akan tetapi kini Naruto sedikit meragukan jika matanya baru saja menangkap hal aneh di celana bagian belakang Sakura. Maka safir itu mencoba menajamkan penglihatannya, mengabaikan kemungkinan orang yang melihat tindakannya bisa saja berpikir bahwa ia seperti lelaki mesum yang menatap bokong seorang gadis dengan tajam. Namun setelah beberapa detik mengamati, Naruto tersentak menyadari sesuatu.

"Sakura-chan, darah ...," ia merendahkan suara.

"Darah? Di mana?" Sakura menoleh dan mendapati posisi Naruto berada tak jauh di belakang tubuhnya. Ia mengernyit saat mimik Naruto nampak aneh dengan arah pandang yang membingungkan. Terlihat sedang menatap tajam sesuatu di bawah, di ... bokongnya?!

"Ada ap-" Sakura melebarkan bola matanya ketika sebuah kesimpulan menyentak pikirannya. "Jangan lihat!" Ia buru-buru menutupi bokongnya lantas berbalik menghadap Naruto.

"Kenapa? Sakura-chan kau baik-baik saja?"

"Tidak, bukan, maksudku ya." Rasanya Sakura ingin mengumpat. Payah sekali ia jika sedang gugup.

Tapi Naruto tak melihat itu sebagai kegugupan, "Katakan padaku obat seperti apa yang bisa membantumu. Akan segera aku carikan. Kau terlihat kesakitan, Sakura-chan." Naruto jelas sangat mengakhawatirkan sahabatnya itu.

"Tak usah. Aku hanya perlu segera sampai ke rumah, oke."

"Tapi ...,"

"Naruto," ucap Sakura. Pemuda itu sadar ia harus diam.

Setelah itu Sakura tak menunggu apa pun lagi, ia segera berlari menuju rumahnya yang sudah nampak sejak tadi. Sementara Naruto semakin khawatir melihat reaksi serta tindakan gadis itu. Ia masih berpikir jika Sakura tengah terluka dan kesakitan. Maka ia pun menyusul dengan berlari tak kalah cepat.

Mereka sama-sama berlari, Naruto berhasil mensejajarkan posisinya di samping Sakura. Bagi kekuatan fisiknya yang sudah terlatih sejak dulu, tentu hal mudah untuk ia mengejar Sakura. Di tambah lagi laju gadis itu terlihat tertahan oleh sesuatu, yang membuat kecepatannya tidak seperti biasa.

Namun Naruto cukup mengerti keadaan untuk tidak dulu bertanya banyak hal, mengingat Sakura nampak gelisah dan terburu-buru. Ia pun hanya mengikuti pergerakan gadis berhelai indah itu dari belakang. Melambatkan lajunya.

Sakura membuka pintu besar rumahnya dengan keras, membuat para maid yang tengah bekerja itu tersentak bersamaan.

"Nona,"

"Anda baik-baik saja?"

Tetapi seruan-seruan itu tak Sakura indahkan. Naruto yang menyadari jika Sakura tidak berniat membalasnya, merasa harus sedikit menjelaskan.

Maka Naruto pun berhenti. Membiarkan Sakura yang masih berlari dan kini mulai menghilang di lorong mension. Tubuh tegapnya ia hadapkan kepada para perempuan dewasa maupun parubaya berseragam khas pelayan itu. "Sumimasen, aku tak bisa menjelaskannya saat ini, karena aku harus segera menolong Sakura-chan," ujar Naruto.

"Apa nona Sakura baik-baik saja?"

Dan Naruto tau ia tak bisa menghindari ini. Pertanyaan itu secara langsung membuat ia harus menjelaskan kondisi Sakura. Walau ia memiliki hak untuk tak menghiraukan, namun ia harus menghargai setiap manusia tanpa memandang status apapun, apalagi jika itu adalah orang yang lebih dewasa darinya.

"Aku belum tau pasti. Tapi sepertinya Sakura-chan sedang kesakitan. Ada darah di celananya, aku tak tau tapi Sakura-chan terlihat panik dan gugup. Dia langsung menutupinya dariku begitu aku memberi tahukannya," jelas Naruto mencoba bersikap tenang.

"Tuan muda, dari bagian mana darah itu berasal?"

"Etto ..., ku rasa dari daerah paha dalam." Entah kenapa, ia sedikit malu saat mengatakannya.

Beberapa detik berlalu tidak ada seorang pun yang membalas ucapannya. Naruto kira mereka tengah berpikir jika dilihat dari ekspresi itu. Tapi tak berapa lama, akhirnya salah seorang perempuan dewasa membuka suara.

Berdehem kecil, wanita berambut cokelat disanggul rapih itu lalu berkata, "Menurut perkiraan kami, saat ini Nona Sakura sedang memasuki masa periode bulanannya. Anda tidak perlu khawatir, Tuan Muda."

"Periode bulanan? Benar aku tak perlu khawatir? Sakura-chan sampai berdarah, bisa saja dia kesakitan."

"Ya, memang akan sedikit sakit. Tapi itu adalah hal yang wajar. Jadi Anda tak usah terlalu panik, ya." Sedangkan wanita dewasa bersanggul rapih itu masih mencoba membuat Naruto mengerti.

Naruto tampak berpikir sejenak, berusaha mencerna perkataan wanita dewasa itu. "Baiklah. Meski aku belum mengerti periode bulanan itu apa, tapi jika Sakura-chan sampai merasa sakit, aku tau aku harus membantunya. Aku akan pergi menyusul," ucap Naruto.

Tanpa menunggu balasan, Naruto segera kembali berlari menuju kamar Sakura yang ia kira. Namun sebelum ia benar-benar jauh, Naruto membalikan lagi tubuhnya sembari berseru, "Arigatou gozaimasu Ayame-neesan, minna-san!"

Hanya saja, Naruto melewatkan ekspresi tertegun bercampur haru milik wanita dewasa itu. Ia tak sampai mengira Tuan Muda seperti Naruto mau memanggil namanya, seakan tak ada derajat apapun yang membedakan antara mereka.

TBC

Sesuai janjiku, aku bakal update 4 hari setelahnya.

Balasan komen

Spanenx : semoga aja ga sad end, ya. Hihi

Labut : Aku akan perbaiki. Tapi sebelum itu, boleh tolong jelasin di mana letak plot hole-nya? Berhubung aku juga belum paham betul apa itu plot hole :D

MANASYE : Nama akun wattpad-ku HahangPlemen. Kak Manasye author NaruSaku juga kan?! Kalau ga salah inget, aku sering baca fanfic kaka. Semangat ya!!

Dan semua yang udah kasih aku semangat, makasih banyaaaak.