CHAPTER 3

Sakura terperanjat ketika suara gebrakan pintu terbuka, menyembulkan sosok Naruto dengan penampilan acak-acakan. Tapi sesaat kemudian, ia mengernyit melihat Naruto tampak pucat dan napas pemuda itu memburu seperti habis berlarian jauh. Tidak tau saja jika Naruto berlari dengan kecepatan tak masuk akal hanya agar sampai jauh lebih cepat ke sini.

Ah, sebagai tambahan, dari rumah Sakura ke minimarket terdekat tak lebih dari 800 meter. Walau tidak terlalu jauh, tapi jika manusia menghabiskan jaraknya berangkat atau kembali hanya dengan membutuhkan waktu 2 menit, tentu saja akan lain cerita. Seperti Naruto, ia kira ia hampir menyamai rekor dunia, 7m/detik.

"Naruto, kau seperti habis dikejar hantu saja," ujar Sakura. Nafas tersengalnya membuat ia tak kuasa untuk menimpali perkataan sahabatnya itu. "Aku ambilkan minum dulu, ya. Sebentar," sambung Sakura seraya beranjak dari ranjang.

"Tak usah, Sakura-chan. Kau is-tirahat, sajah." Meski begitu, ia harus berusaha membuat Sakura tetap di ranjangnya.

Seharusnya Sakura sudah terbiasa dengan perasaan hangat saat mendapat perlakuan yang terlalu baik dari Naruto. Bahkan di hari pertama mereka bertemu pun, Naruto berhasil memberinya rasa hangat yang sama. Tapi setiap kali terulang, ia kira sensasi itu menjadi berkali-kali lipat lebih besar dari sebelumnya.

"Kalau begitu, kemarilah." Suara Sakura melembut, menatap Naruto dengan sorot hangat serat akan kasih sayang.

Nafasnya boleh saja belum sestabil seperti biasa, tapi matanya masih bisa menatap jelas kelembutan dari ekspresi dan suara gadis yang tengah terduduk di ranjang itu. Naruto juga tak pernah mengerti, mengapa hanya dengan tindakan kecil dari Sakura, mampu membuat wajah pucatnya kembali mendapatkan rona kemerahan.

"Y-ya," balasnya gugup. Ia pun melangkah pelan menghampiri sahabatnya itu, sebelum ia tersentak saat menyadari sesuatu yang sangat penting. "Aku sampai lupa. Sakura-chan, ini pembalut yang kau minta," sodor Naruto setelah ia berada di dekat gadis itu.

Sakura menatap sekantung plastik putih mengembung, di tangan besar milik Naruto. Kemudian menerimanya sembari terkekeh kecil. "Kau beli di mana?" tanya Sakura. Lalu ia memberi isyarat dengan menepuk-nepuk tempat di sampingnya agar Naruto duduk di sana.

Naruto pun mengikuti isyarat Sakura. "Minimarket. Betul, 'kan? Sebaiknya kau bergegas menggunakannya, Sakura-chan," titah pemuda jangkung itu.

"Aku sudah. Tadi Ayame-san datang ke kamarku, lalu memberiku pembalutnya untuk sementara waktu," ungkap Sakura.

Naruto nampak murung. "Maafkan aku terlalu lama membelinya. Kau pasti sudah tak tahan menahan sakitnya. Summimasen ..."

"Hei hei, tak apa. Aku bisa mengerti mungkin kau kebingungan saat membelinya. Aku yang harus berterimakasih padamu, Naruto. Kau bahkan tak ragu membantuku meski itu harus membeli benda memalukan bagi pria."

"Sebenarnya aku tak keberatan. Asal bisa membantumu, akan aku lakukan," ungkap Naruto. Tidak sadar saja jika ucapannya berhasil menggelitik perut Sakura.

"Benarkah?" Sakura mengerling, berniat menggoda sahabatnya itu.

"Tentu."

"Kalau begitu, kau mau membantuku meredakan nyerinya?"

Bagai anak anjing yang penurut, Naruto mengangguk mantap.

"Oke. Sini, beri aku satu pelukan."

Naruto tertegun dengan wajah yang perlahan merona. Namun ia tak mengatakan apa pun lagi dan mulai mendekati Sakura yang sudah merentangkan tangannya itu, menunggu pelukan. Bersama rasa gugup yang mendera, Naruto rengkuh tubuh kecil Sakura. Sangat hangat dan nyaman, itu yang ia rasakan kala jarak antara tubuh mereka tak tersisa sedikitpun lagi.

"Benar, ini bisa membantu?" tanya Naruto. Ia tak yakin tindakan seperti ini dapat meredakan sakitnya.

"Hm ..." Sakura hanya bergumam, menikmati pelukan mereka.

"A-ku berkeringat, Sakura-chan."

"Aku juga."

Bukan Naruto tak menyukai ini, hanya saja ia terlalu takut Sakura bisa mendengar debaran jantungnya. Ia pun tak bisa menapik jikalau hatinya merasa begitu nyaman dan hangat.

"Maksudku, aku bau keringat. Keringatku banyak, a-ku keringat." Astaga, ia ingin memukul kepalanya sendiri.

Kekehan kecil meluncur dari celah bibir ranum Sakura mendengar kegugupan jelas mengalir dari ucapan Naruto. "Kau tidak bau keringat, kok," ujar Sakura.

Tidak ada jawaban, tapi Naruto mengangguk di atas pundak kecil Sakura. Masih menikmati pelukan mereka. Sakura juga tersadar, tubuh yang tengah merengkuhnya dengan lembut ini, terasa lebih besar dari yang ia ingat. Ah, mereka telah melewati begitu banyak waktu bersama, sehingga tak menyadari setiap detail perubahan di antara keduanya.

"Apa sakitnya sudah aga reda?" Naruto masih mengira perkataan Sakura benar adanya.

"Belum," balas Sakura. Jangan menghakiminya, ia tidak berniat memberi Naruto ajaran yang salah, hanya saja ia sedang merindukan sebuah pelukan.

"Nona, saya--"

Kontan keduanya melepaskan pelukan lalu menjauhkan diri. Mereka serempak menoleh ke arah suara itu berasal, dan menemukan sosok Ayame yang berdiri kaku di depan pintu yang terbuka.

"Sa-saya sungguh minta maaf," ucapnya seraya membungkukan badan. Perempuan dewasa itu tidak berniat mengganggu, ia memiliki kabar yang harus disampaikan pada nona mudanya itu. Dan melihat pintu kamar terbuka, ia tak mengira akan menemukan pemandangan seperti ini.

"Tidak apa, Ayame-san." Sakura pun beranjak menghampiri Ayame, meninggalkan Naruto yang membuang muka berusaha menyembunyikan perasaan malunya. "Ada apa?"

"Ah, ya ... Tuan dan Nyonya Haruno mengatakan akan mengundur kepulangannya. Mereka memberi pesan agar Nona Sakura menjaga diri," ungkap Ayame.

"Jadi, kapan mereka akan pulang?" Ada nada sendu dalam ucapannya.

"1 minggu lagi, Nona," jawab Ayame.

Sakura menghela nafas. Ia sudah menduga akan hal tersebut. Namun dalam hatinya, ia masih bersyukur bukan 1 bulan lagi mereka bisa bertemu. "Ya, terima kasih."

"Tentu Sakura-sama." Kemudian Ayame pamit undur diri.

Setelah Ayame menghilang dari pandangan netra emerald itu, ia kemudian berbalik badan dan kembali lagi ke ranjang. Namun alisnya mengernyit bingung, melihat punggung Naruto bergetar janggal. Sayangnya Sakura tidak dapat melihat ekspresi wajah Naruto, sehingga ia tidak bisa menebak kenapa Naruto bertingkah aneh seperti itu.

"Naruto, daijoubu?" Beberapa detik berlalu tanpa suara. Nampaknya Naruto enggan menjawab, atau tak bisa menjawab?

Hal itu membuat Sakura semakin mendekatkan dirinya. Lalu menepuk pundak kokoh itu pelan. "Ada apa?" tanya Sakura.

Merasa Naruto hendak berbalik badan, Sakura pun menjauhkan tubuhnya sedikit. Akan tetapi hal yang Sakura lihat selanjutnya membuat gadis itu berjengit. Wajah Naruto terlihat menahan sesuatu, matanya tertutup rapat dengan tangan bergetar menggenggap sebuah gelas.

Gelas! Tidak mungkin Naruto,

"Pa-pahit! Kenapa rasa jus ini sangat mengerikan, dattebayo!"

Sakura mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya. Tak habis pikir dengan apa yang sudah dilakukan pemuda pirang itu. "Naru ... yang kau minum itu ramuan pereda nyeri saat menstruasi."

"Nani?!" Ia terperangah bukan main.

.

.

.

4 hari kemudian

Stadion yang cukup besar untuk menampung beratus-ratus penonton dengan semangat mereka yang menggelora bagai nyala api. Dan Sakura adalah salah satu penonton itu. Ia duduk di barisan kursi terdepan bersama para pendukung tim Naruto. Yang terdiri entah itu dari keluarga pemain, teman, atau kekasih, atau bahkan orang-orang asing yang sengaja datang mendukung tim kesukaan mereka.

Dari lapangan basket tersebut, Sakura sudah bisa melihat sosok Naruto dan pemain-pemain lainnya memasuki lapang. Ia pun sebisa mungkin membuat Naruto melihatnya dengan cara berteriak sekencang mungkin. Dan berhasil, Naruto menoleh kepadanya dari sana, lalu memberi Sakura lambaian tangan bersama cengiran lebar khas pemuda pirang itu.

Ia pun membalasnya dengan lambaian tangan pula, lalu memperlihatkan spanduk bertuliskan dukungan untuk tim mereka. Tapi Sakura memiliki hal lainnya yang lebih menarik. Ia yang memang sedang berdiri kemudian berbalik badan agar Naruto dapat melihat tulisan di kaos yang tengah Sakura pakai itu. Walau Sakura tak dapat melihat reaksi pemuda itu sebab posisinya memunggungi, tapi ia berharap Naruto menyukai apa yang dilakukannya.

Dan Sakura tahu jika sahabatnya itu senang. Terlihat kala ia memutar tubuhnya lagi kemudian mendapati senyum Naruto semakin lebar. Sakura berharap apa yang dilakukannya mampu membuat Naruto semakin bersemangat.

Tatapan mereka terputus setelah sadar jika pertandingan akan segera dimulai. Sakura pun mendudukan lagi bokongnya di atas kursi, sementara emeraldnya kembali terpaku pada Naruto. Ah, melihat tubuh jangkung Naruto berlarian ke sana ke mari membawa atau merebut bola, membuat Sakura seakan menyadari sisi memesona sahabat pirangnya itu.

Ia tak menapik jikalau Naruto saat ini nampak sangat gagah dan keren dengan tubuh tan berkeringatnya. Ia juga jadi bertanya-tanya, apakah Naruto pernah menyukai seorang gadis? Ataukah sahabatnya itu memiliki keingingan untuk berpacaran? Sebab menurut Sakura, dengan fisik sebagus Naruto, akan menjadi hal mudah bila ingin menggaet para perempuan.

Naruto memiliki kontur wajah seksi dengan kulit tan menawan. Rambut pirang yang terpasang di kepalanya itu bisa membuat orang-orang tergoda untuk menyentuhnya. Namun Sakura mengira, mereka akan lebih dahulu merasa panas-dingin tak tentu saat bersirobok dengan netra sebiru langit Naruto.

Jika dilihat sekilas, orang-orang akan mengira Naruto itu pemuda seksi yang nakal. Hobi berganti teman kencan atau senang sekali mempermainkan hati para gadis. Sakura berasumsi demikian sebab di beberapa waktu, ia pernah didatangi perempuan-perempuan nakal yang memintanya untuk menjauhi Naruto. Tetapi setelahnya, membuat Sakura tertawa penuh kepuasan mengetahui perempuan-perempuan itu menyerah sebab Naruto terlalu polos untuk digoda.

Sakura pikir, apa yang perempuan binal itu harapkan dari pemuda yang bahkan tak tau apa itu menstruasi? Sungguh membuat Sakura serasa ingin berguling-guling bagai kuncing betina setelah kawin. Ups!

Oke, Sakura berusaha menghentikan pikiran-pikirannya itu. Ia kembali fokus pada arena lapangan di mana kedua kubu beradu dengan sangat sengit. Jika dilihat seksama, tim Naruto jauh lebih tangguh. Mereka adalah satu kesatuan kompleks yang sempurna.

Memiliki seorang yang lincah macam Lee, adalah salah satu keunggulan yang membuat tim itu tidak mudah direbut atau sangat mudah merebut bola. Sementara dari segi kekuatan, Sasuke adalah orang di baliknya. Ketahan tubuh yang sangat bagus tentu teramat berguna di lapangan. Sasuke juga dikenal sebagai pemain berkepala dingin yang mana ia bisa mudah mencari solusi kala suasana pertandingan terlalu sengit serta memanas. Hal tersebut pantas menjadi dasar mengapa Sasuke dipercayain untuk menjadi seorang kapten tim.

Dan menurutnya, Naruto nyaris sempurna. Ia memiliki semua itu, kelincahan, ketahanan dan yang paling menonjol adalah kecepatan. Tak aneh jika Naruto sangat diburu oleh berbagai tim di luar sekolah untuk bergabung. Atau menjadi pemain panggilan dengan bayaran yang lumayan tinggi.

Tapi satu kekurangan Naruto adalah, ia tak pandai mengatur strategi. Maka Shikamaru yang menjadi jawabannya. Pemuda berkuncir nanas dengan wajah ngantuk membosankan itu adalah dalang di balik alasan bahwa, tak hanya kuat, tapi tim mereka juga sangat cerdik.

Dari sana, Sakura tau jikalau tak ada pemain yang menguasai setiap elemen dengan maksimal. Yang ada hanyalah kumpulan orang-orang yang mengerti betul akan keahlian mereka. Hal tersebutlah alasan mengapa tim itu sangat jarang terkalahkan. Mereka adalah satu kesatuan kompleks yang sangat sempurna

Seperti saat ini, saking bagusnya tim mereka, mereka bisa membuat pertandingan ini berjalan sesingkat mungkin. Poin terus tercetak nyaris bersamaan dengan hitungan detik. Sakura juga menjadi sangat percaya jika tim mereka tak terkalahkan. Dan membuatnya ragu apakah benar pertandingan ini adalah pertandingan final merebut tiket menuju Aliansi 5 Negara? Sakura takan berpikir kubu lawanlah yang terlalu lemah. Ia meyakini dalam hati, kehebatan tim mereka yang terlalu tak terkendali.

"WOAAAAAAH, SLAM DUNK INDAH DARI UZUMAKI NARUTO BERHASIL MENGAKHIRI PERTANDINGAN INI!!!"

Para suporter yang mendengarnya serempak berdiri bersama sorak soray tak henti-henti. Begitupun Sakura. Ia berseru sekencang-kencangnya sampai lupa harus melentangkan spanduk. Tak apa, di saat momen seperti ini para pendukung terkadang lupa diri.

Gadis itu bahkan membuat pipinya menghangat dan memerah karena saking senangnya. Dan sekejap membuat beberapa pria di sekelilingnya terhenti hanya untuk menatap wajah menggemaskan Sakura seraya berucap,

"Kawai ne ..."

Ia tak sadar pesonanya menyebar begitu saja.

TBC

Ada part 2-nya, minna-san ...

Hai (Haik) = ya/baik.

Kawai = imut

Nani = apa

Mungkin kebanyakan udah pada tau, ya? Tapi gapapa, aku cuma ngantisipasi aja kalau ada yang belum tau.