CHAPTER 2
Tok!
Tok!
"Sakura-chan, kau di dalam?" Saat ini Naruto sudah berada di kamar Sakura. Tak mendapati keberadaan sahabatnya itu di sana, membuat ia melangkahkan kaki mendekati pintu kamar mandi yang tertutup.
"Ya, aku di sini!" seru Sakura dari balik pintu.
"Daijoubu ka?" Tidak ada jawaban lagi, tapi telinga Naruto menangkap derap langkah kaki mendekatinya. Ia pun mundur perlahan dari daun pintu.
Tak lama setelah itu, benar saja, sosok Sakura menyembul dari balik pintu. Ia nampak terburu-buru sampai tak mengacuhkan keberadaan tubuh tinggi tegap Naruto yang menjulang. Gadis itu berjalan menuju lemari lalu mulai mengobrak-abrik isinya, seakan tengah mencari sesuatu.
"Butuh bantuan?" Tidak ada jawaban.
"Apa yang perlu ku cari untukmu?" Masih belum dijawab. Jika seperti itu, Naruto bingung harus membantu apa. Pemuda berusia 16 tahun itu pun berjalan menghampiri Sakura yang masih belum teralihkan fokusnya.
Semakin langkahnya memangkas jarak antara ia dan Sakura, mambuat Naruto dapat jelas melihat apa yang sedang Sakura lakukan. Gadis itu tampak beringas saat mencari-cari sesuatu. Gerutuan kesal pun semakin nyaring seiring waktu berlalu dan gadis itu frustasi tidak berhasil mendapatkan barang yang tengah dicarinya.
Naruto terus mendekat, "Sedang mencari apa, Sakura-chan?" Dan pertanyaannya lagi-lagi tak kunjung dijawab. Tetapi pemuda pirang itu tak menghentikan gerakan kakinya. "Sini aku bantu!" Belum juga ada sahutan.
Dua langkah lagi untuk mencapai Sakura yang kini jelas terlihat lebih beringas mengobrak-abrik lemarinya. Entah mengapa itu sedikit membuat bulu kuduk Naruto berdiri, tapi ia tetap paksakan mendekat. Sampai, "Kita bisa mencarinya sama-"
"TIDAAAAAAAK!!!"
Naruto terperanjat bukan main. Ia sampai terhempas oleh rasa kagetnya sendiri. Berakhir dengan ringisan kecil saat bokongnya mendarat terlebih dahulu di lantai. Suara Sakura yang tiba-tiba berteriak bersama raut frustasi bercampur kesalnya sukses membuat tubuh tegap itu oleng.
"Ittai! ... Sakura-chan, kau baik-baik saja, kan?" Meski demikian, yang lebih Naruto khawatirkan adalah gadis itu.
"Habis! Tak ada yang tersisa! Aku harus bagaimana?!!"
"Hei hei, tenang dulu. Ada apa?" Naruto bangkit perlahan lalu menghampiri Sakura.
Sedangkan Sakura di sana sudah berurai air mata. Tangan kecil gadis itu bahkan sampai mencengkram kaos bagian depan Naruto, lalu tubuhnya merosot ke bawah sembari menangis kencang. Sungguh adegan penuh drama.
"Sa-"
"Pembalutku, tak ada lagi. HUAAAAA!"
"Pe-pembalut? Aku tak mengerti, jadi katakan apa yang harus aku lakukan untuk membantumu, Sakura-chan," Naruto berusaha tenang, ditengah cengkraman tangan Sakura yang menggucang-guncang tubuhnya.
"Aku butuh pembalut. K-kau mau membelikannya untukku?"
"Tentu, akan aku belikan," ucap Naruto tanpa pikir panjang lagi.
"Terima kasih Naru ...," kalimat gadis itu terhenti saat ia merasa ada sesutu yang mengalir deras dari pangkal pahanya. Emerald Sakura pun melebar. Ia lantas bangkit dan berlari kembali menuju kamar mandi.
Naruto yang semakin tidak mengerti melihat tingkah Sakura, hanya berdiri kaku menatap kepergian sahabatnya itu. Tetapi ia pikir ia harus segera membeli pembalut. Sakura terlihat sangat membutuhkannya saat ini.
Maka Naruto berjalan mendekati pintu di mana sosok Sakura berlalu. Kemudian berucap, "Aku akan pergi membelinya sekarang. Bertahanlah sebentar lagi, ya."
"Naruto cepat. Aku tak bisa menahannya lagi!"
"Ya! Aku pergi sekarang juga. Tenangkan dirimu, Sakura-chan!"
"Shit! Perutku sakit sekali!"
Ia akan mendobrak pintu saat mendengar rintihan Sakura, jika tak mengingat perkataan Ayame tentang rasa sakit yang dialami oleh Sakura saat ini adalah hal wajar terjadi. Maka ia kemudian bergegas pergi. Membawa kakinya untuk berlari keluar dari kamar gadis bermarga Haruno itu.
"Yang bersayap Naruto!"
Walau samar, ia masih bisa mendengar seruan gadis itu. Naruto pikir dirinya harus kembali ke kamar Sakura untuk menanyakan maksud ucapannya, namun rasanya akan membuang waktu saja. Ia bisa menanyakan hal tersebut pada pekerja di minimarket nanti.
.
.
.
Nafas pemuda bermanik biru itu masih stabil setelah berlari cukup jauh. Rutin melatih fisik dan kebugaran jasmani adalah hal biasa bagi seorang pemain basket sepertinya. Maka tak perlu lagi bertanya kenapa hembusan yang keluar, terlihat teratur walau bulir keringat sedikit membanjiri wajah tampan itu.
"Aku sebenarnya tidak tau di mana harus membeli benda itu. Tapi semoga saja instingku bisa tepat. Yosh! Aku harus cepat, jangan buat Sakura-chan terlalu lama tersiksa!" Perlu diingat jika Naruto belum sepenuhnya mengerti masalah yang terjadi pada Sakura.
Naruto edarkan pandangan ke seluruh penjuru toko tersebut. Ia sedikit kebingungan harus mulai mencari dari susunan rak mana dulu. Meski dikatakan minimarket, tetapi nyatanya ruangan yang memiliki banyak lampu itu tidak bisa dikatakan kecil.
Maka kemudian Naruto memutuskan untuk menyisir setiap bagian dari arah kanan menuju ke kiri saja. Kedua netra beriris sebiru langit itu menyapu setiap deretan berbagai produk yang tersusun rapih di rak. Sampai langkahnya tiba-tiba berhenti kala ia teringat sesuatu, ia bahkan belum tau seperti apa bentuk pembalut itu. Akan sangat bodoh jika ia memutari setiap rak tanpa mengetahui apa yang dicari. Sungguh konyol, bukan?
Naruto pun sejenak berhenti lalu merogoh ponsel di saku celana pendek beggy yang sudah menjadi gaya berpakaianya itu. Ia akan memulai penelusuran di internet, sebelum sesorang menepuk pundaknya cukup keras.
"Yo Naruto!"
Spontan Naruto menoleh lalu mendapati Kiba berdiri di belakangnya. Pemuda berambut cokelat pecinta anjing itu adalah teman sekelas Naruto. Bahkan mereka serta Sakura pernah berada di SMP yang sama sebelumnya. Bisa dikatakan, Kiba adalah teman dekat Naruto.
"Yo Kiba!" Ia pun membalas tak kalah semangat.
"Menemani ibumu berbelanja?" tanya Kiba.
"Tidak, aku sedang mencari sesuatu. Tapi rasanya sedikit membingungkan," ungkap Naruto.
"Memang apa yang kau cari, Naruto?" Kiba sebenarnya hanya penasaran saja.
"Pembalut," jawab Naruto. Sedetik kemudian, matanya berbinar menatap Kiba. "Kau harus membantuku, Kiba. Aku yakin kau pasti sudah tau seperti apa bentuknya."
"Tidak mau."
"Kenapa begitu?!" Naruto tak habis pikir Kiba bisa menolak permintaannya semudah itu. Bahkan sepertinya Kiba tak berpikir dahulu sebelum berucap.
Melipat tangannya di depan tubuh, Kiba lalu menghela nafas bosan. "Kita ini laki-laki, akan sangat memalukan jika membeli benda seperti itu," jelas Kiba.
"Memalukan?" Naruto tidak mengerti dimana letak memalukan yang Kiba maksud. Meski memang belum tau seperti apa, tapi ia pikir jika benda itu bisa membantu Sakura, kenapa dikatakan memalukan hanya karena seorang lelaki yang membelikannya?
"Kau pasti belum tau pembalut itu apa dan di mana para perempuan biasa memasangkannya." Diamnya Naruto membuat Kiba sekali lagi menghela nafas. "Sudah kuduga. Akan aku jelaskan," Kiba sudah bersiap dengan penjelasan singkatnya. "Perempuan akan menggunakan benda itu saat sedang menstruasi. Tunggu, jangan bertanya apa itu menstruasi karena aku tidak berniat menerangkannya padamu." Sebelumnya ia menangkap mimik penuh tanda tanya Naruto, namun ia malas jika harus membahas hal-hal seperti itu lebih lama lagi.
Naruto yang tak puas, menahan diri, mengingat yang harus dilakukannya saat ini adalah membantu Sakura secepatnya, bukan memuaskan rasa penasarannya. "Baiklah, aku takan bertanya," ujar Naruto.
"Bagus. Aku lanjutkan," berdehem kecil, lalu Kiba berucap, "Mereka memasangkan benda itu di va*na mereka."
"Tu-tunggu, kenapa kau mengatakan hal itu?! Memalukan sekali!" Naruto jadi gelagapan dan diserang rasa malu secara bersamaan, kala mendengar kalimat vulgar Kiba. Ia sadar jika wajahnya kini tengah memerah seperti udang rebus.
"Mau bagaimana lagi, kenyataannya memang seperti itu. Jadi kau sudah mengerti kenapa aku tak mau membantumu, kan? Benda seperti itu bersifat sangat pribadi bagi perempuan, dan menurutmu apa yang akan dipikirkan orang-orang saat laki-laki membeli pembalut?"
.
.
.
"Yang ini saja!"
"Tapi di sana tertulis 'Tanpa Sayap', sementara Sakura-chan inginnya yang bersayap!"
"Kau mau Sakura dibawa terbang oleh pembalut itu?!"
"Mana bisa benda kecil seperti ini menerbangkan Sakura-chan!"
"Menurutmu apa gunanya sayap selain untuk terbang?!"
"Ta-tapi ..." pertengkaran mereka terinterupsi oleh suara lain yang berasal dari arah samping.
"Ara ara, apa yang anak muda seperti kalian debatkan saat ini?"
Secara serempak mereka menoleh. 3 sosok wanita dewasa dengan senyum ramah lantas memenuhi pandangan kedua lelaki muda itu. Naruto dan Kiba masih terdiam seraya menunduk. Mereka mungkin sadar sudah membuat sedikit keributan.
Dan Naruto yang pertama memberanikan diri mengangkat wajahnya. "Maafkan kami jika membuat Anda sekalian terganggu. Gomen nasai." Ia sedikit membungkukan tubuh serta memberi isyarat agar Kiba melakukan hal yang sama.
"Tak apa. Kami mendengar kalian meributkan persoalan yang membuatku tertarik untuk menghampiri. Kalian mungkin butuh bantuan langsung dari seorang wanita?"
Suaranya terdengar begitu ramah dan halus, membuat hati Naruto tenang saat mengira wanita dewasa itu akan memarahi mereka. Walau dua wanita lainnya memiliki tatapan berbeda, yang satu terlihat begitu dingin dan misterius, sementara yang lainnya seakan hendak memakan mereka berdua.
Ia pun menjadi berani melakukan kontak mata, dengan wanita bersuara lembut itu saja pastinya. Sementara itu, Naruto seakan menemukan secercah cahaya dalam ucapannya.
"Tentu, jika Anda tidak keberatan," balas Naruto sopan. Sebisa mungkin ia menahan perasaan senangnya.
"Baiklah, mari aku bantu."
Kedua pasang netra pemuda yang sama-sama berusia 16 tahun itu, mengikuti setiap gerakan si wanita yang mendekati rak berisi bermacam-macam jenis pembalut.
"Kalian membutuhkan yang seperti apa?"
"Bukan aku. Aku ini laki-laki, tak mungkin membutuhkan benda seperti itu." Kiba menyahut tegas, membuat Naruto melotot mendengar ketidaksopanannya.
"Kiba, bicaralah dengan baik," Naruto coba memperingatkankan lewat bisikan. Tapi Kiba nampaknya tak peduli.
Wanita ramah itu terkekeh kecil, sedikit banyaknya mengerti akan hormon remaja yang sering kali meletup-letup. "Hai hai, aku mengerti ..."
"Menggemaskan sekali kalian. Rasanya ingin ku kulum saja~"
Keduanya langsung terperangah mendengera ucapan dari wanita itu. Perkiraan Naruto tentang tatapannya yang seakan ingin memakan mereka ternyata betul sekali.
"Ja-jangan . . ."
"Kau menakuti mereka, Terumi," ujar wanita misterius itu. Suaranya sangat datar dan dingin. Tetapi yang diperingatkan hanya menyunggingkan satu senyum manis sampai kelopak matanya menutup.
"Jika aku boleh tau, untuk siapa kalian membeli ini?"
Naruto menoleh menatap ke sumber suara, di mana wanita ramah itu berucap. "Untuk sahabatku. Dia hanya mengatakan yang bersayap saja. Aku tidak mengerti akan hal itu," ungkap Naruto.
"Gadis itu memiliki tubuh kecil?"
"Hai! Tubuhnya ramping dan hanya sebatas bahuku," jawab Naruto.
Wanita dewasa berparas ramah itu mengangguk mengerti. Ia kembali berbalik menghadap rak, lalu segera memilihkannya.
"Bukan untuk pacarmu?" goda wanita bernama Terumi itu.
"Ti-tidak begitu . . ."
"Kalian tak perlu malu membeli barang-barang seperti ini. Karena sesungguhnya para perempuan akan sangat tersentuh mendapatkan perlakuan manis dari pria, meski itu hanya sebatas membelikan pembalut saja."
Ucapannya dingin namun Naruto bisa merasakan kehangatan dalam hatinya. Jika memang seperti itu, ia takan ragu untuk melakukan hal-hal seperti ini.
"Benar sekali. Kalian juga jadi terlihat lebih menggemaskan, membuatku lapar saja~"
Jika saja wanita bernama Terumi itu tidak mengatakannya sembari menatap mereka layaknya kudapan, Naruto tentu tak akan merasa ngeri seperti ini. Begitu juga Kiba, pemuda itu nampak mematung bersama ekspresi tertekan. Dan ia hanya menggaruk tenguknya yang tak gatal.
"Hai, wakarimasu." Balasan itu Naruto tujukan untuk wanita dewasa dengan aura misteriusnya. Ia juga berusaha keras tidak melakukan kontak mata dengan wanita yang satunya lagi, sembari tetap menjaga agar terlihat sopan dan tak terang-terangan menghindar.
"Satu lagi; Sayap mereka tidak bisa menerbangkan sesuatu. Bukan seperti apa yang kalian pikirkan tentang sepasang sayap yang dimiliki burung," tambah wanita itu, masih dengan nada datar dan rendah.
"Sangat menggemaskan. Apa cara berpikir anak tampan seperti kalian memang tidak logis dan polos seperti ini?" Senyum manis yang selalu membuat matanya sampai tertutup itu, tak pernah lepas sekali pun.
Keduanya lantas gelagapan mendengar penuturan dari kedua wanita itu. Terutama Kiba. Ia memerah malu karena jika dilihat dari ucapan wanita dingin itu, ia merasa sok tau dan bodoh.
"H-hai," sahut Kiba. Suaranya mencicit rendah bagai anak burung.
Suasana itu segera terpecah saat suara dari balik tubuh Naruto terdengar. Atensi mereka serempak teralihkan pada sosok wanita dewasa yang kini tengah memegang sebuah benda.
"Aku sudah pilihkan. Teksturnya lembut tidak akan membuat iritasi. Mengingat kau berkata tubuh temanmu kecil, maka aku pilihkan ukuran kecil, 23 cm. Juga bersayap. Ambilah," jelas wanita ramah itu.
Naruto berbinar senang menatap benda yang disodorkan. Ia segera menerimanya dan mengagumi penjelasan wanita itu. "Aku sangat terbantu. Terima kasih banyak, ano . . ."
"Kurenai. Namaku Kurenai, mereka temanku; Anko dan Terumi," ucap wanita itu.
Naruto pun tersenyum lebar, lalu berkata, "Arigatou gozaimasu, Kurenai-san, Anko-san dan Terumi-san. Kami sangat terbantu," ujar Naruto sembari menundukan sedikit tubuhnya. Ia juga merasa lega Kiba tanpa diminta mengikuti tindakannya.
"Sama-sama, nak."
"Ya."
"Kawai ne~"
.
.
.
Naruto menggerutu sepanjang jalan. Ia masih kesal dengan Kiba yang ternyata tak bisa membantu banyak. Meski pun begitu, Naruto tak keberatan membelikan makanan anjing yang Kiba mau sebagai bayaran karena bersedia menolongnya, tetapi masalahnya yang Kiba lakukan hanya membuat ia terlalu lama di dalam toko. Dengan meributkan hal-hal tak masuk akal.
"Ya aku kan hanya bilang padaku kalau aku tau, bukannya aku mengerti. Aku sekedar tau tapi tidak mengerti. Jadi bukan salahku ..."
Masih ingat alasan Kiba yang membuat Uzumaki muda itu menggeleng tak percaya. Ditambah lagi, waktu untuk membujuk Kiba agar mau membantunya pun tak berhasil dengan cepat. Ia perlu memutar otak agar Kiba mau, dan akhirnya memilih menyogok kawan mainnya itu dengan iming-iming akan membelikan makanan anjing untuk persediaan 1 bulan.
Sampai Naruto pikir, di waktu bersamaan Kiba berniat memerasnya. Mencari kesempatan dalam kesempitan. Cocok untuk Kiba.
Kini ia resah apakah Sakura masih baik-baik saja? Ia pasti membuat sahabatnya itu menunggu terlalu lama. Entah apa yang tengah dirasakan Sakura saat ini. Apa gadis itu masih kesakitan? Memikirkannya membuat Naruto khawatir bukan main. Laju lari pemuda itu pun menjadi tidak terkendali dan semakin cepat. Naruto berlari seperti kesetanan.
TBC
Daijoubu ka?/daijoubu desu ka? = Apa kau baik-baik saja?/kau tak apa?
Wakarimasu = saya mengerti
Gomen nasai = mohon maaf
Summimasen = permisi/maaf
Ittai = aduh .../sakit
Arigatou = terima kasih (kata sensei-ku, kalau cuma 'arigatou' aja rasanya kurang sopan. Menurut beliau, mengucapkan 'arigatou' saja terkesan judes. Begitu juga dengan 'gomen'. Baiknya sertakan 'gozaimasu' (arigatou gozaimasu) dan 'nasai' (gomen nasai) kalau mau yang lebih formal dan kalian ngerasa sangat terbantu atau apa pun, pakainya boleh "Hontou ni arigatou gozaimasu' = terima kasih banyak. Tapi kadang bingung juga sih, di anime sering cuma pake arigatou aja.)
Owya, chap 1 ada tidak? Setalah prolog, aku up lagi. Ini entah ga ke publish dengan bener, atau emang yang bacanya ga ada ya? : v di chap 1 gada satu pun yang komen. Sad bet dah ...
