CHAPTER 4
"Naruto!"
Suara yang sudah sangat Naruto kenali itu bagai tombol otomatis untuk membentuk senyumnya. Ia segera berbalik tubuh dan mendapati Sakura tengah berlari-lari kecil diikuti 2 orang lelaki dewasa yang masing-masing menggotong sebuah peti. Naruto kira benda kotak berwarna putih itu adalah peti minuman.
"Sakura-chan!" Ia tak kalah riang menyahut.
Saat ini Sakura sudah ada di hadapan Naruto, tersenyum lebar sampai pipinya memerah. "Tadi itu kau hebat sekali," puji Sakura. Naruto tak sempat merona sekalipun kala suara seseorang memcah suasana di anatra sepasang sahabat itu.
"Hanya Naruto, nih?" Keduanya kontan menoleh ke arah Kiba. Di sana pemuda pecinta anjing itu tengah bersidekap dada menatap mereka berdua.
"Tentu saja tidak. Kalian semua mengesankan, membuatku ingin berguling-guling saja. Hihi ..."
Kini semua pemain berkumpul di tempat yang biasa digunakan untuk ganti baju dan diskusi sebelum tanding. Di sana juga tersedia banyak loker untuk keperluan pemain.
"Jangan berguling-guling, Sakura-chan. Lantai di sini kotor, cubit aku saja untuk menyalurkan rasa senangmu." Itu Lee. Pemuda berambut mangkuk dengan mata bulat lucu. Katanya, Lee sangat mengagumi Sakura. Hal itu terkadang membuat Naruto merenggut sebab Lee akan memonopoli Sakura jika mereka sedang berkumpul.
"Kalian itu ... Oh ya, aku membawa minuman untuk kalian semua," ujar Sakura. Ia kemudian menoleh lalu memberi isyarat kepada 2 orang lelaki dewasa itu untuk menurunkan peti-petinya yang kemudian dibuka. "Cukup, tidak?" tanya Sakura.
"Wah, banyak sekali!" Lee berseru.
"Sakura memang luar biasa!" Itu suara Kiba.
"Arigatou gozaimasu, Sakura-san." Neji akan selalu dengan etiket baiknya. Sungguh klan yang hebat.
"Kau sebenarnya tak perlu melakukan hal merepotkan ini untuk kami. Tapi, terima kasih." Ya, jangan lupakan si Ahli Strategi.
"Tidak kok. Dan sama-sama, aku senang melakukan--"
"Kau terlalu berlebihan, kami tidak mungkin menghabiskan minuman sebanyak itu. Jangan merepotkan dirimu sendiri." Kata-kata Sasuke berhasil meruntuhkan senyum Sakura.
Gadis itu bukan bermaksud begitu. Ia juga mengerti jika ucapan Sasuke tidak bermaksud buruk. Lelaki itu hanya ingin menyadarkannya, tapi kelewat menusuk sebab perkataannya sungguh tajam. Sakura yang sedang sensitif-sensitifnya tentu saja tersentil. Sasuke salah karena menyinggung gadis yang sedang datang bulan.
"Kau tidak harus berkata seperti itu, Sasuke! Sakura-chan hanya bermaksud baik." Tentu saja Naruto takan diam. Ia jelas melihat kesedihan di wajah itu.
"Tidak apa, Naruto." Meski begitu, Sakura mencoba meredam perasaannya. "Maafkan aku ya, Sasuke-kun. Nanti tidak lagi, deh." Sakura sudah berusaha keras. Ia tak ingin merubah suasana menjadi tegang seperti ini. Maka ia berikan satu cengiran lebar.
"Hn."
Bagus, Sakura bersyukur Sasuke tidak memperpanjang masalah. "Akama-san, Hidan-san, kalian sudah boleh kembali," ujar Sakura kepada dua lelaki yang memanggul peti tadi.
"Hai, Nona Sakura." Keduanya pun berbalik pergi.
"Sakura-chan, ikut aku sebentar." Sakura tidak sempat mengelak saat Naruto menarik lengannya lalu membawa lari Sakura yang masih bingung. Kepergian mereka meninggalkan tanda tanya di benak para pemain serta 2 lelaki dewasa yang melihat tubuh keduanya berlalu mendahului.
"Mau ke mana?" tanya Sakura. Langkah kaki mereka masih melaju namun tak secepat tadi.
"Aku ingin melihat sesuatu darimu."
Ucapan Naruto berhasil menarik sudut alis Sakura ke atas. Ia bingung sendiri mendengarnya. Namun tak melakukan apa pun selain mengangguk, sebab gadis itu percaya, Naruto tak mungkin melakukan hal-hal aneh. Mereka adalah sahabat karib yang saling memepercayai.
Langkah kedua remaja itu berhenti di lorong yang dingin. Terasa sunyi hingga membuat ketukan sepatu mereka teramat nyaring terdengar. Lalu Naruto memposisikan Sakura di hadapannya, menatap lekat emerald indah itu. Ia pun berucap, "Perlihatkan punggungmu, Sakura-chan," pinta Naruto.
Selama beberapa detik, Sakura tertegun. Benaknya hampir disusupi pikiran-pikiran aneh setelah Naruto menyelesaikan ucapannya. Untung tidak berlanjut, sebab kemudian Sakura mengerti maksud permintaan pemuda pirang itu. Wajahnya pun menjadi bersemangat dan ia segera melepaskan jaket putih lantas cepat membalik tubuhnya memunggungi Naruto.
"Bagaimana? Aku sengaja memesan dan meminta langsung desain seperti ini jauh-jauh hari," jelas Sakura.
GANBARE NARUTO!!!
Begitulah tulisan di kaos bagian punggung Sakura. Dengan begitu, semua orang yang melihatnya langsung mengerti jika Sakura pendukung tim mereka dan terkhusus Naruto. Ia tak menyangka Sakura sampai seniat itu.
Walau Naruto merasa begitu senang tak tertahankan, namun mengingat ia yang adalah seorang lelaki sejati, tentu saja akan memalukan jika sampai menangis haru. Tetapi menyadari rasa bahagia di hatinya tak mempu terbendung lagi, maka tak ada cara lain selain,
Puk!
... memeluk Sakura tiba-tiba dari belakang.
Tak memedulikan Sakura yang terperanjat, kedua lengannya terus mengeratkan lingkaran di sekeliling tubuh Sakura. Senyuman lebar enggan lepas dari tampannya wajah Naruto.
"Naruto ..."
"Nanti, di pertandinganku selanjutnya, tolong pakai kaos seperti ini lagi, ya. Kalau bisa, sertakan fotoku juga. Aku yakin itu akan sangat ampuh untuk mengembalikan rasa semangatku. Hehe ..." Kemudian Naruto melepaskan lingkaran lengannnya di tubuh Sakura. Menatap lekat setiap pergerakan saat gadis itu berbalik badan.
"Tidak, ah. Nanti aku dikira pendukung yang terobsesi padamu."
"Baik baik, seperti ini saja pun tak apa."
"Iya, nanti akan aku pakai lagi," ujar Sakura. "Jadi kau membawaku ke sini hanya untuk melihat kaosku?"
Naruto mengangguk.
"Mau lihat yang lebih menarik?" tanya Sakura dengan seringai ganjilnya. Oke, Naruto terlalu polos untuk menyadari arti seringai itu.
"Boleh," jawabnya lugas.
Dalam hati Sakura, ia ingin tertawa dan menjerit saja melihat keluguan sahabatnya itu. Tapi sebagian hatinya juga sangat tidak sabaran menjahili Naruto.
Lengan kecilnya pun mulai menggenggam ujung kaosnya sembari berucap, "Sebenarnya aku juga menuliskan kata-kata pendukung untukmu ..." tutur Sakura. Jemarinya mulai mengangkat kaos yang dikenakan, lalu sedikit demi sedikit memperlihatkan kulit pingganya yang putih itu. " ... di sini," lanjutnya.
Naruto yang kontan memerah, kelabakan saat tangannya segera menurunkan lagi kaos Sakura. Jemarinya bergetar gugup ketika tak sengaja bersinggungan dengan kulit pinggang gadis itu. Terasa sangat halus dan hangat, membuat wajahnya kian memerah saat memikirkan sensasinya.
"Tu-tupi. Tutup. Astaga Sakura-chan ..."
Sakura tak memedulikan bagaimana hebohnya pemuda itu, ia hanya sedang menikmati ekspresi Naruto. Dan kemudian terkikik sendiri. Sungguh selalu berakhir dengan kepuasan hati jika sudah berhasil menggoba sahabatnya itu. Atau bahkan, ia tak pernah gagal sekali pun. Naruto yang polos adalah sasaran empuk yang pas.
"Bagaimana kalau ada yang lihat nanti?" Naruto masih menggerutu.
"Kau kan, sudah. Hihi ..."
"Ma-maksudku, lelaki lain." Membayangkannya saja sudah tak rela. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Sakura akibat dari kejahilannya yang sedikit absurd itu. Jika hanya kepada dirinya, ia masih tak apa. Tapi tidak menjamin sama pada orang lain, kan?
Walau Naruto sedang terjebak dalam kegugupannya, tapi ia masih dapat menyadari Sakura tidak mengeluarkan respon apa pun lagi. Hal itu mendorong matanya untuk menatap wajah sahabatnya. Dan mendapati Sakura tengah membuang muka bersama ekspresi menahan tawa, entah kenapa itu tidak menciptakan rasa kesal sedikit pun.
Pipi yang merona merah, mimik kepuasan dan rasa senang, seakan memantulkan kebahagiaan di permukaannya. Naruto tidak mengerti mengapa lehernya mendadak sulit digerakan. Atau sepasang matanya yang tiba-tiba sukar untuk diajak melirik ke arah lain.
Ia terpaku.
Pada wajah yang saat ini masih jelas menampakan rasa bahagia, pada bibir yang belum juga berhasil menahan cekikikannya, dan pada dia yang Naruto tau menjadi alasan mengapa detakan jantungnya bisa secepat saat ini.
Ia mengabaikan rona merah yang sudah menjalar hampir ke seluruh wajahnya, juga mengabaikan kemungkinan Sakura dapat menangkap basah dirinya yang lagi-lagi menatap lekat gadis itu. Sebab kali ini, Naruto merasa berbeda.
Ada hal baru yang entah kenapa bermunculan secara tiba-tiba di hatinya kini. Seperti jawaban akan berbagai perasaan aneh kala ia menatap wajah itu di waktu-waktu lalu. Dan secara bersamaan, seakan mengoreksi kepercayaan diri Naruto tentang ia yang dahulu begitu yakin jika perasaan itu hanya sekedar rasa sayang kepada sahabat saja.
Sehingga saat ini, Naruto sukses tersentak. Ia memaksa isi hati dan kepalanya untuk meragukan kesimpulan itu. Berharap jikalau memang benar rasa yang membuncah aneh dalam dadanya masihlah karena ia menyayangi Sakura sebagai seorang sahabat saja. Namun hal tersebut sukar untuk menapik fakta bahwasanya, ...
Ia menyukai Sakura. Layaknya lelaki kepada perempuan, bukan sebagai sahabat.
Dan ketika ia membacakan dalam hati kesimpulan itu, safir Naruto membelalak lebar. Waktu seakan terhenti, memberinya ruang untuk menyesapi lebih dalam perasaan itu lagi, dan Naruto tidak bisa memungkiri jika hal tersebut memberinya keyakinan. Menyadari jika semuanya terasa semakin jelas saat ini.
"Naruto, ada apa?"
Tidak, apa yang harus ia lakukan?!
.
.
.
5 hari kemudian
"Konnichiwa!"
Tanpa menunggu balasan tuan rumah, gadis itu melenggang masuk dengan santai. Ia sudah terbiasa seperti ini, keluar masuk rumah sahabatnya itu tanpa harus dibukakan pintu lagi. Baik ia maupun Naruto, keduanya sama-sama seperti itu.
Sakura melangkah dengan riang, memasuki rumah 2 tingkat yang memiliki aroma manis dan suasana yang hangat. Terasa begitu nyaman. Memang, dibandingkan kediaman Sakura, rumah Naruto tidak bisa menandingi kemegahannya. Namun justru hal itu yang disukai Sakura.
Rumahnya boleh saja dikatakan megah dan mewah, namun jika manusia yang menempati setiap harinya hanya ia dengan para maid, tentu tidak bisa memberikan rasa senyaman layakanya rumah ini. Jika bisa, Sakura ingin bertukar tempat dengan Naruto.
Dari arah dapur, sosok wanita dewasa berambut merah panjang, keluar dengan sebuah celemek yang terpasang di tubuh rampingnya. Wanita yang sudah memasuki umur 40 tahunan itu masih terlihat begitu menarik dan energik. Namanya Kushina, ibu Naruto.
"Ohayou bibi Kushina ..." Sakura menyapa ceria.
"Ohayou Sakura-chan. Ah, kebetulah bibi baru membuat kue. Ayo sini, cicipi dulu."
Jika sudah seperti itu, Sakura tidak bisa lagi menolak. Bibi Kushina juga akan terus memaksa. Lagi pun, ia menyukai perilaku ibu dari sahabatnya itu. Sakura selalu merasa menjadi anak kedua di rumah ini, diperlakukan dengan sangat hangat dan diterima sepenuh hati. Sakura mencintai mereka.
Kushina merangkul pundak kecil Sakura yang tidak tertutupi baju. Sembari berceloteh tentang betapa manisnya Sakura saat ini. Oke, Sakura harus melupakan sejenak tujuannya untuk mengajak Naruto bermain bersama.
"Kue yang manis untuk gadis manis sepertimu," ucap Kushina. Ia kemudian menyodorkan sepotong kue berbentuk lucu ke hadapan bibir ranum Sakura. Yang tentu saja Sakura terima tanpa berkata lagi.
Rasa manis yang lezat segera menyebar ke seluruh bagian di dalam mulut Sakura. Tekstrunya pun begitu lembut, membuat gigi-gigi putih Sakura tak perlu bekerja keras mengunyahnya.
Sebenarnya Sakura sudah tak aneh lagi. Kushina yang senang sekali membuat kue, sedangkan suami dan puteranya tidak begitu menyukai makanan manis, membuat Sakura menjadi kandidat satu-satunya untuk menerima setiap kue buatannya.
"Oishi ..."
Mari lihat bagaimana senyuman bahagia merekah dari bibirnya kala melihat reaksi Sakura terhadap hasil tangannya itu. "Syukurlah. Nanti bibi bekalkan untukmu ya, Sakura-chan."
Sakura mengangguk semangat. Tak sabar menjinjing kue-kue itu dan memilikinya seorang diri.
"Sakura-chan mau mengajak Naruto belajar bersama?" tanya Kushina. Ia melihat beberapa buku di genggaman gadis manis, yang sudah ia anggap sebagai puterinya itu.
"Aku ingin mengajak Naruto ke rumah pohon, menemaniku mengerjakan tugas. Bibi tau sendiri, Naruto tidak akan betah belajar jika di hadapannya ada lapangan basket. Hihi ..." ucap Sakura.
Dan Kushina ikut tertawa kecil mendengar cekikikan manis gadis itu. "Baiklah, bibi panggilkan dulu ya."
"Tidak perlu bibi Kushina, aku mau mengajaknya langsung," ujar Sakura, menahan niatan wanita dewasa itu.
"Bagus kalau begitu. Entah kenapa setelah pulang dari turnamen 5 hari lalu, anak itu jadi bertingkah aneh. Bibi kira dia hanya sedih karena kalah, namun Sakura-chan tau sendiri, tim mereka menang. Dan bibi semakin khawatir memikirkan bhawa mungkin saja ada seseorang yang membuat anak itu jadi murung seperti sekarang ini," jelasnya. Kushina tidak tahu saja 'seseorang' itu adalah gadis di hadapannya.
Penuturan bibi Kushina membuat Sakura teringat kembali, jika Naruto juga bertingkah aneh terhadap dirinya. Ia ke sini memang bertujuan untuk menayakan hal tersebut pada Naruto, sekaligus memaksa sahabatnya itu bermain agar tidak ada kesempatan Naruto untuk melarikan diri lagi.
"Perilaku Naruto jadi seperti apa, Bi?"
"Anak itu jadi senang sekali mengurung diri di kamar, keluar hanya saat hendak pergi latihan dan makan saja. Bibi juga kerap menemukan wajahnya bisa tiba-tiba memerah tanpa sebab. Huh ... Semoga Sakura-chan dapat membuat anak itu kembali seperti biasanya, ya."
Setelah mendengarnya, Sakura menyadari tingkah Naruto di rumah dan saat bersamanya berbeda sekali. Pemuda itu terkesan menghindar ketika ia berusaha mendekat, atau menjadi kikuk kala berhasil ia dekati.
"Benarkah? Kalau begitu, aku harus segera bergegas. Tenang saja bibi Kushina, aku akan membuat Naruto seperi semula lagi. Jadi, jangan terlalu khawatir." Sorot matanya yakin sekali.
Perkataan Sakura membuat senyum haru merekah di bibirnya sekali lagi. Bukan karena ia benar-benar mengaharapkan gadis itu berhasil mengembalikan anaknya, tetapi rasa hangat kala menyadari betapa manis dan eratnya hubungan antara mereka.
"Tentu Sakura-chan, bibi percayakan padamu."
Sakura pun, mengangguk semangat.
Ah, betapa Kushina menyayangi gadis manis di hadapannya ini.
TBC
Hayoh, saha yang diem-diem suka sama sahabatnya? :v
terjebak friendzone? T_T
Kalian percaya ada persahabatan anatara lelaki dan perempuan yang ga akan melibatkan perasaan?
Beri tanggapanmu tentang chap ini. Ada yang komen panjang? Gass! langsung saya up lagi!!! Hohoho
